Migran Parmalim di Kota Medan

Parapat ke ke Pematang Siantar mempercepat orang-orang Toba masuk ke daerah Medan dari daerah Pematang Siantar 1939. 79 Migrant Parmalim yang datang ke Kota Medan dalam penelitian ini pada umumnya adalah Parmalim generasi pertama yang sudah mengenal pendidikan modern, hal ini terbukti dari data buku Bolon Letak wilayah yang tidak terlalu jauh dari kampung halaman menjadi salah satu pertimbangan Parmalim dari Tapanuli Utara untuk melakukan perpindahan ke daerah lain terutama ke Kota Medan. Adanya persamaan budaya dan sebagai orang Indonesia dapat menjadi faktor penarik orang dari suku lain melakukan perpindahan ke kota Medan. Perbedaan yang tidak terlalu menjolok menjadi faktor yang menarik Parmalim untuk bermigrasi ke Kota Medan. Parmalim bagian dari Orang Batak Toba telah mendiami Medan sejak awal tahun 1900-an membuat Parmalim lebih mudah mengadakan adaptasi karena masih menemukan unsur budaya yang sama dengan para migrant Parmalim.

3.4 Migran Parmalim di Kota Medan

80 , bahwa Parmalim yang bermigrasi adalah mereka yang sudah memiliki kemampuan baca tulis, mereka setidaknya telah mengikuti pendidikan Sekolah Rakyat setingkat pendidikan dasar setelah kemerdekaan. 81 79 O.H.S Purba, 1997, hal. 91. 80 Buku Bolon adalah buku yang digunakan untuk mencatat jumlah keanggotaan Parmalim di seluruh punguan cabang , data dalam buku ini meliputi, nama Kepala Keluarga beserta istri dan anak, tahun lahir masing-masing anggota keluarga, jenjang pendidikan, serta tempat tinggal. 81 Perkembangan pendidikan di Tapanuli adalah salah satu yang terbaik di Indonesia setelah kemerdekaan, pendidikan dianggap sebagai sumber kemajuan. Hal ini adalah akibat dari pendidikan yang diberikan zending RMG selama Kolonialisme kepada orang Batak Toba. Tradisi dalam masa kemerdekaan Indonesia dilanjutkan oleh Huria Batak Kristen Protestan HKBP untuk mendidik anak-anak Toba, tidak seperti masa RMG, dimana sekolah gereja hanya untuk anak yang beragama Kristen, setelah masa kemerdekaan pendidikan adalah hak semua orang sehingga sekolah tidak lagi dibuat berdasarkan batasan-batasan agama. Selain itu pemerintah juga telah mulai mengaktifkan sekolah bekas pemerintah kolonial maupun mendirikan sekolah baru di kota-kota kecamatan di Tapanuli. Op Cit.O.H.S Purba, 1997, hal. 71. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Para perintis migrant Parmalim ke Kota Medan telah datang sebelum Indonesia Merdeka tahun 1945. Diantara Mereka ada yang merupakan pejuang, pekerja atau pun petani yang mencari lahan. R.M Naipospos adalah contoh migrant Parmalim yang datang ke Kota Medan sejak Tahun 1956. 82 Arah kebijakan ekonomi Indonesia yang pro pada pembangunan ekonomi sangat berdampak besar terhadap perkembangan Kota Medan. Kota Medan ditetapkan sebagai salah satu kota pusat pengembangan wilayah utama di pulau Sumatera dalam REPELITA II tahun 1974, realisasi dari program ini adalah dikembangkanya pusat industri utama seperti kawasan Industri Medan KIM di Kecamatan Belawan, perkembangan Industri diikuti dengan perbaikan infrastruktur seperti jalan, dan gedung pemerintahan di Kota Medan. 83 artinya “ di tahun 1991 ketika saya mulai memimpin Punguan medan sudah ada 40 rumah tangga yang terdaftar di punguan Medan, kami memang masih kecil, tetapi dibandingkan punguan lainnya, Punguan Medan termaksud dalam kategori yang besar diantara punguan yang lain”. Perkembangan Kota Medan sebagai pusat Industri di Sumatera Utara semakin menarik minat Parmalim untuk bermigrasi ke Kota Medan. Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih menjanjikan sangat terbuka di Kota Medan. Di tahun 1991 setidaknya sudah terdapat 160 orang Parmalim di Kota Medan. Angka demikian di dapat dari hasil wawancara dengan Bapak Rinsan Simajuntak, beliau mengatakan. ”i taon 1991 di tikki au mulai menguluhun punguan Medan nga adong nian 40 rumah tangga na tar daftar di punguan Medan, jala hami marsai metmet dope nian, alai dibandingkon punguan na asing, punguan Medan termaksud do na umbalga diantara punguan na lain ” 84 82 Wawancara dengan Bapak Mangasi Naipospos, 1 Desember 2013. 83 Bahruddin, perkembangan Medan Menuju Metropolitan; Suatu Tinjauan Sosiologis, dalam jurnal Harmooni, September 2006, Vol. 1. 84 Wawancara dengan bapak Rinsan Simajuntak, 27 Oktober 2012. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Parmalim sebagai bagian dari Orang Batak adalah penganut system garis keturunan patrilinear dimana budayanya berkembang di wilayah agraris, maka nilai hidup yang menjadi pedoman mereka di dasarkan pada nilai-nilai dan kebutuhan masyarakat agraris salah satu nilai yang di peraktikkan Orang Batak adalah “maranak sampulu pitu, marboru sampulu walu ” memiliki anak laki-laki 17, anak perempuan 18. Falsafah ini bermakna bahwa memiliki anak yang banyak keturunan yang banyak adalah suatu ukuran keberhasilan. Memiliki anak yang banyak adalah salah satu tujuan hidup Orang Batak yaitu banyak keturunan hagabeon, dibarengi dengan kelimpahan harta hamoraon serta pengaruh ataupun jabatan yang tinggi Hasangapon. Parmalim di Kota Medan juga mengamalkan falsafah tersebut, mereka adalah kelompok masyarakat Batak yang memiliki anak yang banyak. Maka dari uraian Bapak Rinsan Simajuntak yang menyatakan sudah ada sebanyak 40 KK pada tahun 1991. Dengan asumsi jika satu keluarga memiliki 4 Orang anggota keluarga yang terdiri dari dari ayah, Ibu dan 2 orang anak maka dapat di perkirakan setidaknya sudah ada sebanyak 120 Orang warga Parmalim di Kota Medan pada masa itu. Perhitungan tersebut adalah angka paling minim, karena dalam Buku Bolon Punguan Kota Medan menunjukkan kecendrungan keluarga Parmalim memiliki lebih dari dua anak dalam satu keluarga. Dampak dari keluarga besar ini mengakibatkan pertambahan populasi penduduk Parmalim dua kali lipat yakni menjadi 75 KK dalam kurun waktu 14 tahun 2006, baik itu karena pernikahan warga Parmalim yang besar di Kota Medan maupun yang bermigrasi dan menetap di Kota Medan. Sehinga berdasarkan buku Bolon Parmalim punguan Medan sampai Tahun 2006 jumlah warga Parmalim di Kota Medan sudah mencapai sekitar 301 jiwa. Data UNIVERSITAS SUMATERA UTARA seperti ini tak dapat kita temukan dalam data resmi pemerintah seperti sensus penduduk, karena sensus penduduk hanya mencantumkan enam agama resmi, sedangkan Parmalim digolongkan dalam kelompok “lainnya”. Data ini pun tidak dapat digunakan sepenuhnya karena data penganut “lainnya” ini merupakan gabungan dari seluruh agama maupun aliran kepercayaan yang ada di kota Medan. Pada sensus tahun 2000 tercatat bahwa penganut agama yang di luar enam agama resmi sebesar 1.336 Jiwa. Tabel 4. Konsentrasi tempat tinggal Parmalim Punguan Medan berdasarkan Kecamatan dari tahun 1963-2006 No Tempat Tinggal Jumlah KK 1 Kecamatan Medan Denai 21 2 Kecamatan Patumbak, Deli Serdang 16 3 Kecamatan Medan Amplas 11 4 Kecamatan Tanjung Morawa, Deliserdang 6 5 Kecamatan Medan Kota 6 6 Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli Serdang 4 7 Kecamatan Medan Belawan 4 8 Kecamatan Brastagi, Kabupaten Tanah Karo 3 9 Kecamatan Medan Marelan 1 10 Kecamatan Medan Labuhan 1 11 Kecamatan Medan Sunggal 1 12 Kecamatan Medan Barat 1 Jumlah 75 Sumber: Buku Bolon Punguan Medan Di Kota Medan Parmalim bertempat tinggal di wilayah yang dihuni oleh kelompok mayoritas di luar penganut Ugamo Malim. Mereka umumnya tinggal di wilayah mayoritas Orang Batak Toba, berdasarkan sensus maupun data-data yang dikemukankan oleh peneliti pada bab sebelumnya Bab III Orang Batak telah menjadi mayoritas di Kota Medan di bawah Orang Jawa. Pada sensus penduduk Kota Medan Tahun 2000 Orang Batak Toba telah menjadi penduduk yang dominan di beberapa kecamatan di Kota Medan seperti Kecamatan Medan Denai, Kecamatan Medan Amplas, dan Kecamatan Patumbak Kab. Deli Serdang. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Di Kecamatan Medan Denai jumlah Orang Batak 32.904 jiwa melampaui jumlah Orang Jawa yang menjadi suku terbesar dalam jumlah di kota Medan sebesar 30.584 jiwa. 85 Tinggal dengan wilayah yang berdekatan serta dekat dengan pusat Parsattian memudahkan Parmalim untuk melakukan komunikasi dan kordinasi dengan sesama Parmalim, hal ini berguna untuk menjaga apabila ada terjadi peristiwa-peristiwa penting seperti kemalangan. Parmalim adalah sebuah keluarga yang dipersatukan dalam Ugamo Adapun Parmalim memilih ketiga kecamatan tersebut sebagai tempat tinggal adalah berhubungan dengan arus kedatangan mereka dari Toba ke Medan, di mana Amplas sebagai pintu utama kedatangan moda transportasi ke Medan dari wilayah Timur terletak di Stasiun Amplas. Hal ini sama kiranya dengan konsentrasi pemukiman Orang Aceh di Medan yang dominan di wilayah Kecamatan Sunggal dimana terdapat stasiun Pinang Baris sebagai pintu masuk kedatangan untuk wilayah Medan bagian Barat. Arus mobilisasi Parmalim di Kota Medan sangat erat dengan pekerjaan yang digeluti oleh mereka. Pada awalnya mereka tinggal bersama dengan family, mencari kerja dan bertempat tinggal di wilayah yang dekat dengan tempat pekerjaanya. Di Kota Medan Parmalim bekerja dalam berbagai sektor, mulai dari aparatur negara, polisi, guru, pegawai swasta dan pekerjaan informal seperti berdagang dan penarik becak. Mempunyai jenis pekerjaan yang beragam menyebabkan sangat jarang sekali diantara warga Parmalim, yang tinggal bertetangga, tetapi walaupun demikian biasanya mereka bermukim dalam satu wilayah yang berdekatan seperti di Kecamatan Denai. 85 Sensus penduduk Tahun 20002 adalah sensus nasional pertama kali yang menghitung penduduk berdasarkan suku dan agama, dimana tahun sebelumnya hal tersebut merupakan sebuah kebiasaan yang dihindarkan sejak pemerintahan presiden Soekarno-Soeharto. Zaman reformasi membawa sejumlah dampak bagi perubahan tata pemerintahan termaksuk salah satunya tentang kebijakan kependudukan. Lihat Sensus Penduduk Kota Medan Tahun 2000. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Malim dibawah Ihutan sehingga wajib bagi Parmalim untuk membantu sesamanya, dan orang lain yang membutuhkan sesuai kemampuannya. 86 BAB IV 86 Wawancara dengan Bapak Rinsan Simajuntak, 27 Oktober 2012. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KEBERADAAN PARMALIM DI KOTA MEDAN 1963-2006

4.1 Sejarah Punguan Parasian Parmalim Kota Medan