Upaya Peningkatan Kemandirian Anak Melalui Metode Bermain Peran pada Kelompok A Taman Kanak Kanak Pertiwi Jatirokeh–Songgom Brebes

(1)

UP ME KAN

Di ajukan se

PAYA PENI TODE BER NAK-KANA ebagai salah Program St UN INGKATAN RMAIN PER AK PERTIW

satu syarat u tudi Pendidik Nama NIM FAKULTA NIVERSITA SKRIPSI N KEMAND RAN PADA WI JATIRO untuk memp kan Guru Pe

Oleh: : Tukri

: 16019

PGPAUD AS ILMU PE

AS NEGER 2013

DIRIAN AN A KELOMP KEH SON

peroleh gelar endidikan An iyah 910025 D ENDIDIKA RI SEMARA NAK MELA POK A TAM NGGOM BR

r Sarjana Pen nak Usia Din

AN ANG ALUI MAN REBES ndidikan pad ni da


(2)

ii

PESETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi pada :

Pada Hari :

Tanggal :

Pembimbing I Pembimbing II

Edi Waluyo, M.Pd Amirul Mukminin, S. Pd.M.Kes NIP. 19790425 200501 001 NIP.19780330 200501 1 001

Mengetahui

Ketua Jurusan PG PAUD FIP UNNES

Edi Waluyo, M.Pd NIP. 19790425 200501 001


(3)

iii

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang

Pada Hari : Jum’at Tanggal : 28 Juni 2013 Panitia Ujian

Ketua Sekretaris

Drs Harjono, M.Pd Edi Waluyo, M.Pd

NIP. 19510801 197903 1 007 NIP. 19790425 200501 001

Pembimbing I Penguji I

Edi Waluyo,M.Pd Dr Sri Sularti Dewanti Handayani, M, Pd NIP. 19790425 200501 1 001 NIP. 19570611 198403 2 001

Pembimbing II Penguji II

Amirul Mukminin, S. Pd, M.Kes Edi Waluyo,M.Pd

NIP.19780330 200501 1 001 NIP. 19790425 200501 1 001

Penguji III

Amirul Mukminin, S. Pd, M.Kes


(4)

iv

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa isi skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri dengan sumbangan pemikiran dari Edi Waluyo, M.Pd Dosen Pembimbing I dan Amirul Mukminin, S.Pd.M.Kes Dosen Pembimbing II, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat pada skripsi ini dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Brebes, Juni 2013

Tukriyah


(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Kemandiriannya sebagai anak manusia tak terjadi begitu saja dan serentak. Seseorang anak akan mengalami proses perkembangan dan pertumbuhan yang berjalan secara terus menerus dalam rentang kehidupannya.

- Tim Pustaka famili

PERSEMBAHAN

Dengan Mengucap rasa syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, Skripsi ini kupersembahkan pada:

1. Almarhum ayah dan ibu

2. Suami dan anak-anakku tersayang


(6)

vi

Tukriyah, 2013. Upaya Peningkatan Kemandirian Anak Melalui Metode Bermain Peran pada Kelompok A Taman Kanak-Kanak Pertiwi Jatirokeh–Songgom Brebes, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Pendidikan Guru Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Edi Waluyo,M.PD dan Pembimbing II Amirul Mukminin, S. Pd.M.Kes.

Kata kunci ; Peningkatan Kemandirian Anak Melalui Metode Bermain Peran. Pembelajaran bermain peran merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kemandirian anak usia dini. Dalam kenyataannya tingkat kemandirian anak usia dini di Taman Kanak-kanak Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes masih rendah. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya pembelajaran bermain peran. Oleh karena itu diperlukan adanya pembelajaran bermain peran untuk mengatasi hal tersebut.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut: Untuk mengetahui pembelajaran metode bermain peran di TK Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes dan untuk mengetahui sejuah mana metode bermain peran dalam meningkatkan kemandirian anak TK Kelompok A di TK Pertiwi Jatirokeh- Songgom Brebes

Subjek penelitian ini adalah anak-anak kelompok A Taman Kanak-kanak Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes yang berjumlah 20 anak. Dalam penelitian ini menggunakan 3 siklus.

Hasil penelitian pada aspek keberanian dan kepercayaan diri anak, memiliki rasa tanggung jawab, menguasai keterampilan sesuai dengan tugas yang diberikan dan mampu mengendalikan emosi mainnya 10 anak atau sebesar 50% mendapatkan nilai ● (lingkaran penuh) sangat baik dan √ (centang) baik sedangkan aspek mampu bekerja sendiri ada 11 anak atau sebesar 55 %. Pada aspek memiliki rasa tanggung jawab ada 11 anak atau sebesar 55 %, aspek keberanian dan kepercayaan diri anak, mampu bekerja sendiri, menguasai keterampilan sesuai dengan tugas yang diberikan dan mampu mengendalikan emosi mainnya 12 anak atau sebesar 60% mendapatkan nilai ● (lingkaran penuh) sangat baik dan √ (centang) baik. Sedangkan aspek keberanian dan kepercayaan diri anak, memiliki rasa tanggung jawab, menguasai keterampilan sesuai dengan tugas yang diberikan dan mampu mengendalikan emosi mainnya 15 anak atau sebesar 75% mendapatkan nilai ● (lingkaran penuh) sangat baik dan √ (centang) baik sedangkan aspek mampu bekerja sendiri (tanpa bantuan orang lain) ada 16 anak atau sebesar 80 %.

Berdasarkan hasil penelitian ini metode pengajaran bermain peran bisa meningkatkan tingkat kemandirian di Kelompok A Taman Kanak-kanak Pertiwi Jatirokeh. Perubahan tersebut terlihat anak mau berpisah dengan ibu/pengasuhnya, anak lebih berani dan percaya diri bila tampil di depan kelas, anak mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas dari pengajar.


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME atas berkat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Upaya Peningkatan Kemandirian Anak Melalui Metode Bermain Peran pada Kelompok A Taman Kanak-Kanak Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Studi Strata 1 guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan PG PAUD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang (UNNES).

Penulis menyadari bahwa tersusunnya skripsi ini bukan hanya atas kemampuan dan usaha penulis semata, namun juga berkat bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat :

1. Drs Hardjono, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) yang telah memberikan izin penelitian.

2. Edi Waluyo, M.Pd., Ketua Jurusan PG PAUD, Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNNES dan Pembimbing I.

3. Amirul Mukminin, S.Pd. M. Kes., Pembimbing II

4. Tim penguji skripsi Jurusan PG PAUD Fakultas Ilmu Pendidikan(FIP) Universitas Negeri Semarang.

5. Dosen dan Teman-teman mahasiswa Jurusan PG PAUD atas semangat dan dukungannya selama ini.

6. Rekan-rekan guru Taman Kanak-kanak Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes 7. Pihak-pihak lain yang langsung maupun tidak langsung yang telah


(8)

viii

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Brebes, Juni 2013


(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman Judul………... i

Halaman Pengesahan ……… ii

Halaman Pesetujuan Pembimbing………. iii

Surat Pernyataan ………... iv

Motto dan Pesembahan ………. v

Abstraksi ………... vi

Kata Pengantar ……….. viii

Daftar Isi ………... x

Daftar Tabel ……….. xiv

Daftar Gambar ……….. xvi

Daftar Lampiran……… xvii

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang ……… 1

B. Pembatasan Masalah ………. 9

C. Rumusan Masalah ……….. 10

D. Tujuan Penelitian……… 10

E. Manfaat Penelitian ………. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... 12

A. Anak Usia Dini……… 12


(10)

x

B. Kemandirian Anak Usia Taman Kanak-Kanak …………. 23

1. Pengertian Kemandirian ………….…………..……. 23

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemandirian Anak Usia Prasekolah………. 29

C. Metode Bermain Peran pada Taman Kanak-Kanak ……… 31

1. Pengertian Bermain ……… 24

D. Konsep Metode Bermain Peran di Taman Kanak-Kanak 29 1. Pengertian Metode Bermain Peran ………… 35

2. Peranan Bermain Peran dalam Kurikulum Taman Kanak-Kanak ……….. 40

3. Macam-Macam Metode Bermain Peran ………. 43

4. Tujuan Metode Bermain Peran ……… 45

5. Jenis Bermain Peran ………. 47

6. Manfaat Bermain Peran ……… 49

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……….. 52

A. Desain Penelitian ……… 53

B. Tempat dan Waktu Penelitian ……… 53

C. Subjek Penelitian ……….. 53

D Instrumen Penelitian ………. 53

E. Penelitian Tindakan Kelas ………. 53


(11)

xi

a. Persiapan ……… 53

b. Pelaksanaan ……… 54

c. Evaluasi/Refleksi……… 54

2. Proses Penelitian Tindakan Kelas Siklus II…… 55

a. Persiapan ……… 55

b. Pelaksanaan ……… 56

c. Evaluasi/Refleksi……… 56

2. Proses Penelitian Tindakan Kelas Siklus III…… 57

a. Persiapan ……… 57

b. Pelaksanaan ……… 58

c. Evaluasi/Refleksi……… 58

4. Pedoman Observasi ………. 59

5. Dokumentasi ……… 63

F. Teknik Analisis Data……… 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………….. 67

A. Gambaran Umum TK Pertiwi Jatirokeh……… 67

B. Sarana dan Prasarana TK Pertiwi Jatirokeh…………. 68

1. Sarana TK Pertiwi Jatirokeh……… 68

2. Alat Permainan ………. ……… 69

C. Hasil Penelitian ………... 70

1. Deskipsi Hasil Penelitian Tindakan Kelas Siklus I………. 72


(12)

xii

b. Dokumentasi……….. 83

2. Deskipsi Hasil Penelitian Tindakan Kelas Siklus II……… 86

a. Hasil evaluasi/Refleksi……… ……….. 89

b. Dokumentasi……….. 97

3. Deskipsi Hasil Penelitian Tindakan Kelas Siklus III……… 104

a. Hasil evaluasi/Refleksi……… ……….. 107

b. Dokumentasi……….. 116

4. Pembahasan Hasil Penelitian……… 122

BAB V PENUTUP……….. 125

A. Kesimpulan……… …. 125

B. Saran……….. ….. 126


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kategori Penilaian Bermain Peran………. 68 Tabel 2 Data Tenaga Kepegawaian………. 71 Tabel. 3 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Keberanian dan

Kepercayaan Diri Anak siklus I……….. 76 Tabel. 4 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Memiliki Rasa

Tanggung Jawab Anak siklus I……… 77 Tabel. 5 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Bekerja Sendiri (Tanpa Bantuan Orang Lain) Anak siklus I………. 78 Tabel. 6 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Menguasai Keterampilan Sesuai dengan Tugas yang Diberikan Anak siklus I…………. 79 Tabel. 7 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Mengendalikan Emosi Main Anak siklus I………. 80 Tabel. 8 Rekapitulasi tingkat keberhasilan Peningkatan Kemandirian

Anak Kelompok A siklus I……… 81 Tabel. 9 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Keberanian dan

Kepercayaan Diri Anak siklus II……….. 90 Tabel. 10 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Memiliki Rasa

Tanggung Jawab Anak siklus II……….. 91 Tabel. 11 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Bekerja Sendiri (Tanpa Bantuan Orang Lain) Anak siklus II……… 92 Tabel. 12 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Menguasai Keterampilan Sesuai dengan Tugas yang Diberikan Anak siklus II 93 Tabel. 13 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Mengendalikan Emosi Main Anak siklus II……….. 94 Tabel. 14 Rekapitulasi tingkat keberhasilan Peningkatan Kemandirian

Anak Kelompok A siklus II 95 Tabel. 15 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Keberanian dan


(14)

xiv

Tabel. 16 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Memiliki Rasa

Tanggung Jawab Anak siklus III……… 110 Tabel. 17 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Bekerja Sendiri (Tanpa Bantuan Orang Lain) Anak siklus III………. 111 Tabel. 18 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Menguasai Keterampilan Sesuai dengan Tugas yang Diberikan Anak siklus III…….. 112 Tabel. 19 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Mengendalikan Emosi Main Anak siklus III……… 113 Tabel. 20 Rekapitulasi tingkat keberhasilan Peningkatan Kemandirian


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Bagan Tahapan dalam Penelitian Tindakan Kelas……….... 52

Gambar 2 Anak sedang melakukan persiapan potong rambut……….. 83

Gambar 3 Anak sedang melakukan persiapan potong rambut ……..………... 84

Gambar 4 Anak sedang melakukan persiapan potong rambut……….. 84

Gambar 5 Anak sedang memotong rambut……….. 85

Gambar 6 Anak sedang merapikan hasil potongan rambut………. 85

Gambar 7 Anak sedang menunggu giliran potongan rambut……… 86

Gambar 8 Anak sedang bermain peran sebagai guruolah raga yang sedang mempersiapkan anak masuk ruangan………. 98

Gambar 9 Salah satu anak yng berperan sebagai guru olah raga sedang mengabsen……….. 99

Gambar 10 Anak yang memerankan tokoh guru olah raga sedang memberi penjelasan kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan..……… 99

Gambar 11 Anak sedang memerankan tokoh guru olah raga sedang memberikan penjelasan pada anak didiknya ……….……… 100

Gambar 12 Anak yang memerankan guru olah raga sedang membuat garis lengkung menjadi angka di papan tulis ..………..…… 100

Gambar 13 Anak yang sedang memerankan sebagai guru olah raga sedang memberikan tugas secara bergantian………..……… 101

Gambar 14 Anak yang memerankan guru olah raga sedang mempraktekkan kegiatan berolah raga………..…… 101


(16)

xvi

guru olah raga……….……… 102 Gambar 16 Anak yang berperan sebagai guru olah raga sedang memberi

ulasan pada anak didiknya dibantu peneliti……… 102 Gambar 17 Anak yang memerankan guru olah raga sedang memberi ulasan… 103 Gambar 18 Suasana setelah pembelajaran bermain peran selesai……… 103 Gambar 19 Anak sedang memerankan pasien yang menunggu giliran berobat. 117 Gambar 20 Anak sedang memerankan pasien yang mau berobat sedang yang

satunya sedang memerankan perawat yang sedang mendaftar pasien. 118 Gambar 21 Anak sedang memerankan pasien yang mau berobat timbang berat

badannya oleh anak anak yang berperan sebagai perawat……… 118 Gambar 22 Anak sedang memerankan perawat memperhatikan timbangan

pasien……….………. 119 Gambar 23 Anak sedang memerankan dokter mengukur suhu badan pasien… 119 Gambar 24 Anak sedang memerankan dokter sedang memeriksa pasien…… 120 Gambar 25 Keadaan sesudah pembelajaran bermain peran……… 120 Gambar 26 Keadaan sesudah pembelajaran bermain peran……… 121 Gambar 27 Anak terlihat senang usai melaksanakan kegiatan bermain peran


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keterangan Penelitian……… 129

Lampiran 2 Pedoman Observasi Penilaian Bermain Peran dalam Peningkatan Kemandirian Anak Kelompok A Pertiwi Jatirokeh-Brebes………... 130

Lampiran 4 Daftar Nama Anak yang Diobservasi……… 131

Lampiran 5 Rencana Kerja Mingguan……… 132

Lampiran 6 Rencana Kerja Harian……… 136

Lampiran 7 Lembar Observasi Kemandirian Anak…..……… 148

Lampiran 8 Lembar Observasi Hasil Kegiatan Bermain Peran Tukang Potong Rambut Siklus I……… 157

Lampiran 9 Lembar Observasi Hasil Kegiatan Bermain Peran Guru Olah Raga Siklus II……… 160

Lampiran 10 Lembar Observasi Hasil Kegiatan Bermain Peran Dokter Lina Siklus III………..……… 163


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan hal yang sangat mendasar bagi kehidupan manusia, salah satunya adalah pendidikan anak usia dini. PAUD merupakan pendidikan pertama dan utama dalam kehidupan anak. Pada masa ini anak-anak mendapatkan segala sesuatu yang dapat merangsang perkembangan anak untuk selanjutnya. Usia dini merupakan saat yang paling tepat untuk memberikan stimulasi dan rangsangan yang baik untuk perkembangan anak.

Dalam Undang-undang Sisdiknas No.20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 14, Pendidikan anak usia dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun, yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan perkembangan jasmani dan rohani, agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini sudah dianggap penting untuk dilalui dan menjadi suatu pendidikan yang dasar.

Pendidikan anak usia dini, bertujuan untuk memfasilitasi perkembangan anak secara menyeluruh, yang menyangkut berbagai aspek perkembangan anak. Pengembangan kemampuan anak itu meliputi : motorik halus dan kasar, kognitif, sosialisasi, bicara/bahasa dan kemandirian anak. Perlunya pengembangan anak sejak usia dini, karena pada masa itu usia anak tergolong dalam masa Golden age, yaitu masa yang sangat peka untuk menerima stimulasi yang baik dari lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah, pada


(19)

2 masa itu anak banyak menyerap berbagai hal yang positif maupun negative dari lingkungan sekitar mudah untuk diserap dan diingat.

Dari pernyataan di atas, dapat dikemukakan bahwa pendidikan Anak usia dini merupakan salah satu jalur pendidikan yang dapat mengembangkan perkembangan anak secara menyeluruh. Mengingat pentingnya pendidikan ini maka diperlukan pendidik yang dapat memberikan stimulasi dan bimbingan untuk perkembangan anak. Pendidikan ini diharapkan dapat melahirkan generasi yang baik, baik secara fisik maupun psikisnya sesuai dengan harapan orang tua. Dalam perkembangannya, seorang anak selain membutuhkan perhatian dari keluarga, juga membutuhkan perhatian dari sekolah di mana anak itu belajar, walaupun lingkungan masyarakat juga dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak.

Pengaruh masyarakat yang ada dalam lingkungan tempat tinggal anak, tentu juga ada yang bersifat positif dan ada pula yang bersifat negatif, di sinilah tugas orang tua dan guru dalam memberikan pengarahan pada anak– anak usia dini untuk mengendalikan agar mereka dapat mengambil keputusan sendiri, dan melatih anak sedini mungkin dapat mandiri sesuai dengan perkembangannya, karena itu pendidikan anak usia dini perlu dilakukan dengan terarah kepengembangan segenap aspek pertumbuhan dan perkembangannya, baik perkembangan jasmani maupun perkembangan rohaninya, dan dilaksanakan secara terintegrasi dalam suatu kesatuan program yang utuh dan proporsional. Pendidikan anak usia dini sangat


(20)

penting bagi kelangsungan bangsa dan perlu menjadi perhatian serius dari pemerintah. Pendidikan anak usia dini merupakan strategi pembangunan sumber daya manusia, karena pembentukan karakter bangsa dan kemajuan ditentukan penanaman sejak anak usia dini, dalam merealisasi upaya tersebut pemerintah berupaya keras untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, dalam peningkatan mutu pendidikan baik pendidik maupun tenaga kependidikan, yang mencakup jalur pendidikan formal dan pendidikan non formal, semua upaya tersebut dengan maksud dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

Guru memiliki tugas untuk menstimulasi perkembangan anak, berbagai macam cara dilakukan agar pembelajaran yang diberikan kepada anak akan memberikan kepuasan kepada orang tua dan masyarakat pada umumnya. Untuk membuat kepuasan itu guru berusaha memberikan pelajaran-pelajaran yang merangsang perkembangan kognitif anak, mereka beranggapan bahwa anak yang berhasil adalah anak yang pandai dengan kemampuan kognitifnya, namun pada kenyataannya bukan hanya kemampuan kognitif saja yang perlu diperhatikan, tetapi anak juga perlu dipersiapkan untuk lebih mandiri dalam memasuki kehidupan bermasyarakat.

Pada saat anak memasuki pendidikan di Taman Kanak-kanak atau PAUD, anak mulai memasuki dunia lain selain lingkungan keluarga. Di sini anak mulai belajar untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, berinteraksi dengan orang atau anak-anak yang baru dan lingkungan


(21)

4 yang baru, bukan suatu yang mudah dilakukan oleh anak, terutama jika anak jarang bertemu dengan lingkungan yang lain. Anak perlu dilatih untuk memiliki kemampuan sosial, dan kemandirian dalam berinteraksi dengan lingkungan yang lain.

Pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) merupakan pendidikan yang menyenangkan, dengan prinsip “Belajar sambil bermain, bermain sambil belajar”. Karena bermain merupakan tuntutan dan kebutuhan yang esensial bagi anak TK, melalui bermain anak akan mendapat kepuasan dalam dirinya, dan kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, emosi, sosial, nilai dan sikap hidup. Dengan bermain anak juga berlatih untuk membina hubungan dengan orang lain, bertingkah laku yang sesuai dengan tuntutan yang ada dalam lingkungan masyarakat, dapat menyesuaikan diri dengan teman sebaya, dapat memahami tingkah lakunya sendiri serta paham bahwa setiap perbuatannya ada konsukwensinya, agar anak berlatih untuk bertanggung jawab, sehingga anak akan lebih mandiri tanpa ketergantungan terhadap orang lain.

Berangkat dari sinilah pembelajaran pada pendidikan anak usia dini harus dicermati, sehingga apa yang diharapkan oleh guru, orang tua maupun masyarakat, yakni anak-anak yang lebih mandiri dalam segala hal sesuai dengan kapasitasnya sebagai anak dapat tercapai. Metode pengajaran yang tepat dan cermat akan mengarahkan anak-anak pada hasil yang optimal.


(22)

Macam-macam metode pengajaran ada untuk menyampaikan pembelajaran di Taman Kanak-kanak, seperti yang terdapat dalam Buku Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak (Moeslichatoen. R, 2001:24), jadi sebagai guru atau pendidik harus mempersiapkan metode-metode pengajaran yang dianggap baik untuk perkembangan anak. Terdapat banyak metode pengajaran yang dilakukan oleh guru, diantaranya metode bercerita, metode bercakap-cakap, metode karya wisata, metode demonstrasi, metode eksperimen, metode proyek, dan metode bermain peran.

Semua metode pembelajaran yang ada tentu mempunyai tujuan masing – masing, walaupun kemungkinan antara metode yang satu dengan yang lain mempunyai tujuan yang sama, dan tentu juga ada tujuan yang khusus ingin dicapai oleh anak didiknya, metode–metode tersebuat adalah sebuah variasi pilihan dalam melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan apa yang diinginkan oleh setiap pengajar atau guru, sehingga tidak akan terjadi penggunaan metode yang menyimpang, karena penggunaan metode pengajaran yang menarik juga akan merangsang siswa dalam kegiatan belajar karena siswa mendapatkan hal yang baru, sehingga tidak membosankan, seperti kadang guru membiarkan anak–anak duduk dengan tenang mengerjakan tugasnya, padahal sebenarnya anak tersebut kadang karena takut dimarahi, jika tidak menyelesaikan tugasnya.

Dengan kebiasaan seperti itu maka diperlukan suatu metode yang akan memfasilitasi perkembangan seluruh aspek pada diri anak, salah satunya


(23)

6 adalah program pengembangan sosial kemandirian seperti dalam kurikulum 2004, dengan tujuan untuk membina anak agar dapat mengendalikan emosinya secara wajar, dan dapat berinteraksi dengan sesamanya maupun dengan orang dewasa dengan baik, dan dapat menolong dirinya sendiri dalam rangka kecakapan hidup.

Metode bermain peran adalah metode yang akan melatih diri anak untuk merasakan menjadi orang lain, dan akan melihat perilaku orang yang akan mereka identifikasi, karena pada dasarnya anak senang bermain khayalan, menjadi orang tua, meniru tokoh kartun yang disukai dan sebagainya. Kegiatan bermain peran merupakan kegiatan bermain tahap selanjutnya setelah bermain fungsional, karena bermain peran melibatkan interaksi secara verbal atau bercakap – cakap dengan orang lain.

Bermain peran adalah metode pengembangan yang efektif di mana seseorang memerankan karakter orang lain dan mencoba berfikir/berbuat dengan cara/sudut pandang sosok yang diperankannya. Bermain peran memberikan contoh alamiah terhadap perilaku manusia yang riil dan dapat digunakan oleh anak untuk menyadari perasaan mereka dan membangun sikap menuju nilai-nilai dan pemahaman mereka sendiri (Suryani, Lilis 2010 : 10.1).

Bermain peran merupakan salah satu metode pengajaran yang penting untuk mengembangkan potensi anak, dengan bermain peran anak dapat menumbuhkan imajinasi, kemampuan sosial dan kemampuan bahasa,


(24)

kemampuan sosial merupakan kebutuhan yang perlu dimiliki anak sebagai bekal bagi kemandirian anak jenjang kehidupan selanjutnya. Dalam dimensi proses bermain peran telah membantu siswa memperoleh pengalaman berharga, melalui aktivitas interaksional dengan teman–temannya, anak belajar memberikan masukan atas pendapatnya dan anak juga belajar untuk menerima masukan dari orang lain. Di samping anak akan mendapatkan pengalaman mengenai cara–cara menghadapi masalah, melalui pembelajaran bermain peran, anak dapat melatih diri untuk menerapkan prinsip–prinsip demokrasi, sedangkan dilihat dari dimensi produk, metode bermain peran untuk menyiapkan diri anak menghadapi kehidupan yang akan datang dalam lingkungan masyarakat, maka dari itu kemandirian seorang anak perlu dididik sejak masih usia dini.

Melalui bermain peran, anak dapat meningkatkan kepekaan emosinya, memperluas kosa kata, mengembangkan kemampuan sosialnya, membina hubungan dengan anak lain, menumbuhkan kepercayaan diri tanpa tergantung dengan orang lain, bekerja sama dalam kelompok dan memperoleh pengalaman yang menyenangkan. Anak belajar memberikan masukan atau peran orang lain dan menerima masukan dari orang lain, di samping dapat membina pengalaman, melalui bermain peran diharapkan dapat melatih anak menjadi percaya diri dan mandiri tanpa harus bergantung dengan orang lain. Karena kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, di mana individu akan terus belajar untuk


(25)

8 dapat bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di dalam lingkungannya, sehingga individu mampu untuk berfikir dan bertindak sendiri. Dengan mandiri anak seseorang memilih jalan hidupnya untuk berkembang yang lebih mantap (Mu’tadin, www.e-psikologi.com.akses 8 oktober 2009 ).

Dengan melihat permasalahan di atas, maka metode bermain peran mempunyai tujuan melatih daya tangkap, melatih daya konsentrasi, melatih membuat kesimpulan, membantu perkembangan intelegensi, membantu perkembangan fantasi serta membantu mengambil keputusan tanpa bantuan orang lain. Untuk menjadikan anak lebih mandiri, agar anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain adalah suatu harapan bagi semua pihak, baik dari pihak sekolah maupun pihak orang tua atau wali murid, karena kemandirian adalah suatu hal yang sangat penting yang harus dimiliki oleh setiap anak. Kemandirian adalah hal atau keadaan dapat berdiri sendiri, tanpa tergantung pada orang lain. Maka dari itu anak–anak perlu dididik dapat mandiri sejak masih usia dini, karena jika tidak anak akan mengalami kesulitan dalam kehidupan bermasyarakat di kemudian hari.

Terpenuhinya kebutuhan anak untuk memperoleh rasa aman juga akan berpengaruh positif terhadap terbentuknya kepribadian anak khususnya dalam membentuk kemandirian anak. Menurut Johnson dan Medinnus (1974) apabila anak diberikan suasana yang penuh perlindungan, cukup kasih sayang dan perhatian orang tua, jauh dari perasaan iri, cemburu, cemas, khawatir dan


(26)

sebagainya, hal ini akan mendorong dan memberikan keberanian bagi anak untuk melatih dirinya berinisiatif, bertanggung jawab, menyelesaikan sendiri problemanya dan menjadi mandiri (Sulistyaningsih, Wiwiek. 2008: 48).

Kemandirian seperti halnya psikologis yang lain, dapat berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan untuk berkembang melalui latihan– latihan yang dilakukan secara terus menerus dan dilakukan sejak dini, latihan tersebut berupa pemberian tugas tanpa bantuan orang lain. Kemandirian akan memberikan dampak yang positif bagi perkembangan seorang anak, maka dari itu sebaiknya kemandirian diajarkan pula dalam lingkungan keluarga sendiri sesuai dengan kemampuan anak. Karena segala sesuatu yang dapat diusahakan sejak dini akan dapat dihayati dan akan berkembang dengan baik, kemandirian seorang anak diperkuat melalaui proses sosialisasi dengan teman–teman sebaya, baik di sekolah maupun dalam lingkungannya. (Hurlock. 1991) mengatakan bahwa melalui hubungan dengan teman sebaya, anak belajar berfikir secara mandiri, mengambil keputusan sendiri.

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan perbaikan pembelajaran, untuk meningkatkan kinerja pendidik dengan pembelajaran yang lebih baik, Peneliti memiliki gagasan untuk memperbaiki pembelajaran dalam meningkatkan kemandirian anak Taman Kanak-kanak melalui Penelitian tindakan kelas.

B. Pembatasan Masalah


(27)

10 untuk mengadakan penelitian kemandirian anak. Peneliti melakukan

pembatasan masalah, agar pembahasan masalah tidak terlalu luas untuk diteliti. Pembahasan masalah dalam skripsi ini dibatasi pada upaya peningkatan Kemandirian anak melalui metode bermain peran pada TK Pertiwi Jatirokeh Brebes.

C. Rumusan Masalah

Untuk membuat permasalahan menjadi lebih spesifik dan sesuai dengan titik tekan kajian, maka harus ada rumusan masalah yang benar-benar fokus, maka rumusan yang bisa diambil:

- Bagaimanakah metode Bermain Peran dapat meningkatkan kemandirian anak di TK Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan penelitian di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut

- Untuk mengetahui kemandirian anak melalui metode bermain peran dalam meningkatkan kemandirian anak TK Kelompok A di TK Pertiwi Jatirokeh- Songgom Brebes.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini meliputi: 1. Kegunaan Teoritis


(28)

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan pembelajaran pada guru TK, terutama dalam pengajaran metode bermain peran dalam meningkatkan kemandirian anak di Taman Kanak-kanak. 2. Secara praktis bagi guru di Taman Kanak-kanak Pertiwi

Jatirokeh-Songgom Brebes, penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang dapat digunakan dalam rangka untuk memberikan variasi metode pembelajaran 3. Bagi anak TK Pertiwi Jatirokeh Songgom dapat lebih mandiri, dengan


(29)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anak Usia Dini

1. Pengertian Anak Usia Dini

Anak usia dini adalah mereka yang berusia antara tiga sampai enam tahun (Patmonodewo, 1995:16). Anak prasekolah adalah pribadi yang mempunyai berbagai potensi. Potensi-potensi itu dirangsang dan dikembangkan agar pribadi anak tersebut berkembang secara optimal. Tertunda atau terhambatnya pengembangan potensi-potensi itu akan mengakibatkan timbulnya masalah. Taman Kanak-kanak adalah salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia 4 tahun sampai memasuki pendidikan dasar.

Tahun-tahun prasekolah erat kaitannya dengan keutamaan pengembangan kepribadian dan sosial bagi anak-anak muda. Masa prasekolah anak-anak tidak lagi sepenuhnya tergantung pada orang tua mereka, di mana anak-anak prasekolah mulai menempuh perjalanan panjang untuk menjadi mahir berfungsi pada dunia mereka sendiri. Selama anak usia dini (usia 2-6 tahun), anak-anak mendapatkan beberapa rasa yang terpisah dan independen dari orang tua mereka (Damim, Sudarwan. 2011:53). Menurut Erikson, tugas anak usia dini adalah untuk


(30)

mengembangkan otonomi atau arah-diri (usia 1-3 tahun), serta inisiatif atau kemandirian (usia 3-6 tahun).

Pendidikan prasekolah merupakan suatu pendidikan yang berbeda dari pendidikan formal. Perbedaan itu mencakup lama belajar maupun tujuan, serta materi pelajaran yang disajikan. Istilah Prasekolah menunjukkan pengertian bahwa anak mengikutinya sebelum masuk sekolah formal yaitu Sekolah Dasar. Dengan demikian pendidikan prasekolah adalah suatu pendidikan yang diikuti oleh anak sebelum masuk kelas I Sekolah Dasar. Biasanya anak menginjak usia 6-7 Tahun se waktu mengakhiri pendidikan prasekolahnya (Sulistyaningsih, Wiwiek. 2008 : 40). Pada tahap perkembangan anak usia prasekolah ini, anak mulai menguasai berbagai ketrampilan fisik, bahasa, dan anak pun mulai memiliki rasa percaya diri untuk mengeksplorasi kemandiriannya (Hurlock, 1997:113).

Perkembangan anak dapat dibantu dengan lebih baik lagi melalui pendidikan prasekolah, asalkan diberikan sesuai dengan kemampuan dan tahap perkembangan anak. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa lingkungan pendidikan yang kaya akan rangsangan mental memungkinkan anak mewujudkan bakatnya secara optimal. Banyak anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan mentalnya karena kurang memperoleh stimulasi yang mereka butuhkan. Dengan demikian,


(31)

14 mereka juga menjadi kurang siap untuk pendidikan di Sekolah Dasar (munandar, 1983) dalam (Sulistyaningsih, Wiwiek. 2008: 41).

Pendidikan prasekolah dapat dibedakan jenisnya menurut usia anak yang mengikutinya atau tujuan diselenggarakannya program tersebut. Di Indonesia dikenal adanya Taman Kanak-Kanak, Kelompok bermain atau Play Group dan Tempat Penitipan Anak, yang kesemuanya itu memungkinkan untuk diberikannya stimulasi perkembangan anak (Sulistyaningsih, Wiwiek. 2008: 42)

Masa prasekolah merupakan masa-masa untuk bermain dan mulai memasuki taman kanak-kanak. Waktu bermain merupakan sarana untuk tumbuh dalam lingkungan dan kesiapannya dalam belajar formal (Gunarsa, 2004). Pada tahap perkembangan anak usia prasekolah ini, anak mulai menguasai berbagai ketrampilan fisik, bahasa, dan anak pun mulai memiliki rasa percaya diri untuk mengeksplorasi kemandiriannya (Hurlock, 1997:113).

Lebih lanjut Menurut Hurlock (1997:108) ciri-ciri anak usia prasekolah meliputi fisik, motorik, intelektual, dan sosial. Ciri fisik anak prasekolah yaitu otot-otot lebih kuat dan pertumbuhan tulang menjadi besar dan keras. Anak prasekolah mempergunakan gerak dasar seperti berlari, berjalan, memanjat, dan melompat sebagai bagian dari permainan mereka. Kemudian secara motorik anak mampu memanipulasi obyek kecil, menggunakan balok-balok dan berbagai ukuran dan bentuk. Selain


(32)

itu juga anak mempunyai rasa ingin tahu, rasa emosi, iri, dan cemburu. Hal ini timbul karena anak tidak memiliki hal-hal yang dimiliki oleh teman sebayanya. Sedangkan secara sosial anak mampu menjalani kontak sosial dengan orang-orang yang ada di luar rumah, sehingga anak mempunyai minat yang lebih untuk bermain pada temannya, orang-orang dewasa, saudara kandung di dalam keluarganya.

Dunia anak adalah dunia yang penuh dengan canda dan tawa yang penuh dengan kegembiraan, sehingga orang dewasa akan ikut terhibur dengan melihat tingkah mereka, demikianlah gambaran karakter seorang anak, (Siti Aisyah, 2008:13). Ada beberapa definisi tentang anak usia dini baik ditinjau dari sisi umur, psikologis, maupun secara fisik, antaranya:

a. Anak usia dini adalah anak yang berda dalam rentang usia 0-8 tahun yang tercakup dalam proram pendidikan di Taman Penitipan Anak (TPA), pendidikan Pra-sekolah, TK (Taman Kanak – kanak) dan sekolah dasar baik negeri maupun swasta.

b. Sedangkan dalam Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun (0 – 6 tahun), yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu


(33)

16 pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, agar anak memilki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Depdiknas, 2003).

Bermain adalah bagian hidup yang terpenting dalam kehidupan anak, kesenangan dan kecintaan anak bermain ini dapat digunakan sebagai kesempatan untuk mempelajari hal–hal yang konkrit, sehingga daya cipta, imajinasi dan kreativitas anak akan dapat berkembang. Teori perkembangan anak menurut para ahli antara lain teori Piaget (Teori Perkembangan Kognitif), teori ini berkaitan dengan bagaimana seorang anak belajar melalui tindakan yang dilakukannya, sehingga pemahaman dibangun melalui action, sehingga teori ini sering disebut juga dengan teori ”contructivism”. Dengan kata lain anak dapat memahami suatu konsep melalui pengalaman konkrit.

Sedangkan menurut Erik Erikson (Teori Perkembangan Emosi), mengatakan bahwa perkembangan jiwa anak dan ini sangat tergantung pada peran orang tua dan guru. Setiap anak akan dihadapkan pada dua keadaan yang sangat bertolak belakang, yaitu emosi pasif dan negatif. Pada setiap tahap perkembangan seseorang akan mengalami konflik tarik menarik antara kedua emosi tersebut, keberhasilan dalam mengelola konflik tersebut apabila anak dapat mencapai emosi positif. Dan masih banyak lagi pendapat para ahli yang mengulas tentang perkembangan anak.


(34)

2. Karakteristik Anak Usia Taman Kanak-kanak

Anak usia dini merupakan kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, artinya memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik kasar dan halus), kecerdasan (daya pikir, daya cipta), sosioemosional, bahasa, dan komunikasi.

Usia 0 s.d. masa 6 tahun merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan dan kepribadian anak dan sangat penting dalam perkembangan inteligensi. Adapun beberapa masa yang dilalui anak usia dini sebagai berikut:

a. Masa Peka

Masa yang sensitive dalam penerimaan stimulasi dari lingkungan b. Masa Egosentris

Sikap mau menang sendiri, selalu ingin dituruti sehingga perlu perhatian dan kesabaran dari orang dewas/pendidik.

c. Masa Berkelompok

Anak-anak lebih senang bermain bersama teman sebayanya, mencari teman yang dapat menerima satu sama lain sehingga orang dewasa seharusnya memberi kesempatan pada anak untuk bermain bersama-sama.

d. Masa Meniru


(35)

18 sekitarnya. Proses peniruan terhadap orang-orang disekelilingnya yang dekat (seperti memakai lipstick, memakai sepatu hak tinggi, mencoba-coba) dan berbagai perilaku ibu, ayah, kakak maupun tokoh-tokoh kartun di TV, majalah, komik, dan media masa lainnya.

e. Masa Eksplorasi (penjelajahan)

Masa menjelajahi pada anak dengan memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitarnya, mencoba-coba dengan cara memegang, memakan/meminumnya, dan melakukan trial and error terhadap benda-benda yang ditemukannya.

Secara alamiah perkembangan anak berbeda-beda, unik dan tidak ada satu anakpun yang sama persis meskipun berasal dari anak yang kembar. Anak yang berbeda baik dalam inteligensi, bakat, minat, kreativitas, kematangan emosi, kepribadian, kondisi jasmani, dan sosialnya. Pada usia dini diperlukan intervensi dari orang dewasa, orang tua maupun pendidik untuk memberikan perhatian khusus dengan cara memberikan pengalaman yang beragam sehingga akan memperkuat perkembangan otaknya yang 2,5 kali lebih aktif dari orang dewasa. Karena pada dasarnya setiap anak memiliki kemampuan yang tidak terbatas dalam belajar (unlimitless capacity to learn) yang telah ada dalam dirinya (secara potensi) belum secara actual dalam kemampuannya untuk berpikir kreatif dan produktif. Oleh karena itu diperlukan suatu program pendidikan yang


(36)

mampu membuka kapasitas tersembunyi tersebut (unlocking the capacity) melalui pembelajaran bermakna dan interesting.

Ada berbagai kajian tentang hakikat anak usia dini, khususnya anak TK diantaranya oleh Bredecam dan Copple, Brener, serta Kellough (dalam Masitoh dkk., 2005: 1.12 – 1.13) sebagai berikut. 

a. Anak bersifat unik. 

b. Anak mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan.  c. Anak bersifat aktif dan enerjik. 

d. Anak itu egosentris. 

e. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal. 

f. Anak bersifat eksploratif dan berjiwa petualang.  g. Anak umumnya kaya dengan fantasi. 

h. Anak masih mudah frustrasi. 

i. Anak masih kurang pertimbangan dalam bertindak.  j. Anak memiliki daya perhatian yang pendek. 

k. Masa anak merupakan masa belajar yang paling potensial.  l. Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman. 

Anak usia dini (0 – 8 tahun) adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.


(37)

20 Bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan karena itulah maka usia dini dikatakan sebagai golden age (usia emas) yaitu usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik. Secara lebih rinci akan diuraikan karakteristik anak usia dini sebagai berikut :

a. Usia 0 – 1 tahun

Pada masa bayi perkembangan fisik mengalami kecepatan luar biasa, paling cepat dibanding usia selanjutnya. Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar dipelajari anak pada usia ini. Beberapa karakteristik anak usia bayi dapat dijelaskan antara lain :

1) Mempelajari ketrampilan motorik mulai dari berguling, merangkak, duduk, berdiri dan berjalan.

2) Mempelajari ketrampilan menggunakan panca indera, seperti melihat atau mengamati, meraba, mendengar, mencium dan mengecap dengan memasukkan setiap benda ke mulutnya.

3) Mempelajari komunikasi sosial. Bayi yang baru lahir telah siap melaksanakan kontrak sosial dengan lingkungannya. Komunikasi responsif dari orang dewasa akan mendorong dan memperluas respon verbal dan non verbal bayi.


(38)

Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar tersebut merupakan modal penting bagi anak untuk menjalani proses perkembangan selanjutnya.

b. Usia 2 – 3 tahun

Anak pada usia ini memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan masa sebelumnya. Secara fisik anak masih mengalami pertumbuhan yang pesat. Beberapa karakteristik khusus yang dilalui anak usia 2 – 3 tahun antara lain :

1) Anak sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada di sekitarnya. Ia memiliki kekuatan observasi yang tajam dan keinginan belajar yang luar biasa. Eksplorasi yang dilakukan oleh anak terhadap benda-benda apa saja yang ditemui merupakan proses belajar yang sangat efektif. Motivasi belajar anak pada usia tersebut menempati grafik tertinggi dibanding sepanjang usianya bila tidak ada hambatan dari lingkungan.

2) Anak mulai mengembangkan kemampuan berbahasa. Diawali dengan berceloteh, kemudian satu dua kata dan kalimat yang belum jelas maknanya. Anak terus belajar dan berkomunikasi, memahami pembicaraan orang lain dan belajar mengungkapkan isi hati dan pikiran. 3) Anak mulai belajar mengembangkan emosi. Perkembangan emosi anak

didasarkan pada bagaimana lingkungan memperlakukan dia. Sebab emosi bukan ditemukan oleh bawaan namun lebih banyak pada lingkungan.


(39)

22 c. Usia 4 – 6 tahun

Anak usia 4 – 6 tahun memiliki karakteristik antara lain :

1) Berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan berbagai kegiatan. Hal ini bermanfaat untuk mengembangkan otot-otot kecil maupun besar.

2) Perkembangan bahasa juga semakin baik. Anak sudah mampu memahami pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan pikirannya dalam batas-batas tertentu.

3) Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, ditunjukkan dengan rasa ingin tahu anak yang luar biasa terhadap lingkungan sekitar. Hl itu terlihat dari seringnya anak menanyakan segala sesuatu yang dilihat.

4) Bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan sosial. Walaupun aktifitas bermain dilakukan anak secara bersama.

d. Usia 7 – 8 tahun

Karakteristik perkembangan anak usia 7 – 8 tahun antara lain :

1) Perkembangan kognitif anak masih berada pada masa yang cepat. Dari segi kemampuan, secara kognitif anak sudah mampu berpikir bagian per bagian. Artinya anak sudah mampu berpikir analisis dan sintesis, deduktif dan induktif.


(40)

2) Perkembangan sosial anak mulai ingin melepaskan diri dari otoritas orangtuanya. Hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan anak untuk selalu bermain di luar rumah bergaul dengan teman sebaya.

3) Anak mulai menyukai permainan sosial. Bentuk permainan yang melibatkan banyak orang dengan saling berinteraksi.

4) Perkembangan emosi anak sudah mulai berbentuk dan tampak sebagai bagian dari kepribadian anak. Walaupun pada usia ini masih pada taraf pembentukan, namun pengalaman anak sebenarnya telah menampakkan hasil

B. Kemandirian Anak Usia Taman Kanak-Kanak 1. Pengertian Kemandirian

Kemandirian diawali ketika seorang bayi dilahirkan di dunia. Ketergantungan sepenuhnya terhadap ibu selama Sembilan bulan dalam kandungan benar-benar diputuskan. Tangisan bayi sesaat setelah keluar dari rahim ibu adalah penanda awal kemandiriannya sebagai manusia. Pada saat itulah ia harus menggunakan paru-parunya sendiri untuk bernafas. Kemandiriannya sebagai anak manusia tak terjadi begitu saja dan serentak. Seseorang anak akan mengalami proses perkembangan dan pertumbuhan yang berjalan secara terus menerus dalam rentang kehidupannya. Kemandirian fisik, emosional, moral, berjalan seiring dan sangat dipengaruhi oleh kematangan biologis maupun dukungan sosial (Tim Pustaka Familia, 2006:24).


(41)

24 Secara ringkas kemandirian dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk memikirkan, merasakan serta melakukan sesuatu sendiri atau tergantung pada orang lain. Kemandirian sendiri, menurut Havighurst, memiliki Empat aspek, yakni aspek intelektual (kemauan untuk berfikir dan menyelesaikan masalah sendiri), aspek sosial (Kemampuan untuk mengatur ekonomi sendiri) Tim Pustaka Familia (2006:32)

Di dalam aspek sosial dari kemandirian, terdapat kemampuan individu untuk berani secara aktif membina relasi dengan orang lain namun tidak tergantung pada kehadiran orang lain. Artinya ketika menjalin relasi sosial orang tidak menunggu orang lain berperilaku tertentu lebih dulu tetapi secara proaktif dan didorong oleh faktor internalnya ia mulai membina relasi.

Mengharapkan inisiatif dari anak yang tidak mandiri cukup sulit, karena anak membutuhkan peran orang-orang di sekelilingnya untuk mengambil inisiatif bagi dirinya. Anak-anak ini biasanya juga membutuhkan kedekatan fisik dengan orang tua dan pengasuhnya (Coles, 2003:141).

Lebih lanjut oleh (Coles, 2003:145) bahwa tanda lain yang bisa muncul pada anak usia prasekolah yang masih sangat tergantung pada orang tua adalah seringnya ia menangis ketika ditinggal sebentar saja oleh ibunya. Untuk mendapatkan bantuan dari orang di sekelilingnya, anak


(42)

sering kali cengeng. Kecengengan ini bahkan bisa terbawa hingga masa akhir masa prasekolah dan menjadikan anak-anak ini rewel, merengek serta sering melontarkan protes bila menemui hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginannya. Tetapi biasanya orang tua tidak merasa cemas dengan sikap anak mereka yang tidak mandiri. Pada umumnya sikap ini terbentuk karena pemanjaan berlebihan dengan cara melayani anak melewati batas usia, ketika anak seharusnya sudah mulai dapat mengurus dirinya sendiri, serta kebebasan menjadi manusia dewasa pada saat nantinya (Hurlock, 1998:268).

Kartini dan Dali dalam syarafuddin dkk (2012:147), kemandirian adalah hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri secara singkat, dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengandung pengertian :

a. Suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya.

b. Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi.

c. Memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya.

d. Bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan.

Lebih jauh dijelaskan Robert Havighurst bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek yaitu :


(43)

26 a. Emosi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk

mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua.

b. Sosial, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain.

Kemandirian anak usia prasekolah dapat ditumbuhkan dengan membiarkan anak memiliki pilihan dan mengungkapkan pilihannya sejak dini (Hurlock, 1998:114). Ibu dapat mendorongnya dengan menanyakan makanan apa yang diinginkannya, pakaian apa yang ingin dipakainya atau permainan apa yang ingin dimainkan, serta menghargai setiap pilihan yang dibuatnya sendiri (Hurlock, 1998:121).

Memupuk kemandirian pada anak harus dilakukan sejak dini, tetapi tetap harus dalam kerangka proses perkembangan manusia. Artinya, orang tua tidak boleh melupakan bahwa seorang anak bukanlah miniature orang dewasa, sehingga ia tidak bisa dituntut menjadi dewasa sebelum waktunya. Orang tua harus memiliki kepekaan terhadap setiap proses perkembangan anak dan menjadi fasilitator bagi perkembangannya Tim Pustaka Familia (2006:27).

Jika kelangsungan kematangan di awali dari sebuah ketergantungan, maka orang tua harus sadar hal ini sejak semula. Ini berarti orang tua tidak bisa memaksa anak mandiri sebelum waktunya. Kemandirian harus


(44)

ditingkatkan setahap demi setahap seiring dengan perkembangan motorik, afeksi dan kognitif anak. Memaksa anak untuk mandiri sebelum waktunya, merupakan maltreatment yang nantinya bisa menyebabkan anak mengalami gangguan perkembangan sehingga bukan kematangan yang didapatkan, tetapi anak tidak mampu untuk menyesuaikan diri secara sehat pada setiap tahap perkembangan dalam hidupnya Tim Pustaka Familia (2006:27).

Anak usia prasekolah membutuhkan kebebasan untuk bergerak kesana kemari dan mempelajari lingkungan, dengan diberi kesempatan dan didorong untuk melakukan semuanya dengan bebas maka lingkungan yang penuh rangsangan ini akan membantu anak untuk mengembangkan rasa percaya diri. Setelah anak menyadari dirinya sebagai pribadi yang terpisah dari ibunya, anak tidak lagi dapat menerima kontrol orang tua dengan mudah, anak ingin menegaskan dirinya sebagai pribadi yang mandiri.

Di sisi lain kadang anak belum memahami banyak hal, dan sering ingin melakukan sesuatu di luar batas kemampuan fisik, sehingga anak sering mengucapkan kata “tidak”, sebenarnya kata tersebut merupakan ungkapan dari kemampuan yang baru saja ditemukan, yaitu kemampuan untuk memilih.

Anak suka sekali melatih kemampuan untuk memilih, meskipun anak tidak tahu apa yang sebenarnya diinginkan, misalnya memilih baju


(45)

28 yang akan dipakai. Sebagai orang tua, dapat membantu anak mengatasi pilihan tersebut dengan menyederhanakan pilihan yang ada, tetapi anak pada usia prasekolah merasa dapat mandiri maka anak akan melakukan segala sesuatunya sendiri dan tidak mau kalau dibantu orang lain. Dalam hal ini orang tua memberi kesempatan pada anak untuk melakukannya sendiri.

Kemandirian adalah suatu sikap yang harus ada pada setiap individu. Kebutuhan akan kemandirian sangatlah penting, karena pada masa yang akan datang setiap individu akan menghadapi berbagai macam tantangan dan dituntut untuk dapat melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua atau dapat mandiri. Hal ini terkait dengan kepentingan setiap individu dalam mengarungi kehidupannya. Tanpa bekal sikap kemandirian, setiap individu akan mengarungi kehidupannya dengan ketidakpastian. Setiap ketidakpastian yang muncul tersebut akan menjadi sebuah celah yang berpotensi sebagai jurang yang terjal.

Kemandirian adalah suatu tugas perkembangan anak yang tidak bersifat instan atau langsung jadi, melainkan melalui proses yang panjang. Mu’tadin (www.e-psikologi.com.akses 8 oktober 2009) mengatakan bahwa kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara komulatif selama perkembangan di mana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak


(46)

sendiri. Dengan kemandirian, seseorang dapat memilih jalan hidupnya untuk dapat berkembang dengan lebih mantap.

Diharapkan setiap individu memiliki kemandirian. Karena dengan demikian banyak hal positif yang bisa diperoleh oleh setiap individu tersebut, yaitu tumbuhnya rasa percaya diri, tidak tergantung pada orang lain, tidak mudah dipengaruhi, dan bertambahnya kemampuan berfikir secara objektif (Mu’tadin, www.e-psikologi.com.akses 8 oktober 2009 ). 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemandirian Anak Usia

Taman Kanak-Kanak

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemandirian anak usia prasekolah terbagi menjadi 2 meliputi faktor internal dan faktor eksternal (Soetjiningsih, 1995:213). Faktor internal merupakan faktor yang ada dari diri anak itu sendiri yang meliputi emosi dan intelektual. Faktor emosi ini ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak terganggunya kebutuhan emosi orang tua. Sedangkan faktor intelektual diperlihatkan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Sementara itu faktor eksternal yaitu faktor yang datang atau ada dari luar anak itu sendiri. Faktor ini meliputi lingkungan, karakteristik sosial, stimulasi, pola asuh, cinta dan kasih sayang, kualitas informasi anak dan orang tua, dan pendidikan orang tua dan status pekerjaan ibu (Soetjiningsih, 1995:216).


(47)

30 Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya tingkat kemandirian anak usia prasekolah, sehingga lingkungan yang baik akan meningkatkan cepat tercapainya kemandirian anak. Selain itu karakteristik sosial juga dapat mempengaruhi kemandirian anak, misalnya tingkat kemandirian anak dari keluarga miskin berbeda dengan anak dari keluarga kaya, akan tetapi anak yang mendapat stimulasi terarah dan teratur akan lebih cepat mandiri dibanding dengan anak yang kurang atau mendapat stimulasi. Selain itu anak dapat mandiri akan membutuhkan kesempatan dukungan dan dorongan peran orang tua sebagai pengasuh sangat diperlukan, oleh karena itu pola pengasuhan merupakan hal yang penting dalam pembentukan kemandirian anak (Soetjiningsih, 1995:2).

Rasa cinta dan kasih sayang kepada anak hendaknya diberikan sewajarnya karena ini akan mempengaruhi mutu kemandirian anak bila diberikan berlebihan anak menjadi kurang mandiri kemungkinan semua itu dapat diatasi bila interaksi antara anak dan orang tua berjalan dengan lancar dan baik karena interaksi dua arah anak-orang tua menyebabkan anak menjadi mandiri. Orang tua akan memberikan informasi yang baik jika orang tua tersebut mempunyai pendidikan karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala info dari luar terutama cara memandirikan anak.


(48)

Peran orang tua dalam memandirikan anak usia prasekolah, adalah sangat penting untuk perkembangan anak selanjutnya, walaupun anak hidup dalam lingkungan kelurga yang berkecukupan, tapi orang tua perlu mendidik anak untuk dapat bersikap mandiri terutama pada perawatan diri sendiri, walaupun mungkin di rumah ada pengasuh tapi anak perlu dididik sejak dini agar kelak punya tanggung jawab, apabila anak hidup bermasyarakat untuk itu keterlibatan orang tua juga sangat membantu seoarang anak dapat mandiri, jadi tidak hanya peran para pendidiknya saja peran orang tua juga sangat penting.

C. Metode Bermain Peran Pada Taman Kanak-Kanak 1. Pengertian Bermain

Menurut (Musfiroh, Tadkiroatun. 2008:1) Bermain adalah kegiatan yang dilakukan atas dasar suatu kesenangan dan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Kegiatan tersebut dilakukan secara suka rela, tanpa paksaan atau tekianan dari pihak luar (Hurlock, 1997:125). Sebagian orang menyatakan bermain sama fungsinya dengan bekerja. Meskipun demikian, anak anak memiliki persepsi sendiri mengenai bermain.

Beberapa ahli peneliti memberi batasan arti bermain dengan memisahkan aspek-aspek tingkah laku yang berbeda dalam bermain. Dikemukakan sedikitnya ada lima kriteria dalam bermain (Moeslichatoen, R. 2004 : 31).


(49)

32 a. Motivasi intrinsik : tingkah laku bermain dimotivasi dari

dalam diri anak, karena itu dilakukan demi kegiatan itu sendiri dan bukan karena adanya tuntutan masyarakat atau fungsi-fungsi tubuh.

b. Pengaruh positif : tingkah laku menyenangkan atau menggembirakan untuk dilakukan.

c. Bukan dikerjakan sambil lalu : tingkah laku itu bukan dilakukan sambil lalu, karena itu tidak mengikuti pola atau aturan yang sebenarnya, melainkan lebih bersifat pura-pura. d. Cara/tujuan : cara bermain lebih diutamakan dari pada

tujuannya. Anak lebih tertarik pada tingkah laku itu sendiri dari pada keluaran yang dihasilkan.

e. Kelenturan : bermain itu perilaku yang lentur. Kelenturan ditunjukkan baik dalam bentuk maupun dalam hubungan serta berlaku dalam setiap situasi.

Jika menggunakan kelima kriteria tersebut, maka dapat dikatakan bahwa bila seorang anak menggunakan mainan hewan-hewanan dengan cara yang lentur tanpa tujuan yang jelas dalam pikirannya, kegiatannya berpura-pura, menyenangkan bagi dirinya sendiri, dan melakukan kegiatan hanya untuk bergiat, maka dapat dikatakan sedang bermain.

Adapun batasan yang diberikan tentang pengertian bermain, bermain membawa harapan dan antisipasi tentang dunia yang memberikan


(50)

kegembiraan, dan memungkinkan anak berkhayal seperti sesuatu atau seseorang, suatu dunia yang dipersiapkan untuk berpetualang dan mengadakan telaah; suatu dunia anak-anak (Moeslichatoen, R. 2004 : 32). Melalui bermain anak belajar mengendalikan diri sendiri, memahami kehidupan, memahami dunianya. Jadi bermain merupakan cermin perkembangan anak. Bermain juga merupakan tuntutan dan kebutuhan yang esensial bagi anak. Melalui bermain anak akan dapat memuaskan tuntutan dan kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, emosi, sosial, nilai, dan sikap hidup.

Melalui kegiatan bermain anak dapat melakukan koordinasi otot kasar. Bermacam cara dan teknik dapat dipergunakan dalam kegiatan ini seperti merayap, merangkak, berjalan, berlari, meloncat, melompat, menendang, melempar, dan lain sebagainya.

Melalui kegiatan bermain anak dapat berlatih menggunakan kemampuan kognitifnya untuk memecahkan berbagai masalah seperti kegiatan mengukur isi, mengukur berat, membandingkan, mencari jawaban yang berbeda dan sebagainya.

Melalui kegiatan bermain anak dapat mengembangkan kreativitasnya, yaitu melakukan kegiatan yang mengandung kelenturan; memanfaatkan imajinasi atau ekspresi diri; kegiatan-kegiatan pemecahan masalah, mencari cara baru dan sebagainya.


(51)

34 Melalui kegiatan bermain anak juga dapat melatih kemampuan bahasanya dengan cara: mendengarkan beraneka bunyi, mengucapkan suku kata atau kata, memperluas kosa kata, berbicara sesuai dengan tata Bahasa Indonesia, dan sebagainya.

Melalui bermain anak dapat meningkatkan kepekaan emosinya dengan cara mengenalkan bermacam perasaan, mengenalkan perubahan perasaan, membuat pertimbangan, menumbuhkan kepercayaan diri.

Melalui bermain anak dapat mengembangkan kemampuan sosialnya, seperti membina hubungan dengan anak lain, bertingkah laku sesuai dengan tuntutan masyarakat, menyesuaikan diri dengan teman sebaya, dapat memahami tingkah lakunya sendiri, dan paham bahwa setiap perbuatan ada konsekuensinya.

Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan bermain anak akan memperoleh kesempatan memilih kegiatan yang disukainya, bereksperimen dengan bermacam bahan dan alat, berimajinasi, memecahkan masalah dan bercakap-cakap secara bebas, berperan dalam kelompok, bekerja sama dalam kelompok, dan memperoleh pengalaman yang menyenangkan (Moeslichatoen, R. 2004 : 33). Sesuai dengan pengertian bermain yang merupakan tuntutan dan kebutuhan bagi perkembangan anak usia TK, menurut mayke S Tedjasaputra (2001 : 38) bermain juga mempunyai manfaat yang besar bagi perkembangan anak. Bermain merupakan pengalaman belajar yang sangat berguna untuk anak,


(52)

misalnya saja memperoleh pengalaman dalam membina hubungan dengan sesama teman, memperoleh perbendaharaan kata, menyalurkan perasaan-perasaan tertekan. Masih banyak lagi manfaat yang bias dipetik dari kegiatan bermain.

Menurut (Jamaris, Marini. 2005:123) bermain merupakan sarana perkembangan kognitif, koordinasi gerakan motorik, bahasa, dan psikososial. Oleh karena itu kegiatan belajar yang dilakukan anak usia Taman Kanak-kanak, baik di rumah ataupun di sekolah, hendaknya memanfaatkan kegiatan bermain anak secara efektif. Melalui kegiatan bermain proses belajar dapat dilakukan oleh orang tua dan guru Taman Kanak-kanak perlu ditingkatkan inisiatifnya dalam menciptakan bentuk permainan. Khususnya permainan yang dapat dijadikan sarana belajar bagi anak usia Taman Kanak-kanak.

Dengan bermain peran anak dapat menampilkan bermacam–macam peran, anak berusaha untuk memahami peran orang lain dan dapat menghayati peran yang akan diambilnya setelah anak dewasa. Bermain juga memberikan dorongan emosi secara aman, misalnya melepaskan dorongan-dorongan yang tidak dapat diterima dalam kehidupan nyata, dalam situasi bermain anak dapat berkhayal menjadi polisi, sopir, ayah atau ibu bahkan menjadi presiden dan sebagainya.


(53)

36 D. Konsep Metode Bermain Peran di Taman Kanak-Kanak

1. Pengertian Metode Bermain Peran

Pembelajaran yang sebaiknya diberikan di Taman Kanak-kanak adalah pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, karena pembelajaran yang menarik artinya memiliki unsur menyenangkan bagi anak untuk dapat terus diikuti, sehingga anak mempunyai motivasi untuk terus mengikuti proses pembelajaran. Pembelajaran yang menyenangkan berarti pembelajaran yang sesuai dengan suasana yang terjadi pada diri anak sehingga anak memiliki perhatian yang lebih.

Bermain peran adalah metode pengembangan yang efektif di mana seseorang memerankan karakter orang lain dan mencoba berfikir/berbuat dengan cara/sudut pandang sosok yang diperankannya. Bermain peran memberi contoh alamiah terhadap perilaku manusia yang riil dan dapat digunakan oleh anak untuk menyadari perasaan mereka dan membangun sikap menuju nilai-nilai dan pemahaman mereka sendiri (Suryani, Lilis. 2010:10)

Suryani juga berpendapat bahwa bermain peran sangat sesuai dengan karakteristik anak usia dini karena pada saat ini anak berfikir secara simbolik sehingga nenjadikan bermain peran sebagai metode pengembangan anak usia dini adalah sangat tepat dan efektif dalam rangka mengoptimalkan potensi anak bagi pembentukan kemampuan dasar (fisik, bahasa, kognitif, seni) dan perilaku (moral-agama dan social-emosional).


(54)

Menurut Tedjasaputra mayke S (2001 : 33), bermain peran mulai tampak sejalan dengan mulai tumbuhnya kemampuan anak untuk berfikir simbolik. Dalam bermain peran atau berkhayal ini, misalnya anak tampak sedang menyuapi boneka, mengajak berbicara dan bermain, mengajari boneka binatangnya berpakaian dan sebagainya. Sekelompok anak dapat bekerja sama menciptakan jalan cerita sendiri dalam kegiatan bermain ini. Tedjasaputra mayke S (2001 : 33) Kegiatan bermain memberi kesempatan pada anak untuk bergaul dengan anak lain dan belajar mengenal berbagai aturan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Secara garis besar, kegiatan bermain dibedakan menjadi 3 katagori yaitu:

a. Exploratory and manipulative play (bermain menjelajah dan manipulatif)

Kegiatan ini bisa diamati sejak masa bayi, anak sering menunjukkan rasa senang atau antusiasme yang besar sewaktu ia mengamati atau bermain dengan benda-benda di sekelilingnya.

b. Destruktive Play (Bermain Menghancurkan)

Bermain menghancurkan mulai tampak pada awal masa kanak-kanak. Sering kita lihat anak sambil bermain menghancurkan balok-balok kayu yang sudah disusunnya dengan susah payah dan berhati-hati, lalu membangunnya kembali dengan bersemangat hanya untuk dihancurkannya kembali. Kegiatan tersebut dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan tersendiri bagi anak


(55)

38 c. Imaginative atau make-believe play (Bermain berkhayal atau

berpura-pura)

Kegiatan ini dimulai sejak anak berusia 3 tahunan. Kegiatan ini memperlihatkan unsur imajinasi dan peniruan terhadap perilaku orang dewasa, misalnya bermain dokter-dokteran, ibu-ibuan, masak-masakan, polisi-polisian dan lain-lain. Kegiatan bermain ini dikatagorikan sebagai kegiatan bermain peran (dramatic) oleh Stasen Berger(1983) maupun Catherine Garvey (1977).

(Tedjasaputra Mayke S, 2001:57) Bermain peran termasuk salah satu jenis bermain aktif, diartikan sebagai pemberian atribut tertentu terhadap anak usia sekitar 2 sampai 8 tahun, dapat bersifat produktif atau terhadap apa yang diamati dalam kehidupan sehari-hari. Pada kegiatan bermain peran yang produktif maka anak akan memasukkan unsur-unsur baru benda, situasi dan anak memerankan tokoh yang ia pilih. Kegiatan bermain peran biasanya dilakukan oleh pengajar dengan mendramakan/memerankan cara bertingkah laku dalam hubungan sosial, yang lebih menekankan pada kenyataan-kenyataan di mana para murid diikutsertakan dalam memainkan peranan di dalam mendramakan masalah-masalah hubungan sosial, dan metode ini kadang-kadang disebut dengan dramatisasi (Kartini, 2005: 35). Masitoh dkk (2006) mengemukakan bahwa metode bermain peran adalah suatu cara


(56)

memainkan peran dalam suatu cerita tertentu yang menuntut kerjasama secara utuh diantara para pemainnya.

Bermain peran dikenal juga dengan sebutan bermain pura-pura, khayalan, fantasi, make-belive atau simbolik. Bermain peran membolehkan anak memproyeksikan dirinya ke masa depan dan menciptakan kembali ke masa lalu dan mengembangkan keterampilan khayalan. Menurut Hurlock (1978: 329) bermain peran adalah bentuk bermain aktif di masa anak-anak, melalui perilaku dan bahasa yang jelas berhubungan dengan materi atau situasi seolah-olah hal itu mempunyai atribut yang lain ketimbang yang lainnya.

Suryani, Lilis (2010: 10.9) memberikan pengertian bermain peran dikatagorikan sebagai metode belajar yang berumpun pada metode perilaku yang diterapkan dalam kegiatan pengembangan. Karakteristiknya adalah adanya kecenderungan memecahkan tugas belajar dalam sejumlah perilaku yang beruntun, konkret dan dapat diamati.

Menurut Gilstrap dan Martin, bermain peran adalah memerankan karakter/tingkah laku dalam pengulangan kejadian yang diulang kembali, kejadian masa depan, kejadian masa kini yang penting, atau situasi yang imajinatif. Anak-anak pemeran mencoba untuk menjadi orang lain dengan memahami peran untuk menghayati tokoh yang diperankan sesuai dengan karakter dan motivasi yang dibentuk pada tokoh yang telah ditentukan.


(57)

40 Moeslichatoen (2004 : 34) menjelaskan bermain pura-pura adalah bermain yang menggunakan daya khayal yaitu dengan memakai bahasa atau berpura-pura bertingkah laku seperti benda tertentu, situasi tertentu, atau orang tertentu, dan binatang tertentu, yang di dalam dunia nyata tidak dilakukan. Bermain peran adalah metode pengembangan yang efektif di mana seseorang memerankan karakter orang lain, dan mencoba berfikir/berbuat dengan sudut pandang sosok yang diperankannya. Bermain peran ditandai oleh penerapan cerita pada objek di mana cerita itu sebenarnya tidak dapat diterapkan (anak mengaduk pasir dalam sebuah mangkuk dengan sekop dan pura-pura mencicipinya) dan mengulang ingatan yang menyenangkan (anak usia dini melihat sebuah botol bayi dan mencoba memberi makan sebuah boneka). Adapun menurut Vygotsky, 1967; Erikson, 1963 bermain peran disebut juga bermain simbolis, pura-pura, make-believe, atau bermain drama, sangat penting untuk perkembangan kognisi, sosial, dan emosi anak pada usia tiga sampai enam tahun.

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bermain peran merupakan salah satu metode yang selain menyenangkan bagi anak dan efektif juga dapat meningkatkan berbagai aspek perkembangan anak.

2. Peranan Bermain Peran dalam Kurikulum Taman Kanak-Kanak Drama peran tidak hanya berhubungan dengan formasi konsep yang abstrak melainkan juga kepada objek yang kita kenali sebagai bagian dari


(58)

kurikulum sekolah, seperti dalam pengembangan konsep sosial, matematika, ilmu pengetahuan dan membaca.

Childrend Resources International (Kenny: 2002). Peranan bermain peran dalam kurikulum prasekolah:

a. Konsep Ilmu Sosial

Anak-anak mengembangkan pemahaman mengenal orang-orang, perannya serta perilaku-perilakunya. Kesemua ini bersama dengan pengembangan kemampuan interpersonal serta kemampuan sosial, adalah beberapa diantara kontribusi penting yang dapat dibuat oleh bermain peran serta pembelajaran seorang anak.

b. Konsep matematika

Bermain peran memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk menjelajahi konsep-konsep matematika awal. Di pusat kegiatan bermain peran anak-anak mampu mengkategorikan material serta peralatan-peralatan. Piaget membuat “Klasifikasi” ini dan sangat penting dalam pemahaman logika. Karena tidak sangat mungkin menambahkan atau mengurangi benda-benda, anak tersebut harus mengerti apa yang membuat sebuah kategori.

Anak-anak berlatih konsep korespondensi satu-satu ketika menyiapkan meja untuk pura-pura makan. Dengan memastikan bahwa ada sebuah kursi, sebuah piring, sebuah sendok, satu garpu dan pisau untuk setiap orang membawa anak tersebut kepemahaman konsep


(59)

42 seperti “cukup, terlalu sedikit, lebih dari, dan sama dengan”. Anak-anak juga menggunakan konsep-konsep seperti “lebih besar dan lebih kecil”, “lebih lebar dan lebih sempit”, “lebih tinggi dan lebih pendek”, “lebih berat dan lebih ringan” selama bermain peran. Menepuk tangan dan berbaris semuanya memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk mempelajari pola-pola yang akan membimbing mereka sejalan dengan pelajaran menghitung, urutan dan pengulangan.

c. Konsep ilmu pengetahuan

Bermain peran juga memuaskan konsep-konsep yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Anak-anak bisa bereksperimen di dalam bermain perannya: apa yang terjadi jika …. ? Atau menegaskan: apakah hal yang sama akan terjadi bila saya melakukannya lagi?. Anak-anak belajar melalui pengamatan (sebuah teknik ilmiah yang sangat diperlukan), dengan membandingkan benda-benda atau kejadian-kejadian atas dasar pemahaman dan perbedaan mereka mengidentifikasi masalah-masalah dan menyimpulkan secara umum kondisi interaksinya di kemudian hari dengan ilmu pengetahuan.

d. Konsep Kesiapan Membaca

Kosa kata dan konsep perkembangan sangat penting dalam membaca. Dalam bermain peran anak-anak menggunakan bahasa


(60)

untuk memperlancar komunikasi dan bertukar ide hingga meningkatkan kelancaran membaca dan memperkaya kosa katanya. 3. Macam-macam Metode Bermain Peran

Metode pendidikan Taman Kanak-kanak dikenal dengan enam macam permainan drama (Dramatisasi = bermain peran) antara lain sebagai berikut:

a. Drama Spontan atau Bebas

Bermain spontan adalah permainan drama yang dilakukan anak atas kemauannya sendiri, dengan cara-cara sendiri, berupa dialog atau perbuatan yang timbul dari pengalaman anak sendiri serta tidak membutuhkan peranan pemimpin atau kontrol dari guru.

Manfaat bermain peran spontan ini adalah: 1) Mengembangkan bahasa anak,

2) Mengembangkan perasaan sosial, 3) Mengembangkan daya cipta, 4) Mengembangkan spontanitas anak, 5) Mengembangkan ekspresi anak, 6) Terapi psikologi anak.

Melalui bermain peran anak diberi kesempatan untuk : 1) Menirukan orang dewasa,

2) Menirukan kehidupan yang sesungguhnya menurut anak, 3) Menceritakan kehidupan keluarga,


(61)

44 4) Mengekspresikan perasaannya,

5) Menyatakan keinginan dan harapannya. b. Drama Terpimpin

Permainan drama terpimpin yakni guru membimbing anak dalam memilih perannya, tanpa mengurangi kebebasan anak dalam berbicara dan menjalankan perannya. Berikut ini adalah peranan guru dalam permainan drama terpimpin:

1) Mempersiapkan naskah sederhana untuk anak (anak tidak disuruh membaca),

2) Guru bercakap-cakap sekitar pengalaman kesehatan anak, 3) Guru berbagi peran di antara mereka,

4) Mengulangi permainan,

5) Guru mengulang dialog untuk dihapalkan anak, jika anak tidak bisa membaca,

6) Guru menyediakan peralatan-peralatan drama,

7) Drama terpimpin biasa dilakukan anak sekitar 15 menit. c. Sandiwara Boneka

Sandiawara boneka berguna membantu siswa untuk mengekspresikan isi jiwa dan mengembangkan daya fantasinya. Guru dapat menyediakan alat peraga yang sangat menarik bagi anak-anak berupa sandiwara boneka dengan menyediakan alat-alat yaitu:


(62)

2) Panggung boneka sehingga boneka ini bisa dijalankan guru atau oleh anak-anak menurut fantasinya.

d. Pantomim

Jenis bermain peran ini adalah sandiwara bisu untuk memberikan pelajaran melalui visualisasi seperti adegan-adegan tanpa bicara, tetapi hanya melakukan gerakan mimik. Istilah pantomim berasal dari bahasa Yunani yang artinya: “Serba isyarat” berarti secara etomologis pertunjukkan yang bahkan biasa sepenuhnya tanpa apa-apa, jelasnya pantomim adalah suatu pertunjukkan bisu. Dalam pelaksanaan kegiatan pantomim, guru harus melakukan hal-hal berikut:

1) Mengingat gerakan-gerakan yang dilakukan sehari-hari

2) Menyusun gerakan-gerakan tersebut agar menjadi adegan-adegan untuk ditirukan

3) Guru membimbing sambil menirukan gerakan pantomim bersama-sama dengan siswa

4) Tampilkan siswa seorang-seorang. 4. Tujuan Metode Bermain Peran

Tujuan bermain peran di Taman Kanak-kanak (TK) menurut buku Didaktik Metodik di Taman Kanak-kanak (Depdiknas, 2003: 41) adalah sebagai berikut:

a. Melatih daya tangkap,


(63)

46 c. Melatih daya konsentrasi,

d. Melatih membuat kesimpulan,

e. Membantu perkembangan intelegensi, f. Membantu perkembangan fantasi, dan g. Menciptakan suasana yang menyenangkan.

Selain itu, adapun tujuan bermain peran menurut Gunarti,dkk (2008:109). Yakni:

Anak dapat mengeksplorasi perasaan-perasaan,

a. Memperoleh wawasan tentang sikap-sikap, nilai-nilai, dan persepsinya,

b. Mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

c. Melatih daya tangkap, d. Melatih daya konsentrasi, e. Melatih membuat kesimpulan, f. Membantu mengembangkan kognitif, g. Membantu perkembangan fantasi,

h. Menciptakan suasana yang menyenangkan,

i. Mencapai kemampuan berkomunikasi secara spontan/berbicara lancar,

j. Membangun pemikiran yang analitis dan kritis, k. Membangun sikap positif dalam diri anak,


(64)

l. Menumbuhkan aspek afektif melalui penghayatan isi cerita,

m. Mengembangkan kreativitas dengan membuat jalan cerita atas inisiatif anak,

n. Untuk membawa situasi yang sebenarnya ke dalam bentuk simulasi miniatur kehidupan,

o. Untuk membuat variasi yang menarik dalam kegiatan pengembangan.

Disimpulkan tujuan metode bermain peran yaitu dapat melatih daya tangkap, berbicara dengan lancar, konsentrasi anak dapat lebih fokus, membuat kesimpulan, mengembangkan kognitif anak, menciptakan suasana yang menyenangkan, mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Tujuan tersebut diharapkan akan memudahkan anak dalam meningkatkan kemandirian anak usia dini dengan cara menerapkan metode bermain peran.

5. Jenis Bermain Peran

Dalam teorinya, Erikson ( Depdiknas, 2004: 4) mengemukakan bahwa bermain peran terbagi ke dalam dua jenis bermain, di antaranya bermain peran makro dan bermain peran mikro.

a. Bermain Peran Makro

Bermain peran makro adalah salah satu jenis bermain peran dengan menggunkan ukurannya sebenarnya. Anak dikatakan sedang


(1)

belum bisa senam.

d. Anak meletakan kembali alat –

alat yang telah digunakan dalam berolahraga.

e. Menegur temannya yang tidak

mau ikut senam

f. Sebelum dilakukan kegiatan

senam, dikasih gerakan pemanasan dulu.

○ ○ ○ ○

√ √ √ √

√ √ √ √

√ √ ○ ○

○ ○ ○ ○

○ ○ ○ ○

● ● ● ●

○ ○ ○ ○

● ● ● ●

● ● ● ●

√ √ ● ●

○ ○ ○ ○

○ ○ ○ ○

√ √ √ √

○ ○ ○ ○

√ √ √ √

○ √ √ √

○ ○ √ ○

√ √ √ ●

○ ○ √ ○

10 11 12 10

50% 55% 60% 50%

MENGUA SAI KETERA MPILAN

a. Anak menyiapkan tape untuk

memutar kaset senam dan peluit.

b. Anak mengabsen teman yang

hadir.

c. Anak dapat menata kembali

peralatan yang telah dipakai pada tempatnya.

d. Anak dapat melakukan kegiatan

berolahraga senam sampai selesai.

e. Anak menguasai gerakan

pemanasan

f. Anak menguasai gerakan senam

secara keseluruhan

○ ○ ○

○ ○ ○

√ ● ●

√ √ √

√ √ √

√ √ √

√ √ √

√ √ √

√ √ √

√ √ √

○ ○ ○

○ ○ ○

● ● ●

● ● ●

√ √ √

√ ● ●

● ● ●

● ● ●

√ ● ●

√ ● ●

○ ○ ○

○ ○ ○

○ ○ ○

○ ○ ○

√ √ √

√ √ √

√ √ √

√ √ √

○ ○ ○

○ ○ ○

√ √ √

√ √ ○

√ √ √

√ √ ○

○ √ ○

○ √ ○

√ √ √

● ● ●

○ ○ ○

○ √ ○

13 14 13

11 15 11

65% 75% 65%

55% 75% 55%


(2)

MAMPU BEKER JA SENDIRI

a. Anak dapat menggunakan peluit

untuk mengatur barisan saat berolahraga.

b. Anak dapat menggunakan tape

recorder dan kaset untuk berolahraga senam.

c. Anak mengatur barisan dengan

rapi.

d. Anak memberi contoh gerakan

senam di depan.

e. Anak mampu bergerak sesuai

irama dengan hitungan yang benar.

f. Anak mampu merawat kembali

peralatan yang habis dipakai

○ √ ○ ○ ○

● ● ● ● ●

√ ● √ √ √

√ √ √ √ √

√ √ √ √ √

√ √ √ √ √

● ● ● ● ●

√ √ √ √ √

● ● ● ● ●

√ ○ √ √ ○

○ ○ ○ ○ ○

○ ○ ○ ○ ○

○ ○ ○ ○ ○

√ ● √ √ √

○ ○ ○ ○ ○

○ ○ ○ ○ ○

● ● ● ● ●

○ ○ ○ √ ○

√ √ √ √ √

○ ○ ○ ○ ○

12

12 12 12 13 11

60%

60% 60% 60% 65% 55%

MENGEN DALI KAN EMOSI

a. Anak terlihat senang/ ceria saat bermain peran sebagai guru olah raga.

b. Anak sangat antusias untuk

mengatur baris teman – temannya untuk berolahraga.

c. Anak tidak takut saat tampil

melakukan kesalahan.

d. Anak sabar menunggu giliran saat tampil.

e. Anak bersabar ketika ada teman

yng tidak ikut berbaris

f. Anak bersabar ketika ada

temanya yang melakukan gerakan yang salah ketika senam

○ ○ ○ √ √

√ √ √ ● ●

√ √ √ √ √

√ √ √ ○ ○

○ ○ ○ ○ ○

○ ○ ○ ○ ○

● ● ● ● ●

√ √ √ √ √

● ● ● ● ●

√ √ √ √ √

○ ○ ○ ○ √

○ ○ ○ ○ ○

√ √ √ √ √

√ √ √ ● ●

√ √ √ ○ ○

○ ○ ○ ○ √

● ● ● ● ●

○ ○ ○ ○ √

√ √ √ ○ ○

○ ○ ○ ○ √

12

12 12 12 10 14

60%

60% 60% 60% 50% 70%


(3)

Lembar Observasi Hasil Kegiatan Bermain Peran Dokter Siklus III

INDIKATO R

SUB INDIKATOR

NAMA/NILAI

JM

L YG TU NT AS

PRO S ENT A SI

Risk

a

Bagus Citra Delon Bowo Lavi Ar

a

Pu

tri

Gini Gin

a

Re

fa

Eca

Kiesya Nend

a

Az

ka

Fand

i

Aen

un

Suci Dicki dik

a

KEBERA NIAN / KEPER CAYAAN DIRI

a. Anak berani tampil sebagai

dokter

b. Anak mau bertanya tentang

keluhannya pada pasien.

c. Anak berani untuk memeriksa

pasien

d. Anak berani menjelaskan pada

pasien tentang penyakitnya.

e. Anak berani mengukur berat

badan pasien

f. Anak mencatat keluhan pasien ○ ○ ○ ○ √ ○

● ● ● ● ● ●

√ √ √ √ √ √

√ √ √ √ √ √

√ √ √ √ √ ○

○ ○ ○ ○ √ ○

● ● ● ● ● ●

√ √ √ √ √ √

● ● ● ● ● ●

√ √ √ √ √ ●

√ √ √ √ √ ○

○ ○ ○ ○ ○ ○

√ √ √ √ ● √

● ● ● ● ● ●

√ √ √ √ √ √

√ √ √ √ √ √

● ● ● ● ● ●

○ ○ ○ ○ ○ ○

● ● ● ● ● ●

○ ○ ○ ○ ○ ○

15 15 15 15 17 13

75% 75% 80% 70% 85% 65% MEMILI

KI RASA TANG GUNG JAWAB

a. Anak mampu berperan sebagai

dokter sampai selesai.

b. Menyiapkan alat – alat yang

dipakai untuk memeriksa.

c. Anak memeriksa pasien sampai

selesai.

d. Menata kembali peralatan pada

tempatnya.

e. Anak memberi obat yang

diperlukan pasien

○ ○ ○ ○ ○

● ● ● ● ●

√ √ √ √ √

√ √ √ √ √

√ √ √ √ V

○ ○ ○ ○ ○

● ● ● ● ●

√ √ √ √ ●

● ● ● ● ●

√ √ √ √ ○

√ √ √ √ √

○ ○ ○ ○ ○

√ √ √ √ √

√ √ √ √ √

√ √ √ √ √

√ √ √ √ ○

● ● ● ● ●

○ ○ ○ ○

● ● ● ● ●

○ ○ ○ ○ ○

15 16 14 15 14

75% 80% 70% 75% 70%


(4)

f. Anak menyuntik pasien yang sakit

○ ● √ √ v ○ ● √ ● √ √ ○ √ √ √ √ ● ● ● ○ 16 80%

MENGU ASAI KETERA MPILAN

a. Anak dapat mengambil alat

periksa sendiri.

b. Anak bisa menggunakan alat

stetoskop untuk memeriksa pasien.

c. Anak mampu menimbang berat

badan pasien sebelum diperiksa.

d. Anak dapat memberikan resep

pada pasien setelah diperiksa.

e. Anak menyuntik pasien

ditempat yang benar

f. Anak mencatat hasil timbangan

dan keluhan pasien

○ ○

○ ○ √ ○

● ●

● ● ● ●

√ √

√ √ √ √

√ √

√ √ √ √

√ √

√ √ √ √

○ ○

○ ○ ○ ○

● ●

● ● ● ●

√ √

√ √ √ ●

● ●

● ● ● ●

√ √

√ √ √ √

√ √

√ √ √ √

○ ○

○ ○ ○ ○

√ √

√ √ √ √

√ √

√ √ √ √

√ √

√ √ √ √

√ √

√ √ √ ○

● ●

● ● ● ●

√ √

√ √ ● √

● ●

● ● ● ●

○ ○

○ ○ ○ ○

16 16

16 16 17 15

80% 80%

80% 80% 85% 75%

MAMPU BEKER JA SENDIRI

a. Anak mampu bertanya dan

menjawab pertanyaan sebagai dokter maupun sebagai pasien.

b. Anak menggunakan stetoskop,

thermometer dengan benar.

c. Anak dapat memeriksa pasien

dengan benar, berbaring, mengukur suhu badan.

d. Anak dapat mencuci tangan

setelah memeriksa pasien.

e. Anak mampu mencatat keluhan

pasien

○ ○ ○ ○

● ● ● ●

√ √ √ √

√ √ √ √

√ √ √ √

○ ○ ○ ○

● ● ● ●

√ √ √ ●

● ● ● ●

√ √ √ ○

√ √ √ √

○ ○ ○ ○

○ ○ √ ○

√ √ √ √

√ √ √ √

√ √ √ √

● ● ● ●

√ √ √ √

● ● ● ●

○ ○ ○ ○

15

15 15 16 14

75%

75% 75% 80% 70%


(5)

f. Anak dapat menata kembali peralatan yang habis dipakai

○ ● √ √ √ ○ ● √ ● √ √ ○ ○ √ √ √ ● √ ● ○ 15 75%

MENGE NDALI KAN EMOSI

a. Anak tidak takut saat memeriksa pasien atau saat diperiksa dokter

b. Anak terlihat senang saat

berperan sebagai dokter, pasien.

c. Anak senang senang saat

menggunakan baju dokter.

d. Anak senang saat menggunakan

alat – alat yang digunakan untuk memeriksa.

e. Anak saling bekerja sama

dengan teman saat bermain peran.

f. Anak sabar menunggu giliran

bermain peran

○ ○ ○ ○

○ ○

√ √ √ √

√ √

√ √ √ √

√ √

√ √ √ √

√ √

√ √ √ √

√ √

○ ○ ○ ○

○ ○

● ● ● ●

● ●

√ √ √ √

● ●

√ √ √ √

√ ●

√ √ √ V

√ √

√ √ √ √

√ √

○ ○ ○ ○

○ ○

○ ○ ○ ○

○ ○

√ √ √ √

√ √

√ √ √ √

√ √

√ √ √ √

√ ○

● ● ● ●

● ●

√ √ √ √

√ √

● ● ● ●

● ●

○ ○ ○ ○

○ ○

15 15 15 15

16 14

75% 75% 75% 75%

80% 70%


(6)

Dokumen yang terkait

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN EMOSIONAL MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA ANAK KELOMPOK B TAMAN KANAK- Pengembangan Kemampuan Emosional Melalui Metode Bermain Peran Pada Anak Kelompok B Taman Kanak- Kanak Pertiwi Mlese II Cawas Klaten Tahun Ajaran 2013/2014.

0 2 14

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN EMOSIONAL MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA ANAK KELOMPOK B TAMAN KANAK- Pengembangan Kemampuan Emosional Melalui Metode Bermain Peran Pada Anak Kelompok B Taman Kanak- Kanak Pertiwi Mlese II Cawas Klaten Tahun Ajaran 2013/2014.

0 1 15

UPAYA MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAK MELALUI METODE PROYEK PADA KELOMPOK A Upaya Meningkatkan Kemandirian Anak Melalui Metode Proyek Pada Kelompok A Taman Kanak-Kanak Pertiwi 01 Kaliwuluh Kebakkramat Karanganyar Tahun Pelajaran 2012/2013.

0 1 12

UPAYA MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAK MELALUI METODE PROYEK PADA KELOMPOK A Upaya Meningkatkan Kemandirian Anak Melalui Metode Proyek Pada Kelompok A Taman Kanak-Kanak Pertiwi 01 Kaliwuluh Kebakkramat Karanganyar Tahun Pelajaran 2012/2013.

3 20 14

PENGEMBANGAN KEDISIPLINAN ANAK MELALUI METODE BERMAIN PERAN MAKRO PADA TAMAN KANAK-KANAK Pengembangan Kedisiplinan Anak Melalui Metode Bermain Peran Makro Pada Taman Kanak-Kanak Pertiwi Wanglu Kelompok A Kecamatan Trucuk Kabupaten Klaten Tahun Pelajaran

0 0 17

PENGEMBANGAN KEDISIPLINAN ANAK MELALUI METODE BERMAIN PERAN MAKRO PADA TAMAN KANAK-KANAK Pengembangan Kedisiplinan Anak Melalui Metode Bermain Peran Makro Pada Taman Kanak-Kanak Pertiwi Wanglu Kelompok A Kecamatan Trucuk Kabupaten Klaten Tahun Pelajar

0 0 14

UPAYA PENINGKATAN KECERDASAN KINESTETIK ANAK MELALUI BERMAIN MERONCE DI TAMAN KANAK-KANAK Upaya Peningkatan Kecerdasan Kinestetik Anak Melalui Bermain Meronce Di Taman Kanak-Kanak Persiapan SD Papringan 02 Kelompok A Kabupaten Semarang.

0 0 15

UPAYA PENINGKATAN KECERDASAN KINESTETIK ANAK MELALUI BERMAIN MERONCE DI TAMAN KANAK-KANAK Upaya Peningkatan Kecerdasan Kinestetik Anak Melalui Bermain Meronce Di Taman Kanak-Kanak Persiapan SD Papringan 02 Kelompok A Kabupaten Semarang.

0 0 15

PENINGKATAN KEMAMPUAN BAHASA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA ANAK DIDIK KELOMPOK B DI TAMAN Peningkatan Kemampuan Bahasa Melalui Metode Bermain Peran Pada Anak Didik Kelompok B Di Taman Kanak-Kanak Pertiwi 01 Gantiwarno Kecamatan Matesih Kabupaten Ka

0 0 15

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAK TAMAN KANAK-KANAK MELALUI METODE BERMAIN PERAN MAKRO.

2 29 43