BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Psoriasis
2.1.1. Definisi
Psoriasis merupakan suatu penyakit autoimun yang bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan
skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan; serta dapat dijumpai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Köbner Djuanda, 2007.
2.1.2. Epidemiologi
Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan kematian, penyakit ini dapat menyebabkan gangguan kosmetik,
terlebih mengingat bahwa perjalanannya menahun dan residif. Insidens pada orang kulit putih lebih tinggi daripada penduduk kulit berwarna. Insidens pada
pria cenderung lebih banyak daripada wanita, psoriasis dapat terjadi pada semua usia, tetapi umumnya pada orang dewasa. Djuanda, 2007.
Insidensi tertinggi yang pernah dilaporkan di Eropa yaitu di Denmark sebanyak 2,9 dan kepulauan Faeroe sebanyak 2.8 . Penelitian pada 1,3 juta
warga negara Jerman ditemukan prevalensi sebanyak 2,5 Gudjonsson Elder , 2012.
2.1.3. Faktor Resiko
Penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara genetik dan lingkungan berperan penting dalam timbulnya psoriasis. Banyak faktor lingkungan telah dikaitkan dan
terlibat diantaranya : 1. Trauma :
psoriasis yang muncul pada lokasi yang terkena cedera dikenal dengan fenomena Koebner. Berbagai macam rangsangan lokal
seperti goresan, trauma kimia , listrik , luka bedah , infeksi dan inflamasi , telah diakui dapat memicu timbulnya lesi psoriatik.
Universitas Sumatera Utara
2. Infeksi :
tonsilitis yang disebabkan oleh streptokokus β - hemolitik sering memicu psoriasis guttate. Infeksi HIV juga telah dikaitkan dengan
psoriasis yang seringkali memperburuk kondisi. Laporan kejadian infeksi tenggorokan streptokokus mendahului onset psoriasis adalah sebesar 56-
97. Titer antibodi serum terhadap antigen streptokokus streptolysin O, DNAse B ditemukan hampir pada 50 pasien dengan psoriasis plak
kronis Hunter et al, 2003 ; Prinz , 2005 ; Grif
fiths Barker, 2010 3. Obat-obatan :
banyak obat yang dilaporkan dapat memicu timbul atau kambuhnya plak psoriasis. Di antaranya adalah garam litium , antimalaria ,
β blocker , NSAID , ACE inhibitor dan withdrawal kortikosteroid. 4. Sinar matahari :
meskipun sinar matahari umumnya bermanfaat dalam memperbaiki plak pada kebanyakan pasien psoriasis, pada sebagian kecil
pasien psoriasis 10 justru dapat memperburuk plak yang ada.
5. Faktor metabolik :
psoriasis sering membaik pada waktu kehamilan. Sebuah penelitian oleh Dunna dan Finlay dengan menggunakan kuesioner
pada 65 wanita hamil yang menderita psoriasis, didapatkan 40 kondisi psoriasisnya tetap tidak berubah, 40 membaik dan 14 nya memburuk.
Sebaliknya , pada periode 3 bulan postpartum, 30 tetap tidak berubah , 10 membaik dan 50 memburuk. Hipokalsemia sekunder,
hipoparatiroidism adalah faktor pencetus yang jarang ditemukan. Hipokalsemia karena paratiroidektomi yang disengaja , telah dilaporkan
memicu plak psoriasis bertambah parah, terutama psoriasis pustular. Dan telah dilaporkan bahwa psoriasis memiliki efek buruk pada hasil
kehamilan, berupa aborsi berulang, hipertensi dan proses kelahiran secara
sesar. 6. Faktor psikogenik :
dalam sebuah penelitian di Inggris , lebih dari 60 dari pasien psoriasis ditemukan stres merupakan faktor utama dalam
penyebab psoriasis penderitanya. 7. Alkohol and merokok :
alkohol dapat memperburuk penyakit yang sudah ada tetapi tidak berperan dalam induksi psoriasis. Peminum alkohol
berat cenderung memiliki penyakit yang lebih luas dan meradang.
Universitas Sumatera Utara
Kelebihan konsumsi alkohol merupakan konsekuensi dari penyakit dan menyebabkan resistensi pengobatan serta mengurangi kepatuhan dalam
proses pengobatan. Pada wanita yang merokok lebih dari 15 batang per hari , rasio odd untuk psoriasis adalah 3,9 sedangkan laki-laki 1,4
Grif
fiths Barker, 2010.
2.1.4. Etiologi dan Patogenesis
Kulit psoriatik akan berganti tujuh kali lebih cepat dibanding kulit normal. Sementara tubuh tidak dapat mengganti sel baru dengan cepat dan akhirnya
membentuk ruam atau lesi di permukaan kulit. Patogenesis psoriasis tergantung kepada aktifitas dari kerusakan danatau sirkulasi sel imun dan sekresi mediator-
mediator seperti sitokin, kemokin, dan faktor pertumbuhan yang memicu hiperproliferasi keratinosit, penebalan epidermis dan angiogenesis. Sitokin yang
utama berperan dalam perkembangan dan pertahanan lesi psoriasis adalah TNF- α.
Sumber utama TNF- α adalah sel dendrit, makrofag dan sel T. Sitokin terbaru yang
berpotensi dalam psoriasis adalah IL-23 yang diproduksi oleh sel dendrit dan perdampak pada proliferasi dan produksi INF-
γ. Terdapat 4 abnormalitas yang terjadi pada psoriasis : 1 perubahan
vaskular ; pembuluh darah papilar berdilatasi dan berliku. Ini menyebabkan kulit menjadi kemerahan dan eritema. 2 Inflamasi ; leukosit PMN dari pembuluh
darah dermis masuk ke epidermis. Lesi kaya akan sel CD+4 dan CD+8 yang akan melepaskan sitokin-sitokin proinflamsi. 3 Hiperproliferasi dari lapisan
keratinositik akantosis. 4 Keratinosit yang tetap menahan kandungan inti sel saat sel tersebut sudah mencapai stratum korneum parakeratosis dan lapisan
granular yang hilang. Perubahan-perubahan yang terjadi akan menimbulkan ruam pada permukaan epidermis.
A. Genetik
Ada bukti yang menunjukkan bahwa psoriasis memiliki komponen genetik penting. Dalam sebuah penelitian di Jerman ditemukan jika salah satu orang tua
yang menderita psoriasis, risiko bagi anak untuk terkena sebesar 16 , jika
Universitas Sumatera Utara
kedua orang tua yang menderita, resiko anak terkena sebesar 50 , jika satu saudara yang menderita psoriasis, resiko terkena sebesar 6 dan hanya 2 jika
tidak ada orang tua ataupun saudara kandung yang menderita psoriasis. Jika orang tua non - psoriasis memiliki anak dengan psoriasis , risiko untuk anak-anak
berikutnya adalah sekitar 10 . Perkembangan dan keparahan psoriasis dapat dipengaruhi oleh jenis
kelamin orang tua yang memberikan kontribusi genetik pada anaknya. Penelitian di Skotlandia oleh Burden dkk. menunjukkan bahwa onset munculnya psoriasis
lebih dini terjadi ketika penyakit tersebut diwariskan dari ayah. Teori Genomic imprinting
dapat menjelaskan mengapa ayah psoriasis lebih cenderung untuk menurunkan penyakit kepada anaknya daripada ibu psoriasis. Denmark Twin
Registry juga telah menunjukkan faktor genetik berpengaruh terhadap kejadian
psoriasis. Didapatkan 64 dari kembar monozigot menderita psoriasis sedangkan kembar dizigot hanya 15 yang menderita psoriasis Grif
fiths Barker, 2010 ; Hunter et al, 2003
Lebih dari 20 lokus genetik yang mengandung berbagai jumlah gen, telah dikaitkan dengan kerentanan psoriasis. Dari jumlah lokus genetic tersebut,
beberapa juga dikaitkan dengan kerentanan terhadap penyakit metabolik. Misalnya, lokus PSORS2, PSORS3, dan PSORS4 juga terkait dengan lokus yang
rentan pada sindrom metabolik, diabetes tipe 2, hiperlipidemia familial, dan penyakit kardiovaskular. Selain itu, gen individu yang berhubungan dengan
psoriasis seperti CDKAL1, yang belum diketahui fungsinya, juga terkait dengan diabetes tipe 2. Gen yang diketahui berperan dalam risiko kardiovaskular, seperti
ApoE4 isoform apoE secara signifikan didapati pada pasien dengan plak kronis dan psoriasis guttate dibanding kelompok kontrol Azfar Gelfand, 2008.
B. Imunopatogenesis
Sebelumnya psoriasis dianggap sebagai suatu kelainan keratinosit epidermal; namun sekarang dianggap sebagai suatu kelainan yang diperantarai
oleh imun. Kulit adalah organ limfoid primer dengan sistem pertahanan imunologik efektif yang dilengkapi dengan APC, sitokin, sel T epidermotropik,
Universitas Sumatera Utara
sel endotel kapiler dermis, sel mast, makrofag, granulosit, fibroblast dan sel non- langerhan. Sel-sel ini akan teraktivasi ketika terjadi pensekresian sitokin dan
respon terhadap bakteri, kimia, sinar UV dan faktor-faktor iritan lainnya. Sitokin utama yang dilepas saat pajanan antigen adalah TNF-
α. Proses inflamsi ini awalnya terkendali namun ketika pajanan pada kulit berkepanjangan dapat
menyebabkan ketidakseimbangan produksi sitokin dan menjadi suatu keadaan yang patologis seperti pada psoriasis Traub Marshall, 2007.
Antigen akan ditangkap oleh APC dan selanjutnya diproses menjadi fragmen-fragmen peptida pada permukaan sel dan dibawa menuju sel T. Sel Th
mengekspresikan CD+4, sementara sel Ts mengekspresikan CD+8 Rajiv, 2004. Aktivasi sel T melalui 3 tahapan :
1. Binding : sel T melekat pada APC melalui suatu molekul adhesi permukaan sel baik sel T maupun APC. Di kulit APC yang paling efisien adalah sel Langerhan.
2. Antigen specific activation : ketika ikatan sel T-APC telah terjadi, reseptor sel T akan mengenali antigen peptide yang dipresentasikan oleh APC. Proses ini akan
menstimulasi perubahan sel T naïve menjadi sel memori. 3. Non-antigen specific cell-cell interaction co-stimulation : Jika co-stimulation
oleh molekul permukaan sel lain tidak terjadi setelah presentasi antigen, maka sel tidak akan respon terhadap antigen dan akan terjadi proses apoptosis.
Setelah teraktivasi, tahap selanjutnya adalah induksi respon inflamasi. Tahapan ini melibatkan sel T, makrofag, endotelium vaskular dan keratinosit yang
mengeluarkan sitokin-sitokin penyebab inflamasi jaringan. Sitokin-sitokin yang terlibat diantaranya GMCSF, EGF, interleukin IL8, IL12, IL1, IL6, INF-
γ, TNF- α. TNF-α memainkan peranan penting dalam pengaktifan respon imun bawaan
dan didapat dalam proses inflamasi kronis, kerusakan jaringan dan proliferasi keratinosit. Hiperpoliferasi menyebabkan penurunan waktu pematangan sel kulit
yang normalnya dibutuhkan 28 hari menjadi 2 sampai 4 hari pada kulit psoriatik. VEGF dan IL8 dilepas dari keratinosit dan menyebabkan vaskularisasi pada
psoriasis Sabat et al, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Gambaran Klinis dan Klasifikasi
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner. Fenomena tetesan lilin yaitu skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada
goresan, seperti lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh
papilomatosis. Fenomena Kobner; dimana kelainan psoriasis terjadi pada daerah yang mengalami trauma, timbul kira-kira setelah 3 minggu Djuanda,2007.
1. Psoriasis guttate
Pola ini biasanya terlihat pada anak-anak dan remaja dan mungkin merupakan tanda pertama dari penyakit, sering dipicu oleh tonsilitis streptokokus.
Pada tahap awal berupa ruam kecil dengan diameter lesi mulai dari 2 atau 3 mm sampai 1 cm, bulat atau sedikit oval.Sejumlah makula merah berbentuk bulat kecil
muncul tiba-tiba pada badan dan segera menjadi bersisik. Ruam sering hilang dalam beberapa bulan tetapi plak psoriasis dapat terus berkembang Hunter et al,
2003.
2. Psoriasis Rupioid, elephantine dan ostraceous
Istilah-istilah ini menggambarkan plak yang terkait dengan hiperkeratosis kasar. Psoriasis Rupioid seperti lesi berbentuk kerucut. Istilah psoriasis gajah
dapat digunakan untuk menggambarkan ruam yang tidak biasa keras dan tebal, plak besar yang terkadang terjadi di punggung, tungkai, pinggul atau di tempat
lain . Psoriasis Ostraceous, istilah yang jarang digunakan, mengacu pada lesi hiperkeratosis seperti cincin dengan permukaan cekung, menyerupai cangkang
tiram Grif fiths Barker, 2010.
3. Psoriasis Eritroderma
Varian ini juga jarang dan dapat dipicu oleh efek iritasi dari tar atau ditranol, erupsi obat atau withdrawal steroid topikal atau sistemik poten. Kulit
menjadi universal dan seragam merah dengan skala variable. Penderita mengalami
Universitas Sumatera Utara
malaise disertai dengan menggigil dan kulit terasa panas dan tidak nyaman Hunter et al, 2003.
4. Psoriasis Pustular
Varian ini sering menimbulkan sakit. Jenis ini mengenai telapak tangan dan kaki. Ruam berbentuk pustula steril yang bertaburan dengan diameter 3-10
mm, yang didasari oleh daerah eritematosa. Pustula berubah menjadi makula coklat atau sisik. Psoriasis pustular merupakan kondisi yang jarang namun serius,
dengan demam dan episode berulang dari pembentukan pustul dalam daerah yang eritema Hunter et al,2003.
5. Pola plak
Ini adalah jenis yang paling umum. Lesi berdiameter dari beberapa milimeter sampai sentimeter. Lesi merah muda hingga kemerahan salmon pink
dengan ruam putih keperakan poligonal besar dan kering seperti minyak lilin. Tempat predileksi di siku, lutut, punggung bawah dan kulit kepala.
Gambar 2.1. Gambaran ruam psoriasis. a Psoriasis eritroderma, b Psoriasis
guttate, c Psoriasis pustular pada telapak kaki Hunter et al, 2003 Selain jenis-jenis di atas, psoriasis terkadang dapat timbul di tempat lain
pada bagian tubuh. Modifikasi lokasi timbulnya ruam psoriasis dapat ditemukan di kulit kepala, daerah lipatan seperti lipatan bawah payudara, ketiak dan lipatan
a b
c
Universitas Sumatera Utara
anogenital, telapak tangan dan kaki, serta kuku yang ditandai dengan pitting bidal, onikolisis dan terkadang hiperkeratosis subungual.
2.1.6. Diagnosis
Penegakkan diagnosis melalui gambaran klinis, pemeriksaan histopatologi, dan pemeriksaan laboratorium. Meskipun pemeriksaan histopatologi jarang
diperlukan untuk menegakkan diagnosa, pemeriksaan ini dapat menolong pada kasus-kasus yang sulit ditegakkan. Pada lesi awal dari psoriasis pustular,
epidermis biasanya hanya sedikit yang mengalami akantosis. Neutrofil bermigrasi dari pembuluh darah yang berdilatasi di dermis atas ke dalam epidermis dimana
mereka beragregasi di bawah stratum korneum dan di lapisan malpighi atas untuk membentuk pustula spongiform Kogoj.
Abnormal hasil laboratorium lain biasanya tidak spesifik dan tidak ditemukan di semua pasien. Pada psoriasis vulgaris yang parah, psoriasis pustular
general dan eritroderma dapat di deteksi keseimbangan nitrogen negatif, manifestasi dari menurunnya serum albumin.
Pada penderita psoriasis dapat bermanifestasi berupa perubahan profil lipid , bahkan pada permulaan penyakit kulit ini. Pada penderita psoriasis didapati
kadar HDL 15 lebih tinggi dan rasio TGVLDL 19 lebih tinggi dibandingkan dengan yang normal. Selain itu konsentrasi apolipoprotein-A1 11 lebih tinggi
pada pasien psoriasis. Hiperurisemia yang tidak terlalu tinggi dapat ditemukan dan telah dikaitkan dengan peningkatan epidermopoiesis. Serum asam urat
meningkat sampai 50 pada pasien dan terutama dikaitkan dengan luasnya lesi dan aktivitas penyakit. Akibatnya ada peningkatan resiko perkembangan penyakit
gout arthritis. Selain itu, marker inflamasi sistemik dapat meningkat , termasuk C-reactive protein, a2-makroglobulin, dan laju endap eritosit. Meningkatnya level
serum IgA dan kompleks imun IgA, maupun amyloidosis sekunder, telah diobservasi dan menjadikan prognosis lebih buruk. Penelitian telah melaporkan
peningkatan di beberapa serum penanda imunologis , termasuk reseptor IL – 2 terlarut, ICAM - 1 terlarut, IL - 6 dan TNF -
α, menjelaskan bagaimana psoriasis menjadi penyakit imunologi sistemik Grif
fiths Barker, 2010.
Universitas Sumatera Utara
2.1.7. Penatalaksanaan