Pengakuan Kebebasan Berekspresi di dalam Konstitusi

132 tepat tanpa mengebiri manifestasi hak asasi manusia itu sendiri. Kebebasan berekspresi sebagai bagian dari hak asasi manusia, di Indonesia konstruksi hukumnya dielaborasi dari sumber-sumber hukum internasional. Pijakan utamanya tetap berasal dari Universal Declaration of Human Rights 1948 yang menitikberatkan pada Article 19. Selanjutnya sebagaimana telah diterangkan pada bab-bab sebelumnya, kebebasan berekspresi yang tercantum dalam UDHR tersebut mendapatkan penegasan- penegasan di dalam konvensi-konvensi internasional lainnya yang diadakan demi penghargaan terhadap kebebasan manusia.

1. Pengakuan Kebebasan Berekspresi di dalam Konstitusi

Tentang kebebasan berekspresi, perjalanannya di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari keberadaan hak asasi manusia secara universal. Kebebasan berekspresi menjadi satu bagian diantara bagian-bagian lain dari hak asasi manusia, yang kemudian sejarah pemikiran dan perkembangannya berjalan beriringan. Kebebasan berekspresi sebagai hak yang penting dan diakui secara universal dalam Universal Declaration of Human Rights dan International Covenant on Civil and Political Rights. Sebagai sebuah pengakuan atas keberadaan hak kebebasan 133 berekspresi, maka ratifikasi yang dilakukan dapat menjadi acuan dasar dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang memiliki muatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip internasional yang universal. Pengakuan atas prinsip-prinsip hak asasi manusia tersebut dituangkan dalam berbagai produk hukum ratifikasi dalam beberapa ketentuan perundang- undangan di Indoneisa. UDHR diratifikasi melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVIIMPR1998 tentang Hak Asasi Manusia. Sedangkan ICCPR diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Sipil Dan Politik. Di samping itu, ada beberapa konvensi- konvensi lain yang memuat mengenai kepentingan kebebasan berekspresi sebagai hak, yang kemudian menjadi acuan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena kebebasan berekspresi dipahami sebagai bagian dari eksistensi hak asasi manusia, kebebasan berekspresi berdiri diantara jenis-jenis hak asasi manusia yang lain. Hal ini menegaskan bahwa di dalam kerangka hak asasi manusia, kebebasan berekspresi juga menopang keberadaan jenis hak asasi manusia. 134 Konvensi-konvensi tersebut juga mendorong pembentukan sistem hukum media massa di Indonesia, yang akan berlaku efektif bilamana mencakup persoalan kepemilikan media media ownership dan peran serta masyarakat madani civil society. Ratifikasi-ratifikasi yang dilakukan oleh Pemerintah baca: negara Indonesia, menimbulkan letak dasar yang fundamental bagi pembentukan peraturan perundang-undangan bagi kebebasan berekspresi. Demikian halnya sehingga konsep- konsep mengenai kebebasan berekspresi dan perkembangannya di dunia, baik langsung maupun tidak langsung, menginspirasi para pembentuk undang-undang untuk memberikan perhatian yang komprehensif terhadap makna hak asasi manusia, khususnya kebebasan berekspresi. Pada titik inilah, tatanan hukum Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari arus perkembangan hak asasi manusia di dunia, yang sejalan dengan upaya-upaya penghargaan terhadap kepentingan masyarakat dunia. Instrumen-instrumen hukum internasional tersebut, memberikan cakupan kebebasan berekspresi pada tiga hal utama: kebebasan untuk mencari informasi, kebebasan untuk menerima informasi, dan kebebasan untuk memberi informasi termasuk di dalamnya menyatakan pendapat. 135 Konstitusi sebagai landasan berbangsa dan bernegara, memuat segala hal yang berkaitan dengan kehidupan negara yang diaturnya. Prinsip- prinsip hak asasi manusia juga diakomodasi di dalam dasar negara tersebut. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang sudah diamandemen beberapa kali, memberikan arahan- arahan tentang kehidupan berbangsa yang menghargai hak asasi manusia. Di dalam batang tubuh UUD 1945 Amandemen telah disebutkan secara jelas bahwa: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang Pasal 28. Di samping itu, Pasal 28E ayat 3 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Pasal ini mengindikasikan bahwa ada penghargaan kepada warga negara untuk bebas merdeka berpendapat, yang kemudian ditegaskan sekali lagi dalam Pasal 28F: setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Era pengakuan di dalam konstitusi, membuat kehidupan masyarakat semakin berkembang dan 136 dikenal sebagai era kebebasan media. Berlandaskan pada Pasal 28F UUD 1945 Amandemen, maka pemahaman warga negara tentang kebebasan berubah. Dari yang terintervensi secara sistematis melalui kebijakan politis, menjadi berpeluang berpendapat sejak secara regulatif diakui sebagai hak konstitusional. Bahkan, sebagai warga negara, mereka diperkenankan secara konstitusional pula untuk memperoleh informasi dari berbagai saluran. Adanya perlindungan dan jaminan hukum terhadap kebebasan berekspresi di berbagai peraturan-perundang-undangan, tidak melulu menjadi sumber perlindungan secara teknis, namun yang perlu dilihat adalah bagaimana hukum dasar baca: konstitusi memberikan jaminan yang paling mendasar dan substansial. Meskipun sebagai landasan hukum konstitusional, bukan berarti bahwa hak atas kebebasan berekspresi juga tidak dibatasi. Secara substansial, kebebasan berekspresi sebagai bagian dari hak asasi manusia juga dibatasi dalam prasyarat otentik yang ditentukan dalam UUD 1945 juga. 109 109 Sehubungan dengan adanya Putusan MK No.132PUU-VII2009, oleh Mahkamah Konstitusi ditegaskan mengenai pembatasan terhadap hak asasi manusia yakni bahwa dari perspektif original intent pembentuk UUD 1945, maka seluruh hak asasi manusia yang tercantum dalam Bab XA UUD 1945 keberlakuannya dapat dibatasi Pasal 28J UUD 1945 sebagai pasal penutup dari seluruh ketentuan yang mengatur tentang hak asasi manusia dalam Bab XA UUD 1945 tersebut. Disamping itu berdasarkan penafsiran sistematis sistematische interpretatie, hak asasi manusia yang diatur dalam Pasal 28A sampai dengan Pasal 28I UUD 1945 tunduk pada pembatasan yang diatur dalam Pasal 28J UUD 1945. 137 Konstitusi juga memerintahkan adanya peraturan dan pembatasan dari hak-hak asasi manusia dalam suatu undang-undang dalam beberapa pasal: a. Pasal 28I ayat 5: “Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan” b. Pasal 28J ayat 1: “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara” c. Pasal 28J ayat 2: “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.” Dengan dilakukannya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar, yakni sebanyak empat kali, dimaksudkan untuk mengakomodasi kepentingan 138 dan keinginan masyarakat khususnya mengenai persoalan hak asasi manusia yang tertuang di dalam Pasal 28. Bahwa kemerdekaan atau kebebasan media harus dijamin oleh negara yang dilaksanakan dengan tetap mengingat manfaatnya untuk tetap menjaga integrasi nasional, menegakkan nilai-nilai agama, kebenaran, keadilan, moral, dan tata susila, serta memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam konteks ini pula, kebebasan juga harus dilaksanakan secara bertanggung jawab, selaras dan seimbang antara kebebasan dan kesetaraan menggunakan hak berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Representasi Kebebasan Berekspresi sebagai Isi yang diatur di dalam Peraturan Perundang-