16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Landasan Teori
Dalam landasan teori, akan dibahas lebih lanjut mengenai Dana Alokasi Umum DAU, Dana Alokasi Khusus DAK, Pendapatan Asli Daerah PAD,
Dana Bagi Hasil DBH, Bantuan Keuangan Provinsi BKP, Belanja Pelayanan Dasar dan Indeks Pembangunan Manusia IPM. Bagian ini menjabarkan teori
yang melandasi penelitian ini dan beberapa peneliti terdahulu yang telah diperluas dengan referensi atau keterangan tambahan yang diperoleh selama penelitian.
2.1.1. Dana Alokasi Umum DAU
Berdasarkan Undang-Undang nomor 33 tahun 2004, Dana Alokasi Umum DAU merupakan sarana untuk mengatasi ketimpangan fiskal antar daerah dan di
sisi lain juga memberikan sumber pembiayaan daerah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa DAU lebih diprioritaskan untuk daerah yang mempunyai
kapasitas fiskal yang rendah. Menurut Undang-undang tersebut, porsi DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26 dua puluh enam persen dari Pendapatan
Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. Sementara itu, proporsi pembagian DAU untuk provinsi dan kabupatenkota ditetapkan sesuai dengan
imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupatenkota. Definisi dari DAU
dapat diartikan sebagai berikut Sidik, 2003:25 :
1. Salah satu komponen dana perimbangan pada APBN yang pengalokasiannya didasarkan atas konsep kesenjangan fiskal atau celah fiskal yaitu selisih antara
kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal.
Universitas Sumatera Utara
2. Instrumen untuk mengatasi horizontal imbalance yang dialokasikan dengan tujuan peningkatan kemampuan keuangan antar daerah dan penggunaannya
ditetapkan sepenuhnya oleh daerah. 3. Equalization grant, berfungsi untuk menetralisasi ketimpangan kemampuan
keuangan dengan adanya PAD, bagi hasil pajak, dan bagi hasil SDA yang diperoleh daerah otonomi dan pembangunan daerah.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
2.1.2 Dana Alokasi Khusus DAK
Dana Alokasi Khusus DAK merupakan salah satu sumber pendanaan bagi daerah otonom melalui mekanisme transfer keuangan Pemerintah Pusat ke daerah
yang bertujuan antara lain untuk meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana fisik daerah sesuai prioritas nasional serta mengurangi kesenjangan laju
pertumbuhan antar daerah dan pelayanan antar bidang Subekan, 2012:88. DAK memainkan peran penting dalam dinamika pembangunan sarana dan prasarana
pelayanan dasar di daerah karena sesuai dengan prinsip desentralisasi –tanggung
jawab dan akuntabilitas bagi penyediaan pelayanan dasar masyarakat telah dialihkan kepada pemerintah daerah.
Dana alokasi khusus merupakan dana yang dialokasikan dari APBN ke Daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan khusus yang merupakan urusan daerah
dan juga prioritas nasional antara lain: kebutuhan kawasan transmigrasi, kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
beberapa jenis investasi atau prasarana, pembangunan jalan di kawasan terpencil dan saluran irigasi primer.
Menurut peraturan perundang-undangan yang baru untuk daerah otonom, yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33
tahun 2004, wilayah yang menerima DAK harus menyediakan dana pendamping paling tidak 10 dari DAK yang ditransfer ke wilayah, dan dana pendamping ini
harus dianggarkan dalam anggaran daerah APBD. Meskipun demikian, wilayah dengan pengeluaran lebih besar dari penerimaan tidak perlu menyediakan dana
pendamping. Tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua daerah menerima DAK karena DAK bertujuan untuk pemerataan dan untuk meningkatkan kondisi
infrastruktur fisik yang merupakan prioritas nasional. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Dana Alokasi Khusus
yang selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan ke daerah dengan tujuan untuk pemerataan dan peningkatan
kondisi infrastruktur fisik yang merupakan prioritas nasional dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
2.1.3. Pendapatan Asli Daerah PAD
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai revisi dari Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, pendapatan
daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Hak dan wewenang
pemerintah daerah dalam pengelolaanpenggalian sumber-sumber keuangan daerah diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
sebagai revisi Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, yang menyatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
kepada suatu pemerintah daerah diwajibkan untuk menggali sumber-sumber keuangan daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini
dapat memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah setempat untuk menciptakan sumber pendapatan dari pajakretribusi daerah yang baru demi
tercapainya kemajuan suatu daerah. Tentu saja dengan cara yang tidak eksploitatif agar dimensi-dimensi yang disebutkan diatas menjadi dasar dalam menggali
sumber-sumber pendapatan daerah. Menurut Mardiasmo 2002:132, pendapatan asli daerah adalah penerimaan
yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah. Mangkosubroto 1997 menyatakan bahwa pada umumnya penerimaan pemerintah diperlukan untuk membiayai pengeluaran
pemerintah. Penerimaan pemerintah dapat dibedakan antara penerimaan pajak dan bukan pajak. Penerimaan bukan pajak, misalnya adalah penerimaan pemerintah
yang berasal dari pinjaman pemerintah, baik pinjaman yang berasal dari dalam negeri maupun pinjaman pemerintah yang berasal dari luar negeri.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendapatan asli daerah merupakan penerimaan yang diperoleh oleh pemerintah daerah dari sumber-sumber
dalam wilayahnya sendiri yang dipungut dengan menerbitkan peraturan daerah dengan mendasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang
berlaku.
2.1.4. Dana Bagi Hasil DBH
Dana Bagi Hasil adalah bagian daerah dari Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari
Universitas Sumatera Utara
sumber daya alam. Dana bagi hasil merupakan alokasi yang pada dasarnya memperhatikan potensi daerah penghasil Nurcholis, 2005.
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menyebutkan bahwa Dana Bagi Hasil dibagi menjadi dua yaitu dana bagi hasil pajak DBHP dan dana bagi
hasil yang bersumber dari sumber daya alam DBHSDA. Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas: Pajak Bumi dan Bangunan PBB; Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB; dan Pajak Penghasilan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.
Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari : kehutanan; pertambangan umum; perikanan; pertambangan minyak bumi; pertambangan gas
bumi; dan pertambangan panas bumi. Perlu diketahui juga bahwa sejak diterbitkannya Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009, Pajak Bumi dan Bangunan
Perkotaan dan Pedesaan PBB-P2 dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB sudah diserahkan pengelolaannya kepada pemerintah
kabupaten dan kota dan untuk kabupaten dan kota di wilayah Sumatera Utara, pengelolaannya efektif dilaksanakan mulai tahun 2011.
Dalam pasal 94 Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009, menyatakan bahwa hasil penerimaan pajak provinsi sebagian diperuntukkan bagi kabupatenkota. Bagi
hasil pajak provinsi terdiri dari hasil penerimaan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor, hasil penerimaan pajak bahan bakar kendaraan
bermotor, hasil penerimaan pajak rokok, dan hasil penerimaan pajak air permukaan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Dana Bagi Hasil yang
selanjutnya disebut DBH merupakan penerimaan yang diperoleh oleh pemerintah
Universitas Sumatera Utara
daerah bagi hasil pajak dan non pajak yang berasal dari hasil pembagian penerimaan pusat dan provinsi yang diperuntukkan bagi pemerintah kabupatenkota.
2.1.5. Bantuan Keuangan Provinsi BKP Menurut Ardios dalam bukunya “Kamus Besar Akuntansi” mendefinisikan
sebagai berikut: Pada umumnya dana berarti uang, surat berharga serta harta lainnya yang sengaja disisihkan bagi suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Dana
bantuan daerah bawahan adalah suatu dana yang diberikan pemerintah provinsi sebagai subsidi kepada pemerintah kabupatenkota dalam meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat. Dana bantuan keuangan kepada daerah bawahan merupakan sumber
pendapatan daerah bagi pemerintah kabupatenkota yang berasal dari APBD provinsi untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam
mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. Menurut Elmi 2002,
secara umum tujuan pemerintah pusat melakukan transfer dana kepada pemerintah daerah adalah:
1. Sebagai tindakan nyata untuk mengurangi ketimpangan pembagian pendapatan nasional, baik vertikal maupun horisontal.
2. Suatu upaya untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah dengan menyerahkan sebagian kewenangan dibidang pengelolaan keuangan negara dan
agar manfaat yang dihasilkan dapat dinikmati oleh rakyat di daerah yang bersangkutan. Demikian juga pemerintah provinsi, sebagai penghubung
kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, juga mengalokasikan
Universitas Sumatera Utara
dana transfer ke pemerintah kabupatenkota untuk mengurangi ketimpangan dan meningkatkan efisiensi pengeluaran.
Pemerintah provinsi mengalokasikan belanja bantuan keuangan kepada pemerintah kabupatenkota yang akan menjadi sumber pendapatan bagi pemerintah
kabupatenkota yang dianggarkan dalam kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah berupa bantuan keuangan dari provinsi atau yang dulu lebih dikenal
dengan istilah Bantuan Keuangan kepada Daerah Bawahan BDB. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, bantuan
keuangan digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupatenkota, pemerintah desa, dan kepada
pemerintah daerah lainnya atau dari pemerintah kabupatenkota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan danatau peningkatan
kemampuan keuangan. Bantuan keuangan yang bersifat umum, peruntukan dan penggunaannya
diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah kabupatenkotapemerintah desa penerima bantuan. Bantuan keuangan yang bersifat khusus, peruntukan dan
pengelolaannya diarahkanditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi bantuan pemerintah provinsi. Pemberi bantuan bersifat khusus dapat mensyaratkan
penyediaan dana pendamping dalam APBD atau anggaran pendapatan dan belanja desa penerima bantuan yang akan digunakan untuk membiayai pelaksanaan
program dan kegiatan bagi penerima bantuan. Dari uraian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa bantuan keuangan
provinsi yang selanjutnya disebut BKP merupakan bantuan yang bersifat umum yang peruntukan dan penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah
Universitas Sumatera Utara
kabupatenkotapemerintah desa penerima bantuan, maupun bersifat khusus yang peruntukan dan pengelolaannya diarahkanditetapkan oleh pemerintah daerah
pemberi bantuan guna membiayai program dan kegiatan di pemerintah daerah penerima bantuan untuk pencapaian target kinerja yang telah ditetapkan.
2.1.6. Belanja Pelayanan Dasar BPD
Berdasarkan penjelasan Undang-undang nomor 32 Tahun 2004, Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu
meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejalan dengan tujuan pemberian otonomi tersebut, pemerintah telah menyiapkan perangkat untuk
evaluasi atas keberhasilan dari pemberian otonomi tersebut agar tidak menimbulkan salah tafsir dan salah pengukuran. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8
Tahun 2006 tentang Pedoman Evaluasi Penyelengaraan Pemerintah Daerah, tujuan akhir akhir dari otonomi adalah meningkatkan kualitas manusia yang secara
internasional diukur dengan indeks pembangunan manusia IPM. IPM dapat digunakan untuk menilai aspek-aspek yang diukur dalam penyelenggaraan otonomi
daerah. Dalam penjelasan teknis Peraturan Pemerintah 8 Tahun 2006, disebutkan bahwa aspek-aspek penyelenggaraan otonomi terdiri dari 3 aspek yaitu aspek
kesejahteraan rakyat, aspek pelayanan umum, daya saing daerah. Masing-masing aspek tersebut mempunyai fokus dan indikator yang digunakan untuk mengukur
tingkat kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah. Rincian dari aspek, fokus
Universitas Sumatera Utara
dan indikator kinerja kunci yang digunakan untuk evaluasi kinerja pemerintah otonomi daerah EKPOD dapat dilihat pada lampiran 2.1.
Dalam penjelasan yang terdapat dalam lampiran 2.1. tersebut dapat dilihat bahwa pemerintah daerah akan meningkat kinerjanya dengan mengarahkan pada
pengeluaran yang digunakan untuk meningkatkan IPM dengan menekankan pada aspek pengeluaran yang mendukung kesejahteraan masyarakat dan pelayanan
umum. Pengeluaran belanja dalam pelaksanaan APBD yang terkait dengan IPM dapa dilihat dalam SE Menteri Dalam Negeri Nomor 120.041050OTDA2011
sebagaimana telah
direvisi dengan
SE Menteri
Dalam Negeri
Nomor.120.047303OTDA2012 perihal pedoman penyusunan LPPD, yaitu pengeluaran untuk pelayanan dasar. Perlu diketahui juga bahwa berdasarkan SE
Menteri Dalam Negeri tersebut, laporan penyelengaraan pemerintah daerah harus menyajikan indikator capaian kinerja berdasarkan aspek fokus dan indikator kinerja
kegiatan dalam tataran pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan. Belanja pelayanan dasar digunakan sebagai salah satu indikator penilaian kinerja dalam
tataran pengambil kebijakan. Belanja pelayanan dasar dihitung dari jumlah belanja untuk pelayanan dasar dibagi dengan jumlah total belanja x 100. Belanja
pelayanan dasar tersebut merupakan belanja untuk 1 urusan pendidikan, 2 urusan kesehatan, 3 urusan lingkungan hidup, 4 urusan pekerjaan umum, 5 urusan sosial,
6 urusan tenaga kerja, 7 urusan koperasi, 8 urusan satpol PP, 9 urusan kependudukan dan catatan sipil.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Indikator Capaian Kinerja ICK Berdasarkan Aspek Fokus Dan Indikator Kinerja Kegiatan
Sumber : SE Menteri Dalam Negeri Nomor.120.047303OTDA2012
2.1.7. Indeks Pembangunan Manusia IPM
Pembangunan merupakan suatu kegiatan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di berbagai aspek kehidupan yang dilakukan secara
terencana dan berkelanjutan dengan memanfaatkan dan memperhitungkan kemampuan sumber daya, informasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta memperhatikan perkembangan sosial Bappenas dalam
Melliana dan Zain, 2013:237.
Pembangunan merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera.
ICK Pengambil
Kebijakan Lamp I
13 Aspek
35 Fokus
4344 IKK Pelaksana
Kebijakan
9 Aspek
8 Umum Generik
Lamp II 26 UW8 UP
21 IKK 1 TCKSPM
Lamp III
UW
79 78 IKK UP
15 IKK IKM
PP 32007 26 UW8 UP
TPTUP
Universitas Sumatera Utara
Dengan adanya perubahan penyelenggaraan pemerintahan yang dulu sentralisasi menjadi desentralisasi sejak tahun 1999, maka pemerintah daerah harus
berupaya untuk menetapkan kebijakan pengganggaran dengan menyediakan sumber-sumber pendapatan dan mengarahkan penggunaanya untuk pengeluaran
dalam rangka pencapaian kesejahteraan masyarakat. Hoffman dan Gibson 2005 telah melakukan penelitian terkait sumber pendapatan dan pengaruhnya terhadap
pengeluaran pemerintah daerah yang diterbitkan oleh University of California, San Diego yang berjudul Fiscal Governance and Public Services: Evidence from
Tanzania and Zambia. Hoffman dan Gibson menyatakan bahwa: “using data from
local government budgets in Tanzania and Zambia, we find that local government in both countries produce more public services as their
budget’s share of local taxes increases
”. Pernyataan tersebut berarti pemerintah daerah di negara Tanzania dan
Zambia akan meningkatkan pelayanan publik seiring dengan peningkatan pendapatan pajak daerah. Selanjutnya masih menurut Hoffman dan Gibson,
sumber dana dari eksternal pemerintah pusat maupun lainnya akan mendorong pemerintah kabupaten untuk menggunakan pendapatan asli daerah untuk konsumsi.
Penelitian lain oleh Rully Prassetya 2013, dalam penelitiannya yang berjudul Fiscal Decentralization, Governnance, and Development: The Case of
Indonesia, menyatakan bahwa desentralisasi fiskal dimaksudkan untuk meningkatkan pembangunan secara langsung. Penelitian yang dilakukan terhadap
33 provinsi di Indonesia selama lima tahun 2007-2011 tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa fiscal transfer dana perimbangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah telah tumbuh terus sejak 2005, dan rata-rata meningkat 17. Hal
Universitas Sumatera Utara
ini berarti bahwa desentralisasi fiskal telah dikembangkan dan tumbuh di Indonesia. Secara teori, desentralisasi fiskal akan meningkatkan penyelenggaraan
pemerintahan secara keseluruhan, karena akan mendorong pemerintah untuk lebih akuntabel dan menerima partisipasi yang lebih besar dari publik. Akhirnya hal
tersebut akan memberikan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi kepada daerah baik provinsi maupun kabupaten. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
desentralisasi fiskal mempunyai pengaruh yang positif untuk pembangunan di pemerintah daerah yang diukur dari tingkat kemiskinan, Human Development Index
HDI, rata-rata lulusan sekolah tinggi, angka kematian per 100-kelahiran dan Regional Gross Domestic Product RGDP.
Dari uraian tersebut di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa salah satu indikator penting yang dapat digunakan untuk mengukur hasil pembangunan adalah
Indeks Pembangunan Manusia IPM
Melliana dan Zain, 2013:237.
Indeks Pembangunan Manusia merupakan indeks komposit yang digunakan untuk
mengukur pencapaian rata-rata suatu negara dalam tiga hal mendasar pembangunan manusia, yaitu: 1 lamanya hidup yang diukur dengan harapan hidup pada saat
lahir; 2 tingkat pendidikan, yang diukur dengan kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk dewasa dengan bobot dua per tiga dan rata-rata lama sekolah
dengan bobot sepertiga; dan 3 tingkat kehidupan yang layak, diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah disesuaikan PPP Rupiah Mirza, 2012:4.
Indeks pembangunan manusia merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai kualitas pembangunan manusia, baik dari sisi dampaknya
terhadap kondisi fisik manusia kesehatan dan kesejahteraan maupun yang bersifat non-fisik pendidikan. Pembangunan yang berdampak pada kondisi fisik
Universitas Sumatera Utara
masyarakat misalnya tercermin dalam angka harapan hidup serta kemampuan daya beli masyarakat, sedangkan dampak non-fisik dapat dilihat dari kualitas pendidikan
masyarakat. Indeks Pembangunan Manusia IPMHuman Development Index HDI
adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. HDI digunakan untuk
mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijakan ekonomi
terhadap kualitas hidup. Indeks Pembangunan Manusia ini ini pada 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel India Amartya Sen dan Mahbub ul Haq
seorang ekonom Pakistan dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics dan sejak itu dipakai oleh
Program Pembangunan PBB pada laporan HDI tahunannya. Digambarkan sebagai pengukuran vulgar oleh Amartya Sen karena batasannya, indeks ini lebih fokus
pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna daripada hanya sekedar pendapatan perkapita yang selama ini digunakan, dan indeks ini juga berguna sebagai jembatan
bagi peneliti yang serius untuk mengetahui hal-hal yang lebih terinci dalam membuat laporan pembangunan manusianya.
Human Development Index HDI mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara dalam 3 dimensi dasar pembangunan manusia yaitu:
a. Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran.
Universitas Sumatera Utara
b. Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa bobotnya dua per tiga dan kombinasi pendidikan dasar, menengah, atas gross
enrollment ratio bobot satu per tiga. c. Standard kehidupan yang layak diukur dengan GDP per kapita gross domestic
productproduk domestik bruto dalam paritas kekuatan beli purchasing power parity dalam Dollar AS.
Secara umum metode penghitungan IPM yang digunakan di Indonesia sama dengan metode penghitungan yang digunakan oleh UNDP. IPM di Indonesia
disusun berdasarkan tiga komponen indeks yaitu: 1 Indeks angka harapan hidup; 2 Indeks pendidikan, yang diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah rata-rata
jumlah tahun yang telah dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang dijalani dan angka melek huruf latin atau lainnya
terhadap jumlah penduduk usia 15 tahun atau lebih; 3 Indeks standar hidup layak, yang diukur dengan pengeluaran per kapita PPPPurchasing Power ParityParitas
daya beli dalam rupiah. IPM merupakan rata-rata dari ketiga komponen tersebut, dengan rumus :
IPM=X1+X2+X33 Dimana :
X1= angka harapan hidup X2= tingkat pendidikan
X3= tingkat kehidupan layak Masing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan perbandingan
antara selisih nilai suatu indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai
Universitas Sumatera Utara
maksimum dari nilai indikator yang bersangkutan. Rumusannya dapat disajikan sebagai berikut:
1. Indeks harapan hidup : X1
=[eo-2585-25] x 100 Dimana :
X1 = indeks harapan hidup
eo = angka harapan hidup
25 = angka minimum harapan hidup UNDP
85 = angka maksimum harapan hidup UNDP
2. Indeks pendidikan : X2
= [23[Lit-0100-0] + 13[MYS-015-0]]x100 Dimana :
X2 = indeks pendidikan
Lit = angka melek huruf
MYS = lama sekolah
= angka minimum baik untuk lit maupun MYS 100
= angka maksimum lit melek huruf 15
= angka maksimum untuk MYS lama sekolah 3. Indeks standar hidup layak :
X3 = [PPP-300,00732,7-300,00]x100
PPP = nilai konsumsi riil per kapita yang disesuaikan
300,00 = nilai standar minimal standar UNDP
732,00 = nilai standar maksimum standar UNDP
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM
Indikator IPM Nilai
Minimum Nilai Maksimum
Keterangan
Angka Harapan Hidup 25
85 Berdasarkan standar global UNDP
Angka Melek Huruf 100
Berdasarkan standar global UNDP Rata-rata lama sekolah
15 Berdasarkan standar global UNDP
Konsumsi per kapita yang disesuaikan 300.000
732.720 PDB per kapita riil yang disesuaikan
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Tahun 2001
Indeks Pembangunan Manusia IPM di Sumatera Utara secara umum selalu meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2012 berada pada posisi 75,13 atau
meningkat sebesar 0,64 dari tahun 2011 sebesar 74,65. Posisi tahun 2011 tersebut meningkat sebesar 0,62 dari tahun 2010 yang berada pada posisi 74,19. Demikian
juga tahun 2010 meningkat 0,53 dari posisi tahun 2009 73,8. Sedangkan berdasarkan kategori, seluruh kabupatenkota di Sumatera Utara termasuk berada
pada IPM kategori sedang 50-80. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia IPM pada Kabupaten dan
Kota yang ada di wilayah Sumatera Utara untuk tahun 2009-2012 dapat dilihat pada lampiran 2.1.
Untuk kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara, peringkat IPM tahun 2012 terbaik diraih oleh Kota Pematang Siantar dengan IPM sebesar 78,27 dan
terendah berada pada kabupaten pemekaran yaitu Nias Barat dengan nilai 67,59. Kondisi ini sama dengan keadaan IPM kabupaten dan kota di wilayah Sumatera
Utara untuk tahun 2011, dimana Kota Pematang Siantar dan Kabupaten Nias Barat menduduki peringkat pertama dan terakhir.
2.2.Review Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian-penelitian yang berhubungan dengan Pengaruh DAU, DAK, PAD, DBH, BKP terhadap Indeks Pembangunan Manusia IPM dengan
Belanja Pelayanan Dasar sebagai moderating variabel Studi Empiris pada
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah KabupatenKota se Sumatera Utara adalah : Setyowati dan Suparwati 2012 yang melakukan studi mengenai Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Dana
Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal sebagai
variabel intervening Studi Empiris Pemerintah KabupatenKota se-Jawa Tengah. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,
Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal
sebagai variabel intervening pemerintah kabupatenkota se-Jawa Tengah. Metode penelitian ini menggunakan analisis jalur dengan dua tahap, yaitu tahap pertama
menganalisis pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Pendapatan Asli Daerah terhadap Pengalokasian Anggaran
Belanja Modal variabel intervening dengan alat analisis regresi linear berganda dan tahap kedua menganalisis pengaruh Pengalokasian Anggaran Belanja Modal
terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan alat analisis regresi linear sederhana. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Pertumbuhan Ekonomi PE
terbukti tidak berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia IPM melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal PABM, Dana Alokasi Umum
DAU terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia IPM melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal PABM, Dana Alokasi Khusus
DAK terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia IPM melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal PABM, Pendapatan Asli Daerah
PAD terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia IPM melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal PABM, dan Pengalokasian
Universitas Sumatera Utara
Anggaran Belanja Modal PABM yang diproksikan dengan Belanja Modal BM terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia IPM.
Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Sari. Sari 2011 melakukan studi dengan judul Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian
Fiskal, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Modal di KabupatenKota Provinsi Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui apakah Tingkat Kemandirian Fiskal dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap IPM melalui belanja modal sebagai variabel
intervening di kabupatenkota se-Provinsi Sumatera Utara. Metode penelitian ini menggunakan alat analisis regresi linier berganda, dari variabel TKF dan PAD dan
regresi jalur terhadap variabel intervening Belanja Modal, dengan populasi penelitian adalah pemerintah daerah kabupatenkota di Sumatera Utara, periode
pengamatan tahun 2005-2009. Dari 25 kabupatenkota di Sumatera Utara, dilakukan penelitian terhadap 22 dua puluh dua kabupatenkota yang diamati.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia di pemerintah kabupatenkota di Sumatera Utara. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa Tingkat Kemandirian Fiskal melalui
belanja modal sebagai variabel intervening berpengaruh secara tidak langsung terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Tingkat Kemandirian Daerah diukur dari
persentase penerimaan PAD dibagi dengan Total Penerimaan Daerah. Hal ini menandakan bahwa dalam manajemen perencanaan pemerintah daerah, semakin
aktif suatu pemeritah daerah untuk meningkatkan Tingkat Kemandirian Fiskal dan PAD, maka berpengaruh terhadap kenaikan IPM. Secara parsial menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
bahwa TKF tidak berpengaruh terhadap IPM kabupatenkota di Sumatera Utara. Hal ini menunjukkan bahwa secara parsial pola manajemen perencanaan
pemerintah daerah kabupatenkota di Sumatera Utara, dalam jangka pendek tidak berpengaruh secara signifikan terhadap IPM, dimana penerimaan daerah yang
menunjang TKF sangat kecil .
Berbeda dengan TKF, hasil penelitian menunjukkan PAD secara parsial berpengaruh signifikan terhadap IPM. Hal ini menunjukkan
bahwa dalam jangka waktu yang pendek maupun jangka panjang PAD berpengaruh terhadap peningkatan IPM karena sebagian PAD digunakan untuk membiayai
kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat untuk mendorong percepatan pembangunan daerah.
Lugastoro dan Ananda 2013 melakukan studi mengenai Analisis Pengaruh PAD dan Dana Perimbangan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia
KabupatenKota di Jawa Timur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh realisasi pendapatan asli daerah PAD, realisasi dana perimbangan dana
alokasi umum, dana alokasi khusus, dana bagi hasil dan pertumbuhan ekonomi terhadap indeks pembangunan manusia IPM kabupatenkota di Jawa Timur. PAD
dan dana perimbangan sebagai variabel utama dirasiokan dengan belanja modal. Hal ini berarti menunjukkan seberapa besar kemampuan PAD dan dana
perimbangan dalam membiayai belanja modal daerah, sedangkan pertumbuhan ekonomi merupakan variabel kontrol berdasar kajian teori dari Human
Development Report UNDP tahun 1996. Analisis penelitian menggunakan analisis data panel dengan pendekatan random effect model REM. Hasil penelitian
menemukan bahwa rasio PAD dan DAK terhadap belanja modal dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif signifikan terhadap IPM sedangkan variabel DAU
Universitas Sumatera Utara
berpengaruh negatif signifikan. Sementara itu rasio DBH terhadap belanja modal menjadi satu-satunya variabel yang tidak signifikan mempengaruhi IPM.
Pertumbuhan ekonomi menjadi variabel dengan pengaruh paling dominan terhadap IPM.
Rosiana 2010 melakukan studi dengan judul Analisis Pengaruh Determinan Indeks Pembangunan Manusia Dikaitkan dengan Pembangunan
Wilayah pada KabupatenKota di Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa apakah terdapat pengaruh Dana Alokasi Umum
DAU, Dana Alokasi Khusus DAK, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Indeks Pembangunan Manusia IPM pada KabupatenKota di Sumatera Utara. Populasi
dalam penelitian ini adalah Pemerintah KabupetenKota se-Sumatera Utara yang terdiri dari 23 Pemerintah KabupatenKota di Sumatera Utara. Penelitian ini
menggunakan data sekunder yang berupa Laporan Realisasi APBD Pemerintah KabupatenKota se-Sumatera Utara tahun 2003-2007. Metode penelitian
menggunakan metode kuantitatif, pengujian metode Generalized Linier Regression dengan analisis regresi berganda random effect. Hasil penelitian menemukan bahwa
secara simultan terdapat pengaruh Dana Alokasi Umum DAU, Dana Alokasi Khusus DAK, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Indeks Pembangunan
Manusia IPM pada KabupatenKota di Sumatera Utara. Secara parsial Pertumbuhan Ekonomi yang diproksikan dengan PDRB harga berlaku berpengaruh
signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia IPM di Kabupaten Kota di Sumatera Utara, sedangkan Dana Alokasi Umum DAU dan Dana Alokasi Khusus
DAK tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya Indeks Pembangunan Manusia.
Universitas Sumatera Utara
Ubar 2010 melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil Terhadap Indeks Pembangunan
Manusia pada KabupatenKota Provinsi Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisa apakah terdapat pengaruh Dana Alokasi
Umum DAU, Dana Alokasi Khusus DAK, dan Dana Bagi Hasil DBH terhadap Indeks Pembangunan Manusia IPM pada KabupatenKota di Sumatera Utara.
Populasi dalam penelitian ini adalah Pemerintah KabupetenKota se-Sumatera Utara yang terdiri dari 25 Pemerintah KabupatenKota di Sumatera Utara.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa Laporan Realisasi APBD Pemerintah KabupatenKota se-Sumatera Utara tahun 2005-2007. Metode
penelitian menggunakan metode regresi berganda dengan lag setahun. Hasil penelitian menemukan bahwa secara simultan terdapat pengaruh Dana Alokasi
Umum DAU, Dana Alokasi Khusus DAK, dan Dana Bagi Hasil DBH terhadap Indeks Pembangunan Manusia IPM pada KabupatenKota di Sumatera Utara.
Secara parsial Dana Alokasi Umum DAU, Dana Alokasi Khusus DAK, dan Dana Bagi Hasil DBH tidak berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia
IPM di KabupatenKota se-Sumatera Utara. Resume atas hasil reviu dan penelaahan atas kesimpulan penelitian dari
peneliti terdahulu yang mendasari penelitian pengaruh Dana Alokasi Umum DAU, Dana Alokasi Khusus DAK, Pendapatan Asli Daerah PAD, Dana Bagi
Hasil DBH, Bantuan Keuangan Provindi BKP terhadap Indeks Pembangunan Manusia IPM dengan Belanja Pelayanan Dasar BPD sebagai variabel
moderating Studi Empiris pada Pemerintah KabupatenKota se-Sumatera Utara
tersebut dapat disajikan pada tabel 2.2. sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Review Penelitian Terdahulu
NamaTahun Peneliti
Judul Penelitian Variabel yang
Digunakan Hasil yang Diperoleh
Setyowati dan Suparwati
2012 Pengaruh
Pertumbuhan Ekonomi,
Dana Alokasi
Umum, Dana
Alokasi Khusus,
Pendapatan
Asli Daerah
terhadap Indeks
Pembangunan Manusia
dengan Pengalokasian
Anggaran Belanja Modal
sebagai variabel
intervening Studi Empiris
Pemerintah Kabupaten
Kota se-Jawa Tengah
Pertumbuhan Ekonomi X1,
DAU
X2, DAK
X3, PAD X4 IPM
Y Pengalokasian
Anggaran Belanja Modal
X5
sebagai variabel
intervening
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Pertumbuhan Ekonomi PE terbukti tidak
berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia IPM melalui
Pengalokasian Anggaran Belanja Modal PABM sedangkan Dana Alokasi Umum
DAU Dana Alokasi Khusus DAK dan Pendapatan Asli Daerah PAD terbukti
berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia IPM melalui
Pengalokasian Anggaran Belanja Modal PABM, dan Pengalokasian Anggaran
Belanja Modal PABM yang diproksikan dengan Belanja Modal BM terbukti
berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia IPM.
Ayu Kurnia Sari 2011
Analisis Pengaruh Tingkat
Kemandirian Fiskal, Pendapatan
Asli
Daerah terhadap
Indeks Pembangunan
Manusia
dengan Melalui
Belanja Modal
di Kabupaten
Kota Provinsi Sumatera
Utara
Kemandirian Fiskal
X1,PAD X2, IPM Y.
Belanja Modal Z
sebagai variabel
intervening
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa secara simultan Tingkat Kemandirian
Fiskal
TKF dan
PAD terbukti
berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan
Manusia IPM.
Pendapatan Asli
Daerah PAD
berpengaruh langsung terhadap IPM tanpa melalui Belanja Modal. Tingkat
Kemandirian Fiskal TKF berpengaruh tidak secara langsung terhadap IPM
melalui Belanja Modal. Secara parsial Pendapatan
Asli Daerah
PAD berpengaruh signifikan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia. Secara parsial Tingkat Kemandirian Fiskal TKF tidak
berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia.
Lugastoro dan Ananda
2013 Analisis Pengaruh
PAD
dan Dana
Perimbangan Terhadap
Indeks Pembangunan
Manusia KabupatenKota di
Jawa Timur.
PAD X1,
Dana Perimbangan
X2 dan IPM Y
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa rasio PAD dan DAK terhadap belanja
modal
dan pertumbuhan
ekonomi berpengaruh positif signifikan terhadap
IPM
sedangkan variabel
DAU berpengaruh negatif signifikan. Rasio DBH
terhadap belanja modal menjadi satu- satunya variabel yang tidak signifikan
mempengaruhi
IPM. Pertumbuhan
ekonomi menjadi
variabel dengan
pengaruh paling dominan terhadap IPM. Dina Rosiana
Sihombing 2010
Analisis Pengaruh Determinan Indeks
Pembangunan Manusia Dikaitkan
dengan Pembangunan
DAU X1, DAK X2,
Pertumbuhan Ekonomi X3
dan IPM Y Hasil penelitian menemukan bahwa secara
simultan terdapat pengaruh Dana Alokasi Umum DAU, Dana Alokasi Khusus
DAK,
dan Pertumbuhan
Ekonomi terhadap Indeks Pembangunan Manusia
IPM pada KabupatenKota di Sumatera
Universitas Sumatera Utara
NamaTahun Peneliti
Judul Penelitian Variabel yang
Digunakan Hasil yang Diperoleh
Wilayah pada KabupatenKota di
Sumatera Utara Utara.
Secara parsial
Pertumbuhan Ekonomi yang diproksikan dengan PDRB
harga
berlaku yang
berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan
Manusia IPM di Kabupaten Kota di Sumatera Utara, sedangkan Dana Alokasi
Umum DAU dan Dana Alokasi Khusus DAK
tidak berpengaruh
secara signifikan
terhadap besarnya
Indeks Pembangunan Manusia.
Riva Ubar Harahap
2010 Pengaruh
Dana Alokasi
Umum DAU,
Dana Alokasi
Khusus DAK, dan Dana
Bagi Hasil DBH Terhadap
Indeks Pembangunan
Manusia
pada KabupatenKota di
Provinsi Sumatera Utara
DAU X1, DAK X2,
DBH X3 dan IPM Y
Hasil penelitian
menemukan bahwa
pengujian secara simultan DAU, DAK dan DBH berpengaruh terhadap IPM. Secara
parsial DAU, DAK dan DBH tidak berpengaruh terhadap IPM.
Universitas Sumatera Utara
39
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS