berupa uang atau upah, mereka dapat menggunakan uang tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka yang paling urgen pada saat itu.
4.7.2 Penentuan Tarif Upah Dalam Produksi Pertanian
Tarif upah dalam produksi pertanian di desa ini ditentukan berdasarkan kesepakatan masyarakat pada umumya. Besarnya tarif upah
antara satu pekerjaan pertanian dengan pekerjaan lainnya berbeda-beda. Hal ini dibedakan berdasarkan jenis pekerjaan tersebut apakah termasuk
pekerjaan berat atau pekerjaan ringan. Pekerjaan yang dianggap ringan biasanya dilakukan oleh buruh tani wanita atau ibu-ibu dan pekerjaan yang
dianggap berat dikerjakan oleh buruh tani laki-laki atau bapak-bapak. Tarif upah bagi pekerjaan yang dianggap berat lebih besar dibanding dengan
pekerjaan yang dianggap ringan. Oleh karena itu, terjadi juga perbedaan besarnya upah antara buruh laki-laki dan buruh perempuan.
Pekerjaan yang dianggap berat seperti membajak atau menjetor, mencabut bibit, membabat sawah, dan menggrendel atau memanen.
Pekerjaan yang dianggap ringan seperti menanam padi, mengaret, dan merumput. Pekerjaan menyemprot dan membabat sawah galengi dan
menyemprot upahnya diberikan secara sukarela kepada buruhnya, tidak ada tarif yang menentukan besar jumlah pekerjaan ini jadi terserah petani ingin
memberi seberapa besarnya upah kepada buruhnya, tetapi biasanya petani memberikan Rp 50.000 untuk pekerjaan 1 hari dari pukul 08.00 WIB sampai
17.00 WIB. Pekerjaan mencabut bibit padi serta penyebarannya biasanya
dilakukan oleh buruh tani laki-laki dan upahnya sebesar Rp 17.000 per rante
Universitas Sumatera Utara
400 m dari luas lahan yang akan ditanam. Pekerjaan menanam padi dilakukan oleh kelompok buruh perempuan dan upahnya sebesar Rp 33.000
per rante dari luas lahan yang akan ditanam. Pekerjaan merumput biasanya dilakukan oleh buruh tani perempuan dan upahnya sebesar Rp 40.000 per
hari. Pekerjaan memanen terdiri dari mengarit padi dan menggrendel mengurai padi dengan batang dengan mesin grendel, mengarit dilakukan
oleh buruh tani perempuan dan menggrendel dilakukan oleh buruh tani laki- laki. Sistem upah dalam manen adalah sistem persenan yaitu 13 atau 17
dari hasil panen. Misalnya apabila petani mendapatkan padi 7 ton maka upahnya adalah 1 ton, namun dalam bentuk uang. Kemudian besar upah
tersebut dibagikan pada setiap anggota buruh tani namun upah buruh tani laki-laki lebih besar daripada upah buruh perempuan, selisihnya sebesar Rp
15.000 sampai Rp 20.000 sesuai denagn kesepakatan bersama. Biasanya dalam 1 hari upahnya sebesar Rp 50.000 bagi laki-laki dan Rp 30.000 bagi
perempuan. Pekerjaan membajak atau menjetor sebesar Rp 35.000 apabila
dibayar di awal dan Rp 40.000 apabila di bayar di akhir atau setelah panen. Besarnya upah untuk buruh tetap jetor sebesar Rp 12.000 per rante. Buruh
tetap jetor menerima upahnya dari majikannya yang memilki mesin jetor atau hand tractor bukan langsung dari petani yang memiliki lahan. Petani
yang memiliki lahan atau yang mempekerjakannya akan memberikan upah sebesar Rp 35.000 kepada majikannya, lalu majikannnyalah yang memberi
upah kepada buruh tetap jetornya sebesar Rp12.000 per rante.Secara terperinci besarnya tarif upah dapat dilihat dalam tabel adalah :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.11 Tarif Upah Pekerjaan Pertanian Persawahan Desa Tanjung Rejo
No Jenis pekerjaan
Tarif Upah 1
-membabat rumput galengi -menyemprot
Sukarela Tidak ada penetapan tarif 2
membajak jetor Rp35.000-Rp 40.000 per rante
3 -mencabut bibit padi
Rp 17.000 per rante 4
-menanam bibit padi Rp 33.000 per rante
5 -merumput matun
Rp 40.000 per rante 6
-memanen padi grendel Persenan 17 dari hasil panen
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian di Desa Tanjung Rejo tahun
2012 4.7.3 Sistem- Sistem Pengupahan dalam Produksi Pertanian di Desa
Tanjung Rejo
Sistem pengupahan yang ada dalam produksi pertanian berhubungan dengan jenis pekerjaan yang dilakukan. Perbedaan jenis pekerjaan dalam
produksi pertanian dan perbedaan status sebagai buruh tani, baik buruh tani tetap, buruh tani langganan dan bebas, maka berbeda pula sistem
pengupahannya. Dalam pengelolaan lahan pertanian terdapat beberapa jenis pekerjaan yaitu membabat rumput di desa ini dikenal dengan sebutan
“galengi”, menyemprot, pengelolaan lahan atau membajak di desa ini dikenal dengan sebutan “jetor”, mencabut bibit padi, menanam padi, merumput di
desa ini dikenal dengan sebutan “matun”, dan memanen di desa ini dikenal dengan sebutan “grendel”. Setiap pekerjaan ini memiliki perbedaan dalam
sistem pengupahannya.
Sistem pengupahan dalam pekerjaan membabat rumput galengi dan menyemprot yaitu sistem pengupahan suka rela, artinya tidak memiliki tarif
upah yang ditentukan masyarakat. Petani dapat memberi upah kepada buruhnya secara sukarela sesuai dengan kepribadian petani masing-masing.
Universitas Sumatera Utara
Sistem pengupahan dalam pekerjaan membajak atau jetor, mencabut bibit, menanam padi, menggunakan sistem upah borongan. Namun bagi buruh jetor,
sistem pengupahan bagi mereka adalah sistem pengupahan mingguan. Buruh tani jetor adalah buruh tani yang pekerjaannya membajak sawah dengan
menggunakan bajak milik majikannya. Jadi upah yang diterimanya bukanlah upah dari petani yang memiliki lahan tetapi upah dari majikannya. Karena itu,
besarnya upah yang diterima berbeda dengan tarif upah membajak yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Suryati sebagai berikut:
“saya punya 2 orang kerja jetor. Saya yang punya mesin dan mereka yang ngerjakan. Nanti saya yang gaji mereka, Rp12.000 per rantenya.
Jadi petani-petani yang lahannya dijetor sama jetor saya, ya bayarnya ke saya. Nanti baru saya kasih ke yang kerja”.Hasil wawancara
tanggal 23 Januari 2012. Besarnya upah yang mereka terima berdasarkan kesepakatan meraka
dengan majikannya. Pekerjaan merumput atau matun menggunakan sistem upah harian. Pekerjaan memanen atau grendel menggunakan sistem upah bagi
hasil atau persenan. Selain itu perbedaan status buruh tani juga mempengaruhi perbedaan
sistem pengupahannya. Dengan kata lain sistem pengupahan yang diberlakukan kepada buruh tani tetap berbeda dengan sistem pengupahan pada
buruh tani bebas dan langganan. Sistem pengupahan yang berlaku bagi buruh tani tetap adalah sistem pengupahan bulanan yaitu setiap ½ bulan sekali karena
mereka mengerjakan semua pekerjaan. Dan khusus bagi buruh tani tetap jetor berlaku sistem pengupahan mingguan. Sedangkan bagi buruh tani bebas dan
langganan berlaku sistem pengupahan sesuai dengan jenis pekerjaannya. Untuk lebih jelasnya, lihat tabel di bawah ini sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.12 Jenis- Jenis Pekerjaan Pertanian Desa Tanjung Rejo
No Jenis Pekerjaan
Jenis Pengupahan Berlaku Bagi Buruh Tani
1 -membabat
rumput galengi
-menyemprot Sistem upah sukarela
tidak memiliki tarif yang ditentukan
Buruh tani bebas dan buruh tani langganan
2 -membajak jetor
-mencabut bibit padi -menanam bibit padi
Sistem upah borongan Buruh tani bebas dan buruh tani
langganan 3
-merumput matun Sistem upah harian
Buruh tani bebas dan buruh tani langganan
4 -memanen padi grendel
Sistem upah persenan Buruh tani bebas dan buruh tani
langganan 5
-satu pekerjaan khusus seperti jetor atau
membajak Sistem upah mingguan
Buruh tani tetap 6
-semua pekerjaan Sistem upah bulanan
Buruh tani tetap
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian di Desa Tanjung Rejo tahun 2012 Bentuk-bentuk sistem pengupahan dalam relasi ketenagakerjaan
produksi pertanian pada masyarakat pertanian di desa Tanjung Rejo adalah sebagai berikut :
1. Sistem Upah Sukarela
Dalam sistem upah sukarela, tingkat upah atau besarnya upah diperhitungkan oleh petani yang mempekerjakan buruhnya berdasarkan
produktivitas tenaga kerja buruh tani. Perhitungan produktivitas buruh tani ini berdasarkan pribadi petani masing-masing. Jadi besarnya upah yang akan
diberikan kepada buruh tani tergantung seberapa besar upah yang ingin diberikan oleh petani kepada buruhnya. Dengan demikian besar upah yang
diberikan kepada buruhnya juga bervariasi. 2.
Sistem Upah Harian Dalam sistem upah harian, tingkat upah diperhitungkan berdasarkan rata-
rata produktivitas tenaga kerja per hari. Produktivitas buruh tani per hari diperhitungkan berdasarkan jam kerja per harinya kemudian ditetapkan
Universitas Sumatera Utara
besarnya upah atas pekerjaan tersebut. Di desa ini besarnya upah harian ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan kesepakatan bersama. Jam kerja
dimulai dari pukul 08.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB. Jadi seberapapun prestasi kerja yang dihasilkan oleh buruh tani, tidak mempengaruhi besarnya
jumlah upah yang akan diterimanya, karena perhitungannya sudah per jam kerja atau per hari. Namun di desa ini, relasi kekerabatan masih melekat pada
masyarakat pertanian di desa ini, sehingga tidak jarang petani memberikan makanan atau minuman kepada buruh taninya.
3. Sistem Upah Borongan
Dalam sistem upah borongan, besarnya jumlah upah ditentukan oleh tingkat produktivitas buruh tani itu sendiri atau tergantung dari prestasi kerja
buruh tani. Dengan kata lain, semakin banyak yang dikerjakan maka semakin banyak upah yang di dapatkan. Misalnya dalam menanam padi, semakin luas
lahan pertanian yang ditanam maka akan semakin besar upah yang akan diterima oleh buruh tani. Di desa ini, upah borongan muncul karena dengan
menerapkan upah borongan kepada buruh tani maka para buruh tani akan meningkatkan kinerjanya supaya mereka mendapatkan upah yang relatif besar
dengan demikian mereka juga akan cepat menyelesaikan pekerjaan tersebut. Petani merasa senang apabila pekerjaannya disiapkan dengan cepat oleh
buruhnya karena apabila pekerjaan ditunda-tunda maka waktu panen juga akan terhambat. Misalnya dalam pekerjaan menanam, apabila disiapkan dengan
cepat dan serentak maka hal ini dapat menghambat munculnya hama wereng atau hama lainnya. Begitu halnya dalam pengelolaan lahan atau membajak.
Universitas Sumatera Utara
Dengan menggunakan upah borongan, pekerjaan akan cepat selesai dibandingkan dengan upah harian.
4. Sistem Upah Persenan
Sistem upah persenan merupakan sistem upah yang hanya berlaku pada pekerjaan memanen atau grendel, dimana petani memberikan upah kepada
buruhnya dari hasil panennya namun dalam bentuk uang. Jadi dari hasil panennya, ada bagian khusus dari hasil panennya yang merupakan upah bagi
buruh taninya. Sistem upah ini sama dengan sistem bawon, hanya saja sistem persenan dalam bentuk uang dan pembagian yang berbeda. Di desa ini, bagian
petani adalah 17 dari hasil panen yang merupakan upahnya. Sistem ini muncul karena sebagian besar petani disini akan langsung menjual seluruh hasil
panennya kepada agen setelah panen. Hasil padinya ditukarkan dengan uang. Sepertujuh dari besarnya uang tersebut adalah upah untuk buruh tani.
Masyarakat di desa ini menyebutnya dengan sistem persenan.
5. Sistem Upah Mingguan
Secara teoritis, sistem upah mingguan hampir sama dengan sistem upah harian, perbedaannya hanyalah sistem upah mingguan diberikan seminggu
sekali. Namun berbeda sistem upah mingguan yang ada di desa ini. Sistem upah mingguan di desa ini pada dasarnya sama dengan sistem upah borongan
hanya saja gajinya tidak diterima per hari tapi per minggu dan upah tersebut bukan diterima dari petani secara langsung tetapi diterima dari majikannya.
Petani pemilik lahan akan memberikan upah kepada majikannya, lalu majikan
Universitas Sumatera Utara
tersebut memberikan upah kepada buruh tetapnya dengan sistem upah mingguan. Jadi besarnya upah yang didapatnya juga atas kesepakatan dengan
majikannya. Besar upah mereka juga ditentukan oleh prestasi kerja mereka. Semakin luas lahan pertanian yang mereka bajak, semakin besar upah yang
akan mereka terima setiap minggunya dari majikannya. 6.
Sistem Upah Bulanan Dalam sistem upah bulanan besarnya upah diperhitungkan berdasarkan
rata-rata produktivitas buruhnya per bulan. Buruh tani yang menerima upah bulanan adalah buruh tani tetap yang bekerja dengan satu majikan saja dan
buruh tani ini mempekerjakan semua pekerjaan yang ada yang diperintahkan oleh majikannya. Dalam sistem pengupahan ini seorang majikan sering sekali
memberi bantuan secara cuma-cuma kepada buruh tetapnya di luar upah yang telah ditetapkan setiap bulan. Besarnya upah bulanan ini disepakati oleh petani
dan buruh tani pada awal bbekerja.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
1. Perubahan penyediaan sumberdaya pertanian akibat penyempitan lahan
pertanian di desa Tanjung Rejo melalui pertumbuhan angkatan kerja pertanian berdampak pada perubahan relasi kerja dalam pertanian yaitu relasi petani
dengan buruh tani bebas, buruh tani langganan, dan buruh tani tetap. Perbedaan relasi kerja ini juga mempengaruhi perbedaan relasi sosial diantara
mereka. 2.
Petani dan buruh tani di desa ini saling membutuhkan dimana petani membutuhkan tenaga untuk mengolah lahannya sedangkan buruh tani
membutuhkan pekerjaan untuk mendapatkan upah dengan bekerja mengolah lahan pertanian milik petani dalam menunjang pemenuhan kebutuhan
ekonomi keluarganya. 3.
Relasi sosial petani dengan buruh tani bebas di desa Tanjung Rejo terjalin terjalin relasi pertemanan, relasi petani dan buruh tani langganan terjalin relasi
kekerabatan atau kekeluargaan, dan relasi petani dan buruh tani tetap terjalin relasi yang lebih rumit yaitu relasi patronase.
4. Relasi petani dengan buruh tani tetap di desa ini terjalin relasi patronase yang
menduduki posisi dimana petani sebagai majikan patrondanburuh tani klien sebagai pekerja atau bapak dengan anak. Dalam hubungan ini buruh tani tetap
terikat dengan adat istiadat keseganan, dengan hutang pinjaman, bantuan- bantuan materil, dan lainnya. Dalam keadaan ini, buruh tani tetap
berkewajiban memberikan jasanya baik dalam pekerjaan maupun di luar
Universitas Sumatera Utara