Pengaruh Bimbingan Agama Terhadap Penguatan Keimanan Muallaf Di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba Center Sawah Baru Ciputat

(1)

DI PESANTREN PEMBINAAN MUALLAF

YAYASAN AN NABA CENTER SAWAH BARU CIPUTAT

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)

Oleh:

Nur Jamal Sha’id

NIM: 1111052000005

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H./2015 M.


(2)

(3)

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 02 Oktober 2015


(5)

i

Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba` Center Sawah Baru Ciputat.

Oleh Nur Jamal Sha’id (1111052000005) Jurusan Bimbingan dan

Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi dibawah Bimbingan Bapak Fauzun Jamal, Lc., MA

Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba` Center Sawah Baru Ciputat adalah lembaga pendidikan non formal yang menampung para muallaf untuk melahirkan pribadi-pribadi muslim yang kaffah, berkarakter dan berjiwa mandiri. Pesantren ini didirikan untuk membina, mendidik dan menyantuni muallaf sampai mampu berdiri sendiri. Sekaligus memupuk kepedulian, kebersamaan, dan tanggungjawab seluruh komponen umat Islam dalam membina dan membimbing muallaf.

Muallaf adalah orang yang hatinya dibujuk dan dijinakan hatinya agar cenderung kepada Islam. Mereka adalah orang-orang yang baru mengetahui dan belum memahami tentang Islam. Oleh karena itu mereka berada dalam posisi membutuhkan pembinaan dan bimbingan ajaran-ajaran agama Islam.

Pada umumnya bimbingan agama memberikan pengaruh positif terhadap masyarakat khususnya muallaf. Namun penulis belum menemukan kajian tentang bimbingan agama terhadap penguatan keimanan muallaf. Hal ini dipandang penting karena keimanan merupakan merupakan motor penggerak kehidupan seseorang dalam menjalankan agama dan kepercayaannya. Keimanan atau keyakinan merupakan kekuatan spiritual yang menjadi asas dalam aktifitas kehidupan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan desain deskriptif, informan dalam penelitian ini terdiri dari dua orang pembimbing dan empat orang santri muallaf yang telah mengikuti kegiatan bimbingan agama selama satu tahun. Adapun teknik pengambilan informan yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik bola salju. Dalam teknik ini, pengumpulan data dimulai dari beberapa orang yang memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel.

Dari hasil observasi dan wawancara, proses bimbingan agama terhadap muallaf berjalan dengan baik dan memberikan pengaruh positif terhadap keimanan muallaf. Hal ini terlihat dari pemahaman muallaf tentang ajaran agama Islam, pelaksanaan ibadah yang mereka lakukan meningkat, semangat dan antusias para muallaf dalam menuntut ilmu, serta perubahan sikap dan prilaku (akhlakul karimah) dalam kehidupan sehari-hari yang ditunjukan oleh para muallaf. Metode yang digunakan pembimbing meliputi ceramah, diskusi, tanya jawab dan menghafal dalil-dalil. Sedangkan materi yang disampaikan meliputi aqidah, ibadah dan al-Qur’an dengan fokus pada kajian rutin tentang dasar-dasar akidah Islamiyah dan kristologi (ilmu perbandingan agama) untuk membentengi akidah para muallaf. Selain itu para muallaf juga dibekali dengan pelatihan khutbah dan

ceramah supaya kelak dapat menjadi da’i yang handal di tengah masyarakat.


(6)

ii

Alhamdulillah puji syukur penulis sampaikan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis sehingga dapa menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Bimbingan Agama terhadap Penguatan Keimanan Muallaf di Pesantren Pembinaan

Muallaf Yayasan An Naba Center Sawah Baru Ciputat”, sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Shalawat teriring salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa perubahan besar hingga dapat kita rasakan sampai saat ini.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa begitu banyak perjuangan yang dilewati. Namun berkat dukungan dan perhatian yang dirasakan penulis dari berbagai pihak sehingga segala kesulitan dan hambatan dalam menyusun skripsi ini akhirnya dapat dilalui. Untuk itu dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ayah dan Ibu tercinta yang tiada henti memberi semangat, memanjatkan doa dan limpahan kasih sayang kepada penulis. Skripsi ini dipersembahkan untuk ayah dan ibu.

2. Bapak Dr. Arif Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Suparto, M.Ed., Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Roudhanah, M. Si selaku Wakil Dekan Bidang


(7)

iii

3. Dra. Rini Laili Prihatini, M. Si dan Ir. Noor Bekti Negoro, SE., M. Si selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam. 4. Bapak Fauzun Jamal, Lc., MA selaku dosen pembimbing yang senantiasa meluangkan tenaga, waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan dan nasehat dalam penyusunan skripsi ini.

5. Prof. Dr. H. Daud Effendi, MA selaku dosen penasehat akademik yang senantiasa memberikan bimbingan dan motivasinya selama ini.

6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Keluarga Besar Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba`

Center, Ustadz Nababan dan Ustadz Ozi Setiadi yang tak pernah lelah dalam membantu penulis.

8. Keluarga Besar Ikada Jabodetabek yang senantiasa menemani dan membimbing penulis. Doa kalian adalah semangat bagi penulis.

9. Keluarga Besar BPI UIN Jakarta semuanya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih telah memberi warna baru dan senantiasa berbagi serta menghadirkan cerita dalam kehidupan penulis.

10.Teman-teman Ma’had dan FORMABI UIN Jakarta terimakasih telah menjadi bagian dalam hidup penulis.


(8)

iv penulis mengucapkan terimakasih.

Semoga semua bantuan dan perhatian yang tercurah mendapat balasan pahala berlipat ganda dari Allah SWT. Selain itu semoga apa yang menjadi cita-cita dan impian kita semua terwujud di masa depan serta mendapat ridha dan keberkahan dari Allah SWT. Aamiin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Namun penulis berharap adanya masukan, kritikan dan saran yang membangun supaya menjadi acuan pembelajaran yang baik bagi penulis. Akhir kata semoga skripsi ini dapat menjadi manfaat bagi para pembaca pada umumnya dan bagi segenap keluarga besar jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

Jakarta, 22 September 2015


(9)

v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 6

1. Batasan Masalah... 6

2. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1. Tujuan Penelitian ... 7

2. Manfaat Penelitian ... 7

D. Tinjauan Pustaka ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN TEORI A. Bimbingan Agama ... 12

1. Pengertian Bimbingan Agama ... 12

2. Tujuan Bimbingan Agama ... 15

3. Fungsi Bimbingan Agama... 17

4. Materi Bimbingan Agama ... 18

5. Metode Bimbingan Agama ... 20

B. Iman... 22

1. Pengertian Iman ... 22

2. Indikator Manusia Beriman ... 24

3. Faktor-faktor dalam Penguatan Keimanan ... 27

C. Muallaf ... 30

1. Pengertian Muallaf ... 30

2. Muallaf dalam Islam ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Desain Penelitian ... 34

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 36

D. Teknik Pengumpulan Data ... 37

E. Sumber Data ... 39

F. Asumsi ... 39

G. Teknik Analisa Data ... 40

H. Teknik Pemeriksa Data ... 40


(10)

vi

A. Gambaran Umum Pesantren Pembinaan Muallaf ... 44

1. Sejarah Singkat Berdirinya Pesantren Pembinaan Muallaf ... 44

2. Visi, Misi dan Tujuan Pesantren Pembinaan Muallaf ... 45

3. Program Pesantren Pembinaan Muallaf ... 47

4. Prosesi Pengislaman ... 50

5. Struktur Organisasi ... 51

6. Sarana dan Prasarana... 52

B. Temuan dan Analisis Data 1. Deskripsi Informan... 52

2. Kegiatan Bimbingan Agama ... 58

3. Pengaruh Bimbingan Agama Terhadap Penguatan Keimanan Muallaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba Center ... 65

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73 LAMPIRAN


(11)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sifat hakikat manusia adalah makhluk beragama (homoreligius), yaitu makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama serta sekaligus menjadikan kebenaran agama itu sebagai rujukan bagi sikap dan perilaku. Dapat juga dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki motif beragama, rasa kemauan dan kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai agama.1

Manusia merupakan makhluk yang menentukan diri, dalam arti bahwa ia memiliki kebebasan untuk memilih kebutuhan dalam hidupnya. Manusia pada dasarnya ingin bebas dan bertanggungjawab atas pandangan hidup dan menentukan takdirnya sendiri. Individu dipengaruhi keinginan pribadi yang dihubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri.2

Indonesia merupakan salah satu negara yang tidak memberi ruang pada warganya untuk tidak beragama dan tidak percaya pada Tuhan. Orang bebas memilih agama, tetapi tidak bebas untuk tidak beragama sehingga identitas agama dicantumkan dalam kartu tanda penduduk serta dokumen resmi lain.3

Adanya kebebasan beragama yang dilindungi oleh negara ini membuat manusia Indonesia bebas memilih kepercayaan atau agama yang akan dianutnya. Tidak jarang kita temukan diberbagai tempat ibadah seperti

1

Syamsu dan Juntika, Landasan Bimbingan dan Konseling (Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya, 2006), cet ke-2 h. 155.

2

Gerald Corey dan Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin

Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), h. 136.

3


(12)

Masjid, Gereja, Wihara atau tempat ibadah lainnya, ada orang yang menyatakan keimanan untuk meyakini salah satu agama. Hal ini termasuk beberapa orang yang berpindah keyakinan (konversi beragama) dari agama Kristen-Katholik menjadi agama Islam atau biasa disebut sebagai muallaf (orang-orang yang baru masuk Islam).

Menurut Sayyid Sabiq, muallaf adalah golongan yang diusahakan untuk merangkul dan menarik serta mengukuhkan hati mereka dalam keislaman yang disebabkan karena belum mantapnya keimanan mereka, atau untuk menolak bencana yang mungkin mereka lakukan terhadap kaum muslimin dan mengambil keuntungan yang mungkin dimanfaatkan untuk kepentingan mereka.4

Kedudukan muallaf sendiri dalam Islam diartikan sebagai orang yang hatinya dijinakan agar cenderung kepada Islam dan orang yang belum mengetahui dan memahami ajaran Islam. Oleh karena itu posisi muallaf sendiri masih membutuhkan pembinaan, bimbingan, dan pengetahuan seputar agama Islam. Sebagaimana tertera dalam al-Qur`an Surat at-Taubah ayat 60 :































































































Artinya :

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk orang yang di jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan,

4


(13)

sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.5 (Q.S. at-Taubah : 60)

Setelah menyatakan keislamannya, banyak muallaf (orang-orang yang baru masuk Islam) hidup dalam keadaan serba kesulitan. Mereka kehilangan tempat tinggal, pekerjaan dan terusir dari keluarga yang tidak mau menerima keislaman mereka. Kondisi hidup yang jauh dari kelayakan, merasa terbuang dan kehilangan kesejahteraan yang dulu pernah dimiliki, mereka pilih demi memenuhi gemuruh batin akan kebenaran ajaran Islam.6 Keadaan ini ditambah dengan keimanan para muallaf yang masih lemah karena baru memeluk Islam. Untuk itu persoalan penguatan keimanan muallaf menjadi hal penting dalam melakukan bimbingan agama Islam karena mereka (para muallaf) membutuhkan keteguhan iman, kalau hal ini dibiarkan maka para muallaf ini akan kembali pada agama sebelumnya. Sebagai orang baru yang pindah agama, muallaf membutuhkan perhatian, kasih sayang, ajakan, bimbingan dari orang-orang atau lembaga yang memperhatikan kondisi tersebut.

Keputusan untuk menjadi muallaf merupakan sebuah keputusan yang sangat sulit dalam hidup mereka, karena menyangkut nasib mereka di dunia dan juga di akhirat. Mereka memilih agama melalui ketekunan dan pengorbanan. Berbagai tekanan mereka rasakan baik dari keluarga, karib-kerabat, dan kawan-kawan non muslim yang menentang keputusan mereka, ditambah tuntutan untuk mempelajari agama baru dalam waktu yang singkat.7 Dua kaimat syahadat merupakan pintu gerbang untuk memasuki Islam.

5

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: PT Sygma Examedia

Arkanleema, 2009), h. 196.

6

Muallaf News, Geliat Dakwah di Papua (Ciputat: Yayasan An-Naba Center, 2012), h. 3.

7


(14)

Sebagai orang yang baru masuk Islam sangat penting untuk mengetahui agama yang dianutnya. Semakin banyak pengetahuan yang didapat, maka semakin banyak pula manfaat yang akan didapat. Hal ini tentu harus dilaksanakan melalui program bimbingan dan pembinaan yang intensif kepada muallaf melalui pesantren khusus.

Bimbingan agama adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.8 Bimbingan agama dilaksanakan dalam upaya memberikan kecerahan batin kepada seseorang dalam menghadapi segala macam persoalan. Dan bimbingan agama yang dilakukan sesuai dengan ajaran agama individu.9 Selain itu bimbingan agama juga diharapkan dapat membangkitkan semangat baru dalam menguatkan keimanan muallaf yang telah mengalami gejolak kejiwaan.

Iman merupakan motor penggerak kehidupan seseorang dalam menjalankan agama dan kepercayaanya. Keimanan akan terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini didasarkan pada pengertian iman menurut beberapa ulama. Iman menurut Ulama salaf (termasuk Imam Ahmad, Malik, dan Syafi’i) adalah :

ِ ا

ِ ع

ِ تِ ق

ِ دا

ِ بِ ا

ِ جل

ِ ن

ِ نا

ِ

ِ وِ ن

ِ ط

ِ ق

ِِ ب

ِ لا

ِ سل

ِ نا

ِ

ِ و

ِ ع

ِ م

ِ لِ

ِ بِ ا

ِ ل

ِ ر

ِ ك

ِ نا

ِ

Artinya : “Sesuatu yang diyakini di dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan anggota badan”10

8

Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam (Yogyakarta: UII Press, 2001)

cet. ke-2, h. 4.

9

H. M. Arifin, Pokok-Pokok tentang Bimbingan Penyuluhan Agama (Jakarta: Bulan Bintang,

1976), h. 25.

10

Yunahar Ilyas, Kuliah Akidah Islam, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan


(15)

Sahl bin Abdullah At-Tustari ketika ditanya tentang apakah sebenarnya iman itu beliau menjawab “Qaulun wa amalun wa niyyatun wa sunnatun.” Artinya ucapan yang disertai dengan perbuatan diiringi dengan ketulusan niat dan dilandasi dengan Sunnah. Selanjutnya beliau mengatakan “Sebab iman itu apabila hanya ucapan tanpa disertai perbuatan adalah kufur apabila hanya ucapan dan perbuatan tanpa diiringi ketulusan niat adalah nifaq sedang apabila hanya ucapan perbuatan dan ketulusan niat tanpa dilandasi dengan sunnah adalah bid’ah”.11

Imam Hasan Basri mengatakan “Iman itu bukanlah sekedar angan -angan dan bukan pula sekedar basa-basi dengan ucapan akan tetapi sesuatu keyakinan yang terpatri dalam hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan”.12 Dengan demikian, iman merupakan kesatuan atau keselarasan antara hati, ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup.

Muallaf yang kurang mendapat bimbingan dan pembinaan Islam akan cenderung memilih kembali ke agama lamanya apabila imannya masih lemah.13 Penguatan keimanan dalam hal ini menjadi sesuatu yang paling penting untuk diperhatikan karena iman merupakan hal pertama yang harus ditanamkan kuat pada muallaf sebelum berislam.

11

Ibid. h. 4.

12

Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia. Bag 1 h. 18.

13


(16)

Iman seseorang bisa bertambah dan bisa berkurang tergantung pada waktu dan tempat dimana saja dia berada. Karena itulah hidup manusia adalah perjuangan mempertahankan dan meningkatkan imannya.14

Keberadaan Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba Center di daerah Sawah Baru Ciputat Kota Tangerang Selatan memberikan harapan baru bagi para muallaf supaya tidak ada lagi kekhawatiran dalam menjalankan keislamannya, tidak ada lagi rasa terbuang dan tentunya tidak lagi kembali murtad (kembali ke agama lamanya) karena mendapati Islam merupakan agama yang membawa kedamaian bagi para pemeluknya. Selain itu keimanan muallaf sebagai seorang muslim yang baru diharapkan meningkat dan menjadi penerus perjuangan dakwah Islam kepada semua orang.15

Berdasarkan fenomena dan kejadian yang telah dipaparkan diatas, penulis akan membahas lebih lanjut dan akan menuangkan dalam sebuah penelitian yang berjudul “Pengaruh Bimbingan Agama Terhadap Penguatan Keimanan Muallaf di Yayasan An Naba Center Sawah Baru Ciputat Tangerang Selatan”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas terhadap masalah-masalah yang akan diteliti, maka penulis membatasi permasalah-masalahan pada aspek layanan bimbingan agama dengan meninjau dari aspek pembimbing, aspek terbimbing, aspek metode dan aspek materi dalam

14

Rusjdi Hamka, Etos Iman, Ilmu dan Amal dalam Gerakan Islam (Jakarta: Pustaka

Panjimas, 1986), h. 7.

15


(17)

penguatan keimanan muallaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba Center Jl. Cendrawasih IV No. 1 RT/RW 02/03, Sawah Baru Ciputat Tangerang Selatan Banten.

2. Perumusan Masalah

Dari batasan penelitian di atas, maka rumusan masalah yang akan penulis kaji :

a. Bagaimana pengaruh bimbingan agama terhadap penguatan keimanan muallaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba Center Sawah Baru Ciputat ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan bimbingan agama di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba Center Sawah Baru Ciputat.

b. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh bimbingan agama terhadap penguatan keimanan muallaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba Center Sawah Baru Ciputat.

2. Manfaat Penelitian

a. Memberikan sumbangan keilmuan dan pengetahuan yang meliputi Ilmu Bimbingan Penyuluhan Islam dan keagamaan khususnya berkaitan dengan pengaruh bimbingan agama terhadap penguatan keimanan muallaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba Center Sawah Baru Ciputat.


(18)

b. Memberikan kontribusi positif bagi pengembangan keilmuan dan kurikulum Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. c. Dijadikan bahan evaluasi bagi Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan

An Naba Center tentang pengaruh bimbingan agama terhadap penguatan keimanan muallaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba Center Sawah Baru Ciputat.

D. Tinjauan Pustaka

Setelah melakukan penelusuran skripsi di Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis mengadakan tinjauan kepustakaan terhadap beberapa skripsi yang memiliki kemiripan judul untuk menghindari bentuk plagiat, mereview hasil penelitian terdahulu, antara lain :

1. Abdul Hakim Jahid, Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Jakarta angkatan 2007 dengan judul “Motivasi Konversi Agama dan Pembinaan Muallaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba Center Sawah Baru Ciputat”. Skripsi ini berisikan tentang motivasi para muallaf dalam melakukan konversi agama dan bagaimana pembinaan yang diaplikasikan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba Center. Skripsi ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif. 2. Peppy Mutawallie, Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam

Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Jakarta angkatan 2009 dengan judul “Pengaruh Bimbingan Agama Pada Korban Perdagangan


(19)

Manusia (Trafficking) dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri (Self Confidence) di Rumah Perlindungan Sosial Wanita (RPSW) Mulya Jaya Pasar Rebo”. Penelitian ini berisikan tentang pengaruh layanan bimbingan agama dalam aspek pembimbing, aspek terbimbing, aspek metode dan materi dalam meningkatkan kepercayaan diri korban perdagangan manusia (Trafficking). Skripsi ini menggunakan penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.

3. Umma Auliya’ul Hidayah, Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Jakarta angkatan 2008 dengan judul “Pola Komunikasi antara Ustadz dan Mullaf dalam Pembinaan Tahfidzul Qur`an di Pondok Pesantren Pembinaan Muallaf An-Naba”. Penelitian ini berisikan tentang pola komunikasi antara pembina dan muallaf, upaya pembina dalam menciptakan komunikasi yang efektif dengan muallaf serta faktor pendukung dan penghambat dalam pembinaan tahfidz Qur`an di Pesantren Pembinaan Muallaf An-Naba. Skripsi ini menggunakan penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif.

4. Taufiq Halily, Program Studi Manajemen Dakwah, UIN Jakarta angkatan 2009 dengan judul “Metode Dakwah Ustadz Syamsul Arifin Nababan dalam Membina Akidah Santri Muallaf di Pondok Pesantren Pembinan Muallaf An-Naba”. Penelitian ini berisikan tentang metode dakwah ustadz Syamsul Arifin Nababan dalam pembinaan akidah muallaf. Skripsi ini menggunakan penelitian kualitatif dengan metode analisis deskriptif. 5. Setyo Kurniawan, Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam, UIN


(20)

Terhadap Motivasi Beribadah Jamaah Masjid Raya Pondok Indah Jakarta Selatan”. Dalam skripsi ini membahas tentang pengaruh bimbingan agama yang meliputi kajian mingguan terhadap motivasi beribadah jamaah masjid. Skripsi ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis pendekatan kausal.

Dari kelima hasil penelitian di atas, penulis menyatakan bahwa hasil penelitian penulis sangat berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya. Penelitian ini berfokus pada pengaruh bimbingan agama terhadap penguatan keimanan muallaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba` Center Sawah Baru Ciputat.

E. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan merupakan bab awal yang berisi latar belakang masalah, pembahasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan. BAB II Landasan Teori yang berisikan masalah inti dari judul skripsi ini,

yaitu memuat tentang Bimbingan Agama yang meliputi : pengertian bimbingan agama, tujuan bimbingan agama, fungsi bimbingan agama, materi dan metode bimbingan agama. Keimanan yang meliputi : pengertian iman, indikator manusia beriman, faktor penguat keimanan. Muallaf yang meliputi : pengertian muallaf dan Muallaf dalam Islam.

BAB III Metodologi Penelitian, meliputi pendekatan penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, prosedur penelitian.


(21)

BAB IV Temuan dan Analisa Data yang berisikan gambaran umum lembaga Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba` Center Sawah Baru Ciputat meliputi sejarah berdirinya, visi dan misi, sarana dan prasarana, program kegiatan dan tujuannya, struktur organisasinya. Dalam bab ini juga akan dijelaskan tentang analisa data yang meliputi deskripsi informan, kegiatan bimbingan agama dan analisis pengaruh bimbingan agama terhadap penguatan keimanan muallaf.


(22)

12

LANDASAN TEORI

A. Bimbingan Agama

1. Pengertian Bimbingan Agama

Secara etimologis kata bimbingan merupakan terjemahan dari kata

guidance berasal dari kata to guide yang artinya menunjukan,

membimbing, menuntun, ataupun membantu.1

Istilah guidance juga diterjemahkan dengan arti bantuan atau tuntunan. Ada juga yang menterjemahkan kata guidance dengan arti pertolongan. Berdasarkan arti ini, secara etimologis, bimbingan berarti bantuan, tuntunan atau pertolongan.2 Secara harfiah, bimbingan adalah menunjukan, memberi jalan, atau menuntun orang lain ke arah tujuan yang bermanfaat bagi kehidupan dimasa kini dan masa yang akan datang.3

Kemudian pengertian yang lebih utuh dari kata bimbingan, adalah usaha membantu orang lain dengan mengungkapkan dan membangkitkan potensi yang dimilikinya. Sehingga dengan potensinya itu, ia akan memiliki kemampuan untuk mengembangkan dirinya secara wajar dan optimal, yakni dengan cara memahami dirinya, mengenal lingkungannya, mengarahkan dirinya, mampu mengambil keputusan untuk hidupnya, dan

1

Hallen A, Bimbingan dan Konseling (Ciputat: PT Ciputat Press, 2005), cet. ke-3, h. 2.

2

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi

(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 15-16.

3

H. M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama (Jakarta:


(23)

dengannya ia akan dapat mewujudkan kehidupan yang baik, berguna, dan bermanfaat di masa kini dan masa yang akan datang.4

Bimbingan berasal dari kata bahasa inggris guidence, yang artinya bantuan atau tuntunan. Adapun menurut Bimo Walgito, bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu-individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya agar individu atau sekumpulan individu-individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.5

Menurut Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa dan Dra. Ny Singgih D. Gunarsa bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada seseorang, agar mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki dalam dirinya sendiri dalam mengatasi persoalan-persoalan, sehingga dapat menentukan jalan hidupnya sendiri secara bertanggungjawab tanpa harus bergantung kepada orang lain.6

Jadi penulis dapat menarik kesimpulan bahwa secara singkat bimbingan adalah proses bantuan yang diberikan kepada seseorang ataupun sekelompok orang agar individu dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya sesuai dengan lingkungannya dan dapat mengarahkan tingkah lakuya ke arah yang lebih baik.

Lalu dalam kaitannya dengan definisi agama yang dipaparkan oleh para ilmuan belum sepenuhnya sepadan. Menurut Zakiah Daradjat, agama adalah kebutuhan jiwa (psikis) manusia, yang akan mengatur dan

4

M. Luthfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam (Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 6.

5

Bimo Walgito, Bimbingan dan Koseling (Bandung: Andi Publisher, 1995), h. 4.

6

Singgih D. Gunarsa dan Ny Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi untuk Membimbing


(24)

mengendalikan sikap, pandangan hidup, kelakuan, dan cara menghadapi tiap-tiap masalah.7

Harun Nasution mendefinisikan agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap oleh panca indera, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari.8

Agama ialah kepercayaan kepada Tuhan yang dinyatakan dengan mengadakan hubungan dengan Dia melalui upacara, penyembahan, permohonan dan membentuk sikap hidup berdasarkan ajaran agama itu.9

Arifin melihat Islam sebagai agama dari dua aspek, yaitu pertama, aspek subyektif (pribadi manusia), ialah tingkah laku manusia yang dijiwai oleh nilai-nilai keagamaan, berupa getaran batin yang dapat mengatur dan mengarahkan tingkah laku tersebut kepada pola hubungan dengan masyarakat, dan alam sekitarnya. Maka disini nilai-nilai keagamaan telah membudaya dalam batinnya, dan menjadi rujukan dari setiap orientasi hidup sehari-hari. Kedua, aspek obyektif (doktrinair), berupa peraturan yang bersifat Ilahi yang menuntun orang-orang berakal budi ke arah ikhtiar, untuk mencapai kesejahteraan hidup di dunia, menuju kebahagiaan di akhirat. Agama Islam disini masih berbentuk doktrin Tuhan, yang

7

Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dan Pembinaan Mental (Jakarta: Bulan Bintang,

1982), cet. ke-3, h. 52.

8

Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 14.

9


(25)

belum membudaya pada diri manusia melalui tingkah laku dan sikap sehari-hari.10

Dengan demikian, bisa dipahami bahwa agama adalah sebuah sistem kepercayaan serta praktis dalam mengatur kehidupan manusia supaya hidup bermoral dengan norma-norma kemasyarakatan dan nilai-nilai kebenaran yang mereka yakini.

Sedangkan pengertian bimbingan agama adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.11 Bimbingan agama dilaksanakan dalam upaya memberikan kecerahan batin kepada seseorang dalam menghadapi segala persoalan, dan bimbingan agama yang dilakukan sesuai dengan ajaran agama individu.12

Dengan demikian, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa bimbingan agama adalah suatu upaya untuk memberikan bantuan atau pertolongan kepada seseorang dalam memecahkan segala persoalannya, dengan dilandasi nilai-nilai agama untuk memberikan keteguhan iman agar seseorang dapat hidup sesuai dengan apa yang telah diajarkan agama Islam.

10

M. Luthfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam (Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 14.

11

Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam (Yogyakarta: UII Press,

2001), cet. Ke-2, h. 4.

12

H. M. Arifin, Pokok-Pokok Tentang Bimbingan Penyuluhan Agama (Jakarta: Bulan


(26)

2. Tujuan Bimbingan Agama

Tujuan bimbingan menurut Ainur Rahim Faqih dalam bukunya Bimbingan dan Konseling Islam dibagi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus,

a. Tujuan Umum

Membantu individu supaya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak.13

b. Tujuan Khusus

1) Membantu individu agar tidak menghadapi masalah. Maksudnya pembimbing berusaha membantu mencegah jangan sampai individu menghadapi atau menemui masalah.14

2) Membantu mengatasi masalah yang dihadapi.15

3) Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.16

Menurut Hamdan Bakry Adz-Dzikry menjelaskan tujuan dari bimbingan dalam Islam adalah :

a. Untuk menghasilkan suatu perubahan, kesehatan dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang dan mendapat pencerahan dari Allah SWT.

13

Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam (Yogyakarta: UII Press,

2001), cet. ke-2, h. 36.

14

Ibid, h. 36.

15

Ibid, h. 36.

16


(27)

b. Untuk menghasilkan suatu perubahan perbaikan dan kesopanan tingkah laku yang memberikan manfaat bagi dirinya, lingkungan keluarga maupun sosial.

c. Untuk menghasilkan kecerdasan emosi pada individu dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong menolong dan rasa kasih sayang.

d. Untuk mendapatkan kecerdasan spiritual pada individu, sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala perintah-Nya serta ketabahan dalam menerima ujian-Nya.

e. Untuk menghasilkan potensi ilahiyah sehingga fungsi diri sebagai khalifah dimuka bumi ini dapat terlaksana dengan baik dan benar.17

Secara substansial tujuan bimbingan agama sifatnya hanya membantu individu atau orang lain dalam mewujudkan cita-cita hidupnya, yakni kehidupan yang berguna, harmonis dan dinamis serta menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhannya. Oleh karena itu, selama proses perjalanan hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa dan bermanfaat dalam setiap ruang kehidupan maka setiap individu senantiasa memerlukan bimbingan dan pengarahan secara terus menerus hingga akhir hayatnya.18

Dapat dipahami bahwa tujuan dari bimbingan agama adalah membantu individu untuk memahami potensi diri dan kemampuan dirinya

17

Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam (Yogyakarta: Fajar

Pustaka Baru, 2002), h. 221.

18

M. Luthfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam (Jakarta:


(28)

dalam mengatasi segala permasalahannya sehingga mampu mengembangkan dan mengaktualisasi diri serta dapat mengadaptasikan diri dengan lingkungannya secara mandiri, sadar dan sesuai dengan ajaran Islam.

3. Fungsi Bimbingan Agama

Menurut Dewa Ketut Sukardi, bila ditinjau dari sifat aslinya, layanan bimbingan dapat berfungsi sebagai :

a. Fungsi Preventif atau Pencegahan, yaitu layanan bimbingan ini dapat berfungsi sebagai pencegahan, artinya merupakan usaha pencegahan terhadap timbulnya masalah.

b. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu.

c. Fungsi Perbaikan yaitu fungsi bimbingan yang akan menghasilkan terpecahnya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami individu (terbimbing).

d. Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan yaitu fungsi ini berarti bahwa layanan bimbingan dapat membantu para individu dalam memelihara dan mengembangkan pribadinya secara menyeluruh, mantap, terarah, dan berkelanjutan.

4. Materi Bimbingan Agama Islam

Bimbingan agama merupakan salah satu bidang terpenting seseorang di dalam menjalani kehidupannya baik yang sifatnya keimanan dan juga kehidupan sehari-hari. Materi dalam bimbingan agama sebagai berikut :


(29)

a. Akidah

Akidah ialah keyakinan, kepercayaan, sumbernya yaitu Al-Qur`an. Hakekatnya iman sebagaimana yang diterangkan oleh Rasulullah SAW kepada para sahabatnya, ketika Nabi didatangi oleh laki-laki yang ternyata malaikat Jibril yang menanyakan apakah Iman, Islam dan Ihsan itu ? Nabi Muhammad SAW menjawab dalam sebuah hadits :

Artinya : dari Umar bin Khatab ra, ia berkata : ketika kami sedang duduk di dekan Rasulullah SAW, tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang berpakaian putih, berambut hitam pekat, bekas jalannya tidak terlihat dan tidak seorang pun di antara kami yang mengenalinya. Ia duduk menghadap Rasulullah SAW, lalu meletakan kedua lututnya ke lutut Nabi dan meletakan kedua tangannya diatas kedua paha Nabi seraya berkata : Wahai Muhammad, terangkan kepadaku tentang Islam ! Rasulullah SAW, menjawab : Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan melakukan ibadah haji ke Baitullah jika memenuhi syaratnya. Ia berkata : engkau benar. Kami keheranan karenanya, dia yang bertanya tetapi membenarkannya. Lebh lanjut ia berkata : sekarang terangkanlah kepadaku tentang Iman ! Rasulullah SAW, menjawab : engkau beriman kepada Allah, kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, dan hari kiamat, serta engkau beriman kepada baik dan jeleknya takdir...(HR. Muslim).19

Dengan demikian antara iman dan Islam adalah satu kesatuan yang saling terkait satu sama lain. Abdul A’la Mauhadi mengatakan hubungan antara iman dan islam laksana hubungan pohon dengan akar. Mustahil seorang yang memiliki iman untuk memulai dirinya menjadi seorang muslim. Masalah akidah merupakan hal yang fundamental, akidah sebagai motor penggerak bagi seorang muslim.

19


(30)

Kepercayaan harus menjadi keyakinan yang mutlak dan bulat, keyakinan yang mutlak kepada Allah SWT dengan membenarkan dan mengakui wujud Allah SWT, sifat, hukum-hukum Allah SWT, kekuasaan-Nya, hidayah dan taufik-Nya.

b. Akhlak

Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku yang dilakukan secara berulang-ulang. Tingkah laku ini tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja. Seseorang dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat. Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari akhlak.

c. Ibadah

Ibadah merupakan tugas yang diemban oleh manusia ketika ia sudah sampai pada masa aql baligh (bisa berpikir dengan penuh perhitungan). Dalam ibadah diajarkan istilah khusyuk yang sepadan dengan konsentrasi. Disini akan sedikit mengendalikan hal-hal yang negatif ketika ibadah tersebut berlangsung, sehingga tekanan-ketegangan (stress-strain) akan mudah dikendalikan.

5. Metode Bimbingan Agama

Pengertian secara harfiah, metode adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Metode berasal dari kata “meta” yang berarti


(31)

melalui dan “hodos’ yang berarti jalan. Namun hakikat pengertian dari metode tersebut adalah segala sarana yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan,20 baik sarana tersebut bersifat fisik seperti alat peraga, alat administrasi yang menunjang pelaksanaan kegiatan, bahkan pembimbing juga termasuk metode media.

Dengan penjelasan tentang “metode” di atas maka dapat dipahami tentang metode bimbingan agama adalah segala jalan atau sarana yang dapat digunakan dalam proses bimbingan agama. Maka metode yang dipakai dalam proses bimbingan agama itu adalah sebagai berikut :

a. Ceramah

Metode ceramah yaitu penjelasan yang bersifat umum, cara ini lebih tepat diberikan dalam bimbingan kelompok (group guidance). Tetapi pembimbing mesti berupaya untuk menyesuaikan apa-apa yang disampaikannya dengan kondisi terbimbing yang beragam.21

b. Wawancara

Wawancara adalah salah satu cara atau teknik yang digunakan untuk mengungkapkan dan mengetahui mengenai fakta-fakta mental atau kejiwaan (psikis) yang ada pada diri terbimbing.22

Wawancara dapat berjalan dengan baik bilamana memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1) Pembimbing harus bersifat komunikatif kepada yang dibimbing

20

H. M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama (Jakarta:

Golden Terayon Press, 1982), h. 43.

21

M. Luthfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam (Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 136.

22


(32)

2) Pembimbing harus dapat dipercaya oleh seseorang yang dibimbing sebagai pelindung

3) Pembimbing harus dapat menciptakan situasi dan kondisi yang memberikan perasaan damai dan aman serta santai kepada seseorang yang dibimbing.23

c. Teknik Rasional-Emotif

Dalam istilah lain teknik ini disebut dengan “rational-emotif therapy”, atau model „RET’ yang dikembangkan oleh Dr. Albert Ellis (ahli psikologi klinis). Teknik ini dimaksudkan untuk mengatasi pikiran-pikiran yang tidak logis (tidak rasional) yang disebabkan dorongan emosinya yang tidak stabil.24

Selain metode yang diuraikan diatas, dalam perspektif al-Qur’an ada metode yang biasa dilakukan, yaitu :

a. Metode “bil-hikmah”, metode ini digunakan dalam menghadapi orang -orang yang terpelajar, intelek, dan memiliki tingkat rasional yang tinggi, yang kurang yakin akan kebenaran ajaran agama.

b. Metode “bil mujadalah”, perdebatan yang digunakan untuk

menunujkan dan membuktikan kebenaran ajaran agama, dengan menggunakan dalil-dalil Allah yang rasional.

c. Metode “bil mauidzah”, dengan menunjukan contoh yang benar dan tepat, agar yang dibimbing dapat mengikuti dan menangkap dari apa

23

H. M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama (Jakarta:

Golden Terayon Press, 1982), h. 45.

24

M. Luthfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam (Jakarta:


(33)

yang diterimanya secara logika dan penjelasan akan teori yang masih baku (tekstual).25

B. Iman

1. Pengertian Iman

Iman secara bahasa artinya percaya, setia, melindungi dan menempatkan sesuatu di tempat yang aman.26 Iman berasal dari bahasa arab dengan kata dasar amana-yu’minu-imanan. Artinya beriman atau percaya. Percaya dalam bahasa indonesia artinya meyakini atau yakin bahwa sesuatu (yang dipercaya) itu, memang benar atau nyata adanya.27

Iman secara bahasa berarti kepercayaan, keyakinan, ketetapan hati atau keteguhan hati.28 Abul „Ala al-Maududi menterjemahkan iman dalam bahasa inggris yaitu, to know, to believe, to be convinced beyond the last shadow of doubt yang artinya : mengetahui, mempercayai, meyakini yang di dalamnya tidak terdapat keraguan apapun.29

Iman secara istilah diartikan sebagai pembenaran terhadap ajaran Nabi Muhammad SAW, yakni beriman kepada Allah, Malaikat, Nabi dan Rasul, Hari Kiamat, Qada dan Qadar. Demikian makna iman menurut hadits Nabi SAW.30

Iman menurut istilah ahli bahasa adalah kepercayaan yang meresap dalam hati dan penuh keyakinan serta tidak bercampur dengan keraguan

25

Ibid, h. 135-136.

26

Tim Saluran Teologi Lirboyo, Akidah Kaum Sarungan, (Tamatan Aliyah Lirboyo

Angkatan 2005), h. 179.

27

Kaelany HD, Islam, Iman dan Amal Saleh (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 58.

28

WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), h. 18.

29

Abu A’la Al-Maududi, Toward Understanding, (Comiti Riyadh: Islamic Dakwah, 1985), h. 18.

30

Tim Saluran Teologi Lirboyo, Akidah Kaum Sarungan (Tamatan Aliyah Lirboyo


(34)

dan syirik dan juga memberi pengaruh terhadap pandangan hidup atau perbuatan yang membuktikan keyakinan tersebut.31 Iman sering juga dikenal dengan istilah akidah. Akidah artinya ikatan, yaitu ikatan hati. Bahwa seseorang yang beriman mengikatkan hati dan perasaan dengan suatu kepercayaan yang tidak lagi ditukarnya dengan kepercayaan lain. Iman juga bisa diartikan tashdiq (membenarkan), menurut istilah ahli ilmu, tashdiq ialah tashdiqur rosuli fi ma jaabihi an rabbihi (membenarkan Rasul terhadap apa yang didatangkan Tuhannya).32 Akidah tersebut akan menjadi pedoman dan pegangan hidup, mendarah daging dalam diri (jasmani dan rohani) yang tidak dapat dipisahkan lagi dari diri seorang mukmin, bahkan jiwanya demi mempertahankan akidahnya.33

Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan bahwa iman dalam Islam adalah keyakinan atau kepercayaan kepada Allah SWT, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kiamat, qada dan qadar tanpa ada keraguan sedikit pun dalam hatinya.

2. Indikator Manusia Beriman

Dalam menciptakan segala sesuatu, Allah SWT telah menciptakan manfaat serta ciri-cirinya sendiri-sendiri. Begitu pula dalam hak keimanan, seorang insan pun memiliki indikator yang jelas. Diantara indikator tersebut adalah :

31

Yusuf Qardhawi, Iman dan Kehidupan (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), cet. Ke-3, h. 3.

32

Hasbi Ash-Shieddieqy, Mutiara Hadits Iman Kepada Allah (Semarang: PT. Pustaka

Riski Putra, 2002), jilid I. h. 16.

33


(35)

a. Jika disebutkan Asma Allah maka bergetar hatinya dan jika dibacakan ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanannya serta semakin tawakal.34 QS. Al-Anfal : 2









































“Sesungguhnya orang-orang yang beriman[594] ialah mereka

yang bila disebut nama Allah[595] gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”.35

b. Ridha atas segala cobaan yang diberikan-Nya

Dalam al-Qur’an surat al-Bayyinah ayat 8 Allah menjelaskan kepada kita tentang hamba-hambanya yang ridha kepada-Nya. Allah pun akan memberikan cobaan bagi setiap hamba-hamba-Nya yang Ia kehendaki. Hal ini adalah untuk menguji ketabahan dan keridhoann akan ujian yang diberikan-Nya.36 Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Anam ayat 17.











































“dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, Maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, Maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu”.37

34

Musa Sueb. Urgensi Keimanan dalam Abad Globalisai (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,

1996) cet-1 h. 51.

35

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: PT Sygma Examedia

Arkanleema, 2009), h. 136.

36

Musa Sueb. Urgensi Keimanan dalam Abad Globalisai (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,

1996) cet-1 h. 54.

37

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: PT Sygma Examedia


(36)

c. Mencintai Allah dan Rasul-rasul-Nya

Orang-orang yang beriman akan merasa takut akan balasan Allah di akhirat nanti jika ia mengingkari akan apa yang telah difirmankan Allah kepadanya.38

d. Tawakkal dalam pengertian berserah diri setelah berdaya upaya secara maksimal (7 T) Tenang, Tahan, Tabah, Tekun, Teliti, Tanggulangi, dan Tawakkal.39

e. Apabila mendapat musibah mereka bersabar/tidak berkeluh kesah, tahan banting (QS. Ali Imran : 120 dan 200).40







































“Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan”































“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan

negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.”

38

Musa Sueb. Urgensi Keimanan dalam Abad Globalisai (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,

1996) cet-1 h. 54.

39

Mawardi Labay El-Sulthani. Zikir dan Doa Iman Pengaman Dunia (Jakarta:

Al-Mawardi Prima, 2000), h.34.

40

Mawardi Labay El-Sulthani. Zikir dan Doa Iman Pengaman Dunia (Jakarta:


(37)

3. Faktor Penguat Keimanan

Keimanan dalam konsep ajaran Islam merupakan energi, kekuatan, spirit, dan suatu keniscayaan yang banyak mempengaruhi polarisasi dari sikap, tingkah laku dan prilaku manusia dalam kehidupan sehari-harinya.41 a. Selalu menambah ilmu pengetahuan (terutama ilmu-ilmu agama)

Kunci dari semua kehidupan dan iptek tentu ada di dalam kandungan Al-Qur`an. Oleh karena itu, hendaklah kita selalu dapat menyimak dan mengkaji apa yang ada dalam kandungannya, agar kita tidak menjadi manusia yang lemah imannya dan sombong.42

Mendalami dan memperluas pengetahuan tentang keimanan dengan memperbanyak muhasabah dan dzikir kepada Allah SWT dapat membantu seseorang untuk meningkatkan keimanan dan memperkuat akidahnya.

b. Memperbanyak amal shaleh (terutama shalat)

Dalam sejarah membuktikan para sahabat Nabi SAW akan mempergunakan dengan sebaik-baiknya pada setiap kesempatan yang ada untuk selalu beramal saleh. Seperti apa yang dituturkan Abu Bakar As-Shiddiq, “tatkala ditanya oleh Rasulullah SAW. ”Siapakah diantara kamu sekalian yang berpuasa pada hari ini?” Abu Bakar menjawab, “Saya”. Beliau bertanya lagi “Lalu siapakah diantara kamu yang menjenguk orang sakit pada hari ini ?” Abu Bakar menjawab

41

M. Luthfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 66.

42

Mawardi Labay El-Sulthani. Zikir dan Doa Iman Pengaman Dunia (Jakarta:


(38)

lagi, “Saya”. Lalu Rasulullah SAW berkata, “Tidaklah amal-amal ini menyatu dalam diri seseorang melainkan dia akan masuk sorga”. Dalam kisah diatas menunjukan kepada kita bahwa Abu Bakar As-Shiddiq RA. Sangat antusias dalam mempergunakan setiap kesempatan untuk memperbanyak ibadah. Jadi bukan hanya amalan-amalan shalatnya, meskipun shalat adalah perkara fardhu.43

c. Menjauhi segala yang dilarang Allah dan rasul-Nya

Sebagaimana yang telah difirmankan Allah dalam Al-Qur`an surat Al-Ahzab ayat 70-71.

Allah SWT menyerukan demikian karena dikhawatirkan manusia akan berjalan di luar garis yang telah ditentukan-Nya. Jangankan telah menyimpang, mendekati larangan-larangan-Nya pun maka dikhawatirkan manusia akan terperosok di dalamnya.44

Selain beberapa faktor diatas, iman seseorang juga dipengaruhi oleh metode dalam bimbingan dan pembinaan. Metode dalam membimbing dan membina seorang muallaf berpengaruh besar terhadap peningkatan akidah. Pendekatan interpersonal dan psikologis mampu mengarahkan santri muallaf pada peningkatan keimanan melalui kajian teori dan praktek. Teori yang digunakan dalam membina muallaf berdasarkan pendekatan pribadi, dikusi, dialog dan konsultasi.45

43

Mawardi Labay El-Sulthani. Zikir dan Doa Iman Pengaman Dunia (Jakarta:

Al-Mawardi Prima, 2000), h.39.

44

Ibid, h. 39.

45

Taufik Halily. Metode Dakwah Ustadz Syamsul Arifin Nababan dalam Membina

Akidah Santri Muallaf di Pondok Pesantren Pembinan Muallaf An-Naba. Skripsi pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013, h. iii.


(39)

Dalam paradigma Islam dipahami bahwa pada dasarnya potensi keimanan dan dimensi ketakwaan dalam bentuk yang sangat minimal pun sudah dianugerahkan Tuhan kepada setiap manusia. Wujudnya berupa jiwa keagamaan yang hanif atau punya kegandrungan yang positif sebagaimana adanya. Seringkali dikatakan bahwa keberadaanya hanya potensi dalam bentuk daya-daya (dimensi energi), yang mana selanjutnya diperlukan upaya-upaya bimbingan, pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan setiap individu. Karena itu, dalam upaya-upaya yang menjadi perhatian dalam rangkaian program bimbingan agama adalah menggali dan mengembangkan potensi iman dan dimensi takwa yang ada pada diri terbimbing.46

C. Muallaf

1. Pengertian Muallaf

Ada beberapa pendapat mengenai muallaf, yang diambil dari beberapa sumber adalah sebagai berikut :

a. Dalam Ensiklopedi Dasar Islam, muallaf adalah seseorang yang semula kafir dan baru memeluk Islam.47

b. Dalam Ensiklopedi Hukum Islam, muallaf adalah orang yang hatinya diteguhkan atau dijinakan agar hatinya cenderung kepada Islam.48

46

M. Luthfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 79.

47

Achmad Roestandi, Ensiklopedi Dasar Islam (Jakarta: PT. Pradaya Paramita, 1993), h.

173.

48

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT. Pradaya Paramita, 1993),


(40)

c. Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia dipaparkan bahwa muallaf adalah orang-orang yang sedang dijinakan atau dibujuk hati mereka.49

d. Dalam Fikih Sunnah juga disebutkan bahwa muallaf adalah orang yang diusahakan dirangkul dan ditarik serta diteguhkan hatinya dalam keislaman disebabkan belum mantapnya keimanan mereka.50

Dari pengertian diatas dapat dikatakan bahwa muallaf adalah orang yang hatinya dibujuk dan dijinakan hatinya agar cenderung kepada Islam. Mereka adalah orang-orang yang baru mengetahui dan belum memahami tentang Islam. Oleh karena itu mereka berada dalam posisi membutuhkan pembinaan dan bimbingan ajaran-ajaran agama Islam.

Kata muallaf berasal dari bahasa arab yaitu “allafa-ya’lafu-alfan” yang artinya menjinakan, menjadi jinak, dan mengasihi. Sehingga kata muallaf dapat diartikan sebagai orang yang dijinakan atau dikasihi. Sebagaimana tertera dalam firman Allah SWT, dalam surat at-Taubah ayat 60 :

























































































“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam

49

Harun Nasution dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 130.

50

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah. Penerjemah Mahyuddin Syarif (Bandung: Al-Ma’arif,


(41)

perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.51

Dalam ayat diatas terdapat kata “muallafati qulubuhum” yang artinya orang-orang yang sedang dijinakan atau dibujuk hatinya. Mereka dibujuk adakalanya karena merasa baru memeluk agama Islam dan Imannya belum teguh. Karena belum teguhnya Iman seorang muallaf, maka mereka termasuk golongan yang berhak menerima zakat. Hal ini dimaksudkan agar lebih meneguhkan iman para muallaf terhadap agama Islam.

Kategori muallaf dalam penelitian ini ialah muallaf yang masih lemah secara ekonomi dan pengetahuan agama, namun mereka telah mendapat hidayah untuk memeluk agama Islam.

2. Muallaf dalam Islam

Menurut Buya Hamka muallaf adalah orang yang dijinakan hatinya dan diteguhkan hatinya agar mantap dalam keislamannya dan kedudukannya disamakan tingginya dengan orang Islam lainnya.52

Pada masa Nabi SAW, para muallaf tersebut diposisikan sebagai penerima zakat untuk menjamin kelestarian mereka kepada Islam dengan terus memberikan pembinaan dan pengajaran tentang agama Islam. Salah satu alasan Nabi SAW, memberikan zakat kepada mereka adalah

51

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: PT Sygma Examedia

Arkanleema, 2009), h. 196.

52

Yunus Yahya, Muslim Tionghoa Kumpulan Karangan (Jakarta : Yayasan Abu Karim


(42)

menyatukan hati mereka pada Islam. Oleh karena itu mereka dinamakan “Al-Muallafah Qulubuhum”.53

Pada masa pemerintahan Abu Bakar, para muallaf tersebut masih menerima zakat seperti yang dicontohkan Nabi SAW. Namun tidak demikian pada masa khalifah Umar bin Khattab, beliau memperlakukan ketetapan penghapusan bagian untuk para muallaf karena ummat Islam telah kokoh dan kuat. Para muallaf tersebut juga telah menyalahgunakan pemberian zakat dengan enggan melakukan syari’at dan menggantungkan kebutuhan hidup dengan zakat sehingga mereka enggan berusaha.54

Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, ada dua orang muallaf menemui Umar yaitu Uyainah bin Hisa dan Aqra’ bin Haris meminta hak mereka dengan menunjukan surat yang telah direkomendasikan oleh Khalifah Abu Bakar pada masa pemerintahannya. Tetapi umar menolak surat itu dengan mengatakan : “Allah sudah memperkuat Islam dan tidak memerlukan kalian. Kalian tetap dalam Islam atau hanya pedang yang ada”. Ini adalah suatu Ijtihad Umar dalam menerapkan suatu Nash al -Qur’an yaitu surat at-Taubah ayat 60 yang menunjukan pembagian zakat kepada muallaf. Umar melihat pada berlakunya tergantung pada keadaan, kepada siapa harus diberlakukan. Jika keperluan itu sudah tidak ada lagi, ketentuan itu pun tidak berlaku, inilah jiwa nash tadi.55

53

Syarif Hade Masyah, Hikmah di balik Hukum Islam (Jakarta: Mustaqim, 2002), h.

306-307.

54

Haidar Barong, Umar bin Khattab dalam Perbincangan (Jakarta: Yayasan Cipta

Persada Indonesia, 2000), h. 294.

55


(43)

Dari penjelasan diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa muallaf adalah orang yang baru memeluk Islam yang dirangkul dan diteguhkan hati mereka kedalam keislaman. Karena mereka baru memeluk Islam dan baru mengetahui agama Islam, maka mereka berada pada posisi pihak yang membutuhkan pembinaan dan bimbingan agama Islam agar dapat mengetahui syari’at Islam untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari serta untuk memperkuat keimanannya.


(44)

34 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Desain Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu studi tentang penelitian yang berupaya menghimpun data, mengolah dan menganalisis secara deskriptif dengan menafsirkan secara kualitatif. Untuk itu data-data penelitian yang dikumpulkan adalah dalam bentuk konsep-konsep. Menurut Taylor yang dikutip oleh Lexy Moleong, penelitian kualitatif yaitu semua penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka, semua yang dikumpulkan kemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.1

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.2

Dalam hal ini penulis melakukan observasi, wawancara, studi kepustakaan, dan dokumentasi. Data yang diperoleh akan dianalisa serta disajikan dalam suatu pandangan yang utuh.

1

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung : PT. Rosda Karya, 2002), cet.

ke-17, h. 3.

2

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung : Alfabeta, 2014),


(45)

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini bertempat di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba Center Jl. Cendrawasih IV no. 1 RT 02 RW 03 Kelurahan Sawah Baru Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Kode Pos 15413.

Adapun alasan penulis memilih tempat penelitian ini didasarkan pada fakta sebagai berikut :

a. Mayoritas santri muallaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba Center adalah korban yang terusir dari keluarga, sahabat dan tempat kerja, selain itu mereka hidup tanpa perlindungan kedua orang tua dan orang-orang terdekatnya hanya karena memilih keyakinan bahwa Islam sebagai petunjuk hidupnya.

b. Keberadaan muallaf yang selama ini kurang begitu diperhatikan oleh lembaga, instansi maupun ormas-ormas Islam yang cukup besar maupun kecil dalam memberikan bimbingan dan pembinaan. Mengingat mereka sangat membutuhkan hal itu dari sesama saudaranya sebagai muslim.

c. Ketertarikan peneliti untuk mengetahui lebih jauh mengenai pengaruh bimbingan agama terhadap penguatan keimanan muallaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba Center Sawah Baru Ciputat. 2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini terhitung mulai tanggal 04 Juni 2015 sampai tanggal 09 Oktober 2015.


(46)

C. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah semua orang yang menjadi sumber atau informan yang dapat memberikan keterangan mengenai masalah penelitian.3 Dalam penelitian ini yang akan dijadikan subjek penelitian adalah sekelompok orang yang dapat memberikan informasi yang relevan dengan obyek yang diteliti yaitu dua orang ustadz (pembimbing/pembina) dan empat orang muallaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba Center Sawah Baru Ciputat.

Adapun teknik pengambilan informan yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik bola salju. Dalam teknik ini, pengumpulan data dimulai dari beberapa orang yang memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel. Maka kemudian menjadi sumber informasi tentang orang lain yang juga dapat dijadikan anggota sampel. Orang-orang yang ditunjukan ini kemudian dijadikan anggota sampel dan selanjutnya diminta menunjukan orang lain lagi yang memenuhi kriteria menjadi anggota sampel. Demikian prosedur ini dilanjutkan sampai jumlah anggota sampel yang diinginkan terpenuhi.4 2. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.5 Adapun yang menjadi objek penelitian ini adalah kegiatan

3

Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pengantar (Jakarta: Bina Aksara,1989), h.

91.

4

Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004),

cet. Ke-6, h. 63.

5

Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pengantar (Jakarta: Bina Aksara,1989), h.


(47)

bimbingan agama pada Muallaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba Center Sawah Baru Ciputat.

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dari penelitian lapangan ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data berupa :

1. Observasi

Sebagai metode ilmiah, observasi adalah suatu pengumpulan data untuk memperoleh data dalam bentuk pengamatan dan pencatatan dengan sistematis tentang fenomena yang diselidiki.6 Peneliti mengamati secara langsung bagaimana pelaksanaan kegiatan bimbingan agama pada muallaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba Center Sawah Baru Ciputat.

2. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam adalah percakapan yang dilakukan secara mendalam yang diarahkan pada masalah tertentu, dengan tujuan tertentu dan dengan bertanya secara langsung kepada sejumlah responden.7

Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan Ustadz Syamsul Arifin Nababan untuk menggali data dan informasi mengenai bimbingan agama di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba’ Center Sawah Baru Ciputat. Untuk mendapatkan data yang valid, peneliti mewawancarai dua orang pembimbing dan empat orang muallaf yang sudah masuk Islam selama satu tahun tentang bimbingan agama dan

6

Sutisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Office, 1989), h.93.

7

Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006),


(48)

penguatan keimanan muallaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba Center Sawah Baru Ciputat.

3. Dokumentasi

Peneliti mengumpulkan, membaca dan mempelajari berbagai macam data seperti data tertulis, pengambilan foto, data statistik dan data-data di perpustakaan atau instansi terkait lainnya yang dapat dijadikan analisa untuk hasil dalam penelitian ini.8

Peneliti mengumpulkan data dari berbagai macam informasi seperti buku-buku, majalah, artikel melalui website, dan data lainnya mengenai bimbingan agama dan keimanan. Selanjutnya peneliti melakukan observasi dan wawancara secara langsung pada subjek penelitian. Dalam mendokumentasikan data, peneliti menggunakan seperangkat alat untuk menyimpan dan merekam hasil wawancara dan hasil dari observasi, seperti kamera, recorder, buku cacatan, pena, serta seperangkat alat pendukung lainnya.

4. Catatan Lapangan

Catatan yang berisi tentang hal-hal yang diamati oleh peneliti dianggap penting. Catatan lapangan harus dibuat secara lengkap dan deskriptif dengan keterangan tanggal, waktu dan menyertakan informasi-informasi dasar seperti dimana observasi dilakukan, siapa saja yang hadir, bagaimana fisik lingkungan, interaksi sosial, aktifitas apa saja yang berlangsung dan lain sebagainya.

8


(49)

E. Sumber Data

Dalam penelitian ini yang dijadikan sumber data adalah sebagai berikut :

1. Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung dari sumber asli atau sumber pertama melalui observasi atau pengamatan langsung, artinya peneliti berperan sebagai pengamat dan wawancara langsung lagi mendalam kepada informan. Data primer yang diperoleh dalam penelitian ini melalui pengamatan dan wawancara dengan pembimbing/pembina agama dan para muallaf di Yayasan An-Naba` Center Sawah Baru Ciputat.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari atau melalui sumber-sumber informasi tidak langsung, seperti catatan-catatan atau dokumen yang berkaitan dengan penelitian. data sekunder biasanya digunakan sebagai pendukung data primer agar mendapatkan data yang tepat dan sesuai dengan tujuan penelitian. data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya data yang diperoleh dari studi kepustakaan.

F. Asumsi

Puncak keimanan manusia yang sesungguhnya adalah keyakinan atau kepercayaan dengan tidak ada keraguan sedikit pun didalam hatinya, meridhai bahwa Allah SWT adalah tuhannya, Islam sebagai agamanya dan yakin bahwa Nabi Muhammad SAW merupakan nabi dan rasul-Nya.


(50)

G. Teknik Analisa Data

Menurut Bodgan dan Biklen dalam Lexy J. Moleong mengemukakan bahwa teknik analisa data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi bahan yang dapat dikelola, mensintensiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang akan diceritakan kepada orang lain.9

Dalam melakukan analisa data, penulis mengumpulkan catatan lapangan baik berupa observasi, wawancara, ataupun dokumentasi yang diperoleh dari hasil lapangan, yang kemudian menyimpulkannya, serta menganalisis persoalan yang telah ditetapkan. Selanjutnya mempresentasikannya secara deskriptif sesuai dengan persoalan yang dibahas.

H. Teknik Pemeriksa Data

Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (realibilitas).10 Untuk dapat menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksa data, dalam hal ini peneliti menggunakan triangulasi. Triangulasi disini adalah teknik pemeriksa keabsahan data melalui sumber lainnya diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Jadi triangulasi sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Adapun teknik triangulasi yang banyak

9

Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1989),

h. 248.

10


(51)

digunakan dalam pemeriksaan keabsahan data adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya.11

Triangulasi menurut sumber lainnya berarti membandingan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. (Patton 1987:331), hal itu dapat dicapai dengan jalan :12

1. Membandingkan dua hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. 2. Membandingkan apa yang di katakan orang di depan umum dengan

apa yang di katakan secara pribadi.

3. Membandingkan apa yang di katakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang di katakannya sepanjang waktu.

4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang.

5. Membandingkan isi wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

Dalam hal ini jangan sampai banyak mengharapkan bahwa hasil pembanding tersebut merupakan kesamaan pandangan, pendapat, atau pemikiran. Yang penting disini adalah bisa mengetahui adanya alasan-alasan terjadinya perbedaan-perbedaan tersebut.13

Triangulasi data digunakan sebagai proses memantapkan derajat kepercayaan (kredibilitas/validitas) dan konsistensi (reliabilitas) data, serta bermanfaat juga sebagai alat bantu analisis data dilapangan. Kegiatan

11

M. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Pernada Media Group,

2009), cet. ke-4, h. 330.

12

Ibid, h. 330-331.

13


(52)

triangulasi dengan sendirinya mencakup proses pengujian hipotesis yang dibangun selama pengumpulan data. Hipotesis yang tidaklah sama dengan hipotesis penelitian kuantitatif yang memerlukan dukungan teori. Triangulasi menurut Mantja (2007:84) dapat juga digunakan untuk memantapkan konsistensi metode silang, seperti pengamatan dan wawancara atau penggunaan metode yang sama, seperti wawancara dengan beberapa informan. Kredibilitas (validitas) analisis lapangan dapat juga diperbaiki melalui triangulasi . Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data.14

Triangulasi mencari dengan cepat pengujian data yang sudah ada dalam memperkuat tafsir dan meningkatkan kebijakan, serta program yang berbasis pada bukti yang telah tersedia. Triangulasi adalah suatu pendekatan analisa data yang mensintesa data dari berbagai sumber. Menurut Bachri (2010:55) dengan cara menguji informasi dengan mengumpulkan data melalui metode berbeda, oleh kelompok berbeda dan dalam populasi (informan) berbeda, penemuan mungkin memperlihatkan bukti penetapan lintas data, mengurangi dampaknya dari penyimpangan potensial yang bisa terjadi dalam satu penelitian tunggal. Triangulasi menyatukan informasi dari penelitian kuantitatif dan kualitatif, menyertakan pencegahan dan kepedulian memprogram data, dan membuat penggunaan pertimbangan pakar. Triangulasi bisa menjawab pertanyaan terhadap kelompok risiko, keefektifan, kebijakan dan perencanaan anggaran, dan status epidemik dalam suatu lingkungan berubah. Triangulasi menyediakan satu perangkat kuat ketika

14


(53)

satu respons cepat diperlukan, atau ketika data ada untuk menjawab satu pertanyaan spesifik.15

I. Teknik Penulisan

Dalam teknik penulisan skripsi, penulis menggunakan buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Desesrtasi” dalam buku pedoman akademik yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011.

15

Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik (Jakarta: PT Bumi


(54)

44 A.Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Singkat Berdirinya Pesantren Pembinaan Muallaf

Pendirian Pesantren Pembinaan Muallaf ini berawal dari keprihatinan Ustadz Syamsul Arifin Nababan yang mendapati para muallaf terlantar dan tidur di kolong-kolong Masjid Istiqlal Jakarta. Kondisi mereka sangat memprihatinkan karena setelah masuk Islam, mereka terusir dari rumah dan hidup tanpa perlindungan orang tua atau keluarga. Jalan terjal ini mereka pilih karena mereka yakin Islam sangat cocok dalam memenuhi gemuruh batin akan kebenaran agama.

Pilihan ini tidaklah mudah, sehingga berakibat pada keterlantaran mereka dari pelukan keluarga yang mengasihi. Mereka dianggap bukan lagi bagian dan bahkan mengalami ancaman teror. Kondisi berat ini dirasa sangat sulit, ditambah kurangnya pembinaan iman Islam kepada mereka yang mengakibatkan sebagian dari mereka murtad kembali. Hal semacam ini bila dilihat dari optik ajaran Islam tentu sangat disayangkan. Mengapa mereka terlantar ? mengapa mereka murtad kembali ? mengapa mereka dibiarkan menderita sendirian ?1.

Dalam rangka menjawab problematika ini, Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-naba` Center hadir sebagai solusi atas persoalan mendasar para muallaf. Pesantren ini dirancang untuk membina, mendidik,

1


(55)

dan menyantuni para muallaf sampai mereka mampu menjadi juru dakwah. Para muallaf dididik secara sistemik dan programatik berorientasi pada pembentukan aqidah Islam yang kuat dan kaffah. Membekali mereka dengan keterampilan khusus, sehingga memiliki kemampuan yang nantinya dapat bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Visi, Misi dan Tujuan Pesantren Pembinaan Muallaf An-Naba` Center Visi dan misi adalah suatu aspek penting dalam menjalankan suatu organisasi, setiap langkah yang diterapkan mengacu pada visi dan misi, hal ini karena perlunya pembinaan yang terarah tidak hanya belajar dan belajar asal jadi. Dalam rangka pencapaian tujuan tersebut, Pesantren Pembinaan Muallaf memiliki visi dan misi yang jelas sebagai penuntun langkah kedepan.

a. Visi

Membentuk pribadi Muslim yang kaffah dan mampu menjadi advant-guard (penjaga gawang) bagi penguatan akidah islamiyah.2

b. Misi

Sebagai sebuah instansi Pendidikan non formal yang akan melahirkan pribadi-pribadi Muslim yang kaffah, berkarakter serta berjiwa kemandirian, maka misi Yayasan An-Naba Center` dituangkan dalam beberapa poin sebagai berikut :

1) Menggugurkan seluruh sisa-sisa keyakinan sebelumnya dan menggantikan dengan iman Islam yang lurus.

2


(56)

2) Menanamkan fondasi keislaman yang kokoh berdasarkan al-Qur`an dan Sunnah.

3) Mencetak juru dakwah (Da`i) yang militan berwawasan perbandingan agama.

4) Membentuk pribadi Muslim yang berakhlakul karimah, mandiri dan terampil.

5) Menggalang kesatuan dan persatuan diantara kaum Muslimin Indonesia dalam memberikan daya dukung terhadap kebangunan iman dan taqwa yang mantap di kalangan saudara kita kaum Muallaf. 6) Sebagai ikhtiar kelembagaan dalam kerangka mengajak masyarakat

untuk peduli melihat keterbelakangan pendidikan dan pembinaan para muallaf Indonesia sebagai salah satu potensi dan aset umat yang dapat diandalkan keberadaanya bagi bangunan sebuah masyarakat bangsa yang beriman dan bertaqwa.3

c. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan didirikannya Pesantren ini adalah untuk membantu pemerintah dalam usaha pemerataan pelayanan, pembinaan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pendidikan yang berguna. Dilihat dari sudut ini, tampak jelas peran dan fungsi Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba` Center yang semula hanya bergerak di bidang dakwah secara kecil-kecilan, kemudian merambah pada wilayah-wilayah lain yang lebih luas, bahkan sampai ke luar negeri. Wilayah operasional Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba`

3


(1)

(2)

(3)

(4)

DOKUMENTASI

Wawancara pribadi dengan Ustadz Syamsul Arifin Nababan

Wawancara pribadi dengan Ustadz Abdul Aziz Laia


(5)

Wawancara pribadi dengan Lukman Hakim

Wawancara Pribadi dengan Khairunnisa

Wawancara pribadi dengan Mustafa Jayyidin


(6)

Prosesi Pengislaman Muallaf