Analisis Semiotik Upacara Perkawinan Ngerje Masyarakat Gayo:

156 Manusia dengan menggunakan berbagai macam tanda dan simbol yang diciptakan itu dapat berkomunikasi dengan sesamanya. Kemampuan manusia dapat melakukan penandaan signifikasi dan perlambangan simbolisasi ini digunakan sebagai wahana untuk menyampaikan pesan-pesan yang digunakan, atau sebagai sesuatu yang bersifat simbolis, yang dapat dimaknai. Dengan demikian manusia adalah makhluk yang dipandang mampu menciptakan dan mengembangkan berbagai wahana simbolik untuk menyampaikan fikiran dan perasaannya kepada pihak yang lain. Kemampuan manusia melakukan pemaknaan itu mempunyai implikasi bahwa kehidupan manusia merupakan kehidupan yang penuh dengan makna, sehingga fenomena sosial budaya dapat dikatakan sebagai fenomena simbolik karena fenomena-fenomena yang ada oleh pelakunya dimaknai. Berdasarkan kemampuan menggunakan tanda dan simbol itu pulalah keseluruhan kehidupan manusia dapat ditanggapi sebagai sebuah peristiwa komunikasi, dan karenanya fenomena social budaya merupakan juga fenomena komunikasi, bila dilihat dari perspektif tersebut maka fenomena sosial budaya sebenarnya merupakan fenomena kebahasaan pula. Perlu diperhatikan bahwa dalam perspektif ini tanda dibedakan dengan simbol, karena tanda tidak memiliki makna referensi makna acuan, sedangkan simbol memilikinya. Maka suatu simbol adalah apa yang diacunya, referennya, sedangkan makna tanda terletak pada relasinya dengan tanda-tanda yang lain.

4.7 Analisis Semiotik Upacara Perkawinan Ngerje Masyarakat Gayo:

Makna-makna Simbol Visual Perkawinan Gayo Analisis semiotik merupakan studi tentang tanda atau simbol dan hubungannya dengan tanda atau simbol lain yang berkaitan dengan fungsi serta mempelajari bagaimana tanda itu bekerja sebagai pengirim dan penerima pesan. Seperti yang telah dikemukan sebelumnya pada bab II, Berger menyatakan bahwa 157 dalam kasus kata-kata, kita mempunyai kamus yang memberi kita pengertian konvensional tentang arti kata-kata, sementara dalam kamus tentang tanda-tanda sering merupakan kisah yang berbeda. Pada umumnya kita mempelajari tanda-tanda dengan satu cara atau cara lain. Misalnya, apa arti rambu-rambu jalan raya, rambu- rambu mengemudi dan sebagainya. Kita minta dikirimi sebuah booklet dari dinas angkutan bermotor dan mempelajari bagaimana tanda-tanda yang beragam itu diinterpretasikan. Tanda-tanda tersebut tidak selalu jelas dengan beberapa arti meskipun dalam beberapa hal arti dapat dipahami dengan menginterpretasikan diagram-diagram dan gambar-gambar lihat Sobur; 2004: 33. Untuk mempelajari hubungan antara tanda yang satu dengan tanda yang lainnya sign disebut dengan sintaktika, sedangkan semantika mempelajari hubungan antara tanda sign dengan acuannya yang digunakan bagi tanda dan signifikasi tanda sign atau konsekuensinya pada interpretant, serta untuk mempelari tentang hubungan antara tanda sign dan interpreternya penerima tanda adalah studi pragmatika lihat Morris; 1990:51. Van Zoest mengemukakan bahwa studi tentang tanda ini jika berpusat pada penggolongannya, 1 sintaksis semiosis yaitu mempelajari tentang hubungan antara tanda dengan tanda yang lain dan cara tanda-tanda tersebut bekerja sama. 2 semantik semiosis yaitu menonjolkan hubungan tanda-tanda dengan acuannya dan menginterpretasikan hubungan tanda-tanda tersebut. 3 pragmatig semiosis yaitu mementingkan hubungan antara tanda dengan pengirim dan penerimanya lihat Van Zoest; 1930; 33. 158 Dalam hal menganalisis ini, upacara perkawinan adat Gayo diperlakukan sebagai teks yang akan dianalisis baik yang berupa kata-kata, perilaku, uberampe atau perlengkapan upacara, kostum, dan tata cara pelaksanaannya didalam konteks masyarakat Gayo, karena upacara perkawinan perkawinan tersebut merupakan sekumpulan dari tanda-tanda yang bersifat komunikasi dan mengandung pesan bagi masyarakat pendukungnya. Kode-kode atau tanda-tanda yang berupa kata-kata, perilaku, uberampe atau perlengkapan upacara, kostum, dan tata cara pelaksanaan yang disampaikan melalui upacara perkawinan tersebut dianalisis dengan menggunakan teori Roland Barthes dan teori Peirce. Dalam teori tersebut analisis sintaksis digunakan untuk mengetahui wujud upacara perkawinan ngerje masyarakat Gayo. Sedangkan analisis semantik dan pragmatik digunakan untuk melihat lebih mendalam tentang kandungan makna yang ada dalam wujud upacara perkawinan tersebut. Makna-makna yang muncul dari segi sintaksis dan semantik berdasarkan atas interpretasi peneliti dengan menggunakan teorinya Barthes, yaitu dengan menggunakan konsep denotasi, konotasi. Didalam menganalisis secara pragmatik, pengirim pesan adalah pelaku yang terlibat dalam upacara perkawinan ngerje masyarakat Gayo dan penerimanya adalah masyarakat pendukungnya dan masyarakat luas. Berikut ini adalah urutan dan tata cara upacara perkawinan ngerje yang dianalisis secara semiotik dan makna yang ditampilkan adalah makna yang timbul berdasarkan pada konsep denotatif yang terdapat dalam urutan dan tata cara pacara perkawinan adat suku Gayo. Urutan dan tata cara perkawinan tersebut tersebut antara lain: 159 1. Peminangan atau munginte. 2. Teniron atau permintaan harta benda oleh pihak mempelai perempuan kepada calon suaminya. 3. I serahen ku guru atau mempelai diserahkan kepada imam atau tengku guru. 4. Mujule mas atau mengantar emas dan penentuan yang baik. 5. Pelaksanaan pernikahan. 6. Penyelenggaraan keramaian atau pesta pernikahan.

4.7.1 Analisis Sintaksis: Peminangan munginte

Anak laki-laki yang telah aqil balikh yaitu telah mengalami mimpi basah keluar sperma atau telah berumur ± 17 tahun ke atas, memiliki kesiapan mental, fisik dan finansial maka wali calon mempelai laki-laki meminang munginte kepada wali calon perempuan yang seagama dan telah mengalami haid menstruasi atau berumur ± 15 tahun ke atas. Peminangan dilakukan oleh keluarga pihak laki-laki yang ditujukan kepada keluarga pihak perempuan dengan menyiapkan berbagai persyaratan dan tata cara peminangan yang telah ditentukan oleh adat. Peminangan atau munginte ini terdiri dari beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh keluarga pihak laki-laki. Adapun tahapan-tahapan peminangan tersebut antara lain: 1. Pakat sara ine atau musyawarah seibu sebapak. 2. Membahas hamal tidur nipi jege atau mimpi ketika tidur dan jaga. 3. Mengirim utusan atau telangke. 160 4. Mempersiapkan uberampe peminangan 5. Penyerahan batil besap berisi perlengkapan untuk memakan sirih yang terdiri dari daun sirih, kapur sirih, gambir dan tembakau sirih.

4.7.1.1 Uberampe atau bahan-bahan

Dalam kegiatan meminang keluarga pihak laki-laki diwajibkan membawa barang dengan ketentuan yang telah menjadi aturan adat. Bahan-bahan yang dibawa ke rumah pihak calon mempelai perempuan adalah sebagai berikut: 1. Beras satu “bambu” dimasukkan kedalam sumpit bergampit sumpit khusus untuk meminang yang berbentuk seperti kantong. 2. Sejumlah uang dibungkus dengan kain putih dan dimasukkan ke dalam sumpit. 3. Pinang sebanyak 3 buah sebaiknya jangan terlalu muda perepingen atau terlalu tua yang berwarna hijau kekuning-kuningan. 4. Sirih 2 pedi ikat, yang masing-masing ikat berjumlah 7 lembar daun sirih yang disebut dengan menon pitu. 5. Telur ayam kampung satu butir yang masih mentah. 6. Jarum jahit 1 buah yang telah dibubuhi benang putih sepanjang lebih kurang 30 cm dan ditusukkan atau ditancapkan pada sepotong kunyit seukuran ibu jari. 7. Satu buah sisip untuk menyisip tikar sumpit yang terbuat dari bambu. 161

4.7.1.2 Perilaku

Sebelum pinangan dilakukan, orang tua pihak laki-laki di rumahnya lebih dahulu melakukan pakat sara ine mufakat seibu bapak atau pakat keluarga inti. Dalam permusyawaratan ini membahas apa yang disebut dengan hamal tidur nipu jege, maksudnya mereka mempelajari terlebih dahulu berbagai hal yang menyangkut tentang calon menantu tersebut. Bila ada kata sepakat maka barulah rencana peminangan dimulai. Kemudian orang tua kandung pihak laki-laki mengutus orang yang dipercayai telangke untuk datang meminang. Pada acara meminang pihak orang tua laki-laki dan orang tua pihak perempuan tidak bolah bertemu dan berhadapan langsung untuk meminang atau menerima pinangan. Telangke bertugas mulai dari munginte meminang sampai dengan bayi kunul i atan ampang mempelai laki- laki duduk diatas tikar adat ketika hendak menerima akad nikah. Mempersiapkan uberampe peminangan yang terdiri dari beras satu “bambu” atau kira-kira ukuran dua liter yang dimasukkan kedalam sumpit bergampit berbentuk kantong, sejumlah uang dibungkus dengan kain putih dan dimasukkan ke dalam sumpit, pinang sebanyak 3 buah sebaiknya jangan terlalu muda perepingen atau terlalu tua yang berwarna hijau kekuning-kuningan, sirih 2 pedi ikat, yang masing-masing ikat berjumlah 7 lembar daun sirih yang disebut dengan menon pitu, telur ayam kampung satu butir yang masih mentah, jarum jahit 1 buah yang telah dibubuhi benang putih sepanjang lebih kurang 30 cm dan ditusukkan atau ditancapkan pada sepotong kunyit seukuran ibu jari dan satu buah sisip untuk menyisip tikar sumpit yang terbuat dari bambu. 162 Semua bahan-bahan tersebut dimasukkan menjadi satu dalam sumpit bergampit. Sebagai pembuka didahului penyerahan batil bersab cerana yang berisi sirih kepada pihak tuan rumah. Penyerahan batil besab berisi perlengkapan sirih yang terdiri dari daun sirih, kapur sirih, pinang, gambir dan tembakau sirih. Pihak keluarga calon perempuan dan pihak keluarga calon mempelai laki-laki bersama-sama memakan atau menguyah sirih mangas sehingga menghasilkan warna merah. Peminangan pada dasarnya dilakukan secara tertutup dan rahasia. Setelah orang tua atau wali dari pihak laki-laki meminang, maka orang tua atau wali perempuan yang dipinang akan melakukan behamal tidur benipi jege, atau mimpi ketika tidur dan jaga untuk mempelajari calon menantunya. Pada saat menunggu jawaban pinangan maka sang calon mempelai laki-laki aman mayak tidak boleh lewat-lewat di depan rumah calon mempelai perempuan inen mayak. Hal ini untuk menghindari kesan negatif terhadap calon aman mayak. Apa bila orang tua atau wali si perempuan menolak lamaran ia akan melakukan secara halus dan menyuguhkan makanan yang enak-enak, sebagai contoh dijamu dengan lauk ayam. Apabila pinangan diterima, keluarga calon mempelai laki-laki akan si suguhkan hanya dengan air teh. Kemudian orang tua dan kerabat pihak perempuan dalam pembicaraan selanjutnya sampai aqad nikah mengatakan: Ara jema geh begeli ate kin apak ni, yang artinya ada orang datang membenci anak gadis kita. Kata-kata membenci adalah kebalikan dari mencintai. 163

4.7 1.3 Tempat dan Waktu