c. Mencintai Allah dan Rasul-rasul-Nya
Orang-orang  yang  beriman  akan  merasa  takut  akan  balasan Allah  di  akhirat  nanti  jika  ia  mengingkari  akan  apa  yang  telah
difirmankan Allah kepadanya.
38
d. Tawakkal dalam pengertian berserah diri setelah berdaya upaya secara
maksimal  7  T  Tenang,  Tahan,  Tabah,  Tekun,  Teliti,  Tanggulangi, dan Tawakkal.
39
e. Apabila  mendapat  musibah  mereka  bersabartidak  berkeluh  kesah,
tahan banting QS. Ali Imran : 120 dan 200.
40
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
“Jika  kamu  memperoleh  kebaikan,  niscaya  mereka  bersedih hati,  tetapi  jika  kamu  mendapat  bencana,  mereka  bergembira
karenanya.  jika  kamu  bersabar  dan  bertakwa,  niscaya  tipu  daya mereka  sedikitpun  tidak  mendatangkan  kemudharatan  kepadamu.
Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan”
 
 
 
 
 
“Hai  orang-orang  yang  beriman,  bersabarlah  kamu  dan kuatkanlah  kesabaranmu  dan  tetaplah  bersiap  siaga  di  perbatasan
negerimu dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.”
38
Musa  Sueb.  Urgensi  Keimanan  dalam  Abad  Globalisai  Jakarta:  Pedoman  Ilmu  Jaya, 1996 cet-1 h. 54.
39
Mawardi  Labay  El-Sulthani.  Zikir  dan  Doa  Iman  Pengaman  Dunia  Jakarta:  Al- Mawardi Prima, 2000, h.34.
40
Mawardi  Labay  El-Sulthani.  Zikir  dan  Doa  Iman  Pengaman  Dunia  Jakarta:  Al- Mawardi Prima, 2000, h.37.
3. Faktor Penguat Keimanan
Keimanan  dalam  konsep  ajaran  Islam  merupakan  energi,  kekuatan, spirit,  dan  suatu  keniscayaan  yang  banyak  mempengaruhi  polarisasi  dari
sikap, tingkah laku dan prilaku manusia dalam kehidupan sehari-harinya.
41
a. Selalu menambah ilmu pengetahuan terutama ilmu-ilmu agama
Kunci  dari  semua  kehidupan  dan  iptek  tentu  ada  di  dalam kandungan  Al-Qur`an.  Oleh  karena  itu,  hendaklah  kita  selalu  dapat
menyimak dan mengkaji apa yang ada dalam kandungannya, agar kita tidak menjadi manusia yang lemah imannya dan sombong.
42
Mendalami  dan  memperluas  pengetahuan  tentang  keimanan dengan  memperbanyak  muhasabah  dan  dzikir  kepada  Allah  SWT
dapat  membantu  seseorang  untuk  meningkatkan  keimanan  dan memperkuat akidahnya.
b. Memperbanyak amal shaleh terutama shalat
Dalam  sejarah  membuktikan  para  sahabat  Nabi  SAW  akan mempergunakan dengan sebaik-baiknya pada setiap kesempatan yang
ada  untuk  selalu  beramal  saleh.  Seperti  apa  yang  dituturkan  Abu Bakar  As-
Shiddiq, “tatkala ditanya oleh Rasulullah SAW. ”Siapakah diantara  kamu  sekalian  yang  berpuasa  pada  hari  ini?”  Abu  Bakar
menjawab, “Saya”. Beliau bertanya lagi “Lalu siapakah diantara kamu yang  menjenguk  orang  sakit  pada  hari  ini  ?”  Abu  Bakar  menjawab
41
M. Luthfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan Konseling Islam Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008, h. 66.
42
Mawardi  Labay  El-Sulthani.  Zikir  dan  Doa  Iman  Pengaman  Dunia  Jakarta:  Al- Mawardi Prima, 2000, h.38.
lagi, “Saya”. Lalu Rasulullah SAW berkata, “Tidaklah amal-amal ini menyatu dalam diri seseorang melainkan dia akan masuk sorga”.
Dalam  kisah  diatas  menunjukan  kepada  kita  bahwa  Abu  Bakar  As- Shiddiq  RA.  Sangat  antusias  dalam  mempergunakan  setiap
kesempatan  untuk  memperbanyak  ibadah.  Jadi  bukan  hanya  amalan- amalan shalatnya, meskipun shalat adalah perkara fardhu.
43
c. Menjauhi segala yang dilarang Allah dan rasul-Nya
Sebagaimana  yang  telah  difirmankan  Allah  dalam  Al-Qur`an surat Al-Ahzab ayat 70-71.
Allah  SWT  menyerukan  demikian  karena  dikhawatirkan  manusia akan berjalan di luar garis yang telah ditentukan-Nya. Jangankan telah
menyimpang, mendekati
larangan-larangan-Nya pun
maka dikhawatirkan manusia akan terperosok di dalamnya.
44
Selain  beberapa  faktor  diatas,  iman  seseorang  juga  dipengaruhi  oleh metode dalam bimbingan dan pembinaan. Metode dalam membimbing dan
membina seorang muallaf berpengaruh besar terhadap peningkatan akidah. Pendekatan  interpersonal  dan  psikologis  mampu  mengarahkan  santri
muallaf pada peningkatan keimanan melalui kajian teori dan praktek. Teori yang digunakan dalam membina muallaf berdasarkan pendekatan pribadi,
dikusi, dialog dan konsultasi.
45
43
Mawardi  Labay  El-Sulthani.  Zikir  dan  Doa  Iman  Pengaman  Dunia  Jakarta:  Al- Mawardi Prima, 2000, h.39.
44
Ibid, h. 39.
45
Taufik  Halily.  Metode  Dakwah  Ustadz  Syamsul  Arifin  Nababan  dalam  Membina Akidah  Santri  Muallaf  di  Pondok  Pesantren  Pembinan  Muallaf  An-Naba.  Skripsi  pada  Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013, h. iii.
Dalam  paradigma  Islam  dipahami  bahwa  pada  dasarnya  potensi keimanan dan dimensi ketakwaan dalam bentuk yang sangat minimal pun
sudah  dianugerahkan  Tuhan  kepada  setiap  manusia.  Wujudnya  berupa jiwa  keagamaan  yang  hanif  atau  punya  kegandrungan  yang  positif
sebagaimana  adanya.  Seringkali  dikatakan  bahwa  keberadaanya  hanya potensi dalam bentuk  daya-daya  dimensi  energi,  yang mana selanjutnya
diperlukan  upaya-upaya  bimbingan,  pembinaan  dan  pengembangan  yang berkelanjutan  sejalan  dengan  pertumbuhan  dan  perkembangan  setiap
individu.  Karena  itu,  dalam  upaya-upaya  yang  menjadi  perhatian  dalam rangkaian
program bimbingan
agama adalah
menggali dan
mengembangkan  potensi  iman  dan  dimensi  takwa  yang  ada  pada  diri terbimbing.
46
C. Muallaf
1. Pengertian Muallaf
Ada  beberapa  pendapat  mengenai  muallaf,  yang  diambil  dari beberapa sumber adalah sebagai berikut :
a. Dalam  Ensiklopedi  Dasar  Islam,  muallaf  adalah  seseorang  yang
semula kafir dan baru memeluk Islam.
47
b. Dalam Ensiklopedi Hukum Islam, muallaf adalah orang yang hatinya
diteguhkan atau dijinakan agar hatinya cenderung kepada Islam.
48
46
M. Luthfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan Konseling Islam Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008, h. 79.
47
Achmad Roestandi, Ensiklopedi Dasar Islam Jakarta: PT. Pradaya Paramita, 1993, h. 173.
48
Abdul  Aziz Dahlan,  Ensiklopedi Hukum Islam Jakarta: PT. Pradaya Paramita, 1993, h. 173.