Kepadatan individum² dan Kepadatan Relatif Populasi Cacing Tanah

III 522,47. Hal ini dikarenakan dengan meningkatnya P di lokasi III berarti tanaman penutup yang ada pada lokasi III cocok untuk perkembangbiakan cacing tanah. Menurut Muklis 2007, apabila P tinggi di suatu daerah itu berarti tanaman d daerah tersebut tergolong bagus. Suin 1982 menyatakan bahwa pada tanah dengan vegetasi dasarnya rapat, maka cacing tanah akan banyak ditemukan, karena kondisi fisik kimia tanahnya lebih baik dan juga sumber makanan yang banyak ditemukan. Sedangkan pada lokasi I kondisi fisik kimianya kurang bagus untuk perkembangbiakan cacing tanah karena Kelimpahan cacing tanah dipengaruhi oleh bahan organik, dengan meningkatnya bahan organik maka meningkat pula populasi cacing tanah , karena disekitar liang cacing tanah kaya akan N total dan C organik Kotoran feses cacing tanah mengandung banyak bahan organik yang tinggi, berupa N total dan nitrat, Ca dan Mg , dan kemampuan penukaran basa. Disini membuktikan bahwa cacing tanah berpengaruh baik terhadap produkt ivitas tanah. Karena cacing tanah dalam sifat kimia tanahnya berperan menghasilkan bahan organik, kemampuan dalam pertukaran kation, unsur P dan K yang tersedia akan meningkat. Buckman Brady 1982 menyatakan bahan organik tanah sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan populasi cacing tanah, karena bahan organik yang terdapat di tanah sangat diperlukan untuk melanjutkan kehidupannya. Selanjutnya Walwork 1970 menyatakan keberadaan spesies cacing tanah pada suatu areal sangat ditentukan oleh kandungan bahan organik di areal tersebut, apabila kandungan organiknya tinggi maka spesies cacing tanah juga akan banyak sehingga umumnya tanah yang banyak mengandung bahan organik memiliki aerasi dan porositas yang baik.

4.3 Kepadatan individum² dan Kepadatan Relatif Populasi Cacing Tanah

Kepadatan populasi cacing tanah pada ketiga lokasi penelitian tidak terlalu berbeda, kepadatan populasi cacing tanah yang paling tinggi didapatkan pada lokasi III yaitu 41,46 individum2. dan kepadatan populasi yang paling rendah dari ketiga lokasi ini Universitas Sumatera Utara adalah pada lokasi I yaitu 29,62 individum2 seperti yang terlihat pada Tabel 4.3 berikut ini: Tabel 4.3 Kepadatan individum² dan kepadatan Relatif Populasi Cacing Tanah Pada Masing-Masing Lokasi Penelitian No Spesies Lokasi I Lokasi II Lokasi III K KR Kom K KR Kom K KR Kom 1 Fridericia - - - - - - 1,48 3,56 4 2 Megascolex sp1 11,11 37,50 2 21,47 53,70 1 22,96 55,37 1 3 Pheretima Posthuma 5,18 17,48 3 7,40 18,50 3 10,36 24,98 2 4 Pontoscolex corethrurus 13,33 44,96 1 11,11 27,78 2 6,66 16,06 3 Jumlah 29,62 99,94 39,98 99,98 41,46 99,97 Keterangan: Lokasi I, Areal kebun yang tidak dialiri dengan limbah cair kelapa sawit Kontrol, Lokasi II, Areal kebun yang dialiri limbah cair kelapa sawit yang telah mulai kering lembab Lokasi III = Areal kebun yang dialiri limbah cair kelapa sawit yang masih basah K= Kepadatan, KR= Kepadatan Relatif Dari Tabel 4.3 terlihat bahwa spesies yang memiliki nilai kepadatan tertinggi pada lokasi 1 yaitu spesies Pontoscolex corethrurus 13,33 individum 2 dengan nilai kepadatan relatif 44,96 , dan nilai kepadatan terendah di dapatkan pada spesies Pheretima posthuma 5,18 individum 2 dengan nilai kepadatan relatif 17,48. Pada lokasi II spesies yang memiliki nilai kepadatan tertinggi yaitu spesies Megascolex sp1 21,47 individum 2 dengan nilai kepadatan relatif 53,70 dan nilai kepadatan terendah pada spesies Pheretima posthuma 7,40 dengan nilai kepadatan relatif 18,50. Pada lokasi III spesies yang memilki nilai kepadatan tertinggi yaitu spesies Megascolex sp1 22,96 individum 2 dengan nilai kepadatan relatif 55,37 dan nilai kepadatan terendah pada spesies Fridericia sp 1,48 individum 2 dengan nilai kepadatan relatif 3,56. Dari tabel dilihat spesies yang memiliki nilai tertinggi pada lokasi penelitian pada spesies Pontoscolex corethrurus dan Megascolex sp1. Keadaan ini disebabkan kedua spesies ini memiliki nilai toleransi yang luas di Indonesia dalam meningkatkan kesuburan tanah. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Suin 1997 cacing tanah dari jenis Pontoscolex corethrurus dan Megascolex sp1 ini sangat luas penyebarannya di Indonesia dan banyak ditemukan pada semak belukar, padang rumput, Tetapi tidak ditemukan di hutan yang lebat. Universitas Sumatera Utara Selanjutnya Suin 1988 dalam Arlen menyatakan cacing tanah dari jenis Pontoscolex corethrurus banyak ditemukan pada tanah hutan, padang rumput dan semak belukar yang memiliki pH tanah netral 6,4-7, dan tidak menyukai tanah dengan pH 6,4, serta telah tercemar oleh bahan-bahan kimia, seperti debu semen, pupuk dan pestisida kimia yang banyak digunakan dalam dunia pertanian. Sedangkan cacing tanah dari jenis Megascolex sp1 lebih menyukai kondisi lingkungan yang agak asam, dan sering ditemukan pada tanah dengan pH 6, dimana kelembaban tanahnya berkisar antara 85-95 .

4.4 Frekuensi Kehadiran FK Masing-masing Spesies Cacing Tanah pada Tiga Lokasi Penelitian