Tingkatan Partisipasi Masyarakat KAJIAN TEORI

29 dan mengambil keputusan. Usia produktif juga sangat mempengaruhi pola berpikir masyarakat dalam ikut serta meningkatkan kualitas masyarakat. 3. Tingkat pendidikan Faktor pendidikan mempengaruhi masyarakat dalam berpartisipasi, karena dengan latar belakang pendidikan yang diperoleh, seseorang lebih mudah berkomunikasi dengan orang luar dan cepat tanggap terhadap inovasi pendidikan serta memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap kualitas pendidikan. 4. Tingkat penghasilan Besarnya tingkat penghasilan akan memberi peluang lebih besar bagi masyarakat untuk berperan serta. Tingkat pendapatan ini mempengaruhi kemampuan finansial masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendanaan sekolah dan berinvestasi untuk kemajuan sekolah. 5. Mata pencaharian pekerjaan Jenis pekerjaan seseorang akan menentukan tingkat penghasilan dan mempengaruhi waktu luang seseorang yang dapat digunakan dalam berpartisipasi, misalnya menghadiri pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh sekolah untuk membicarakan rencana program-program sekolah mulai dari jangka pendek, menengah sampai dengan jangka panjang. Selain itu, juga mempengaruhi kesanggupan masyarakat khususnya orang tua dalam menanggung biaya pendidikan anak Rodliyah, 2013: 56-58.

E. Peningkatan Mutu Sekolah

1. Konsep Mutu 30 Mutu adalah kemampuan ability yang dimiliki oleh suatu produk atau jasa services yang dapat memenuhi kebutuhan atau harapan, kepuasan satisfaction pelanggan customers yang dalam pendidikan dikelompokkan menjadi dua, yaitu internal customer dan eksternal. Internal customer yaitu siswa atau mahasiswa sebagai pembelajar learners dan eksternal customer yaitu masyarakat dan dunia industri Nanang Fattah, 2013: 2. Mutu adalah sebuah derajat variasi yang terduga standar yang digunakan dan memiliki ketergantungan pada biaya yang rendah. Menurut Deming, mutu berarti pemecahan untuk mencapai penyempurnaan terus-menerus Jerome S. Arcaro, 2005: 7-8. Sedangkan menurut Juran, mutu diartikan sebagai kesesuaian penggunaan atau tepat untuk pakai. Pendekatannya adalah orientasi pada pemenuhan kebutuhan pelanggan, dengan beberapa pandangannya: a meraih mutu merupakan proses yang tidak kenal akhir; b perbaikan mutu merupakan proses yang berkesinambungan; c mutu memerlukaan kepemimpinan dari anggota dewan sekolah dan administratif; d prasyarat mutu adalah adanya pelatihan seluruh warga sekolah Nur Zazin, 2011: 54. Dalam konteks pendidikan, quality in fact merupakan profil lulusan institusi pendidikan yang sesuai dengan kualifikasi tujuan yang berbentuk standar kemampuan dasar atau kualifikasi akademik minimal yang dikuasai oleh peserta didik. Sedangkan, pada quality in perception, pendidikan adalah kepuasan dan bertambahnya minat pelanggan eksternal terhadap lulusan pendidikan Nur Zazin, 2011: 63. Jika kualitas mutu 31 dapat dikelola, maka mutu juga harus dapat diukur measurable. Mutu juga merupakan keunggulan “excellence” atau hasil yang terbaik the best. Untuk mengejar mutu, maka kesalahan harus dieliminasi untuk mencapai keunggulan kompetitif lulusan sekolah dan keunggulan komparatifnya dengan yang lain sesuai dinamika pasar tenaga kerja. 2. Sekolah Secara etimologis, sekolah atau “school” berasal dari bahasa Latin yaitu skhole, scola, dan scolae. Secara harfiah, kata-kata tersebut berarti waktu luang atau waktu senggang. Pada awalnya, sekolah berarti leisure devoted to learning waktu luang yang digunakan secara khusus untuk belajar. Sekolah sebagai sebuah organisasi, dimana menjadi tempat untuk mengajar dan belajar serta tempat untuk menerima dan memberi pelajaran, terdapat orang atau sekelompok orang yang melakukan hubungan kerja sama. Sekolah juga sebagai sistem terbuka yang di dalamnya ditandai dengan adanya berbagai dimensi dan konflik, ditandai dengan berkumpulnya manusia yang saling berinteraksi dengan lingkungannya. Sekolah sebagai institusi lembaga pendidikan merupakan wadah atau tempat proses pendidikan dilakukan yang memiliki sistem yang kompleks dan dinamis. Dalam kegiatannya, sekolah adalah tempat yang bukan hanya sekadar tempat berkumpul guru dan murid, melainkan berada dalam satu tatanan sistem yang rumit dan saling berkaitan Nanang Fattah, 2013: 36. Lembaga pendidikan formal atau sekolah dikonsepsikan untuk mengemban fungsi reproduksi, penyadaran, dan mediasi secara simultan. 32 Fungsi-fungsi sekolah itu diwadahi melalui proses pendidikan dan pembelajaran sebagai inti suatu bisnis. Pada proses pendidikan dan pembelajaran itulah terjadi aktivitas kemanusiaan dan pemanusiaan sejati. Sekolah menyiapkan fungsi yang tidak dapat diberikan oleh institusi yang lain, seperti keluarga atau kelompok sebaya. Sekolah menyediakan berbagai keterampilan yang dapat dipelajari siswa. Sekolah adalah miniatur masyarakat, sebuah model sistem sosial. Dalam sekolah, siswa harus berinteraksi dengan anggota masyarakat di sekolah menurut seperangkat peran-peran tertentu. Pengalaman berinteraksi ini akan menyiapkan siswa untuk berinteraksi dengan anggota masyarakat secara keseluruhan menurut peran-peran tertentu. Menurut Sudarwan Danim 2006: 2-3, fungsi penyadaran atau disebut fungsi konservatif bahwa sekolah bertanggung jawab untuk mempertahankan nilai-nilai budaya masyarakat dan membentuk kesejatiaan diri sebagai manusia. Pendidikan sebagai instrumen penyadaran bermakna bahwasanya sekolah berfungsi membangun kesadaran untuk tetap berada pada tatanan sopan santun, beradab, dan bermoral di mana hal itu menjadi tugas semua orang. Selain itu, fungsi reproduksi atau disebut juga fungsi progresif merujuk pada eksistensi sekolah sebagai pembaru atau pengubah kondisi masyarakat kekinian ke sosok yang lebih maju. Fungsi ini berperan sebagai wahana pengembangan, reproduksi, dan desiminasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Setelah itu, melengkapi fungsi sebelumnya, fungsi mediasi