Praktek Pertanian Organik di Kecamatan Sawangan

4.7.1. Praktek Pertanian Organik di Kecamatan Sawangan

Meskipun mempunyai pemahaman yang relatif sama mengenai pertanian organik khususnya antara para pelaku pertanian organik dalam prakteknya sering kali terdapat berbagai perbedaan dalam proses budidaya padi organik. Berbagai perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut : 1. Belum diterapkannya standarisasi yang ada sehingga masing – masing kelompok atau pelaku pertanian organik dapat menetapkan standard sendiri. 2. Orientasi pasar, dengan standar yang sudah ditetapkan oleh kelompok dan apabila bisa menyakinkan pasar bahwa produknya berkualitas dan layak dihargai lebih maka untuk selanjutnya cukuplah memakai standar tersebut. 3. Para petani kita, dengan adanya revolusi hijau terbiasa melihat tanaman selalu dalam kondisi hijau. Untuk melakukan pertanian organik sebagaimana mestinya seringkali belum mempunyai ketetapan 100 sehingga dalam prakteknya masih menggunakan pupuk kimia sebagai pupuk dasar dan sudah sebisa mungkin meninggalkan penggunaan pestisida kimia. Karena berbagai hal tersebut, dalam prakteknya sistem pertanian yang berkembang di Kecamatan Sawangan adalah sebagai berikut : a. Sistem Pertanian Organik - standar Pertanian Organik yang ditetapkan oleh P2L adalah tanaman padi Menthik wangi yang dalam proses budidayanya tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Untuk menjamin diterapkannya standar ini , anggota calon anggota P2L melakukan semacam perjanjian atau kesepakatan dengan P2L untuk menanam padi seperti yang dipersyaratkan. Apabila diketahui dalam proses budidaya menggunakan pupuk dan pestisida kimia maka gabah yang dihasilkan tidak akan dibeli oleh kelompok. P2L mengemas beras hasil kelompok sebagai Beras Non Kimia, demikian disampaikan Mas Yuli dan Mas Antok pengelola P2L. Mengacu berbagai standar yang sudah ada, pertanian organik tidak sekedar teknik budidaya yang mengembangkan jenis padi lokal serta tidak menggunakan pupuk dan pestisida sintetis. Pertanian organik menganut prinsip ekologis. Prinsip ekologis yang dimaksudkan dalam pengembangan pertanian organik adalah pedoman yang didasarkan pada hubungan antara organisme dengan alam sekitarnya dan hubungan antara organisme itu sendiri secara seimbang. Artinya pola hubungan antara organisme dengan alamnya dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Pola hubungan ini digunakan sebagai pedoman atau hukum dasar dalam pengelolaan alam, termasuk pertanian di dalamnya. Dalam pertanian organik dikenal adanya masa konversi apabila lahan sawah yang akan digunakan sebelumnya sudah untuk budidaya secara konvensional. Masa konversi bertujuan untuk menghilangkan zat-zat kimia yang masih ada. Masa konversi selama 3 – 4 musim tanam melihat riwayat penggunaan pupuk dan pestisida kimia sintetis pada lahan tersebut. P2L tidak memberlakukan masa konversi bagi anggota yang baru mulai menanam secara organik. Bila masa konversi diberlakukan maka akan semakin sulit mengajak petani konvensional untuk memulai menanam secara organik. Penggunaan pupuk organik selama ini sudah dapat dilakukan dengan baik meskipun kebanyakan pupuk kandang atau pupuk hijau yang digunakan belum mendapat perlakuan atau pengolahan sebagaimana mestinya. b. Sistem Pertanian Semi Organik – masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jumlah terbatas untuk pupuk dasar maupun pupuk lanjutan dan sebagian yang lain masih mentoleransi penggunaan pestisida kimia dalam keadaan khusus dengan tanaman padi menthik wangi , IR 64, Cianjur dan Makmur. Kelompok tani yang khusus menanam padi menthik wangi adalah para petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Dusun Piyungan Desa Tirtosari Piyungan. Anggota kelompok menjual hasil panenan mereka kepada kelompok sudah berujud beras. Kelompok saat ini membeli beras menthik wangi dari anggota sebesar Rp. 6.000,- kg. Permintaan pasar yang bisa dipenuhi oleh kelompok ini sebesar kurang lebih 2 ton beras untuk setiap bulannya. Para petani yang bukan anggota kelompok menjual hasil padi mereka kepada para pedagang umum atau para pedagang beras organik yang diusahakan perorangan dengan harga yang bervariasi ada yang sama dengan pasar umum ada yang dibeli dengan nilai lebih. c. Sistem pertanian konvensional – dengan tanaman padi kebanyakan IR 64, Cianjur, Makmur dan beberapa varietas yang lain. Sistem pertanian ini masih mengandalkan pupuk dan pestisida kimia sintetis. Pemupukan yang dilakukan belum berimbang kebanyakan masih menggunakan pupuk putih urea. Hasil produksi dijual ke pasar umum. Sebagian besar hasil padi dijual di sawah tebasan dan sebagian yang lain dijual berupa gabah di pasar umum. Harga gabah kering giling di pasar umum saat ini pada kisaran Rp. 2.000 – Rp. 2.500,- kg. Dari pasang surutnya kegiatan pertanian organik di Kecamatan Sawangan dari kurun waktu 1996 sampai saat ini yang dikelola oleh berbagai kelompok atau LSM, tergambar dengan jelas bahwa bukan faktor teknis yang menyebabkan hal tersebut. Dengan kata lain praktek pertanian organik di Kecamatan Sawangan dengan dukungan berbagai potensi lokal yang ada tidak mengalami hambatan yang sangat berat meskipun dalam prakteknya juga tidak lepas dari berbagai kendala yang dihadapi. Hal yang menjadi kesulitan mendasar adalah bagaimana saling menjaga kepercayaan antar pelaku atau berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan pertanian organik. Baik itu hubungan antara anggota dengan kelompok atau pendamping, hubungan antara kelompok atau pendamping dengan petani dan konsumen, dan hubungan antara kelompok atau pendamping dengan konsumen. Petani atau anggota selama kurun waktu tersebut bahkan sampai saat ini tidak mempunyai akses langsung terhadap konsumen dan demikian pula konsumen tidak mempunyai akses langsung kepada petani. Hubungan antara petani dan konsumen selama kurun waktu tersebut melalui peran kelompok atau pendamping. Dalam berbagai kasus hilangnya kepercayaan pasar yang sebelumnya sudah berhasil dibangun maka kelompok atau pendamping yang harus mengambil tanggung jawab lebih besar. Hal ini disebabkan karena kelompok atau pendamping yang mempunyai akses kepada produsen dan konsumen dan berbagai keputusan atau kebijakan menjadi kewengan kelompok atau pendamping. Orientasi mengejar keuntungan sesaat memanfaatkan besarnya permintaan dari pasar membuat kelompok – kelompok tersebut lalai dalam menjaga mutu produk atau dengan bahkan ada yang sengaja mencampur atau memalsukan produk non organik sebagai produk organik.

4.7. 2. Paguyuban Petani Lestari P2L