Tujuan Penelitian Degradasi Hutan

c. Bagaimana arahan rencana penggunaan ruang di Kabupaten Toba Samosir berdasarkan perubahan peruntukan kawasan hutan?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui degradasi kawasan hutan di Kabupaten Toba Samosir melalui penafsiran citra satelit dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009. 2. Untuk mendapatkan data informasi deforestasi kawasan hutan berdasarkan hasil penafsiran citra satelit dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009. 3. Penyusunan arahan rencana penggunaan ruang berdasarkan perubahan peruntukan kawasan hutan di Kabupaten Toba Samosir. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Menyediakan informasi dasar berupa gambaran objektif dan mutakhir mengenai kondisi kawasan hutan di Kabupaten Toba Samosir. 2. Menjadi bahan masukan dalam membantu perencanaan penggunaan ruang dan pengelolaan hutan di masa yang akan datang. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Degradasi Hutan

Menurut Lamb 1994, degradasi hutan memiliki arti yang berbeda tergantung pada suatu kelompok masyarakat. Rimbawan memiliki persepsi yang bervariasi terhadap arti degradasi. Sebagian mengatakan bahwa hutan yang terdegradasi adalah hutan yang telah mengalami kerusakan sampai pada suatu pointtitik dimana penebangan kayu maupun non kayu pada periode yang akan datang menjadi tertunda atau terhambat semuanya. Sedangkan sebagian lainnya mendefinisikan hutan yang terdegradasi sebagai suatu keadaan dimana fungsi ekologis, ekonomis dan sosial hutan tidak terpenuhi. Sedangkan menurut Oldeman 1992 mengatakan bahwa degradasi adalah suatu proses dimana terjadi penurunan kapasitas baik saat ini maupun masa mendatang dalam memberikan hasil product. Penebangan hutan yang semena-mena merupakan degradasi lahan. Selain itu tidak terkendali dan tidak terencananya penebangan hutan secara baik merupakan bahaya ekologis yang paling besar. Kerusakan lahan atau tanah akan berpengaruh terhadap habitat semua makhluk hidup yang ada di dalamnya dan kerusakan habitat sangat berpengaruh terhadap kelangsungan makhluk hidup yang disangganya. Dan menurut Angelsen, A 2010, adalah perubahan didalam hutan yang merugikan susunan atau fungsi tegakan hutan atau kawasan hutan sehingga 6 Universitas Sumatera Utara menurunkan kemampuannya untuk menyediakan berbagai barang atau jasa. Dalam hal Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation REDD, degradasi paling mudah diukur dalam hal berkurangnya cadangan karbon di hutan yang dipertahankan sebagai hutan. Menurut Tryono, Slamet 2010, ada dua faktor penyebab terjadinya degradasi hutan, pertama penyebab yang bersifat tidak langsung dan kedua penyebab yang bersifat langsung. Faktor penyebab tidak langsung merupakan penyebab yang sangat dominan terhadap kerusakan lingkungan, sedangkan yang bersifat langsung, terbatas pada ulah penduduk setempat yang terpaksa mengeksploitasi hutan secara berlebihan karena desakan kebutuhan. Faktor penyebab bersifat tidak langsung antara lain: 1 pertambahan penduduk, 2 kebijakan pemerintah yang berdampak negatif terhadap lingkungan, 3 dampak industrialisasi perkayuan, perumahan dan industri kertas, 4 reboisasi dan reklamasi yang gagal, 5 meningkatnya penduduk miskin di pedesaan, 6 lemahnya penegakan hukum dalam sektor kehutanan dan lingkungan, 6 tingkat kesadaran masyarakat yang rendah terhadap pentingnya pelestarian hutan. 2.2. Deforestasi Menurut Nawir, A.A., dkk. 2008, bahwa hilangnya tutupan hutan secara permanen ataupun sementara merupakan deforestasi. Secara sederhana, deforestasi adalah istilah untuk menyebutkan perubahan tutupan suatu wilayah dari berhutan menjadi tidak berhutan, artinya dari suatu wilayah yang sebelumnya berpenutupan Universitas Sumatera Utara tajuk berupa hutan vegetasi pohon dengan kerapatan tertentu menjadi bukan hutan bukan vegetasi pohon atau bahkan tidak bervegetasi. Masih menurut Nawir, A.A., dkk. 2008, bahwa faktor penyebab deforestasi di Indonesia tidak jauh berbeda dengan penyebab degradasi hutan. Penyebab deforestasi ada 2 yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung meliputi: 1 kebakaran hutan, 2 banjir, 3 kondisi morfologi dan curah hujan yang tinggi, 4 penebangan untuk pembukaan lahan perkebunan, 5 perambahan hutan, 6 program transmigrasi, 7 pengelolaan lahan dengan teknik konservasi tanah dan air yang tidak sesuai, serta 8 pertambangan dan pengeboran minyak. Sedangkan penyebab tidak langsung antara lain: 1 kegagalan pasar akibat harga kayu hasil hutan yang terlalu rendah, 2 kegagalan kebijakan dalam memberikan ijin pengusahaan hutan dan program transmigrasi, 3 kelemahan pemerintah dalam penegakan hukum, 4 penyebab sosial ekonomi dan politik yang lebih luas, seperti: krisis ekonomi, era reformasi, kepadatan dan pertumbuhan penduduk yang tinggi, dan penyebaran kekuatan ekonomi dan politik yang tidak merata. Deforestasi memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat dan lingkungan. Kegiatan penebangan yang mengesampingkan konversi hutan mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan dan akan meningkatkan peristiwa bencana alam, seperti tanah longsor dan banjir. Dampak lain akibat kerusakan hutan adalah terancamnya kelestarian satwa dan flora endemik. Universitas Sumatera Utara Sebagaimana adanya issue perubahan iklim pencegahan deforestasi menjadi alternatif utama dengan maksud untuk menurunkan emisi gas yang dapat mengurangi pemanasan global. Badan Ilmiah dari Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim UnitedNation Framework Convention on Climate ChangeUNFCCC membuat konsep dengan memberi kompensasi kepada pemerintah. sektor swasta, dan para pemilik hutan untuk melindungi hutan akan mendatangkan nilai ekonomi yang positif untuk mempertahankan hutan dan menekan penggundulan hutan untuk kepentingan lain untuk penurunan Emisi dari Deforestasi “Reduced Emissions fromDeforestation”RED. UnitedNation Framework Convention on Climate ChangeUNFCCC dalam keputusannya No. 11CP.7 menyebutkan, deforestasi didefenisikan sebagai akibat langsung dari adanya pengaruh manusia melalui konversi lahan berhutan menjadi tidak berhutan. Kebijakan untuk mengurangi deforestasi yang tidak direncanakan dilakukan melalui alokasi lahan terdegradasi dan lahan yang secara komersial tidak produktif untuk membangun silvikultur intensif. Penerapan tata ruang yang efektif, termasuk penegakan hokum merupakan salah satu upaya untuk mengurangi konversi hutan menjadi lahan perkebunan sawit. Selanjutnya untuk menghindari terjadinya deforestasi yang direncanakan, Departemen Kehutanan telah menghentikan pemberian ijin untuk penggunaan hutan produksi konversi bagi pembangunan perkebunan yang melebihi luas areal paduserasi yang telah disetujui Dephut, 2010. Universitas Sumatera Utara

2.3. Penataan Ruang