74
Tabel 4.3 Pengujian Heteroskedastisitas
Coefficients
a
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error
Beta 1
Constant -.002
1.312 -.002
.999 LN_INVESTASI
-.667 1.726
-.044 -.386
.700 LN_DER
-.592 .514
-.132 -1.151
.253 LN_DPR
.110 .468
.024 .234
.815 a. Dependent Variable: Absut
Sumber : Output SPPS 18.0, diolah oleh penulis 2014 Tabel 4.3 menunjukkan hasil pengujian Glejser Test. Jika variabel
independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen absolut Ut, maka hal ini mengindikasikan terjadinya heteroskedastisitas. Namun hasil
pengujian menunjukkan probabilitas signifikansi variabel independen berada di atas tingkat kepercayaan 5. Hal ini berarti model regresi tidak mengalami
persoalan heteroskedastisitas.
3. Uji Multikolinearitas
Dalam penelitian ini, untuk mendeteksi ada tidaknya gejala multikolinieritas adalah dengan melihat besaran korelasi antar variabel
independen dan besarnya tingkat kolinieritas yang masih dapat ditolerir, yaitu : Tolerance
0.10 dan Variance Inflation Factor VIF 5. Pengujian multikolinearitas juga dapat dilakukan dengan melihat korelasi di antara
variabel independen. Berikut disajikan tabel hasil perhitungan nilai Tolerance dan VIF serta matrik korelasi antar variabel independen :
Universitas Sumatera Utara
75
Tabel 4.4 Pengujian Multikolinieritas
Sumber : Output SPPS 18.0, data diolah penulis 2014 Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa nilai tolerance dari
masing-masing variabel independen lebih besar dari 0,10, yaitu untuk variabel Investasi sebesar 0,806, variabel Debt to Equity Ratio sebesar 0,782, variabel
Dividend Payout Ratio sebesar 0,958.
Nilai VIF dari masing-masing variabel independen diketahui kurang dari 5, yaitu untuk variabel Investasi sebesar 1,241, variabel Debt to Equity
Ratio sebesar 1,279, variabel Dividend Payout Ratio sebesar 1,044.
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinieritas antar variabel independen dalam model ini.
4. Uji Autokolerasi
Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pada periode t-1 sebelumnya. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang berkaitan satu dengan yang
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standardiz
ed Coefficients
T Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error
Beta Toleran
ce VIF
1 Constant
1.131 .328
3.445 .001
LN_INVEST ASI
-.419 .432
-.104 -.968
.335 .806
1.241 LN_DER
.248 .129
.210 1.928
.057 .782
1.279 LN_DPR
.303 .117
.254 2.583
.011 .958
1.044 a. Dependent Variable: LN_PBV
Universitas Sumatera Utara
76
lainnya. Hal ini sering ditemukan pada time series. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Cara yang dapat digunakan untuk
mendeteksi masalah autokorelasi adalah dengan menggunakan nilai uji Durbin Watson
dengan ketentuan sebagai berikut: 1 angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif,
2 angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi, 3 angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.
Tabel 4.5 Hasil Uji Autokolerasi
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .333
a
.111 .083
1.13835 1.720
a. Predictors: Constant, LN_DPR, LN_INVESTASI, LN_DER b. Dependent Variable: LN_PBV
Sumber : Output SPPS 18.0, diolah oleh penulis 2014 Tabel 4.4 memperlihatkan nilai statistik D-W sebesar 1.720, angka ini terletak
diantara -2 dan +2, dari pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi positif maupun autokorelasi negatif.
4.2.3 Analisis Regresi