Pengambilan keputusan mengenai jumlah anak mencakup dan mempertimbangkan dua nilai anak positif dan negatif, walaupun anak merupakan
buah kasih sayang dari dua orang laki-laki dan perempuan yang terkait dalam perkawinan yang sah. Robinson dan Hrbinson 1983 yang dikutip oleh Hajar 1992
mengaktegorikan nilai anak yaitu : 1
Nilai psikologis : anak sebagai sumber hiburan bagi orang tua 2
Nilai ekonomis : anak sebagai tenaga kerja atau sarana produksi untuk meningkatkan pendapatan keluarga.
3 Nilai sosial : anak sebagai sumber ketentraman, baik di hari tua dan
sebaliknya.
1. Nilai psikologis
Keluarga akan mempunyai kebahagiaan tersendiri jika telah mempunyai anak. Seorang suami akan lebih pantas disebut bapak atau ayah apabila sudah mempunyai
anak dan seorang istri juga akan sempurna sebagai stri jika telah mempunyai anak. Kehadiran anak dalam keluarga juga memberi kesempatan kepada siami-istri untuk
mendidik dan membimbing anak-anaknya mulai dari bayi hingga dewasa kelak nantinya. Kehadiran anak juga sering kali mempertimbangkan jumlah dan
kelengkapan jenis kelamin. Pada masyarakat dengan sistim kekerabatan patrilineal maka kehadiran anak laki-laki merupakan kebahagiaan yang “lebih” dibandingkan
dengan anak perempuan. Sebaliknya pada masyarakat dengan sistim kekerabatan matrilineal maka kehadiran anak perempuanlah yang dinilai “lebih”.
Universitas Sumatera Utara
Kehadiran anak pada dua jenis sistim kekerabatan di atas dapat menyebabkan seseorang dinilai lebih terhormat atau dihargai oleh masyarakatnya. Hali ini tentu saja
berkaitan dengan masyarakat tradisional. Hasil penelitian Astiti 1994 mengemukakan orang tua di Bali kelihatannya tidak begitu khawatr apabila anaknya
tidak memberikan jaminan di hari tuanya. Orang tua lebih merasa khawatir, apabila mereka tidak mempunyai anak yang akan meneruskan keturunannya, karena anak
keturunan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan orang tua, baik dunia maupun akhirat.
2. Nilai Ekonomi
Di daerah Jawa anak sudah dapat membantu orang tua pada usia yang sangat muda yaitu umur 7 sampai 9 tahun, bahkan juga pada usia 5 sampai 6 tahun. Anak
laki-laki biasanya mengumpulkan rumput dan mengambil air White, 1982 dikutip Ihromi, 1999. Semakin besar usia mereka semakin berat pekerjaan yang harus
mereka lakukan. Hal ini sejalan dengan sosialisasi kerja yang dilakukan oleh orang tua mereka. Dalam kasus ini orang tua mengharapkan anak membantu pekerjaan ayah
dan keuangan keluarga. Bahkan White dan Tjandraningsih 1991 anak-anak di daerah Jawa Barat tidak saja dilibatkan untuk membantu orang tua, maka mereka
kerja upahan baik dalam pertanian maupun industri skala besar dan kecil juga tampak menjadi lazim.
Masyarakat mempunyai keyakinan tentang anak. Konsep “banyak anak, banyak rejeki” dan “anak mempunyai dan membawa rejeki sendiri-sendiri”
memotivasi orang tua dalam pengambilan keputusan untuk mempunyai anak dalam
Universitas Sumatera Utara
jumlah banyak. Jumlah anak yang banyak ini dapat dijadikan sebagai modal kerja untuk mengelola lahan pertanian mengingat peralatan dan teknologi pertanian yang
digunakan masih relatif maju sehingga kehadiran anak mempunyai arti penting. Tjandraningsih, 1991
Arti penting nilai anak tersebut dalam menunjang ekonomi keluarga berkaitan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan orang tua dalam membesarkan, mendidik
dan menyekolahkan anak-anaknya. Anak-anak menjadi harapan utama untuk mengingkatkan pendapatan terutama bag masyarakat kalangan ekonomi menengah
kebawah. Berbeda dengan kalangan ekonomi menengah ke atas yang relatif lebih mampu untuk membesarkan, mendidik dan menyekolahkan anak-anaknya tanpa
menuntut lebih jauh nilai positif anak-anaknya. Namun sepenuhnya tergantung kemauan anak-anaknya Tjandraningsih, 1991.
3. Nilai sosial