commit to user 101
pengamanan, penyelamatan dan sebagainya akan lebih mudah dilakukan karena tanah tersebut sudah dimiliki oleh negara.
Pada tahun 2008, dilakukan pembebasan dan pensertifikatan tanah di candi Sojiwan. Pada waktu itu BP3 Jawa Tengah membeli
tanah kas desa. Hal tersebut sebagaimana dejelaskan oleh Pak Tunggul, warga desa setempat sebagai berikut:
“itu beli tanah kas desa mbak. Jadi urusane BP3, kelurahan sama kabupaten. Tidak membeli tanah dari warga, tanah kas
desa semua itu mbak” hasil wawancara 5 April 2011
Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa tanah dimana
candi Sojiwan sekarang ini berdiri adalah tanah kas desa. Yang dimaksud dengan tanah kas desa adalah tanah dimana warga
tersebut boleh
menggunakannya, tetapi
tidak boleh
memperjualbelikannya. Karena tanah tersebut milik desa, maka transaksi jula beli dilakukan antara pihak BP3 Jawa Tengah, pihak
Kelurahan dan Kabupaten setempat.
2. Responsivitas
Responsivitas merupakan kemampuan organisasi dalam mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan
mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dalam penelitian ini
menggambarkan sejauh mana kemampuan BP3 Jawa Tengah dalam menyusun program dan kegiatan perlindungan terhadap BCB dan situs
terutama candi, yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
commit to user 102
Dalam penelitian ini, penulis menilai responsivitas BP3 Jawa Tengah dalam perlindungan candi melalui tiga aspek. Pertama, bagaimana BP3
Jawa Tengah menerima, menanggapi dan menindaklanjuti laporan maupun saran dari masyarakat terkait kegiatan perlindungan yang dilakukan.
Kedua, bagaimana BP3 Jawa Tengah menanggapi dan menindaklanjuti laporan serta masukan dari satpam dan juru pelihara candi. Ketiga,
bagaimana BP3 Jawa Tengah membangun komunikasi eksternal yakni komunikasi dengan masyarakat terkait kegiatan perlindungan yang akan
dilaksanakan. Pembahasan responsivitas disini akan dimulai dari aspek pertama yaitu
bagaimana BP3 Jawa Tengah menerima, menanggapi dan menindaklanjuti laporan maupun saran dari masyarakat terkait kegiatan perlindungan yang
dilakukan. BP3
Jawa Tengah
merupakan organisasi
publik yang
menyelenggarakan pelayanan tidak langsung kepada masyarakat, yakni dalam bidang pelestarian BCB dan Situs di Jawa Tengah. Sebagai
organisasi publik yang bertugas melayani masyarakat, tentunya BP3 Jawa Tengah juga akan terbuka terhadap aspirasi masyarakat baik itu masukan
atau saran maupun laporan. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Pak Deny sebagai berikut:
“Aspirasi dari masyarakat akan kita terima dengan baik. Nanti kami pertimbangkan”
hasil wawancara 21 Maret 2011
commit to user 103
Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa BP3 menyambut baik terhadap aspirasi dari masyarakat. Aspirasi masyarakat kepada BP3 Jawa
Tengah bisa disampaiakan melalui beberapa cara sebagaimana disampaikan oelah Pak Junawan sebagai berikut:
“Media untuk menyalurkan aspirasi masyarakat ya bisa lewat website kita
di www.purbakala.jawatengah.go.id
, lewat
pameran kepurbakalaan juga. Saat pameran kan biasanya kita membuka
semacam layanan konsumen gitu mbak. Laporan yang datang biasanya tentang situs yang rusak, penemuan BCB di sana sudah ditinjau belum
pak, saya menemukan BCB Pak lalu bagaimana” hasil wawancara 21 Maret 2011
Hal yang sama juga disampaikan oleh Pak Putu, staf Pokja Pemanfaatan
yang juga bertugas mengelola website BP3 Jawa Tengah, yakni sebagai
berikut: “iya mbak, lewat website juga bisa. Yang masuk ke sini tu biasanya
laporan penemuan BCB. Kalau ada laporan kayak gitu nanti kita teruskan ke bagian perlindungan supaya ditindaklanjuti”
hasil wawancara 5 April 2011 Saat penulis mencoba megakses alamat website yang disebutkan,
terbukti bahwa melalui website tersebut kita dapat menyampaikan aspirasi dan nantinya aspirasi tersebut akan ditampilkan pada website tersebut.
Aspirasi yang disampaikan melalui website BP3 Jawa Tengah tersebut salah satunya seperti yang disampaiakan oleh Cah Ndesa yang
menanyakan kapan candi yang berada di daerahnya yaitu di Mangunsuko, dekat kali Senowo akan digali lagi. Hal tersebut dikarenakan candi itu
ditemukan pada tahun 80-an, akan tetapi sampai sekarang belum dilaksanakan penggalianekskavasi lebih lanjut.
commit to user 104
Salah satu hal yang disayangkan dari website ini adalah penulis tidak menemukan feedback atau tanggapan dari pihak BP3 Jawa Tengah terkait
aspirasi yang disampaikan tersebut. Padahal feedback tersebut menurut penulis sangat penting, dimana dengan diberikannya sebuah tanggapan
maka paling tidak masyarakat akan merasa aspirasi mereka telah didengar. Terkait tindak lanjut yang dilakukan BP3 Jawa Tengah terhadap
laporan seperti di atas disampaikan oleh Pak Junawan selaku Kasubpokja Penyelamatan sebagai berikut:
“Kalau ada laporan, biasanya kita meninjau langsung ke lapangan kemudian melakukan diskusi dengan pihak-pihak terkait untuk
menentukan bagaimana penanganan selanjutnya. Yang diajak diskusi bisanya ya para arkeolog, ahli arsitektur, ahli geologi, ahli lingkungan
dan sebagainya” hasil wawancara 21 Maret 2011
Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa BP3 responsiv
terhadap laporan dari masyarakat terkait penemuan BCB serta situs yang mengalami kerusakan, karena BP3 Jawa Tengah akan segera melakukan
langkah awal yakni peninjauan ke lokasi serta diskusi dengan pihak terkait mengenai bagaimana penanganannya.
Untuk penanganan selanjutnya, mungkin memang ada beberapa candi yang terkesan diabaikan, yakni hanya ditinjau tetapi tidak dilakukan
langkah penanganan setelahnya. Hal tersebut mungkin dikarenakan banyaknya permasalahan terkait candi yang harus ditangani, dan dalam
penanganannya dilakukan secara bertahap berdasarkan skala prioritas. Selain melalui website dan pameran, penulis melihat ada media lain
yang sebenarnya potensial untuk menyalurkan aspirasi masyarakat, yaitu
commit to user 105
melalui buku tamu. Hampir semua candi memiliki buku tamu karena buku tersebut berfungsi unutk mencatat berapa jumlah pengunjung sebuah candi
dan dari mana saja asalnya. Salah satu pengunjung candi yang pernah menuangkan aspirasinya lewat buku tamu adalah Wijna, seseorang yang
memiliki ketertarikan besar terhadap candi dan telah mendatangi hampir seluruh candi yang ada di Jawa Tengah dan sekitarnya. Wijna sendiri
memiliki sebuah blog yang beralamat di http:mblusuk.com
, yang berisi pengalamannya mendatangi candi-candi di Jawa Tengah dan sekitarnya.
Menurut Wijna, dia pernah menuliskan aspirasinya dalam buku tamu, yaitu seperti di bawah ini:
“Adapun yang berkaitan dengan candi semisal kurangnya panduan keberadaan candi, informasi latar-belakang candi, petugas-petugas
yang kurang ramah, dan masih banyak lainnya. Biasanya uneg-uneg itu aku tulis di bukutamu. ..menurutku masih kurang. Terutama untuk
candi-candi yang aksesnya jauh dan tidak berdampak pada kehidupan warga, semisal bukan obyek pariwisata atau difungsikan sebagai
tempat ibadah. Beberapa candi nampak kurang terawat, yah mungkin perawatannya berjangka beberapa tahun sekali. Selain itu keterbatasan
personil di lapangan seperti satpam, juru rawat, atau juru kunci dan juga shift jaga malam, sepertinya membuat candi rentan akan
kerusakan.” hasil wawancara 20 Mei 2011
Pernyataan di atas membuktikan bahwa buku tamu memang potensial
digunakan sebagai media penyampaian aspirasi masyarakat terhadap BP3 Jawa Tengah. Akan tetapi sayangnya sampai sekarang aspirasi yang
tertulis dalam buku tamu belum mendapat perhatian besar. Satpam atau juru pelihara candi sepertinya hanya bertugas melaporkan jumlah
pengunjung candi serta catatan tentang pelaksanaan tugas mereka.
commit to user 106
Aspirasi tidak hanya berupa laporan, tetapi dapat juga berupa saran atau masukan. Terkait masukan dari masyarakat atau LSM, terhadap
pelaksanaan kegiatan perlindungan yang dilakukan, dikatakan bahwa selama ini belum pernah ada masukan. Hal ini sebagaimana disampaikan
oleh Pak Deny di bawah ini: “LSM dan masyarakat belum pernah ada komplain atau masukan
tentang kegiatan perlindungan” hasil wawancara 21 Maret 2011
Pernyataan Pak Deny tersebut diperkuat oleh pernyataan Pak Junawan
seperti di bawah ini: “sejauh ini belum pernah ada. Yang ada biasanya tentang laporan
penemuan BCB atau bila BCB hilang atau rusak” hasil wawancara 21 Maret 2011
Dari petikan dua pernyataan di atas memperlihatkan bahwa selama ini memang belum ada masukan atau saran tentang kegiatan perlindungan
yang dilaksanakan oleh BP3 Jawa Tengah. Penulis melihat bahwa tidak adanya masukan atau saran dari pihak di luar BP3 Jawa Tengah ini karena
dua kemungkinan. Pertama, mungkin BP3 Jawa Tengah kurang membuka diri atau kurang
melibatkan masyarakat dalam kegiatan perlindungan, sehingga masyarakat kurang mengetahui kegiatan apa saja yang dilakukan untuk melindungi
candi. Hampir semuanya dilakukan oleh BP3 Jawa Tengah sendiri, padahal tidak menutup kemungkinan bahwa jumlah masyarakat yang ingin
berpartisipasi dalam kegiatan ini banyak.
commit to user 107
Kedua, mungkin masyarakat yang kurang peduli dengan keberadaan BCB, dalam hal ini adalah candi. Ketidak pedulian tersebut mungkin
disebabkan karena masyarakat belum mengetahui betapa besar nilai penting dari candi. Ketidaktahuan masyarakat ini penyebabnya adalah isu
tentang budaya khususnya candi kurang gencar diberitakan atau disorot oleh media. Media cetak maupun elektronik hanya dipenuhi oleh berita
seputar politik, terorisme, korupsi, dan sebagainya. Akibatnya, hanya sedikit dari masyarakat yang tahu tentang BCB, nilai pentingnya, siapa
yang bertugas melakukan perlindungan dan bagaimana bentuk perlindungan terhadap BCB tersebut.
Apabila seandainya ada masukan atau saran dari masyarakat, tindak lanjut yang dilakukan BP3 Jawa Tengah adalah seperti disampaikan oleh
Pak Deny seperti di bawah ini: “Apabila itu tidak sinkron dengan program BP3 ya tidak kami pakai.
Maksudnya sinkron dengan program BP3 itu adalah usulan-usulan tersebut memang termasuk kegiatan-kegiatan BP3 dalam hal
perlindungan. Misalnya ada usulan, Pak mbok candi sana itu dikasih lampu dikasih pagar. Tempatnya kan rawan pak”
hasil wawancara 21 Maret 2011 Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa apabila ada masukan
dari masyarakat yang mana masukan tersebut merupakan kegiatan yang juga sering dilakukan BP3 dalam rangka melindungi candi, maka BP3
akan responsiv karena akan ditindaklanjuti. Tindak lanjutnya misalnya dengan mempertimbangkan saran tadi untuk dimasukkan dalam kegiatan
perlindungan pada tahun selanjutnya. Sementara tentang usulan yang
commit to user 108
berseberangan dengan kegiatan BP3 atau hal-hal tersebut belum pernah dilakukan sebelumnya, maka sikap BP3 terlihat kurang responsif.
Disini penulis berpendapat bahwa apabila hal ini terus terjadi, dihawatirkan kegiatan perlindungan yang dilakukan dari waktu ke waktu
akan begitu-begitu saja. Padahal modus kejahatan di luar sana setiap saat selalu berkembang. Selain itu, wacana yang berkembang di luar terkait
perlindungan candi yang walaupun tidak secara langsung ditujukan kepada BP3 Jawa Tengah hendaknya juga diperhatikan. Misalnya saja wacana
tentang pemasangan
CCTV di
candi Borobudur
http:koran.republika.co.id .
Candi Borobudur dalam pengelolaannya diserahkan kepada pihak swasta yakni PT Taman Wisata Candi Borobudur TWCB. BP3 Jawa
Tengah sebagai organisasi yang juga bertugas mengelola candi sebaiknya juga mengikuti cara tersebut, yakni merencanakan pemasangan CCTV
pada candi, khususnya pada candi yang besar dan tingkat kerawanannya tinggi. Memasang CCTV sepertinya akan lebih efektif dan efisien
dibandingkan dengan menambah jumlah satpam pada sebuah candi. Setelah membahas aspek pertama, penulis akan membahas aspek kedua
dalam penilaian responsivitas yaitu bagaimana BP3 Jawa Tengah menanggapi dan menindaklanjuti laporan serta masukan dari satpam dan
juru pelihara candi. Hal ini juga penting untuk diamati karena melihat posisi penting satpam dan juru pelihara yakni sebagi ujung tombak
commit to user 109
kegiatan perlindungan yang dilakukan. Satpam maupun juru pelihara adalah orang yang tahu persis bagaimana keadaan candi yang dijaganya.
Oleh karena itu, penulis berasumsi bahwa kegiatan perlindungan akan dapat berjalan dengan baik apabila BP3 Jawa Tengah memperhatikan
aspirasi dari para satpam dan juru pelihara yang bertugas di lapangan, baik itu berupa laporan maupun masukan. Terkait adanya laporan dari satpam
maupun juru pelihara pernah disampaikan oleh Pak Deny seperti di bawah ini:
“Kalau ada laporan, biasanya langsung meninjau ke lokasi seketika itu juga. Waktu itu pernah pada tengah malam ada laporan dari satpam
yang bertugas di Gedong Songo bahwa telah terjadi pencurian. Ya saat itu juga saya mengendarai mobil sendiri ke Gedong Songo, dari rumah
saya di Klaten” hasil wawancara 21 Maret 2011
Terkait penyampaian laporan ke BP3 Jawa Tengah, Her Dwiyanto
selaku satpam di Candi Plaosan Lor memberikan keterangan sebagai berikut:
“Waktu tau kalau ternyata dua kepala arca itu dicuri, kita langsung mengamankan lokasi dan langsung lapor kantor. Saat itu langsung
datang, tidak berselang lama” hasil wawancara 21 Maret 2011
Dari pernyataan di atas, terlihat bahwa BP3 Jawa Tengah sangat
responsif dalam menanggapi adanya laporan pencurian BCB di candi. Untuk tindak lanjut terhadap pencurian itu adalah sebagaimana
disampaikan Pak Deny dibawah ini: “Langkah pertama kita meninjau ke lokasi, meminta keterangan pada
satpam yang berjaga saat itu. Setelah itu kita lapor Polsek setempat. ...Setelah ada kejadian pencurian itu kita lakukan evaluasi. Jadi, setiap
mau pergantian shift akan dilakukan pengecekan aset terlebih dahulu.
commit to user 110
Nanti kalau ada yang hilang kan ketahuan, itu hilangnya pas regu mana yang sedang jaga”
hasil wawancara 21 Maret 2011 Tentang dilakukannya evaluasi dan perubahan pengamanan setelah
terjadinya pencurian dua kepala arca Buddha di candi Plaosan Lor juga disampaikan oleh Her Dwiyanto, satpam di candi Plaosan yakni sebagai
berikut: “Setelah kejadian itu ya ada perubahan. Kita yang tadinya bertugas
selama 6 jam sekarang jadi 12 jam. Selain itu kita juga mengisi buku mutasi setiap mau pergantian shift regu jaga”
hasil wawancara 21 Maret 2011 Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa responsivitas
BP3 Jawa Tengah dalam menanggapi laporan tentang pencurian BCB di candi sangat baik. Selain segera meninjau ke lokasi dan berkoordinisi
dengan satuan kepolisian setempat, BP3 Jawa Tengah juga melakukan evaluasi terkait kelemahan pada sistem pengamanan yang selama ini
dilakukan. Setelah itu, dilakukan perbaikan sistem pengamanan untuk mencegah terjadinya hal serupa di kemudian hari.
Selain laporan pencurian, ada juga masukan yang disampaikan satpam dan jupel pada BP3 Jawa Tengah terkait masalah atau keterbatasan yang
dihadapi di lapangan. Hal ini sebagaimana disampaikan Pak Deny sebagai berikut:
“keluhan itu pasti ada, paling masalah seragam, lampu mati, dan peningkatan kesejahteraan. Tiap tahun itu kita udah melakukan
pengadaan seragam, tikar, batu baterai, sampai mantel” hasil wawancara 5 April 2011
commit to user 111
Selain itu, masukan pada BP3 Jawa Tengah terkait masalah pengamanan misalnya, pernah disampaikan oleh satpam candi Plaosan Lor
seperti dibawah ini: “HT jumlahnya masih kurang, cuma ada dua. Tapi kita terus usaha
sendiri mbak, ngadain arisan HT. Ya inisiatif dari kita sendiri karena yang namanya satpam itu kan butuh HT. Kalau ada apa-apa bisa cepet
menghubungi yang lain , sekali pencet saja bisa. Kalau pake HP kan ribet mbak, gak bisa cepet. Lampu ya ada, tapi cuma di dekat-dekat
pagar saja. Jadi untuk lokasi tengah itu ya gelap. Ya harusnya di lokasi tengah itu ada lampu-lampu spot. Pos jaga masih kurang kalau melihat
luasnya candi seperti ini. Disini ada dua pos jaga dan satu warekeet. Paling tidak disana utara ada pos jaga satu lagi. Kalau pos jaga yang
itu timur jarang digunakan karena menurut kami kurang strategis. ...paling tidak dipasang kran air sama dibangun toilet karena biasanya
disini yang kita pakai jaga. Kan ini dekat pintu masuk. Kita kalau mau buang air harus berjalan jauh dulu ke warekeet ujung sana, kalau tidak
ya numpang di rumah-rumah penduduk situ. Selain itu pengunjung juga banyak yang menanyakan dimana kamar mandi. ...satpam yang
sebelum saya pernah mengeluhkan hal itu, saya juga pernah menyampaikan waktu habis ada kejadian kemalingan arca itu. Tapi ya
sampai sekarang belum dibangun-bangun juga” hasil wawancara 21 Maret 2011
Hal yang hampir sama juga diungkapkan oleh Pak Sumaryono, juru
pelihara yang merangkap satpam di candi Selogriyo seperti di bawah ini: “Pun usul, mbok didamelne pos jaga, WC, kalih kulo nyuwun HT. Teng
mriki seringe mboten wonten sinyal. Nek wonten nopo-nopo ben gampang nek ngabari adik kulo jupel candi selogriyo juga. ...yo sing
baku niku nggih pos jaga niku. Nek dalane rodo apek, sore nek niliki mriku mandeke kan ning pos jaga, mboten teng warung. Mriki niki kan
warung. Kalih niku, nek wonten pengunjung kulo ndadak wira-wiri marani setunggal-setunggal. Nek wonten pos jaga kan mangkeh
pengunjung niku mandeke teng pos jaga rumuyin, ngisi buku tamu sak derenge. Mriki nek dalu peteng, mboten wonten listrik. Kulo ndek
mbiyen pernah ndamel dinamo kincir air, ning lampune niku murupe kirang padhang, wong kaline miline cilik.”
hasil wawancara 23 Maret 2011 Dari dua petikan wawancara di atas menunjukkan bahwa ternyata
satpam dan juru pelihara yang bertugas di lapangan masih menemukan
commit to user 112
banyak kendala. Menurut dua informan di atas, hal tersebut juga pernah disampaikan pada pihak BP3 Jawa Tengah akan tetapi belum mendapat
tindak lanjut. Apabila diamati, kendala yang dihadapi dalam masalah pengamanan
adalah sama yaitu masalah fasilitas pendukung pengamanan yang antara lain adalah HT, pos jaga, lampu penerangan, serta toilet. Padahal alat-alat
tersebut sangatlah penting untuk menunjang pengamanan. HT merupakan alat komunikasi khusus untuk mempermudah
komunikasi antar satpam. Pos jaga merupakan markas satpam untuk melakukan pemantauan terhadap lingkungan. Lampu penerangan sangat
penting untuk membantu mengawasi lokasi candi pada malam hari. Lampu yang tidak terang akan menyulitkan petugas melakukan pengawasan.
Toilet juga sangat dibutuhkan. Walaupun bukan merupakan sarana penunjang keamanan, keberadaan toilet juga berpengaruh terhadap
kegiatan pengamanan. Apabila tidak ada toilet, satpam atau juru pelihara harus meninggalkan lokasi yang dijaga selama beberapa waktu hanya
untuk buang air dan hal tersebut akan melemahkan pengamanan. Masukan satpam dan juru pelihara di atas sebenarnya menyangkut hal-
hal yang penting dan sangat berpengaruh dalam kegiatan pengamanan yang dilakukan. Akan tetapi sayangnya pihak BP3 Jawa Tengah kurang
rsponsif terhadap hal ini. Setelah dikonfirmasikan pada Pak Deny, alasannya adalah sebagai berikut:
“kalau pos jaga di Plaosan Lor sudah cukup jumlahnya, ada dua pos jaga dan satu warekeet. Memang yang sebelah utara itu kurang bagus.
commit to user 113
Harusnya bangunannya separuhnya kaca bukan tembok semua kayak gitu, jadi bisa mudah melihat sekitarnya. Kalau di selogriyo itu ada
warekeet, agak di bawah letaknya. Bisa itu dipake pos jaga” hasil wawancara 5 April 2011
Dari beberapa pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa masih
terdapat perbedaan antara BP3 Jawa Tengah dengan satpam dan juru pelihara selaku petugas lapangan terkait penilaian cukup atau tidaknya
fasilitas pendukung pengamanan pada candi yang dijaganya. Pihak BP3 Jawa Tengah merasa fasilitas yang ada sudah cukup, akan tetapi satpam
dan juru pelihara yang bertugas di lapangan masih merasa kurang sehingga akan memberikan hambatan bagi pelaksanaan tugas mereka.
Setelah membahas dua aspek di atas, selanjutnya akan dibahas aspek ketiga dalam penilaian responsivitas yaitu membangun komunikasi
eksternal yakni dengan masyarakat terkait kegiatan perlindungan yang akan dilaksanakan. Dalam kegiatan perlindungan yang dilakukan, BP3
Jawa Tengah juga selalu membuka kesempatan pada masyarakat untuk ikut serta. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh pak Deny sebagai
berikut: “Kita menerapkan konsep pelestarian berwawasan masyarakat, yaitu
mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan pelestarian” hasil wawancara 21 Maret 2011
Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan
pelestarian yang di dalamnya termasuk juga ada kegiatan perlindungan, juga akan melibatkan masyarakat baik dalam proses perencanaan kegiatan
maupun dalam pelaksanaannya. Dengan melibatkan masyarakat baik pada taraf perencanaan kegiatan maupun pelaksanaannya, sama artinya dengan
commit to user 114
BP3 Jawa Tengah telah menjalin komunikasi secara eksternal yaitu dengan masyarakat. Dengan begitu, BP3 Jawa Tengah dapat mengetahui
bagaimana keinginan masyarakat dalam kegiatan perlindungan yang dilaksanakan.
Pelibatan masyarakat dalam kegiatan perlindungan terlihat dalam beberapa kegiatan yang dilakukan BP3 Jawa Tengah yaitu dalam hal
pengamanan lokasi candi, pemintakatanzoonasi, pemindahan candi, pembebasan dan pensertifikatan tanah candi.
Dalam hal pengamanan lokasi candi, BP3 memberikan kesempatan bagi masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam mengamankan lokasi candi.
Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Pak Sugeng Widodo sebagai berikut:
“Seperti di candi Sojiwan, masyarakatnya ikut menjaga. Apabila ada hal yang dapat merugikan candi, masyarakat akan langsung
mengambil langkah antisipasi. Selama ini, secara tidak langsung masyarakat juga ikut mengamankan”
hasil wawancara 7 Februari 2011 Pernyataan Pak Sugeng Widodo di atas didukung oleh pernyataan Pak
Sumardi selaku satpam di candi Sojiwan yakni sebagai berikut:
“iya mbak, kalau malam ada beberapa warga yang ikut ngumpul disini. Biasanya ya jam 8 ato 12 sudah pada pulang. Tapi kadang ya ada yang
ikut tidur sini, paling satu dua orang. Selain itu di baliknya candi, ndak
kelihatan kalau dari sini, kan ada tempat duduk yang sering dipake nongkrong anak muda. Walaupun di luar pagar, tapi secara tidak
langsung mereka juga ikut mengawasi” hasil wawancara 5 April 2011
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa BP3 Jawa Tengah juga
memperbolehkan masyarakat turut serta membantu mengamankan lokasi
commit to user 115
candi. Dari situ juga dapat di lihat bahwa masyarakat di sekitar candi Sojiwan tersebut peduli dengan keberadaan candi.
Sedangkan dalam
hal pemintakatanzoonasi,
dalam proses
penentuannya juga melibatkan masyarakat sekitar candi. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Pak Sugeng Widodo yakni sebagai berikut:
“Dalam menentukan zoonasi, masyarakat setempat dilibatkan. Biasanya Lurah atau Kepala Desa yang mewakili hadir”
hasil wawancara 7 Februari 2011 Selain itu, responsivitas BP3 Jawa Tengah dalam pemintakatan juga
dapat dilihat dari salah satu metode yang dipakai dalam kegiatan pemintakatan, yaitu wawancara. Wawancara dilakukan dengan perwakilan
dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat, juru pelihara dan satpam candi, serta penduduk sekitar. Wawancara ini salah satu tujuannya adalah
untuk mengetahui bagaimana dampak candi bagai masyarakat sekitar serta bagaimana keinginan penduduk terhadap situs yang ada si sekitar mereka.
Pelibatan masyarakat dalam penentuan zoonasi ini penting mengingat penetapan zoonasi terutama pada candi yang berada dekat dengan
perkampungan warga akan berpengaruh terhadap kebebasan warga sekitar candi terutama dalam mendirikan bangunan. Melalui pelibatan ini
diharapkan masyarakat dapat mengeluarkan pendapat apabila ada hal-hal yang kurang mereka setujui. Selain itu, diharapkan juga agar masyarakat
tahu sampai mana saja batasan mintakatzoonasi pada candi tersebut sehingga mereka tahu dimana tempat yang boleh atau tidak boleh
mendirikan bangunan.
commit to user 116
Sedangkan dalam hal pemindahan candi, komunikasi eksternal yang dilakukan oleh BP3 Jawa Tengah adalah dengan menjaring masukan dari
berbagai golongan lewat diskusi-diskusi. Rencana pemindahan candi yang dimaksud adalah pada candi Selogriyo yang mengalami longsor. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Pak Sugeng Widodo sebagai berikut: “Melihat lokasi candi yang rawan longsor, muncul perdebatan dari
para ahli tentang bagaimana penanganan pada candi tersebut, apakah akan dipindahkan ke lokasi lain yang lebih aman ataukah akan disitu
saja. Tapi kemudian diambil kesepakatan bahwa candi dikembalikan ke posisi semula, kemudian dibuat talud yang baru untuk mengantisipasi
longsor lagi. Alasan tidak dipindahkan karena apabila dipindahkan maka filosofinya akan berubah. Tentunya nenek moyang kita waktu
bikin candi itu tidak asal tapi penuh pertimbangan seperti menentukan arah hadap, lokasinya, mungkin juga ketinggiannya”
hasil wawancara 7 Fenruari 2011 Hal senada juga diungkapkan oleh Pak Junawan yakni sebagai berikut:
“Pemindahan candi pernah dilakukan, yaitu di candi Selogriyo. Saat itu kami menggelar diskusi, mungki sampai 10 kali lebih untuk
membicarakan masalah itu. Bagaimana bila ditinjau dari sisi arkeologi, dari sisi budaya, dari segi geologi, teknik dan lain
sebagainya memungkinkan apa tidak. Bahkan perdebatan itu sangat lama, mungkin sampai ganti tahun baru diperoleh kesepakatan
penanganannya” hasil wawancara 21 Maret 2011
Dari kedua pernyataan di atas, terlihat bahwa dalam pengambilan
keputusan dalam hal penanganan candi Selogriyo yang longsor tidak ditentukan oleh BP3 Jawa Tengah saja, akan tetapi melibatkan berbagai
pihak yang berkompeten di bidangnya seperti arkeolog, budayawan, ahli geologi dan sebagainya. Setelah ditemukan kesepakatan, baru kemudian
ditentukan penanganannya. Hal ini membuktikan bahwa BP3 Jawa Tengah telah membangun komunikasi keluar, yakni dengan para ahli terkait.
commit to user 117
Sedangkan untuk kegiatan pembebasan dan pensertifikatan tanah candi, pelibatan masyarakat yang dilakukan adalah dengan tetap melibatkan
pemilik tanah dalam penentuan harga, dengan kata lain adalah masih ada sistem tawar menawar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pak Junawan
sebagai berikut: “Ya ada tawar menawar. Kita dalam membeli akan mengikuti harga
dari pasaran. Justru malah masyarakat itu akan menaikkan harga tanah mereka pas tau tanahnya akan dibeli Negara. Oleh karena itu,
bisanya pas kita membuat rencana anggaran, harga akan kita naikkan karena biasanya begitulah yang terjadi di lapangan”
hasil wawancara 21 Maret 2011 Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa pihak BP3 Jawa
Tengah dalam membeli tanah tetap melihat harga di pasaran dan masyarakatlah yang biasanya menaikkan harga menjadi lebih tinggi dari
harga tanah di pasaran. Jadi, walaupun Negara yang membeli bukan berarti harga tanah tersebut akan ditentukan sepihak yakni oleh negara saja
dan pemilik tanah tersebut mau tidak mau harus menjualnya dengan harga rendah. Aspirasi pemilik tanah dalam penentuan harga masih
diperhitungkan disini.
3. Akuntabilitas