saja bisa mendorong dinanisme dan ambisi seseorang. Dalam hal ini, jelaslah bahwa kompleks sahala hasangpon juga mendorong suku Batak untuk berpindah dan mendirikan
“kerajaan-kerajaan” baru. Seperti yang dikemukakan Kraemer, dengan bermigrasi, suku Batak ingin menjadi
monang terjemahan bebas berarti “menjadi nomor satu”. Dengan memperoleh kedudukan
yang tinggi dalam masyarakat baik karena memilik tanah yang luas dan pekerjaan yang berhasil, akan memunculkan semacam “simbol status” sebagai jiwa sahala hasangpon.
Perjuangan untuk menjadi “nomor satu” telah menjadi misi budaya setiap orang Batak di perantuan. Tetapi untuk mencapai sahala hasangpon tidak dapat diperoleh di daerah asal,
karena jumlah penduduk yang meningkat, dan pemilikan atas lahan pun semakin sedikit. Keinginan untuk menjadi “nomor satu” dan dipandang masyarakat membuat sebagian
masyarakat untuk merantau ke daerah lain. Keinginan untuk menjadi “nomor satu” membuat sebagian Parmalim pindah ke Medan karena masih banyaknya lahan atau terbukanya
kesempatan pekerjaan dalam berbagai sektor.
3.3.2 Faktor Penarik dari Daerah Tujuan
a. Pekerjaan Yang Lebih Baik
Keinginan sukses di tanah rantau, penghasilan yang lebih baik, membuat sebagian masyarakat ingin pindah dari daerah asal karena di daerah asal tidak dapat memberikan
ekonomi yang baik. Rendahnya tingkat pendapatan dan kurangnya peluang berusaha dari pekerjaan sektor pertanian dan bukan pertanian, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
oleh penduduk untuk keputusan pindah ke luar daerah. Ilmu dan pengalaman yang telah diperoleh tidak disalurkan dikampung karena tidak tersedianya pekerjaan yang layak yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dapat memberikan penghasilan yang dapat memberikan penghasilan yang lebih memadai. Kemiskinan di kampung halaman merupakan faktor pendorong meninggalkan desa menuju
daerah-daerah yang lebih banyak memberikan kesempatan dan memberi harapan. Pekerjaan sebagai petani di daerah asal tidak memberikan sebagai kemajuan ekonomi membuat
masyarakat pindah. Tersedianya berbagai peluang pekerjaan di daerah Medan seperti untuk guru, pegawai pemerintahan, pegawai Swasta, pedagang, tukang becak dan lain-lain. Seperti
yang dialami keluarga Ulu Punguan R. Simajuntak yang berprofesi penjahit yang pindah ke kota Medan tahun 1984, menginginkan pindah karena kesempatan yang lebih besar untuk
mengembangkan usahanya.
77
b. Network sosial
Jumlah penduduk yang melakukan perpindahan dari bonapasogit kampung halaman ke kota Medan terus meningkat dari tahun ke tahun. Di kota Medan mereka bekerja dalam
sumber mata pencaharian dan mendirikan rumah-rumah sederhana maupun menyewa rumah disekitar tempat mereka bekerja. Pekerjaan yang berpenghasilan baik akan mendorong
Parmalim yang sudah dewasa dan telah meyelesaikan sekolah setingkat SLTA untuk
mengikuti saudaranya bekerja di Medan. Memiliki network
78
77
Wawancara dengan Bapak R. Simajuntak 4 Desember 2012.
78
Network adalah hubungan antara pribadi yang mempunyai ikatan satu sama lain. Ikatan ini dapat terjadi antara individu, rumah tangga, family, tetangga, kolega, teman atau kelompok sosial yang lain. Relasi ini
di dasarkan atas saling tukar yang mengandung hak dan kewajiban timbale balik. Togar Nainggolan, Batak Toba Di Jakarta: Kontinuitas Dan Perubahan Identitas,
2006, hal. 141.
di Kota Medan menjadi pertimbangan yang cukup penting bagi para calon migrant Parmalim. Network sangat
penting untuk menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan bagi calon migrant dan tempat sementara sebelum mendapatkan pekerjaan yang menetap dan mapan. Seperti T. Naipospos
pidah ke kota Medan tahun 1974 tinggal di Jln. PTP-IX Pasar VI Marindal Kecamatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Patumbak Kab. Deli Sedang yang telah memiliki seorang abangnya yang bekerja di Kota Medan, sehingga Ia memilih Medan sebagai tujuan perantaunnya.
c. Pembukaan Jaringan Jalan
Sarana jalan darat merupakan salah satu alat yang digunakan oleh penduduk yang melakukan perpindahan. Terbukanya jaringan jalan yang sebelumnya tertutup menyebabkan
banyaknya orang Batak Toba yang melakukan migrasi ke berbagai daerah. Jalan rintisan dan jalan setapak semakin penting untuk mempercepat arus perhubungan dari satu daerah ke
daerah lain. Seperti ke kota Medan pembukaan jalan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda sejak tahun 1908-1922, baik untuk tujuan perluasan jajahan maupun untuk
tujuan lain. Pembangunannya dilakukan dari daerah yang telah dikuasai dan selanjutnya daerah-daerah merdeka yang hendak dimasukkan dalam adminitratif kolonial Belanda.
Pembangunan jalan-jalan yang lebih besar dan lebih bagus yang menghubungkan antar daerah semakin banyak dibangun. Tapanuli Utara semakin terbuka dengan daerah luar dan
dipercepat melalui pembukaan jalan-jalan yang menghubungkan daerah tersebut dengan daerah luar. Pembangunan jalan utama seperti dari Tarutung-Sibolga 1915-1922, jalan
Siborongborong-Doloksanggul-Sidikkalang tahun 1930, jalan Tarutung-Pahae-Padang Sidempuan dan jalan Dolok Sanggul-Pakkat-Barus-Sibolga merupakan jalan keluar utama
dari Tapanuli Utara ke bagian Barat Tapanuli. Jaringan jalan lain, seperti jalan Sidikalang- kabanjahe tahun 1929, jalan Kabajahe- Kutacane 1909-1914, jalan Medan-Pematang
Siantar 1908-1914, Medan-Berastagi 1906-1912. Pembukaan jalan dari Balige melalui
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Parapat ke ke Pematang Siantar mempercepat orang-orang Toba masuk ke daerah Medan dari daerah Pematang Siantar 1939.
79
Migrant Parmalim yang datang ke Kota Medan dalam penelitian ini pada umumnya adalah Parmalim generasi pertama yang sudah mengenal pendidikan modern, hal ini terbukti