commit to user 117
Sedangkan untuk kegiatan pembebasan dan pensertifikatan tanah candi, pelibatan masyarakat yang dilakukan adalah dengan tetap melibatkan
pemilik tanah dalam penentuan harga, dengan kata lain adalah masih ada sistem tawar menawar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pak Junawan
sebagai berikut: “Ya ada tawar menawar. Kita dalam membeli akan mengikuti harga
dari pasaran. Justru malah masyarakat itu akan menaikkan harga tanah mereka pas tau tanahnya akan dibeli Negara. Oleh karena itu,
bisanya pas kita membuat rencana anggaran, harga akan kita naikkan karena biasanya begitulah yang terjadi di lapangan”
hasil wawancara 21 Maret 2011 Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa pihak BP3 Jawa
Tengah dalam membeli tanah tetap melihat harga di pasaran dan masyarakatlah yang biasanya menaikkan harga menjadi lebih tinggi dari
harga tanah di pasaran. Jadi, walaupun Negara yang membeli bukan berarti harga tanah tersebut akan ditentukan sepihak yakni oleh negara saja
dan pemilik tanah tersebut mau tidak mau harus menjualnya dengan harga rendah. Aspirasi pemilik tanah dalam penentuan harga masih
diperhitungkan disini.
3. Akuntabilitas
Akuntabilitas dalam penyelanggaraan pelayanan publik adalah sebuah ukuran yang menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan
organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang telah dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena
dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu merepresentasikan kepentingan rakyat.
commit to user 118
Akuntabilitas BP3 Jawa Tengah dalam perlindungan candi dapat dinilai dari seberapa besar kebijakan dan kegiatan perlindungan yang
dilaksanakan tersebut dipertanggungjawabkan kepada pejabat di atasnya atau yang lebih tinggi.
BP3 Jawa Tengah merupakan UPT Unit Pelayanan Teknis yang menangani bidang kepurbakalaan di Jawa Tengah, berada dibawah
Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala. Oleh karena itu, semua kegiatan yang diselenggarakan harus dipertanggungjawabkan langsung
kepada Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala. Pertanggungjawaban tersebut diwujudkan dalam bentuk LAKIP Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah. Hal ini seperti disampaikan oleh Wardiyah, staff bagian perencanaan BP3 Jawa Tengah seperti berikut:
“...kita bertanggungjawabnya ke Direktur Sejarah dan Purbakala. Setiap tahun kita bikin LAKIP dan dikirim kesana. Biasanya diserahkan
setiap awal tahun, ya bulan-bulan Januari biasanya.” hasil wawancara 21 Maret 2011
Dari wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa BP3 Jawa Tengah
telah melaksanakan pertanggungjawaban kepada Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala yang dituangkan dalam bentuk LAKIP yang dibuat
setiap tahun dan diserahkan pada awal tahun. Tentang proses pembuatan LAKIP, disampaikan oleh Wardiyah sebagai berikut:
“Setiap selesai pelaksanaan kegiatan, tiap pokja akan membuat laporan dan diserahkan kesini. Dari laporan-laporan tersebut nanti
kita susun menjadi LAKIP yang kemudian diserahkan kepada Kepala BP3 Jawa Tengah. Setelah itu baru dikirim ke pusat”
hasil wawancara 21 Maret 2011
commit to user 119
Dari wawancara di atas, dapat diketahui bahwa LAKIP disusun berdasarkan laporan kegiatan tiap pokja. Dari laporan tersebut dapat
diketahui kegiatan apa saja yang dilakukan tiap bulannya, sehingga dalam satu tahun akan dapat diketahui sejauh mana pencapaian terhadap rencana
kegiatan tahunan yang telah dibuat untuk tahun tersebut. LAKIP merupakan dokumen yang berisi gambaran perwujudan
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah AKIP yang disusun dan disampaikan secara sistematik dan melembaga. LAKIP merupakan bentuk
akuntabilitas publik secara vertikal dimana seluruh organisasi publik wajib untuk membuatnya. Oleh karena itu, agar tercipta keseragaman maka
dalam pembuatannya juga mengacu pada sebuah pedoman yaitu SK Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor: 239IX682003 tentang
Perbaikan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang formatnya seperti di bawah ini:
IKHTISAR EKSEKUTIF
Pada bagian ini disajikan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana strategis serta sejauh mana instansi pemerintah mencapai
tujuan dan sasaran utama tersebut, serta kendala-kendala yang dihadapi dalam pencapaiannya. Disebutkan pula langkah-langkah apa yang telah
dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut dan langkah antisipatif untuk menanggulangi kendala yang mungkin akan terjadi pada tahun
mendatang.
commit to user 120
I. PENDAHULUAN
Pada bagian ini dijelaskan hal-hal umum tentang instansi serta uraian singkat mengenai mandat apa yang dibebankan kepada
instansi gambaran umum tupoksi.
II. RENCANA STRATEJIK
Pada bab ini disajikan gambaran singkat mengenai: Rencana stratejik dan Rencana kinerja. Pada awal bab ini disajikan gambaran
secara singkat sasaran yang ingin diraih pada tahun yang bersangkutan serta bagaimana kaitannya dengan visi dan misi
instansi.
Rencana Stratejik
Uraian singkat tentang rencana stratejik instansi, mulai dari visi, misi, tujuan, sasaran serta kebijakan dan program instansi.
Rencana Kerja
Disajikan rencana kerja pada tahun yang bersangkutan, terutama menyangkut kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai sasaran
sesuai dengan program pada tahun tersebut, dan indikator keberhasilan pencapaiannya.
III. AKUNTABILITAS KINERJA
Pada bagian ini disajikan uraian hasil pengukuran kinerja, evaluasi dan analisis akuntabilitas kinerja, termasuk di dalamnya
menguraikan secara sistematis keberhasilan dan kegagalan, hambatan, kendala, dan permasalahan yang dihadapi serta langkah-
commit to user 121
langkah antisipatif yang akan diambil. Selain itu dilaporkan pula akuntabilitas keuangan dengan cara menyajikan alokasi dan
realisasi anggaran bagi pelaksanaan tupoksi dan fungsi-fungsi lainnya, termasuk analisis tentang capaian indikator kinerja
efisiensi.
IV. PENUTUP
Mengemukakan tinjauan secara umum tentang keberhasilan dan kegagalan, permasalahan dan kendala utama yang berkaitan dengan
kinerja instansi yang bersangkutan serta strateji pemecahan masalah yang akan dilaksanakan di tahun mendatang.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Setiap bentuk penjelasan lebih lanjut, perhitungan-perhitungan, gambar, dan aspek pendukung seperti SDM, sarana prasarana, metode,
dan aspek lain dan data yang relevan, hendaknya tidak diuraikan dalam badan laporan, tetapi dimuat dalam lampiran. Keputusan-keputusan
atau peraturan-peraturan dan perundang-undangan tertentu yang merupakan kebijakan yang ditetapkan dalam rangka mencapai visi,
misi, tujuan, dan sasaran perlu dilampirkan. Jika jumlah lampiran cukup banyak, hendaknya dibuat daftar lampiran, daftar gambar, dan daftar
label secukupnya. Sedangkan acuan yang digunakan BP3 Jawa Tengah dalam membuat
LAKIP adalah seperti yang disampaikan Pak Gatot selaku Kepala Urusan Perencanaaan dan Evaluasi sebagai berikut:
commit to user 122
“biasanya tu sekitar bulan November Desember kita dapat surat edaran dari biro renkum perencanaan dan hukum kementerian
Budpar” hasil wawancara 5 April 2011
Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam pembuatan
LAKIP, BP3 Jawa Tengah tidak berpedoman pada Pedoman Penyusunan LAKIP seperti di atas, tetapi mengacu pada surat edaran dari Biro
Perencanaan dan Hukum Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Pada saat penulis membandingkan format LAKIP BP3 Jawa Tengah
dengan format pada pedoman penyusunan LAKIP di atas, formatnya memang sudah benar dan sesuai dengan format di atas. Akan tetapi, ada
sedikit perbedaan pada isinya. Pada LAKIP BP3 Jawa Tengah, tidak terdapat adanya akuntabilitas
keuangan, termasuk juga cara menyajikan alokasi dan realisasi anggaran bagi pelaksanaan tupoksi dan fungsi-fungsi lainnya, termasuk analisis
tentang capaian indikator kinerja efisiensi. Setelah hal ini dikroscekkan pada pihak BP3 Jawa tengah, Pak Gatot memberikan penjelasan sebagai
berikut: “o, kalau yang ini biasanya kita lampirkan. Biasanya kita menyertakan
dua mbak, LAKIP sama dokumen laporan realisasi anggaran” hasil wawancara 5 April 2011
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa terkait alokasi dan
realisasi anggaran ternyata dibuat terpisah dengan LAKIP. Perbedaan lain selain itu adalah tentang indikator kinerja yang dipakai. Pada pedoman
penyusunan LAKIP yang dikeluarkan oleh LAN, dalam indikator kinerja
commit to user 123
kegiatan mencakup masukan input, keluaran output, hasil outcome, manfaat benefit, dan dampak impact.
Akan tetapi pada LAKIP yang BP3 Jawa Tengah buat, indikator kegiatannya hanya sampai pada tingkat output saja, misalnya berapa
jumlah candi yang dipugar, berapa kali mengadakan pameran, berapa kali dilakukan perbaikan pagar dan sebagainya. Setelah dikroscekkan pada
BP3 Jawa Tengah, Pak Gatot memberikan penjelasan seperti di bawah ini: “...indikator kinerja itu pernah mengalami perubahan, dari tahun
2005-2009 itu paling tidak sudah 3 kali. Ada versi yang bilang bahwa di unit eselon III atau UPT seperti BP3, indikator kinerja hanya
berhenti pada output, artinya kita hanya bicara soal kuantitas. Jadi berapa dipugar, berapa dipasang pagar, berapa peserta pameran. Kan
cuma gitu. Versi yang kedua adalah indikator kinerja kita harus sampai ke tingkat outcome. Intinya seberapa besar pemahaman, berapa
prosentase penurunan, efeknya ke masyarakat. ...dan indikator kinerja yang dipakai di instansi di atas kita Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata kebanyakan juga pakai output. Jadi indikator kinerja yang kita pakai ya sampai output saja”
hasil wawancara 5 April 2011 Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal
yang menyebabkan indikator kinerja kegiatan yang dipakai BP3 Jawa Tengah hanya sampai pada output hasil saja. Pertama, karena indikator
kinerja yang dipakai oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata itu sering berubah sehingga dinilai cukup menyulitkan BP3 Jawa Tengah.
Kedua, karena dari atas memang masih ada perdebatan tentang peyusunan indikator kinerja kegiatan cukup sampai output saja atau harus lebih.
Ketiga, karena BP3 Jawa Tengah berada di bawah Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, maka bentuk LAKIP termasuk juga indikator
commit to user 124
kinerja kegiatan yang dipakai juga sama dengan yang dipakai oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata yaitu sampai pada output saja.
Penyusunan LAKIP yang dilakukan BP3 Jawa Tengah ternyata belum mencakup semua kegiatan yang dilakukan. Kegiatan rutin khususnya yang
belum dapat masuk dalam LAKIP. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Pak Gatot yaitu:
“kegiatan yang dilakukan kan ada dua, kegiatan yang rutin sama kegiatan yang terkait tugas dan fungsi. Di LAKIP, yang rutin itu gak
bakal keliatan. Kalau kita mengikuti indikator kinerja dari pusat, akan banyak aktivitas yang sifatnya lokal itu ndak akan kelihatan. Misalnya
kegiatan yang sifatnya pendampingan, penilaian dampak rencana pembangunan. Itu secara realita kita melakukan dan memang
dibutuhkan. Frekuensinya dalam satu tahun itu amat tinggi, tapi indikator kinerja gak ada yang mewadahi itu. Kalau kita ikuti indikator
kinerja dari pusat, maka akan kelihatan tidak balance sama anggaran yang kita pakai”
hasil wawancara 5 April 2011 Dari pemaparan hasil wawancara terkait indikator akuntabilitas di atas
dapat disimpulkan bahwa BP3 Jawa Tengah telah berusaha membuat LAKIP sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada instansi pemerintah
yang berada di atasnya terkait kegiatan yang dilakukan. Namun, dalam proses pembuatannya BP3 Jawa Tengah banyak mengalami hambatan
yang apabila dilihat memang hambatan tersebut datangnya dari luar.
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja
Pencapaian kinerja BP3 Jawa Tengah dalam perlindungan candi dipengaruhi oleh hal-hal yang dapat berasal dari dalam organisasi maupun
dari luar organisasi. Hal-hal tersebut dapat menjadi faktor pendorong maupun faktor penghambat terhadap kegiatan perlindungan yang dilaksanakan.