2.5. Pemberdayaan Petani Melalui Pertanian Organik
Revolusi hijau tidak hanya menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan tetapi juga menimbulkan dampak negatif terhadap tingkat kemandirian petani. Revolusi
hijau dengan ujung tombak bibit unggul, pupuk kimia dan pestisida kimia menciptakan ketergantungan yang sangat besar pada petani untuk menjalankan usaha pertaniannya.
Ketergantungan yang sangat besar ini semakin merapuhkan kedaulatan petani di dalam menjalankan usaha pertaniannya. Petani tidak diposisikan sebagai subyek pembangunan
tetapi sekedar diposisikan sebagai obyek pembangunan. Menurut Sitorus 2006 proses penyuluhan pertanian selama periode “Revolusi Hijau“ tidak hanya mengganti paksa
”pengetahuan dan teknologi asli” dengan ”pengetahuan dan teknologi asing” melalui proyek modernisasi pertanian tetapi juga mengganti paksa organisasi sosial petani padi
dari tipe ”partisipatoris” ke tipe ”mobilisasi”, yaitu terutama kelompok tani dan gabungan kelompok tani gapoktan yang diklaim sebagai ”organisasi modern”. Dengan
kata lain proses pengembangan pertanian selama ini tidak menguatkan otonomi petani, melainkan mencabutnya.
Untuk dapat membangun sistem pertanian yang tangguh yang akan mendukung terwujudnya ketahanan pangan maka hal yang tidak bisa ditinggalkan adalah
memberdayakan para petani sebagai pelaku pertanian baik secara individu maupun secara kelompok. Menurut Hikmat 2004 konsep pemberdayaan dalam wacana
pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan. Tentang kemandirian petani, Pengertian lain tentang
pemberdayaan dikemukakan oleh Rappaport, 1987 dalam Hikmat, 2004 yang mengartikan pemberdayaan sebagai pemahaman secara psikologis pengaruh kontrol
individu terhadap keadaan sosial, kekuatan politik dan hak-haknya menurut undang- undang.
Satu hal yang tidak boleh dilupakan dalam proses pemberdayaan adalah partisipasi sebagaimana disampaikan oleh Craig dan Mayo, 1995 dalam Hikmat, 2004
yang menyatakan partisipasi merupakan komponen penting dalam pembangkitan kemandirian dan proses pemberdayaan. Dengan partisipasi orang terlibat dalam suatu
proses sehingga mereka dapat lebih memperhatikan hidupnya untuk memperoleh rasa
percaya diri, memiliki harga diri dan pengetahuan untuk mengembangkan keahlian baru. Menurut Yuwono T dkk , 2001, dalam Mulyanto, 2003 partisipasi mengandung arti
bahwa setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi, legitimasi yang mewakili
kepentingannya. Partisipasi dibangun berdasarkan kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.
Pada saat awal diberlakukannya revolusi hijau, terjadi dominasi oleh negara yang sangat kuat sehingga ruang partisipasi petani menjadi tertutup. Seperti yang sudah
disebut sebelumnya petani diposisikan sebagai obyek pembangunan yang dapat dimobilisasi untuk kepentingan negara. Meskipun situasi yang dihadapi petani pada saat
ini sudah banyak berubah tetapi nasib petani sendiri tidak mengalami perubahan yang berarti. Setelah mereka dipaksa untuk menggunakan teknologi baru dan mempunyai
ketergantungan yang tinggi terhadap pupuk dan obat-obatan kimia hasil pabrikan ternyata tidak mampu membawa perubahan nasib dan kesejahteraan petani menjadi
lebih baik. Pertanian organik dengan salah satu prinsipnya yaitu keadilan mempunyai perhatian yang besar terhadap upaya pemberdayaan para pelaku pertanian. Pertanian
organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama. Keadilan dicirikan dengan kesetaraan, saling
menghormati, berkeadilan dan pengelolaan dunia secara bersama, baik antar manusia dan dalam hubungannya dengan makhluk hidup yang lain. Prinsip ini menekankan
bahwa mereka yang terlibat dalam pertanian organik harus membangun hubungan yang manusiawi untuk memastikan adanya keadilan bagi semua pihak di segala tingkatan;
seperti petani, pekerja, pemroses, penyalur, pedagang dan konsumen. Pertanian organik harus memberikan kualitas hidup yang baik bagi setiap orang yang terlibat,
menyumbang bagi kedaulatan pangan dan pengurangan kemiskinan. Menurut Wiryono, dalam Winangun, 2005, partisipasi masyarakat setempat
adalah esensial dalam penerapan setiap strategi pengembangan pertanian. Harus diusahakan kesadaran publik yang lebih besar atas peranan vital yang bisa dimainkan
oleh organisasi-organisasi masyarakat setempat, kelompok-kelompok wanita, kelompok- kelompok tani, kelompok-kelompok masyarakat adat, dalam pengembangan pertanian
berkelanjutan. Partisipasi masyarakat setempat begitu ditekankan karena :
a. Alasan ekologis : pengembangan pertanian berkelanjutan mendasarkan diri pada pengembangan ekosistem setempat di mana interaksi masyarakat dengan ekosistem
tersebut bersifat menentukan. Interaksi terjadi tidak hanya pada dimensi jasmani tetapi juga pada dimensi rohani, dimensi sosio-kultural bahkan religius.
b. Alasan prinsip keberlanjutan : pengembangan pertanian akan berkelanjutan hanya terjadi kalau didukung secara penuh serta terus-menerus oleh masyarakat setempat.
c. Alasan prinsip pendidikan : bahwa masyarakatlah yang harus diberdayakan . cara pemberdayaan paling efektif haruslah dilakukan melalui proses pendidikan bercorak
partisipatif.
2.6. Pertanian Organik sebagai Wujud Pertanian Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan