29
kejadian yang ti iak dapat dirasakan dalam rabaan pancaindra sensory term. Lambang sejenis ini disebut polysemous yang mempunyai arti banyak. Definisi ketiga, arti
lambang berada pada dua atau lebih tingkat metafisika. Faham mistik dan supranatural mendefinisikan lambang dengan istilah symbolisme yang diterjemahkan perlambang.
2.6. Makna.
Dalam konsep “pemaknaan” Barthes juga banyak mengaitkan dengan fenomena yang terjadi dalam masyarakat atau kebudayaan. Barthes membagi
makna menjadi dua macam yaitu makna primer atau denotasi dan makna skunder atau konotasi.
Denotasi merupakan makna eksplisit yang terdapat pada unsur-unsur tanda, sedangkan konotasi dan mitos merupakan penjelasan dari interaksi yang
timbul ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi pengguna, serta nilai- nilai budaya dan ideologis yang melandasinya.
Makna-makna konotasi ini merupakan manifestasi dari sistem ideologi yang ada dalam masyarakat. Dengan demikian kajian semiotik, menurut Barthes
tidak dapat dipisahkan dari kajian ideologi. Secara umum ideologi memiliki pengertian setiap sistem norma, nilai dan kepercayaan yang mengarah pada dan
tindakan-tindakan sosial, politik dari suatu kelompok masyarakat. Jadi, hubungan yang menyatukan antara konsep tentang mitos dengan maknanya pada prinsipnya
adalah hubungan deformasi lihat Barthes 1972 dalam Iswidayati 2006: 35. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 1989 :1008 makna berarti arti,
maksud atau pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. Lebih
30
lanjut penggunaan istilah makna dalam penelitian ini berfungsi sebagai makna khusus. Pengertiannya adalah sebagai berikut:
Makna khusus yaitu kata atau istilah yang pemakaiannya atau maknanya terbatas pada suatu bidang tertentu. Secara khusus pula digunakan untuk
memberikan istilah pada bidang tertentu agar semakin jelas Moeliono, 1990: 548. Dapat disimpulkan makna dapat dipergunakan dalam berbagai keperluan
seseuai dengan konteks kalimat, disamping itu pemakaiannya disesuaikan pula dengan bidang-bidang yang berkaitan dengan pemakaian istilah makna.
2.7. Proses Sosialisasi
dan Pelestarian Nilai
Proses sosialisasi dan pelestarian nilai-nilai luhur yang terkandung dalam suatu upacara tradisional dilakukan melalui pendidikan yang bersifat informal. Pendidikan
adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan merupakan situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan
individu. Pendidikan berlangsung dalam segala lingkungan hidup baik yang khusus diciptakan untuk kepentingan pendidikan maupun yang ada dengan sendirinya.
Pendidikan tersebut berlangsung seumur hidup dalam setiap saat selama ada pengaruh lingkungan. Pendidikan berbentuk segala macam pengalaman belajar dalam hidup.
Pendidikan juga berlangsung dalam beraneka ragam bentuk, pola dan lembaga. Pendidikan dapat terjadi sembarangan, kapan dan dimanapun dalam hidup karena tujuan
pendidikan sama dengan tujuan hidup. Pendidikan merupakan pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk
pendidikan formal sekolah, non formal di luar sekolah dan informal di dalam keluarga dan masyarakat Mudyahardjo, 2001; 3 dan 11.
31
Berkaitan dengan hal tersebut, maka adat istiadat dan upacara perkawianan suku Gayo merupakan pendidikan informal yang berlangsung dalam keluarga dan masyarakat.
Nilai-nilai pendidikan dalam adat istiadat upacara perkawinan merupakan nilai-nilai pendidikan seumur hidup. Prinsip pendidikan seumur hidup mengandung makna bahwa
pendidikan itu melekat dengan diri manusia, karena dengan pendidikan itu manusia dapat terus menerus meningkatkan kemandiriannya sebagai pribadi dan sebagai anggota
masyarakat untuk meningkatkan “self fullfilment” rasa kepenuhmaknaan dan terarah pada aktualisasi diri.
Dalam pendidikan seumur hidup terdapat tiga komponen yang saling berhubungan yaitu:
1. Individu sebagai anggota masyarakat dengan mempunyai karakteristik tertentu.
2. Keluarga dan masyarakat yang merupakan lingkungan hidup sosial.
3. Lingkungan fisik atau lingkungan alam tempat hidup habitat manusia sebagai
individu anggota masyarakat. Individu sebagian besar waktunya berada di dalam ruang lingkup keluarga dan
lingkungan masyarakat yang sifatnya informal menjadi faktor pendukung terhadap proses sosialisasi nilai-nilai luhur dari adat istiadat dan upacara perkawinan. Sebagai pendidikan
informal bagi individu dan masyarakat, adat istiadat dan upacara perkawinan mengandung nilai-nilai pendidikan yang luhur berupa nilai-nilai keagamaan, nilai sosial, nilai budaya,
nilai kesejarahan dan nilai moral. Sedangkan faktor penghambat proses sosialisasi nilai- nilai luhur lebih disebabkan banyaknya anggota masyarakat terutama generasi muda yang
kurang memahami makna dari simbol-simbol yang ditampilkan dalam adat istiadat dan upacara perkawinan.
32
BAB III METODE PENELITIAN
Tujuan akhir suatu penelitian adalah membuktikan kebenaran data yang diperoleh di lapangan, dan melalui referensi buku-buku perpustakaan. Semua
pembuktian ini hendaknya didasarkan pada metode-metode serta kaidah-kaidah ilmiah yang berlaku, dengan memperhatikan beberapa aspek, seperti populasi dan
sampel, metode pengumpulan data, analisis data dan alat yang digunakan dalam penelitian.
Dalam konteks penelitian ini akan dilakukan dan ditetapkan batasan- batasan secara spesifik, yakni upacara perkawinan ngerje kajian makna simbol
dan estetika tradisional suku Gayo di dataran tinggi Gayo kabupaten Aceh tengah, dimana upacara perkawinan ngerje merupakan salah satu upacara tradisional
yang multidimensional dan sarat dengan nilai-nilai pendidikan dan moral yang terkanding di dalamnya.
Penelitian merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara bertahap, berawal dari kegiatan untuk mengetahui fenomena yang dikembangkan menjadi
suatu gagasan lewat penjabaran konsep dan metode yang tepat. Adapun hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk melahirkan gagasan dan tesis yang
masih perlu ditindaklanjuti untuk menemukan suatu teori. Tesis bukanlah karya kompilasi dan tabulasi yang hanya mengumpulkan sederetan data, melainkan
perlu diolah dan dikritisi, dikoreksi dan dikonstruksikan secara logis sesuai pola pikir ilmiah yang bertanggung jawab penuh kebenaran dan didukung pendapat
maupun teori-teori Sutrisno Hadi, 1986; 27.