Tona, Poda, Patik dan Uhum

dikategorikan “melanggar hukum”. Dampak ketaatan kepada hukum akan membawa kepada keharmonisan dan kedamaian dalam masyarakat.

2.4.1 Tona, Poda, Patik dan Uhum

Sumber hukum lain yang juga dijadikan sebagai pedoman dalam pengamalan Ugamo Malim ada empat yaitu tona, poda, patik dan Uhum. Tona dalam bahasa Batak bermakna “pesan”, namun dalam istilah Ugamo Malim, kata tona bermakna ajaran yang diterima manusia dari Debata Mulajadi Nabolon. Tona ini pertama sekali diterima langsung oleh Raja Ihat Manisia dan Siboru Ihat Manisia. Ada tiga hal isi dalam Tona yang dipesankan Debata kepada Raja dan Siboru Ihat Manisia yaitu, pertama; perkara suruhanperintah dan larangan yang tertuang dalam satu bunyi ayat yaitu “yang boleh dan yang tidak boleh dikerjakan na jadi dohot naso jadi . Kedua; memesankan tentang cara hubungan yang baik antara manusia dengan Debata termaksud semua partohap harajaon malim pesan tersebut dituangkan dalam sebutan dalam sebuah ayat yang berbunyi; “agar terjadi hubungan tali yang akrab antara kalian yang berada di banua tonga dengan kami yang berada di banua ginjang hendaklah dilakukan dengan melalui pemberian pelean sesaji dalam setiap bersembahyang dan yang memberikan persembahan itupun harus bersih lagi “malim” suci”. Sedangkan yang ketiga adalah memesankan secara tegas kepada mereka berdua bahwa tidak boleh makan daging babi, anjing, bangkai, dan darah. Khusus mengenai darah sembelihan diperuntukkan bagi dewa Nagapadohaji setiap kali terjadi penyembelihan hewan. Poda pada istilah Ugamo Malim dapat di artikan sebagai ”nasehat” atau “sabda”. Ditinjau dari segi sumbernya, poda itu pada mulanya berasal dar para malim utusan Debata, misalnya poda dari Raja Uti, Simaribulubosi, Raja Sisingamangaraja dan Raja Nasiakbagi. Semua pesan ajaran agama yang keluar dari mulut mereka perkataan dianggap UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sebagi suara Debata yang tidak pernah diragukan kebenarannya. Jika tidak berlebihan, ajaran mereka sampaikan itu bisa disamakan dengan istilah “sabda”. Semua ajarang yang terkandung dalam poda itu menjadi pedoman hidup sekaligus sebagi salah satu sumber dalam pengamalan ajaran Ugamo Malim. Salah satu poda yang selalu disebut-sebut dalam setiap upacara keagamaan terutama pada upacara mararisabtu ialah poda “poda yang lima” yang lazim disebut dengan poda hamalimon ajaran keagamaan Malim. Poda yang lima ini sifatnya bernada suruhan yang wajib diamalkan oleh setiap warga parmalim dalam kehidupan sehari-hari. Kelima poda tersebut adalah sebagai berikut; 1. Ikon malim parhundulun harus suci dalam setiap duduk. Ayat ini bermakna luas karena duduk yang dimaksudkan disini bukan hanya sekedar “cara duduk yang baik” atau “ kekuasaan. Inti yang terdapat dalam pesa ayat pertama ini adalah memelihara diri agar terhindar dari koridor etiket yang tidak baik dan jangan bersikap sombong dan berbuat kesalahan yang dapat mengundang orang lain untuk membencinya. 2. Ikkon maim parmanganon harus suci dalam setiap makan. Sama dengan ayat yang pertama yang juga bermakna luas karena pesan yang terkandung dalam ayat ini bukan hanya keharusan tertib dan sopan saja dalm setiap waktu makan, akan tetapi makna yang lebih dalam lagi adalah menghindarkan diri dari perbuatan yang tercela seperti mencuri, berbuat korupsi dan perbuatan lain yang sefatnya dapat mengorbankan orang lain. 3. Ikkon malim parmerengon harus suci dalam setiap melihat. Maknanya adalah membatasi diri dalam setiap melihat sesuatu objek dengan maksud agar jangan menimbulkan masalah baik terhadap diri sendiri maupun kepada orang lain. Batasan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dalam melihat itu dapat di ukur dengan indikator larangan seperti melihat dengan rada marah, mata membelalak dan beberapa cara memandang lainnya yang masuk dalam kategori yang tidak sopan. Apabila amalan ini tidak dapat diamalakan, maka kemungkinan besar akan membawa malapetaka kepada manusia yang bersangkutan. 4. Ingkon malaim panghataion harus suci dalam setiap perkataan. Maksudnya adalah memelihara diri dari perkataan yang kurang baik seperti perkataan kotor, menghina, berdusta, membodohi dan sejumlah perkataan lainnya yang tergolong perkataan buruk dan kurang patut. 5. Ingkon malim pardalanan harus suci setiap berjalan. Maksudnya iayalah memelihara diri dari segala bentuk penampilan yang kurang sopan dan kurang terpuji baik dalam cara berjalan maupun cara berpakaian. Patik, arti harfiahnya bermakna “peraturan” atau “kaidah”. Patik terdiri dari pasal- pasal yang mengandung peraturan yang tujuannya untuk mengatur kehidupan manusia. Patik ini dapat dibagi kepada dua bagian yaitu, pertama; patik yang mengatur hubungan manusia dengan Debata dan patik yang ,mengatur hubungan manusia dengan sesamanya. Kedua, adalah patik yang berkaitan dengan hukum dan ketentuan dalam pelaksanaan upacara keagamaan.

2.5 Ritual Ugamo Malim