Prinsip-Prinsip Perlindungan Kebebasan Berekspresi dalam Peraturan Tentang Media di Indonesia

182 perlu dicermati bagaimana bisnis media berkembang tanpa meninggalkan sisi perlindungan hukum atas hak. Diperlukan keseimbangan, untuk mengatur dan menempatkan aspek bisnis tanpa melukai aspek hak asasi manusia.

1. Prinsip-Prinsip Perlindungan

Hukum Kebebasan Berekspresi dan Isi Media Mengatur penetrasi bisnis media melalui peraturan perundang-undangan tentang media, khususnya mengenai apa yang hendak disebarluaskan, menitik beratkan pada bagaimana ada keseimbangan antara aspek hukum dengan aspek bisnis. Pertemuan keduanya menentukan bagaimana perkembangan media sebagai bisnis sekaligus sebagai wujud kebebasan. Oleh karena itu, muatan pers, muatan penyiaran, muatan internet serta muatan film, dapat diatur dengan bijaksana. Setidak-tidaknya ada dua konvensi tentang hak asasi manusia yang dapat menjadi referensi utama dalam mengimplementasikan kebebasan berekspresi di dalam konstitusi negara-negara yang meratifikasinya. UDHR dan ICCPR menjadi rujukan utama. Khususnya mengenai muatan media yang berhubungan erat dengan kebebasan berekspresi, UDHR dan ICCPR memberikan nilai pengakuan sebagai hardlaw yang menginspirasi adanya perkembangan hukum di bidang media. 183 Salah satu kewajiban yang harus dilakukan bagi negara-negara yang telah meratifikasi konvensi, termasuk Indonesia, maka ada kewajiban untuk mengadopsi substansi konvensi dalam peraturan perundang-undangan dan atau bahkan melakukan upaya-upaya lain tang dapat memberikan perlindungan hukum bagi hak-hak tersebut. Sebagai hak, maka kebebasan berekspresi yang dilindungi di dalam konvensi, secara mendasar, Indonesia telah berani mencantumkannya di dalam konstitusi. Di dalam UUD 1945 Amandemen yang kedua, mencamtumkan ada tiga pasal yang secara khusus dan tegas memuat jaminan atas kebebasan berekspresi, yakni: Pasal 28 Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 28 E ayat 3 Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Adapun di dalam UUD 1945 Amandemen, terdapat satu ketentuan di dalam Pasal 28F yang memberikan pernyataan yang menegaskan adanya hal khusus terkait jaminan terhadap proses perwujudan kebebasan berekspresi, demikian: 184 Pasal 28F Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Keberadaan pasal-pasal tersebut telah membuat tegas bahwa negara di dalam konstitusi, memberikan perlindungan terhadap kebebasan berekspresi apapun bentuk kalimatnya. Ketiga pasal tersebut menjadi dasar konstitusional yang seharusnya dijadikan acuan untuk pembentukan peraturan perundang-undangan tentang media. Pertanyaan yang dapat diajukan dalam konsep hak berkaitan dengan yang tercantum di atas adalah apakah pasal-pasal tersebut dapat dikatakan mampu mengakomodasi prinsip-prinsip hukum internasional. Keberadaan Pasal 28 UUD 1945 pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari prinsip- prinsip hukum internasional yang diakui di dalam UDHR dan ICCPR yang berkaitan dengan pengakuan terhadap hak atas kebebasan berekspresi. Akan tetapi perlu diperhatikan pula, apakah ada keterkaitan danatau pengaruh langsung dari prinsip hukum internasional yang menginspirasi adanya perubahan melalui penambahan Pasal 28 UUD 1945 Amandemen tersebut. 185 Pengakuan atas kebebasan berekspresi sebagai hak yang penting di dalam ruang demokrasi, sebelum disahkannya UDHR, pada sidang pertama PBB tahun 1946 sudah dinyatakan bahwa Resolusi PBB No. 59 I bahwa hak atas informasi merupakan hak asasi manusia fundamental dan standar dari semua kebebasan yang dinyatakan ‘suci’ oleh PBB. Dengan meratifikasi konvensi-konvensi tersebut, maka ada kewajiban bagi pemerintah untuk mengimplementasikan nilai-nilai universal dalam peraturan perundang-undangan. Ketentuan dalam Pasal 28 UUD 1945 Amandemen adalah jelas, bahwa ada segi pengakuan terhadap hak di dalam konstitusi. Hak yang tercantum dengan demikian dapat disebut sebagai hak konstitusional, yang berarti bahwa hak itu berasal dari undang-undang dasar. Berkaitan dengan isi media, maka di dalam UUD 1945 Amandemen tidak menyatakan ketegasan tentang apa yang dapat dimuat. Akan tetapi, dengan memberikan landasan konstitusi, maka implementasi soal isi atau informasi dan pendapat dapat disebarluaskan melalui berbagai cara dan sarana. Penjabaran terhadap Pasal 28 UUD 1945 ini menimbulkan berbagai macam muatan politis. Secara proporsional, akan ada tarik menarik, dinamis, sesuai dengan perkembangan masyarakat dan stabilitas negara. Pembentukan hukum yang 186 berkaitan dengan Pasal 28 tersebut, diarahkan pada fungsi hukum sebagai pengontrol berbagai institusi kemasyarakatan dan kenegaraan. Fungsi ini menciptakan dua hal, preventif dan represif. Fungsi preventif sebagai bentuk pencegahan dalam berbagai aturan yang bersifat prevention regulation, yakni desain dari tiap tindakan yang akan dilakukan oleh masyarakat. Di sisi lain, ada fungsi represif yakni mengajukan penanggulangan sebagai penyelesaian sengketa atau pemulihan keadaan yang diakibatkan adanya perencanaan tindakan tersebut. 134 Kebebasan berekspresi sebagai hak yang kemudian harus diatur dan dikelola dengan tepat berkaitan dengan akomodasi peraturan perundang- undangan nasional tentang media. Implikasi dari adanya peraturan perundang-undangan tentang media adalah bagaimana peraturan perundang- undangan tersebut dapat mengimplementasikan prinsip-prinsip dasar kebebasan berekspresi dalam konvensi. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka hubungan antara konvensi, UUD 1945 dan undang- undang yang dibentuk untuk kepentingan perlindungan terhadap kebebasan berekspresi dalam isi media yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, dapat dilihat dalam bagan berikut: 134 Samsul Wahidin, op.cit. Hal. 63-65. 187 Bagan 3.1. Konvensi, UUD, dan Undang-undang Prinsip-prinsip yang tertuang dalam Article 19 UDHR dan Article 19 ICCPR menjadi inspirasi bagi muatan materi di dalam konstitusi maupun dalam peraturan perundang-undangan. Keberadaan Pasal 28 UUD 1945 mengatur bahwa kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan ditetapkan dengan undang-undang, yang kemudian ditimpali dengan Pasal 28F yang membebaskan segala saluran informasi, maka terbentuklah undang-undang tentang pers, penyiaran, internet dan film. Undang-undang tersebut tetap harus menjunjung tinggi pemaknaan terhadap hak asasi. Pada sisi yang lain, sebenarnya kebebasan berekspresi juga dilindungi di dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yakni UDHR Article 19 + ICCPR Article 19 Section 2 UU 401999 Pers UUD 1945 UU 391999 Pasal 23 Ayat 2 Pasal 28 dan Pasal 28F UU 322002 Penyiaran UU 112008 ITE UU 332009 Perfilman 188 pada Pasal 23 ayat 2 yang menyatakan bahwa setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektonik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa. Hal ini berarti bahwa undang-undang tentang hak asasi manusia juga memberikan landasan hukum sebagai jaminan terhadap kebebasan berekspresi di dalam hukum nasional.

2. Menjamin Hak atas Kebebasan Berekspresi di dalam Hukum Nasional