umumnya relatif cukup, 2 nilai hasil ujian nasional bidang keahlian elektronika industri relatif lebih rendah dibanding bidang keahlian lainnya
di SMK Harapan Kartasura.
Hasil evaluasi pada aspek Product ini, ketercapaian suatu program pembelajaran yang digunakan sudah mengakomodir kebutuhan
pengembangan potensi peserta didik dan mempertimbangkan kepentingan lokal, nasional, dan tuntutan global. Sekolah sudah menerapkan KTSP
cenderung menggunakan penilaian yang holistik meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam penilaian aspek kognitif ditetapkan
kriteria ketuntasan minimal KKM yang digunakan sebagai acuan dalam mengetahui ketercapaian tujuan belajar yang diharapkan. Pada penilaian
afektif agak menyulitkan karena harus memahami siswa secara individu. Penilaian aspek ini diyakini memberikan dampak positif terhadap siswa,
seperti mereka termotivasi untuk lebih rajin dan aktif dalam belajar. Hal ini menunjukan bahwa sistem penilaian yang dicanangkan KTSP yang
bersifat holistik dapat memberi dampak positif bagi siswa maupun guru.
B. Pembahasan 1. Evaluasi Konteks
Pelaksanaan KTSP dilihat dari kesiapan sekolah SMK Harapan Kartasura dalam mengantisipasi perubahan paradigma pendidikan dari
yang semula sentralistik menjadi desentralistik. KTSP diluncurkan lebih
mengedepankan untuk mengembangkan kurikulum sendiri yang sesuai dengan kearifan lokal berdasarkan komite sekolah.
Dengan demikian kurikulum yang dikembangkan dan digunakan selaras dengan karakteristik SMK Harapan Kartasura. Pada tataran
implikasi, perubahan tersebut mensyaratkan para pengambil kebijakan dan stakeholder memiliki kemampuan untuk dapat menerjemahkan kebijakan-
kebijakan pusat dan lokal menjadi perangkat-perangkat aturan yang dijadikan pedoman untuk melaksanakan pendidikan.
Kondisi riil menunjukan bahwa perubahan paradigma tersebut tidak serta merta diikuti dengan hasil yang baik. Sejumlah masalah masih
mengedepan dan dominan mewarnai kebijakan pendidikan dan pelaksanaannya. Pertama, tidak semua sektor yang menentukan arah
kebijakan pendidikan dan pelaksanaannya memiliki SDM yang kompeten untuk dapat memformulasikan kebijakan dan implikasi teknisnya di
lapangan. Banyak pihak yang tidak memahami benar esensi dan filosofi dalam ranah pendidikan. Akibatnya, produk kebijakan yang dihasilkannya
kurang tepat sasaran. Kedua, intervensi politik kian dominan dalam penentuan kebijakan
dan pelaksanaannya. Hal ini menyebabkan hasil evaluasi yang kurang cermat dan perspektif keilmuan dan kurang siapnya objek dan daya
dukung lingkungan. Ini berakibat pada ketidaktepatan dalam pengambilan keputusan dalam penentuan arah pengembangan SDM dan kompetensi
tertentu yang memberi nilai tambah pada peningkatan kualitas pendidikan secara kontekstual.
Sesungguhnya selain persoalan komitmen, dalam pelaksanaan KTSP peran dinas pendidikan dan sekolah sangat dominan. Dinas
pendidikan seyogyanya memprioritaskan dilaksanakannnya studi untuk mengkaji tingkat kesiapan sekolah, baik dari segi sarana dan prasarana
serta kesiapan SDM sekolah dalam mengadopsi KTSP ini sehingga pelaksanaan KTSP nantinya dapat tepat sasaran. Ini dapat dilakukan dngan
melibatkan Lembaga Pendidik Tenaga Kependidkan LPTK, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan LPMP, dan stakeholder dalam sinergi
penelitian yang secara khusus ditujukan untuk memetakan kesiapan sekolah secara menyeluruh.
Selain itu, sekolah juga diharapkan proaktif mempersiapkan diri menyongsong perubahan kurikulum dengan sikap yang positif dan upaya
yang mendukung keberhasilan perubahan itu ke arah yang lebih baik. Kepala sekolah dituntut agar memiliki bekal dan kompetensi yang
memadai, tidak hanya terampil mengajar dengan menggunakan bahan ajar siap saji, melainkan juga dapat menyusun dan merencanakan sendiri
pengajarannya. Tidak hanya itu, karena KTSP memberi peluang sekolah untuk
mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang ada di lingkungan sekitar, maka guru dituntut untuk memiliki
kompetensi yang lebih kompleks dan adaptif terhadap perubahan. Semestinya, dengan diberlakukannya KTSP bisa merangsang guru benar-
benar kreatif dalam memfasilitasi siswanya untuk belajar dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di lingkungan sekitar.
Guru pun harus mempertimbangkan perbedaan-perbedaan peserta didik. Kenyataan di sekolah menunjukan bahwa pemahaman kepala
sekolah dan juga guru masih sangat minim dalam pengetahuan tentang KTSP. Untuk mengatasi itu diperlukan kemitraan yang erat antara LPTK
dan sekolah, yang difasilitasi oleh dinas pendidikan setempat. Realisasinya dapat berupa kerja sama dalam bentuk pelatihan dan juga peningkatan
kompetensi guru dengan mengikuti pendidikan setingkat pascasarjana yang sesuai dengan kebutuhan sekolah. Untuk itu, LPTK juga perlu
menyelaraskan kurikulumnya dengan kompetensi guru dan pengelola sekolah, sehingga dapat memberikan bekal yang sesuai dan berkaitan
dengan kebutuhan sekolah. Dalam konteks pelaksanaan KTSP, kemitraan dalam pelatihan dan
pendidikan lanjut itu perlu didahului dengan analis situasi yang diperoleh dari hasil penelitian objektif yang dapat memetakan masalah dan tingkat
kesiapan sekolah yang akan menyelenggarakan KTSP berdasarkan kesiapan sarana, prasarana, dan SDM sekolah. Bahwa keberhasilan
sekolah dalam melaksanakan KTSP sangat ditentukan oleh ada tidaknya kemauan untuk mengubah orientasi menuju paradigma berpikir yang