2.4.6 Algoritma dan Model Matematis
Secara ringkas, langkah-langkah dalam analisis diskriminan adalah sebagai berikut: 1.
Pengecekan adanya kemungkinan hubungan linier antara variabel penjelas. Maka dilakukan dengan bantuan matriks korelasi pembentukan matriks
korelasi sudah difasilitasi pada analisis diskriminan. Pada output SPSS, matriks korelasi bisa dilihat pada Pooled Within-Groups Matrices.
2. Uji vektor rata-rata kedua kelompok
H : µ
1
= µ
2
H
1
: µ
1
≠ µ
2
Angka signifikan: H
: Jika Sig 0,05 berarti tidak ada perbedaan antar grup H
1
: Jika Sig 0,05 berarti ada perbedaan antar grup Diharapkan dalam uji ini adalah hipotesis nol ditolak, sehingga diperoleh
informasi awal bahwa variabel yang sedang diteliti memang membedakan kedua kelompok. Pada SPSS, uji ini dilakukan secara univariate yang diuji
bukan berupa vektor, dengan bantuan tabel Test of Equality of Group Means. 3.
Dilanjutkan pemeriksaan asumsi homoskedastisitas dengan uji Box’s M. Diharapkan dalam uji ini hipotesis nol tidak ditolak H
: ∑
1
= ∑
2
= ∑
3
= ∑
4
= ∑
5
. Hipotesis: H
: Matriks kovarians grup adalah sama H
1
: Matriks kovarians grup adalah berbeda secara nyata Keputusan dengan dasar signifikansi lihat angka signifikan
H : Jika Sig 0,05 berarti H
diterima H
1
: Jika Sig 0.05 berarti H ditolak
Universitas Sumatera Utara
Sama tidaknya grup kovarian matriks juga bisa dilihat dari tabel output Log Determinant. Jika dalam pengujian ini H
ditolak maka proses selanjutnya seharusnya tidak bisa dilakukan.
4. Pembentukan model diskriminan
Kriteria Fungsi Linier Fisher a.
Pembentukan fungsi linier teoritis Fisher mengelompokkan suatu observasi berdasarkan nilai skor yang
dihitung dari suatu fungsi linier Y = λX dimana λ menyatakan vektor yang berisi koefisien-koefisien variabel penjelas yang membentuk persamaan
linier terhadap variabel respon, λ = [λ
1
, λ
2
, …, λp]
X =
X
k
menyatakan matriks data pada kelompok ke-k X
k
=
… …
… …
⋱
…
⋯
i = 1, 2, …, n j = 1, 2, …, p
k = 1 dan 2 X
ijk
menyatakan observasi ke-i variabel ke-j pada kelompok ke-k. Dibawah asumsi X
k
~ N µ
k
, ∑
k
maka : µ =
= µ
µ
dan ∑
k
= E X
k
- µ
k
X
k
- µ
k
’ ;
µ
k
=
µ .
.
∙
µ
;
Universitas Sumatera Utara
µ
k
adalah vektor rata-rata tiap variabel X pada kelompok ke-k.
∑ = ⎣
⎢ ⎢
⎢ ⎡
∙ ∙ ∙ ∙
∙ ∙
∙ ∙
∙ ∙
∙ ∙
∙ ⎦
⎥ ⎥
⎥ ⎤
Σ
j1j2
=
=
≠
b. Pembentukan Fungsi Linier dengan bantuan SPSS
Pada output SPSS, koefisien untuk tiap variabel yang masuk dalam model dapat dilihat pada tabel Canonical Discriminant Function Coefficient.
Tabel ini akan dihasilkan pada output apabila pilihan Function Coefficient bagian Unstandardized diaktifkan.
c. Menghitung Discriminant Score
Setelah dibentuk fungsi liniernya, maka dapat dihitung skor diskriminan untuk tiap observasi dengan memasukkan nilai-nilai variabel penjelasnya.
d. Menghitung Cutting Score
Untuk memprediksi responden mana masuk golongan mana, kita dapat menggunakan Optimum Cutting Score. Memang dari computer informasi
ini sudah diperoleh. Sedangkan cara mengerjakan secara manual Cutting score m dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut dengan ketentuan
untuk dua grup yang mempunyai ukuran yang sama cutting score dinyatakan dengan rumus, Simamora, 2005.
=
Dengan : Z
ce
= cutting score untuk grup yang sama ukuran Z
A
= centroid grup A Z
B
= centroid grup B
Universitas Sumatera Utara
Apabila dua grup berbeda ukuran, rumus cutting score yang digunakan adalah:
=
Dengan : Z
CU
= Cutting score untuk grup tak sama ukuran N
A
= Jumlah anggota grup A N
B
= Jumlah anggota grup B Z
A
= Centroid grup A Z
B
= Centroid grup B Kemudian nilai-nilai discriminant score tiap observasi akan dibandingkan
dengan cutting score, sehingga dapat diklasifikasikan suatu observasi akan termasuk ke dalam kelompok yang mana. Suatu observasi dengan
karakteristik x akan diklasifikasikan sebagai anggota kelompok kode 1 jika: Y = µ
1
- µ
2
’ ∑
-1
x ≥ m, selain itu dimasukkan dalam kelompok 2
kode nol perhitungan m dilakukan secara manual, karena SPSS tidak mengeluarkan output m. Namun, dapat dihitung nilai m dengan bantuan
tabel Function at Group Centroids dari output SPSS.
e. Perhitungan Hit Ratio setelah semua observasi diprediksi keanggotaannya,
dapat dihitung Hit Ratio, yaitu rasio antara observasi yang tepat pengklasifikasiannya dengan total seluruh observasi. Misalkan ada
sebanyak n observasi, akan dibentuk fungsi linier dengan observasi sebanyak n-1. Observasi yang tidak disertakan dalam pembentukan fungsi
linier ini akan diprediksi keanggotaannya dengan fungsi yang sudah dibentuk tadi. Proses ini akan diulang dengan kombinasi observasi yang
berbeda-beda, sehinggga fungsi linier yang dibentuk ada sebanyak n. Inilah yang disebut dengan metode Leave One Out.
f. Kriteria Posterior probability
Aturan pengklasifikasian yang ekivalen dengan model linier Fisher adalah berdasarkan nilai peluang suatu observasi dengan karakteristik tertentu x
Universitas Sumatera Utara
berasal dari suatu kelompok. Nilai peluang ini disebut Posterior probability dan bisa ditampilkan pada sheet SPSS dengan mengaktifkan
option probabilities of group membership pada bagian Save di kotak dialog utama.
| =
∑
Dengan : Pk adalah prior probability kelompok ke-k dan
f
k
x =
| ∑|
exp
− −
µ
∑ −
µ ; = 0.01
Suatu observasi dengan karakteristik x akan diklasifikasikan sebagai anggota kelompok 0 jika p k = 0|x p k = 1|x. Nilai-nilai posterior probability
inilah yang mengisi kolom di 1_1 dan kolom di 1_2 pada sheet SPSS.
g. Akurasi statistik, dapat diuji secara statistik apakah klasifikasi yang
dilakukan dengan menggunakan fungsi diskriminan akurat atau tidak. Uji statistik tersebut adalah press-Q statistik. Ukuran sederhana ini
membandingkan jumlah kasus yang diklasifikasi secara tepat dengan ukuran sampel dan jumlah grup. Nilai yang diperoleh dari perhitungan
kemudian dibandingkan dengan nilai kritis critical value yang diambil dari tabel Chi-Square dan tingkat keyakinan sesuai yang diinginkan.
Statistik Q ditulis dengan rumus : Press-Q =
[ ]
Dengan: N
= ukuran total sampel n
= jumlah kasus yang diklasifikasi secara tepat K
= jumlah grup
Universitas Sumatera Utara
2.4.7 Pengujian Hipotesis