146
pers harus memiliki syarat prakondisi tertentu. Pasal ini juga menjadi satu-satunya ketentuan
yang secara eksplisit menyatakan kewajiban atas sesuatu
muatan pers
yang hendak
disebarluaskan. Hal menarik berikutnya adalah bahwa
dengan diundangkannya UU No. 40 Tahun 1999 ini, dipertegas adanya suatu lembaga yakni
Dewan Pers yang dimaksudkan untuk menjadi pelindung kebebasan pers, yang tidak lagi
menjadi penasihat Pemerintah.
114
b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
Isu pertama yang didengungkan ketika undang-undang ini disusun dan disahkan adalah
undang-undang ini tidak ditandatangani oleh Presiden RI pada waktu itu, Megawati
Soekarnoputri. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 memang merupakan inisiatif dari Dewan
Perwakilan Rakyat pada masa itu kemudian tidak mendapatkan tanda tangan Presiden sebagai
bentuk
pengesahan. Oleh
karena tidak
ditandatangani oleh Presiden, maka undang-
114
Dewan Pers pertama kali dibentuk pada tahun 1968 berdasarkan UU No. 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Tentang Pers, dan disahkan oleh
Presiden Soekarno tanggal 12 Desember 1966. Fungsi awalnya adalah sebagai pendamping pemerintah, bersama-sama membina pertumbuhan dan
perkembangan pers nasional. Adapun ketua Dewan Pers pertama kali adalah Menteri Penerangan. Seiring perkembangannya, Dewan Pers tidak banyak
perubahan pada masa orde baru, dengan adanya UU No. 21 Tahun 1982.
147
undang tersebut tetap menjadi produk hukum yang mengikat bagi penyelenggaraan kegiatan
penyiaran radio dan penyiaran televisi.
Urgensi dari undang-undang ini adalah untuk mengembangkan demokrasi yang sekaligus
memecah cengkeraman sekelompok pemodal yang selama ini mengangkangi keberadaan
lembaga penyiaran di Indonesia. Undang-Undang Penyiaran
adalah regulasi
dengan visi
menyerahkan regulasi penyiaran kepada publik yang direpresentasikan dengan dibentuknya
Komisi Penyiaran Indonesia, serta mendorong adanya
keragaman kepemilikan
untuk menciptakan keragaman muatan.
115
Undang-undang ini
juga hendak
mendorong terbentuknya sistem penyiaran di Indonesia yang demokratis, dengan bertumpu
pada dua hal: diversity of content dan diversity of ownership. Dua hal inilah yang menjadi isu
sentral dalam kajian peraturan perundang- undangan tentang penyiaran. Semangat yang
hendak dibangun melalui isu sentral itu adalah bahwa tersedianya informasi dapat menunjang
kepentingan publik public interest untuk menuju kebaikan publik public good.
Dalam kerangka pembentukan peraturan perundang-undangan tentang penyiaran, ada
beberapa aspek yang dipertimbangkan dan
115
Judhariksawan. Hukum Penyiaran.Rajawali Press; Jakarta, 2010. Hal. 92.
148
menjadi bahasan. Aspek-aspek itu adalah: persoalan teknikal atau aspek teknologi
technology aspect, aspek hukum perizinan, aspek hukum program siaran, dan aspek hukum
pidana dalam penyiaran. Aspek teknologi berkaitan dengan teknik operasional lembaga
penyiaran,
yakni penggunaan
spektrum frekuesnsi sampai dengan digitalisasi penyiaran,
dimana ada keterkaitan antara pranata hukum nasional dan hukum internasional.
Aspek hukum
perizinan penyiaran,
memaparkan tentang
kelembagaan dan
mekanisme perizinan penyiaran di Indonesia, baik berdasarkan undang-undang penyiaran
maupun peraturan pelaksanaannnya. Aspek hukum program siaran meliputi aturan tentang
boleh dan tidak boleh suatu program disiarkan, standar program dan isi siaran, serta aturan
hukum lain yang harus dipatuhi oleh praktisi penyiaran.
Aspek-aspek tersebut
sekaligus memberikan pertimbangan bagi pembentuk
undang-undang, khususnya pada aspek program siaran
yang mendorong
Undang-Undang Penyiaran memiliki muatan tertentu yang
mengakomodasi kepentingan akan kebebasan berekspresi. Di dalam undang-undang kemudia
dicantumkan tetantang isi siaran yang harus sesuai dengan Pasal 2 yang menyatakan bahwa
149
diselenggarakan berdasar Pancasila dan UUD 1945 dengan asas-asasnya: manfaat, adil dan
merata, kepastian
hukum, keamanan,
keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab. Sedang isi
siaran harus sesuai dengan Pasal 3 yakni bertujuan
untuk memperkukuh
integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa
yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan
umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera,
serta
menumbuhkan industri
penyiaran Indonesia.
Isi siaran sesuai amanat Pasal 4 adalah sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai
fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial.
Artinya bahwa dengan demikian isi siaran sekaligus mewujudkan fungsi penyiaran, yaitu
fungsi ekonomi dan fungsi kebudayaan. Di sisi lain isi siaran juga harus diarahkan pada hal-hal
yang terurai pada Pasal 5. Arah penyelenggaraan penyiaran tersebut harus mengedepankan
prinsip perlindungan hak asasi oleh negara agar aktivitas penyiaran yang dilakukan oleh lembaga
penyiaran berdampak positif bagi publik dalam kerangka diversity of ownership dan diversity of
content.
150
Berkaitan dengan isi siaran, maka dibuatlah program siaran yang dalam kerangka
tersebut dapat diketahui tentang dua hal: bentuk ‘kewajiban’ dan ‘larangan’ terhadap isi siaran.
Adapun dimuat bahwa lembaga penyiaran dalam menyampaikan program siarannya memiliki
empat kewajiban, yakni:
a. Isi siaran wajib mengandung informasi,
pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan
intelektualitas, watak,
moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta
mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.
b. Isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang
diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik,
wajib memuat sekurang-kurangnya 60 enam puluh per seratus mata acara yang
berasal dari dalam negeri.
c. Isi siaran wajib memberikan perlindungan
dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja,
dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran
wajib
mencantumkan danatau
menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.
151
d. Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan
tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.
Sementara di dalam Pasal 36 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2002 dicantumkan hal
sebagai berikut:
1 Isi siaran wajib mengandung informasi,
pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral,
kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan
dan kesatuan,
serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya
Indonesia. 2
-... 3
Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan
pemberdayaan kepada khalayak
khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu
yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan danatau menyebutkan
klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.
4 Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan
tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.
5 Isi siaran dilarang:
a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan
danatau bohong; b.
menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan
obat terlarang; atau c.
mempertentangkan suku, agama, ras, dan antar golongan.
6 Isi
siaran dilarang
memperolokkan, merendahkan,
melecehkan danatau
mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia
Indonesia, atau
merusak hubungan internasional.
152
Pasal yang sama pula, dicantumkan pula tentang larangan-larangan tentang isi siaran.
Larangan ini terkelompok dalam dua kategori, yakni yang pertama adalah kelompok isi siaran
yang mengandung tindakan-tindakan pidana dan diskriminasi. Kandungan isi siaran yang
dilarang adalah yang bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan danatau bohong; menonjolkan
unsur
kekerasan, cabul,
perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang;
atau mempertentangkan suku, aga-ma, ras, dan antar golongan.
Sedang yang kedua adalah isi siaran yang mendiskreditkan norma-norma sosial serta
interaksinya dalam hubungan internasional. Isi siaran ini dilarang memperolokkan, meren-
dahkan, melecehkan danatau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia,
atau merusak hubungan internasional. Undang- undang ini juga mengatur hal-hal lain yang
terkait dengan isi siaran, diantaranya tentang Bahasa Siaran, Relai dan Siaran Bersama, Ralat
Siaran, Arsip Siaran, Siaran Iklan, serta Sensor Siaran. Hal-hal tersebut melekat pada content
yang hendak disebarluaskan dalam rangka penyelenggaraan siaran.
Di samping itu, perlindungan terhadap hak intelektual, nampak pada Pasal 43 tentang Hak
Siar, dimana persoalan hak cipta juga
153
mendapatkan perhatian khusus. Korelasi yang nampak adalah hubungan antara Pasal 35
dengan Pasal 43 dimana ada penekanan mengenai ‘hak siar’. Adapun hak siar adalah hak
yang dimiliki oleh lembaga penyiaran program atau acara tertentu yang diperoleh secara sah
dari pemilik hak cipta atau penciptanya.
Bahkan secara teknis, Undang-Undang Penyiaran membentuk lembaga yang diberikan
kewenangan untuk mengawasi isi siaran, yakni Komisi Penyiaran Indonesia KPI.
116
Komisi inilah yang kemudian membuat suatu Pedoman
Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran P3SPS.
117
Di dalam ketentuan ini disebutkan bahwa Pedoman Perilaku Penyiaran merupakan
panduan tentang batasan-batasan mengenai apa yang
diperbolehkan dan
atau tidak
diperbolehkan berlangsung
dalam proses
116
KPI disebut sebagai lembaga negara independen independent state bodyagency, yang dalam struktur ketatanegaraan KPI diklasifikasikan sebagai
lembaga negara independen yang dibentuk oleh undang-undang bukan konstitusi. Pembentukannya didasarkan atas pemikiran agar KPI berfungsi
sebagai regulator di bidang penyiaran self regulatory body yakni untuk menjalankan prinsip diversity of ownership dan diversity of content dalam
demokratisasi penyiaran. Lihat Masduki, Hukum Penyiaran: Dari Otoriter ke Liberal. LKiS; Yogyakarta, 2007. Hal. 206-209.
117
Ditetapkan pertama kali melalui Keputusan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 009SKKPI82004 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar
Program Siaran, tanggal 30 Agustus 2004 selanjutnya disebut dengan Keputusan KPI No. 009SKKPI82004. Berikutnya keputusan ini mengalami
perkembangan dan kemudian beberapa kali dibentuk Peraturan KPI yang mengatur mengenai Pedoman Perilaku Penyiaran, yakni dengan Peraturan KPI
Nomor: 02PKPI122009. Di samping itu dibentuk pula Peraturan KPI Nomor: 03PKPI122009 tentang Standar Program Siaran.
154
pembuatan program siaran, sedangkan Standar Program Siaran merupakan panduan tentang
batasan apa yang diperbolehkan dan atau yang tidak diperbolehkan ditayangkan dalam program
siaran.
118
P3SPS dibentuk dengan tujuan untuk mengatur perilaku lembaga penyiaran dan
lembaga-lembaga lain yang terlibat dalam dunia penyiaran di Indonesia. Pedoman ini dibutuhkan
oleh mereka yang berkepentingan di dunia penyiaran oleh karena adanya pemanfaatan
frekuensi radio yang merupakan sumber daya alam yang terbatas dan pemanfaatannya
tersebut harus ditujukan demi kemaslahatan masyarakat yang sebesar-besarnya. Standar
baku ini menjadi pedoman bagi lembaga penyiaran untuk terus menerus memperkukuh
integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa
yang beriman
dan bertakwa,
mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun
masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera.
119
Pedoman Perilaku Penyiaran P3 adalah dasar untuk penyusunan Standar Program
Siaran SPS. Keduanya merupakan dua kerangka yang saling berkaitan satu dengan
118
Pasal 1angka 1 Peraturan KPI Nomor: 02PKPI122009.
119
Pasal 2 s.d 4 Peraturan KPI Nomor: 02PKPI122009.
155
yang lainnya. Pedoman Perilaku Penyiaran mengatur hal-hal yang menyangkut penyusunan
standar program siaran
120
:
Tabel 3.1. P3 dan SPS
Pedoman Perilaku
Penyiaran vide
Standar Program
Siaran Penghormatan
- Terhadap nilai-nilai kesukuan, agama,
ras dan antar golongan; -
Terhadap norma
kesopanan dan
kesusilaan; -
Terhadap hak privasi dan pribadi; Perlindungan
- Terhadap hak-hak anak, remaja dan
perempuan; -
Terhadap hak-hak
kelompok masyarakat minoritas dan marjinal;
- Terhadap kepentingan publik;
Pembatasan materi
program siaran
- Terkait kesusilaan;
- Terkait kekerasan dan sadism;
- Terkait narkotika, psikotropika, dan zat
adiktif NAPZA, alcohol dan perjudian; Tertentu
- Penggolongan program siaran;
- Prinsip jurnalistik;
- Bahasa, bendera, lambang negara, dan
lagu kebangsaan; -
Sensor dalam program siaran; -
Lembaga penyiaran berlangganan; -
Siaran iklan; -
Siaran asing; -
Siaran lokal dalam sistem stasiun jaringan;
- Siaran langsung;
- Program siaran kuis, undian berhadiah,
dan penggalangan dana; -
Peliputan bencana alam; -
Siaran pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah;
- Narasumber;
- Privasi;
- Pembawa acara;
- Siaran pembuka dan penutup; dan
- Pengawasan,
pengaduan dan
penanggung jawab.
Dengan melihat substansi dari peraturan teknis yang disusun dan ditetapkan oleh Komisi
Penyiaran Indonesia sebagai regulator di bidang
120
Pasal 5 Peraturan KPI Nomor: 02PKPI122009 vide Pasal 5 Peraturan KPI Nomor: 03PKPI122009.
156
penyiaran, peraturan teknis tersebut, secara substantive dibuat dengan mengacu berdasarkan
Undang-Undang No. 32 Tahun 2002.
c. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elekronik