Surabaya, penelitian tersebut menunjukkan adanya perbedaan kadar TG pada psoriasis vulgaris yang lebih tinggi dibandingkan kontrol p0,05. Tetapi, tidak
didapatkan perbedaan yang bermakna pada kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan kolesterol HDL antara penderita psoriasis vulgaris dan kontrol p0,05.
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan diatas, untuk itulah penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan psoriasis dengan
profil lipid pasien rawat jalan di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2012-2013.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara psoriasis dengan profil lipid
pada pasien rawat jalan di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2012-2013.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara psoriasis dengan profil lipid pada
pasien rawat jalan di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2012-2013.
1.3.2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui angka kejadian psoriasis di Poliklinik Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2012-2013.
2. Untuk mengetahui profil lipid penderita psoriasis yang melakukan
rawat jalan di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2012-2013.
Universitas Sumatera Utara
3. Untuk mengetahui karakteristik penderita psoriasis yang melakukan
rawat jalan di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2012-2013.
1.4. Manfaat Penelitian
Dengan mengetahui hubungan antara psoriasis dengan perubahan profil lipid penderitanya, diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi salah satu
informasi guna mendeteksi kondisi penyerta komorbid pada penderita psoriasis. Sehingga pasien mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat serta kondisi
komorbid yang mematikan bisa ditekan bahkan dihindari.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Psoriasis
2.1.1. Definisi
Psoriasis merupakan suatu penyakit autoimun yang bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan
skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan; serta dapat dijumpai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Köbner Djuanda, 2007.
2.1.2. Epidemiologi
Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan kematian, penyakit ini dapat menyebabkan gangguan kosmetik,
terlebih mengingat bahwa perjalanannya menahun dan residif. Insidens pada orang kulit putih lebih tinggi daripada penduduk kulit berwarna. Insidens pada
pria cenderung lebih banyak daripada wanita, psoriasis dapat terjadi pada semua usia, tetapi umumnya pada orang dewasa. Djuanda, 2007.
Insidensi tertinggi yang pernah dilaporkan di Eropa yaitu di Denmark sebanyak 2,9 dan kepulauan Faeroe sebanyak 2.8 . Penelitian pada 1,3 juta
warga negara Jerman ditemukan prevalensi sebanyak 2,5 Gudjonsson Elder , 2012.
2.1.3. Faktor Resiko
Penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara genetik dan lingkungan berperan penting dalam timbulnya psoriasis. Banyak faktor lingkungan telah dikaitkan dan
terlibat diantaranya : 1. Trauma :
psoriasis yang muncul pada lokasi yang terkena cedera dikenal dengan fenomena Koebner. Berbagai macam rangsangan lokal
seperti goresan, trauma kimia , listrik , luka bedah , infeksi dan inflamasi , telah diakui dapat memicu timbulnya lesi psoriatik.
Universitas Sumatera Utara
2. Infeksi :
tonsilitis yang disebabkan oleh streptokokus β - hemolitik sering memicu psoriasis guttate. Infeksi HIV juga telah dikaitkan dengan
psoriasis yang seringkali memperburuk kondisi. Laporan kejadian infeksi tenggorokan streptokokus mendahului onset psoriasis adalah sebesar 56-
97. Titer antibodi serum terhadap antigen streptokokus streptolysin O, DNAse B ditemukan hampir pada 50 pasien dengan psoriasis plak
kronis Hunter et al, 2003 ; Prinz , 2005 ; Grif
fiths Barker, 2010 3. Obat-obatan :
banyak obat yang dilaporkan dapat memicu timbul atau kambuhnya plak psoriasis. Di antaranya adalah garam litium , antimalaria ,
β blocker , NSAID , ACE inhibitor dan withdrawal kortikosteroid. 4. Sinar matahari :
meskipun sinar matahari umumnya bermanfaat dalam memperbaiki plak pada kebanyakan pasien psoriasis, pada sebagian kecil
pasien psoriasis 10 justru dapat memperburuk plak yang ada.
5. Faktor metabolik :
psoriasis sering membaik pada waktu kehamilan. Sebuah penelitian oleh Dunna dan Finlay dengan menggunakan kuesioner
pada 65 wanita hamil yang menderita psoriasis, didapatkan 40 kondisi psoriasisnya tetap tidak berubah, 40 membaik dan 14 nya memburuk.
Sebaliknya , pada periode 3 bulan postpartum, 30 tetap tidak berubah , 10 membaik dan 50 memburuk. Hipokalsemia sekunder,
hipoparatiroidism adalah faktor pencetus yang jarang ditemukan. Hipokalsemia karena paratiroidektomi yang disengaja , telah dilaporkan
memicu plak psoriasis bertambah parah, terutama psoriasis pustular. Dan telah dilaporkan bahwa psoriasis memiliki efek buruk pada hasil
kehamilan, berupa aborsi berulang, hipertensi dan proses kelahiran secara
sesar. 6. Faktor psikogenik :
dalam sebuah penelitian di Inggris , lebih dari 60 dari pasien psoriasis ditemukan stres merupakan faktor utama dalam
penyebab psoriasis penderitanya. 7. Alkohol and merokok :
alkohol dapat memperburuk penyakit yang sudah ada tetapi tidak berperan dalam induksi psoriasis. Peminum alkohol
berat cenderung memiliki penyakit yang lebih luas dan meradang.
Universitas Sumatera Utara
Kelebihan konsumsi alkohol merupakan konsekuensi dari penyakit dan menyebabkan resistensi pengobatan serta mengurangi kepatuhan dalam
proses pengobatan. Pada wanita yang merokok lebih dari 15 batang per hari , rasio odd untuk psoriasis adalah 3,9 sedangkan laki-laki 1,4
Grif
fiths Barker, 2010.
2.1.4. Etiologi dan Patogenesis
Kulit psoriatik akan berganti tujuh kali lebih cepat dibanding kulit normal. Sementara tubuh tidak dapat mengganti sel baru dengan cepat dan akhirnya
membentuk ruam atau lesi di permukaan kulit. Patogenesis psoriasis tergantung kepada aktifitas dari kerusakan danatau sirkulasi sel imun dan sekresi mediator-
mediator seperti sitokin, kemokin, dan faktor pertumbuhan yang memicu hiperproliferasi keratinosit, penebalan epidermis dan angiogenesis. Sitokin yang
utama berperan dalam perkembangan dan pertahanan lesi psoriasis adalah TNF- α.
Sumber utama TNF- α adalah sel dendrit, makrofag dan sel T. Sitokin terbaru yang
berpotensi dalam psoriasis adalah IL-23 yang diproduksi oleh sel dendrit dan perdampak pada proliferasi dan produksi INF-
γ. Terdapat 4 abnormalitas yang terjadi pada psoriasis : 1 perubahan
vaskular ; pembuluh darah papilar berdilatasi dan berliku. Ini menyebabkan kulit menjadi kemerahan dan eritema. 2 Inflamasi ; leukosit PMN dari pembuluh
darah dermis masuk ke epidermis. Lesi kaya akan sel CD+4 dan CD+8 yang akan melepaskan sitokin-sitokin proinflamsi. 3 Hiperproliferasi dari lapisan
keratinositik akantosis. 4 Keratinosit yang tetap menahan kandungan inti sel saat sel tersebut sudah mencapai stratum korneum parakeratosis dan lapisan
granular yang hilang. Perubahan-perubahan yang terjadi akan menimbulkan ruam pada permukaan epidermis.
A. Genetik
Ada bukti yang menunjukkan bahwa psoriasis memiliki komponen genetik penting. Dalam sebuah penelitian di Jerman ditemukan jika salah satu orang tua
yang menderita psoriasis, risiko bagi anak untuk terkena sebesar 16 , jika
Universitas Sumatera Utara
kedua orang tua yang menderita, resiko anak terkena sebesar 50 , jika satu saudara yang menderita psoriasis, resiko terkena sebesar 6 dan hanya 2 jika
tidak ada orang tua ataupun saudara kandung yang menderita psoriasis. Jika orang tua non - psoriasis memiliki anak dengan psoriasis , risiko untuk anak-anak
berikutnya adalah sekitar 10 . Perkembangan dan keparahan psoriasis dapat dipengaruhi oleh jenis
kelamin orang tua yang memberikan kontribusi genetik pada anaknya. Penelitian di Skotlandia oleh Burden dkk. menunjukkan bahwa onset munculnya psoriasis
lebih dini terjadi ketika penyakit tersebut diwariskan dari ayah. Teori Genomic imprinting
dapat menjelaskan mengapa ayah psoriasis lebih cenderung untuk menurunkan penyakit kepada anaknya daripada ibu psoriasis. Denmark Twin
Registry juga telah menunjukkan faktor genetik berpengaruh terhadap kejadian
psoriasis. Didapatkan 64 dari kembar monozigot menderita psoriasis sedangkan kembar dizigot hanya 15 yang menderita psoriasis Grif
fiths Barker, 2010 ; Hunter et al, 2003
Lebih dari 20 lokus genetik yang mengandung berbagai jumlah gen, telah dikaitkan dengan kerentanan psoriasis. Dari jumlah lokus genetic tersebut,
beberapa juga dikaitkan dengan kerentanan terhadap penyakit metabolik. Misalnya, lokus PSORS2, PSORS3, dan PSORS4 juga terkait dengan lokus yang
rentan pada sindrom metabolik, diabetes tipe 2, hiperlipidemia familial, dan penyakit kardiovaskular. Selain itu, gen individu yang berhubungan dengan
psoriasis seperti CDKAL1, yang belum diketahui fungsinya, juga terkait dengan diabetes tipe 2. Gen yang diketahui berperan dalam risiko kardiovaskular, seperti
ApoE4 isoform apoE secara signifikan didapati pada pasien dengan plak kronis dan psoriasis guttate dibanding kelompok kontrol Azfar Gelfand, 2008.
B. Imunopatogenesis
Sebelumnya psoriasis dianggap sebagai suatu kelainan keratinosit epidermal; namun sekarang dianggap sebagai suatu kelainan yang diperantarai
oleh imun. Kulit adalah organ limfoid primer dengan sistem pertahanan imunologik efektif yang dilengkapi dengan APC, sitokin, sel T epidermotropik,
Universitas Sumatera Utara
sel endotel kapiler dermis, sel mast, makrofag, granulosit, fibroblast dan sel non- langerhan. Sel-sel ini akan teraktivasi ketika terjadi pensekresian sitokin dan
respon terhadap bakteri, kimia, sinar UV dan faktor-faktor iritan lainnya. Sitokin utama yang dilepas saat pajanan antigen adalah TNF-
α. Proses inflamsi ini awalnya terkendali namun ketika pajanan pada kulit berkepanjangan dapat
menyebabkan ketidakseimbangan produksi sitokin dan menjadi suatu keadaan yang patologis seperti pada psoriasis Traub Marshall, 2007.
Antigen akan ditangkap oleh APC dan selanjutnya diproses menjadi fragmen-fragmen peptida pada permukaan sel dan dibawa menuju sel T. Sel Th
mengekspresikan CD+4, sementara sel Ts mengekspresikan CD+8 Rajiv, 2004. Aktivasi sel T melalui 3 tahapan :
1. Binding : sel T melekat pada APC melalui suatu molekul adhesi permukaan sel baik sel T maupun APC. Di kulit APC yang paling efisien adalah sel Langerhan.
2. Antigen specific activation : ketika ikatan sel T-APC telah terjadi, reseptor sel T akan mengenali antigen peptide yang dipresentasikan oleh APC. Proses ini akan
menstimulasi perubahan sel T naïve menjadi sel memori. 3. Non-antigen specific cell-cell interaction co-stimulation : Jika co-stimulation
oleh molekul permukaan sel lain tidak terjadi setelah presentasi antigen, maka sel tidak akan respon terhadap antigen dan akan terjadi proses apoptosis.
Setelah teraktivasi, tahap selanjutnya adalah induksi respon inflamasi. Tahapan ini melibatkan sel T, makrofag, endotelium vaskular dan keratinosit yang
mengeluarkan sitokin-sitokin penyebab inflamasi jaringan. Sitokin-sitokin yang terlibat diantaranya GMCSF, EGF, interleukin IL8, IL12, IL1, IL6, INF-
γ, TNF- α. TNF-α memainkan peranan penting dalam pengaktifan respon imun bawaan
dan didapat dalam proses inflamasi kronis, kerusakan jaringan dan proliferasi keratinosit. Hiperpoliferasi menyebabkan penurunan waktu pematangan sel kulit
yang normalnya dibutuhkan 28 hari menjadi 2 sampai 4 hari pada kulit psoriatik. VEGF dan IL8 dilepas dari keratinosit dan menyebabkan vaskularisasi pada
psoriasis Sabat et al, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Gambaran Klinis dan Klasifikasi
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner. Fenomena tetesan lilin yaitu skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada
goresan, seperti lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh
papilomatosis. Fenomena Kobner; dimana kelainan psoriasis terjadi pada daerah yang mengalami trauma, timbul kira-kira setelah 3 minggu Djuanda,2007.
1. Psoriasis guttate
Pola ini biasanya terlihat pada anak-anak dan remaja dan mungkin merupakan tanda pertama dari penyakit, sering dipicu oleh tonsilitis streptokokus.
Pada tahap awal berupa ruam kecil dengan diameter lesi mulai dari 2 atau 3 mm sampai 1 cm, bulat atau sedikit oval.Sejumlah makula merah berbentuk bulat kecil
muncul tiba-tiba pada badan dan segera menjadi bersisik. Ruam sering hilang dalam beberapa bulan tetapi plak psoriasis dapat terus berkembang Hunter et al,
2003.
2. Psoriasis Rupioid, elephantine dan ostraceous
Istilah-istilah ini menggambarkan plak yang terkait dengan hiperkeratosis kasar. Psoriasis Rupioid seperti lesi berbentuk kerucut. Istilah psoriasis gajah
dapat digunakan untuk menggambarkan ruam yang tidak biasa keras dan tebal, plak besar yang terkadang terjadi di punggung, tungkai, pinggul atau di tempat
lain . Psoriasis Ostraceous, istilah yang jarang digunakan, mengacu pada lesi hiperkeratosis seperti cincin dengan permukaan cekung, menyerupai cangkang
tiram Grif fiths Barker, 2010.
3. Psoriasis Eritroderma
Varian ini juga jarang dan dapat dipicu oleh efek iritasi dari tar atau ditranol, erupsi obat atau withdrawal steroid topikal atau sistemik poten. Kulit
menjadi universal dan seragam merah dengan skala variable. Penderita mengalami
Universitas Sumatera Utara
malaise disertai dengan menggigil dan kulit terasa panas dan tidak nyaman Hunter et al, 2003.
4. Psoriasis Pustular
Varian ini sering menimbulkan sakit. Jenis ini mengenai telapak tangan dan kaki. Ruam berbentuk pustula steril yang bertaburan dengan diameter 3-10
mm, yang didasari oleh daerah eritematosa. Pustula berubah menjadi makula coklat atau sisik. Psoriasis pustular merupakan kondisi yang jarang namun serius,
dengan demam dan episode berulang dari pembentukan pustul dalam daerah yang eritema Hunter et al,2003.
5. Pola plak
Ini adalah jenis yang paling umum. Lesi berdiameter dari beberapa milimeter sampai sentimeter. Lesi merah muda hingga kemerahan salmon pink
dengan ruam putih keperakan poligonal besar dan kering seperti minyak lilin. Tempat predileksi di siku, lutut, punggung bawah dan kulit kepala.
Gambar 2.1. Gambaran ruam psoriasis. a Psoriasis eritroderma, b Psoriasis
guttate, c Psoriasis pustular pada telapak kaki Hunter et al, 2003 Selain jenis-jenis di atas, psoriasis terkadang dapat timbul di tempat lain
pada bagian tubuh. Modifikasi lokasi timbulnya ruam psoriasis dapat ditemukan di kulit kepala, daerah lipatan seperti lipatan bawah payudara, ketiak dan lipatan
a b
c
Universitas Sumatera Utara
anogenital, telapak tangan dan kaki, serta kuku yang ditandai dengan pitting bidal, onikolisis dan terkadang hiperkeratosis subungual.
2.1.6. Diagnosis
Penegakkan diagnosis melalui gambaran klinis, pemeriksaan histopatologi, dan pemeriksaan laboratorium. Meskipun pemeriksaan histopatologi jarang
diperlukan untuk menegakkan diagnosa, pemeriksaan ini dapat menolong pada kasus-kasus yang sulit ditegakkan. Pada lesi awal dari psoriasis pustular,
epidermis biasanya hanya sedikit yang mengalami akantosis. Neutrofil bermigrasi dari pembuluh darah yang berdilatasi di dermis atas ke dalam epidermis dimana
mereka beragregasi di bawah stratum korneum dan di lapisan malpighi atas untuk membentuk pustula spongiform Kogoj.
Abnormal hasil laboratorium lain biasanya tidak spesifik dan tidak ditemukan di semua pasien. Pada psoriasis vulgaris yang parah, psoriasis pustular
general dan eritroderma dapat di deteksi keseimbangan nitrogen negatif, manifestasi dari menurunnya serum albumin.
Pada penderita psoriasis dapat bermanifestasi berupa perubahan profil lipid , bahkan pada permulaan penyakit kulit ini. Pada penderita psoriasis didapati
kadar HDL 15 lebih tinggi dan rasio TGVLDL 19 lebih tinggi dibandingkan dengan yang normal. Selain itu konsentrasi apolipoprotein-A1 11 lebih tinggi
pada pasien psoriasis. Hiperurisemia yang tidak terlalu tinggi dapat ditemukan dan telah dikaitkan dengan peningkatan epidermopoiesis. Serum asam urat
meningkat sampai 50 pada pasien dan terutama dikaitkan dengan luasnya lesi dan aktivitas penyakit. Akibatnya ada peningkatan resiko perkembangan penyakit
gout arthritis. Selain itu, marker inflamasi sistemik dapat meningkat , termasuk C-reactive protein, a2-makroglobulin, dan laju endap eritosit. Meningkatnya level
serum IgA dan kompleks imun IgA, maupun amyloidosis sekunder, telah diobservasi dan menjadikan prognosis lebih buruk. Penelitian telah melaporkan
peningkatan di beberapa serum penanda imunologis , termasuk reseptor IL – 2 terlarut, ICAM - 1 terlarut, IL - 6 dan TNF -
α, menjelaskan bagaimana psoriasis menjadi penyakit imunologi sistemik Grif
fiths Barker, 2010.
Universitas Sumatera Utara
2.1.7. Penatalaksanaan
A. Pengobatan Topikal 1. Kortikosteroid:
Pengolesan topikal kortikosteroid dalam bentuk krim , salep , lotion , busa , dan semprotan adalah terapi yang paling sering
digunakan untuk psoriasis. Untuk meningkatkan efektivitas kortikosteroid topikal di daerah dengan ruam yang tebal , permukaan ruam harus terhidrasi
sebelum obat dioleskan. Hasil yang baik juga diperoleh dalam pengobatan psoriasis kuku dengan menyuntikkan triamsinolon ke daerah matriks dan
lipatan kuku lateral yang terlebih dahulu di anestesi. Suntikan diberikan
sebulan sekali sampai efek yang diinginkan tercapai. 2. Anthralin:
Anthralin memberikan efek langsung pada keratinosit dan leukosit dengan menekan generasi neutrofil superoksida dan menghambat
turunan monosit IL-6, IL-8, dan TNF-
α. 3. Tazarotene:
Tazarotene merupakan reseptor asam retinoit nonisomerizable spesifik retinoid. Mengobati psoriasis dengan memodulasi diferensiasi
keratinosit dan hiperproliferasi, serta menekan peradangan. 4. Calcipotriene:
Vitamin D3 mempengaruhi diferensiasi keratinosit melalui respon epidermal terhadap kalsium. Pengobatan dengan calcipotriene analog
vitamin D Dovonex dalam bentuk salep, krim, atau solution telah terbukti
sangat efektif dalam pengobatan tipe plak dan psoriasis kulit kepala. 5. Makrolaktam Inhibitor Kalsineurin:
Makrolaktam topikal seperti takrolimus dan pimekrolimus sangat membantu bagi lesi tipis di daerah rawan
atrofi. 6. Asam salisilat:
Asam salisilat digunakan sebagai agen keratolitik dalam bentuk shampoo, krim, dan gel. Hal ini dapat meningkatkan penyerapan obat
topikal lainnya. Pemakaian berlebihan dapat menimbulkan toksisitas salisilat. 7. Pengobatan Cara Goeckerman:
Teknik Goeckerman tergolong efektif dari segi metode dan biaya pengobatan. Dalam bentuk modern, preparat tar 2-
5 dioleskan pada kulit, dan mandi tar dilakukan setidaknya sekali sehari.
Universitas Sumatera Utara
Kelebihan tar dihilangkan dengan mineral atau minyak sayur, dan diberikan sinar UV. Penambahan kortikosteroid topikal ke dalam rejimen Goeckerman
mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk remisi. Reaksi fototoksik dapat terjadi sebagai akibat dari UVA yang dihasilkan oleh sebagian besar lampu
UVB.
8. Hipertermia:
Hipertermia lokal dapat membersihkan plak psoriasis, tapi biasanya cepat kambuh kembali. Microwave hipertermia dapat menghasilkan
komplikasi yang signifikan, seperti nyeri di atas tonjolan tulang dan kerusakan
jaringan James, Berger Elston , 2011. 9. Terapi PUVA:
Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi efek yang sinergik. Mula-mula 10-20 mg psoralen diberikan per os, 2
jam kemudian dilakukan penyinaran. Terdapat bermacam-macam bagan, di antaranya 4 x seminggu. PUVA juga dapat digunakan untuk psoriatik
eritroderma dan psoriasis pustulosa. Beberapa peneliti mengatakan pada pemakaian yang lama memungkinkan terjadinya kanker kulit Djuanda,2007.
B. Pengobatan sistemik 1. Kortikosteroid:
Penggunaan kortikosteroid umumnya terbatas pada
keadaan tertentu, seperti impetigo herpetiformis. 2. Metotreksat:
Metotreksat merupakan antagonis asam folat. Metotreksat memiliki afinitas yang lebih besar untuk asam dihidrofolik reduktase
daripada asam folat . Indikasi untuk penggunaan metotreksat yaitu pada psoriasis eritroderma , psoriasis arthritis , psoriasis pustular akut jenis von
Zumbusch , atau keterlibatan luas permukaan tubuh. 3. Siklosporin:
Dosis 2-5 mgkghari umumnya membersihkan psoriasis dengan cepat. Namun, lesi cepat kambuh kembali. Pengobatan jangka waktu
hingga 6 bulan berhubungan dengan insiden komplikasi ginjal,tekanan darah
dan serum kreatinin harus dipantau dan dosis disesuaikan. 4. Diet:
Efek antiinflamasi pada minyak ikan yang kaya akan omega-3 asam lemak tak jenuh ganda telah dibuktikan dalam rheumatoid arthritis, penyakit
Universitas Sumatera Utara
inflamasi usus, psoriasis, dan asma. Omega-3 dan omega-6 asam lemak tak jenuh ganda mempengaruhi berbagai sitokin, termasuk IL-1, IL-6, dan TNF.
5. Terapi Antimikroba Oral:
Staphylococcus aureus dan Streptococcus mensekresikan eksotoksin yang bertindak sebagai superantigens,
menghasilkan aktivasi sel-T. Ketoconazole oral, itraconazole, dan antibiotik
lain telah menunjukkan keberhasilan pada pasien dengan psoriasis. 6. Retinoid:
Pengobatan oral dengan etilester retinoid aromatik, etretinat, efektif pada banyak pasien dengan psoriasis, terutama pada penyakit tipe
pustular. Karena masalah waktu paruh yang panjang, obat telah digantikan oleh asitretin. 13-Cis retinoic acid juga dapat memberi hasil yang baik pada
beberapa pasien dengan psoriasis pustular. Semua obat ini adalah teratogen kuat dan peningkatan TG dapat mempersulit terapi. Dalam penggunaan,
biasanya retinoid dikombinasikan dengan fotokemoterapi James, Berger
Elston , 2011.
2.2. Metabolisme Lipoprotein
Lipid di dalam tubuh manusia ditemukan dalam bentuk kolesterol, trigliserid, dan fosolipid. Oleh karena sifat lipid yang susah larut dalam lemak, maka perlu
dibuat bentuk yang terlarut. Untuk itu diperlukan zat pelarut yaitu suatu protein yang dikenal dengan nama apolipoprotein atau apoprotein. Senyawa lipid dengan
apolipoprotein ini dikenal dengan nama lipoprotein. Setiap lipoprotein akan terdiri atas kolesterol bebas atau ester , trigliserid, fosfolipid, dan apoprotein.
Lipoprotein berbentuk bulat dan mempunyai inti trigliserid dan kolesterol ester dan dikelilingi oleh fosfolipid dan sedikit kolesterol bebas. Apoprotein ditemukan
pada permukaan lipoprotein Adam , 2009. Setiap lipoprotein berbeda dalam ukuran, densitas, komposisi lemak , dan
komposisi apoprotein. Pada manusia dapat dibedakan enam jenis lipoprotein yaitu high- density lipoprotein
HDL, low density lipoprotein LDL, intermediate- density lipoprotein
IDL, very low density lipoprotein VLDL, kilomikron, dan lipoprotein a kecil Lp a.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Struktur Lipoprotein
Tabel 2.1.
Beberapa Apolipoprotein Utama
Apolipoprotein Sumber
Utama Lipoprotein
Fungsi Apo AI
Hati, Usus HDL,
Kilomikron Protein struktural HDL ;
activator LCAT lecithin cholesterol acyltransferase
Apo AII
Hati HDL,
Kilomikron Protein structural HDL
Apo AIV
Usus HDL,
Kilomikron Belum diketahui : mungkin
sebagai fasilitator transfer Apo lain antara HDL dan
kilomikron
Apo V
Hati VLDL
Belum diketahui
Apo B48 Usus
Kilomikron Protein struktural kilomikron
Apo B-100
Hati VLDL,IDL,LDL,
Lpa Protein structural
VLDL,LDL,IDL, Lpa ; ligand untuk berikatan pada
reseptor LDL
Apo C-I
Hati Kilomikron,
VLDL,HDL Belum diketahui
Apo C-II
Hati Kilomikron,
Kofaktor lipoprotein lipase
Universitas Sumatera Utara
VLDL,HDL LPL
Apo C-III Hati
Kilomikron, VLDL,HDL
Inhibisi lipoprotein berikatan dengan reseptor
Apo D
Spleen, Otak,
Adrenal HDL
Belum diketahui
Apo E
Hati Kilomikron
remnant, IDL, HDL
Ligand untuk berikatan pada reseptor LDL
Apo H
Hati Kilomikron,
VLDL, LDL, HDL
B2 glikoprotein I
Apo J
Hati HDL
Belum diketahui
Apo L
Belum diketahui
HDL Belum diketahui
Apoa
Hati Lpa
Belum diketahui Sumber : Rader, Daniel J., Hobbs, H.H., 2008. Disorders of Lipoprotein
Metabolism. In Harrison’s Principles of Internal Medicine 17
th
ed., The McGraw-Hill Companies, pp. 2416–2418.
Metabolisme lipoprotein dibagi menjadi tiga jalur yaitu jalur endogen, jalur endogen, dan jalur reverse cholesterol transport.
2.2.1. Jalur Metabolisme Eksogen
Makanan yang berlemak mengandung TG dan kolesterol. TG yang terkandung dalam makanan akan dihidrolisis oleh enzim lipase pankreas di dalam
lumen usus dan diemulsi oleh asam empedu untuk membentuk misel . Sedangkan makanan yang mengandung kolesterol dan retinol akan diesterifikasi dengan
penambahan asam lemak di dalam enterosit menjadi kolesterol ester dan retinil ester . Di dalam usus halus asam lemak akan diubah menjadi TG, dan dikemas
Universitas Sumatera Utara
bersama dengan apoB - 48 , ester kolesterol , ester retinil , fosfolipid , dan kolesterol membentuk kilomikron .
Kilomikron nascent disekresikan ke dalam getah bening usus dan dikirim langsung ke sirkulasi sistemik , di mana sebelum mencapai hati kilomikron
nascent akan diproses oleh jaringan perifer. TG dalam kilomikron yang dihidrolisis oleh LPL dan menghasilkan asam lemak bebas; ApoC - II bertindak
sebagai kofaktor untuk LPL dalam reaksi hidrolisis ini . Asam lemak bebas yang dilepaskan akan diambil oleh miosit atau adiposit sekitar dan disimpan sebagai
TG. Dan beberapa asam lemak bebas diikat oleh albumin dan diangkut ke jaringan lain , terutama ke hati.
Partikel kilomikron akan semakin menyusut, sebagai inti yang hidrofobik akan dihidrolisis sedangkan lipid hidrofilik kolesterol dan fosfolipid pada
permukaan partikel akan ditransfer ke HDL . Kilomikron yang lebih banyak mengandung partikel kolesterol ester disebut sebagai kilomikron remnant.
Kilomikron remnant dengan cepat akan dihilangkan dari peredaran dan dibawa ke hati dalam suatu proses yang membutuhkan peran apoE Rader Hoobs ,
2008.
2.2.2. Jalur Metabolisme Endogen
Jalur metabolisme lipoprotein jenis ini mengacu pada sekresi hati dan metabolisme VLDL menjadi IDL dan LDL. Partikel VLDL mengandung apoB -
100. TG dari VLDL berasal terutama dari esterifikasi asam lemak rantai panjang . Setelah sekresi ke dalam plasma , VLDL memperoleh beberapa salinan apoE dan
apolipoprotein dari seri C . TG di VLDL dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase LPL , terutama di otot dan jaringan adiposa. Sebagai VLDL remnant menjalani
hidrolisis lebih lanjut , ukuran terus menyusut dan menjadi IDL , yang mengandung kolesterol dan TG dalam jumlah yang sama. Sisa dari IDL diubah
oleh HL untuk membentuk LDL ; selama proses ini , sebagian besar TG dalam partikel dihidrolisis dan semua apolipoprotein, kecuali apoB – 100, akan
ditransfer ke lipoprotein lain Rader Hoobs , 2008.
Universitas Sumatera Utara
Sebagian dari VLDL, IDL, dan LDL akan mengangkut kolesterol ester kembali ke hati. LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung
kolesterol. Sebagian kolesterol di LDL akan dibawa ke hati dan jaringan-jaringan yang memiliki reseptor untuk kolesterol-LDL seperti kelenjar andrenal, testis, dan
ovarium. Sebagian lagi dari kolesterol LDL akan dioksidasi dan ditangkap oleh reseptor scavenger-A SR-A di makrofag dan akan menjadi sel busa foam cell.
Beberapa keadaan yang mempengaruhi tingkat oksidasi kolesterol LDL seperti meningkatnya jumlah LDL kecil padat small dense LDL dan kadar kolesterol
HDL yang akan bersifat protektif terhadap oksidasi LDL Adam, 2009
Gambar 2.3.
Jalur metabolism eksogen dan endogen lipoprotein Rader Hoobs, 2008
2.2.3. Jalur Reverse Cholesterol Transport
Semua sel berinti menyintesis kolesterol tetapi hanya hepatosit yang mampu memetabolisme dan mengeluarkan kolesterol dari tubuh . Rute utama dari
Universitas Sumatera Utara
eliminasi kolesterol adalah melalui empedu , baik secara langsung atau setelah dikonversi menjadi asam empedu . Kolesterol dalam sel-sel perifer diangkut dari
membran plasma sel perifer ke hati dengan perantara HDL, proses ini disebut transportasi balik kolesterol.
Gambar 2.4. Metabolisme HDL dan reverse cholesterol transport Rader
Hoobs , 2008
Partikel HDL nascent yang disintesis oleh usus dan hati, mengandung apoA -I dan fosfolipid terutama lesitin . HDL nascent akan mendekati makrofag untuk
mengambil kolesterol tanpa esterifikasi dan fosfolipid tambahan melalui bantuan protein membran yaitu ABCA1 yang membawa kolesterol ke permukaan sel
makrofag. Setelah tergabung dalam partikel HDL , kolesterol akan diesterifikasi menjadi kolesterol ester oleh LCAT. Kolesterol HDL akan diangkut menuju baik
melalui jalur langsung ke hati maupun jalur tidak langsung melalui VLDL dan IDL. Jalur langsung, Kolesterol HDL diambil langsung oleh hepatosit melalui
scavenger receptor class B-I SR-BI , suatu reseptor permukaan sel yang
menengahi transfer selektif lipid ke sel-sel . Jalur tidak langsung, kolesterol ester dalam HDL akan dipertukarkan dengan TG dari VLDL dan IDL dengan bantuan
CETP Rader Hoobs , 2008.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Kadar Lipid Serum Normal
Trigliserida mgdL 150
Optimal 150-199
Diinginkan 200-499
Tinggi -500
Sangat Tinggi Kolesterol LDL mgdL
100 Optimal
100-129 Mendekati optimal
130-159 Diinginkan
160-189 Tinggi
-190 Sangat Tinggi
Kolesterol HDL mgdL 40
Rendah -60
Tinggi Sumber : Adam, J.M., 2009. Dislipidemia. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam . Jakarta: InternaPublishing, hal. 1984–1987. Menurut
National Cholesterol Education Program NCEP Adult Treatment Panel ATP III.
2.3. Hubungan Psoriasis dan Profil Lipid
Psoriasis merupakan suatu proses peradangan yang melibatkan sel Th-1. Kesamaan jalur dalam proses inflamasi menghubungkan psoriasis dengan
penyakit lain seperti obesitas, sindrom metabolik, diabetes, aterosklerosis, dan infark miokard. Jumlah sitokin Th-1, molekul adhesi seperti ICAM-1 dan E-
selektin, dan faktor-faktor angiogenik seperti VEG-F di sirkulasi didapati meningkat pada psoriasis, obesitas, dan penyakit arteri koroner Griffiths dan
Barker, 2014 . Mediator-mediator inflamasi pada kondisi tersebut memiliki efek pleiotropik pada berbagai proses seperti angiogenesis, pensinyalan insulin,
adipogenesis, metabolisme lipid, perdagangan sel imun, dan proliferasi epidermal. Sitokin inflamasi Th1 seperti TNF-
α meningkat pada kulit dan darah pasien
Universitas Sumatera Utara
psoriasis. Demikian pula , TNF- α juga disekresi dalam jaringan adiposa dan
merupakan petanda penting dari peradangan kronis yang terlihat pada obesitas Azfar Gelfand, 2008.
Hubungan antara abnormalitas lipid dan imunologik yang terjadi pada psoriasis telah diteliti, itu sebabnya penyakit ini dapat digambarkan sebagai suatu
sindroma imunometabolik. Psoriasis merupakan suatu inflamasi kronis yang dicirikan oleh peningkatan aktifitas sel Th-1 dan Th-7. Peran penting dari sitokin
telah dilaporkan, seperti TNF- α, IL-8, IFN-γ, IL-1, dan IL-17, dalam
perkembangan abnormalitas proatheromatous dislipidemia, resistensi insulin, disfungsi endotel, aktivasi sistem klot, dan proaksidatif stress Pietrzak et al,
2010. Penelitian Cohen dkk. 2007 menunjukkan dari 340 pasien psoriasis terdapat 173 pasien 50,9 mengalami dislipidemia OR :1,2; IK: 1,0-1,6.
Hampir setengah abad yang lalu penelitian mengenai kadar lipid serum pada psoriasis telah dilakukan. Lea, Cornish dan Blok melaporkan peningkatan
konsentrasi serum lipid pada pasien psoriasis. Sejak itu banyak penelitian dilakukan dalam bidang ini, sebagian besar secara konsisten menunjukkan
peningkatan prevalensi kelainan lipid pada psoriasis. Pengubahan lipid plasma dan komposisi lipoprotein, termasuk peningkatan kadar TC, TG, LDL, dan
penurunan HDL, menunjukkan bahwa psoriasis dapat dikaitkan dengan gangguan metabolisme lipid Banerjee et al, 2014.
Wilkinson mengamati peningkatan konsentrasi kolesterol lima kali lipat terjadi pada ruam psoriasis dibandingkan dengan permukaan kulit yang sehat.
Pengubahan dalam struktur lipid telah dijelaskan melalui peningkatan metabolisme dan transportasi asam lemak di epidermis kulit psoriatik,
peningkatan konsentrasi protein psoriasis terkait protein pengikat asam lemak dan penurunan relatif konsentrasi asam lemak bebas dalam ruam psoriasis Pietrzak
dan Toruń, 2002. Penelitian yang dilakukan oleh Lustia dkk. 2009 juga
menunjukkan kelainan metabolisme lipid yang terjadi pada populasi psoriasis. Dimana 56 pasien mengalami penurunan HDL, 40 pasien mengalami peningkatan
TG, dan 45 pasien mengalami peningkatan LDL.
Universitas Sumatera Utara
Data lain menunjukkan bahwa dislipidemia yang ditandai oleh peningkatan TG, kolesterol total, LDL dan penurunan HDL muncul lebih dahulu
daripada onset psoriasis Dalamaga Papadavid , 2013. Metabolisme abnormal dari lemak dipertimbangkan menjadi faktor penting dalam etiopatogenesis
psoriasis. Pada sel kulit normal, proses pematangan dan penggantian kulit mati terjadi setiap 28-30 hari sekali. Psoriasis menyebabkan pematangan sel kulit
dalam waktu kurang dari seminggu. Karena tubuh tidak dapat meluruhkan sel kulit tua secepat pertumbuhan kulit baru, kulit mati akan membentuk plak pada
lengan, punggung, dada, siku, kaki, kuku, scalp, dan lipatan bokong. Pelepasan terus menerus ruam psoriasis menyebabkan kehilangan permanen lipid yang
berakibat abnormalitas serum lipid. Pada psoriasi, terdapat perubahan kandungan ceramide dan abnormal struktur lipid. Lipid total, fosfolipid, triasilgliserol, dan
kolesterol mengalami peningkatan baik di darah maupun epidermis penderita psoriasis Mohammed , 2013.
Bagian dari fungsi penyimpanan energi yaitu jaringan adiposa akan menyekresikan beberapa adipositokin bioaktif pengatur proses fisilogi dan
patologi , termasuk nafsu makan, sensitifitas dan resistensi insulin, imunitas dan inflamasi. Peningkatan adiposit yang diikuti dengan peningkatan berat badan
dikaitkan dengan peningkatan kadar adipositokin, TNF- α, IL6, leptin, resistin dan
visfatin, serta penurunan adiponektin. Jadi, obesitas berpotensi dalam proses timbulnya inflamasi psoriasis dan dalam waktu bersamaan juga memperparah
sindroma metabolik Dalamaga Papadavid , 2013. Namun pendapat lain mengatakan selama proses inflamasi berlangsung
terjadi perubahan lipoprotein. Selama proses inflamasi, terjadi peningkatan kadar TG dan VLDL. Inflamasi menghambat pembersihan TG dengan menurunkan
aktivitas dan kadar VLDL-apoE. Sitokin-sitokin seperti TNF- α, IL-1, IL-2, IFN-α
dan IL-6 meningkatkan TG plasma dengan menstimulasi sekresi partikel-partikel kaya TG VLDL hepar dan sintesis TG di sel-sel hepar. TNF-
α menginduksi lipolisis dan sintesis asam lemak “de novo”. IL-1 juga dapat menstimulasi sintesis
asam lemak “de novo”. Peningkatan lipolisis yang dimediasi oleh lipase menghasilkan lebih besar jumlah asam lemak bebas yang mengalir ke hati,
Universitas Sumatera Utara
sehingga meningkatkan sekresi lipoprotein VLDL. Sitokin-sitokin dapat juga menstimulasi sintesis kortisol dan katekolamin yang menyebabkan peningkatan
proses lipolisis. Inflamasi menghambat clearance TG dengan mengurangi ativitas LPL dan kadar VLDL terkait apoE. ApoE penting untuk uptake selular terhadap
partikel kaya TG. TNF- α dan IL-1 menyebabkan pengurangan apoE RNA
messenger hapatik dan ekstrahepatik, penurunan sekresi apoE pada hewan dan sel
kultur Latha,2009; Esteve, Ricart, Fernandez, 2004.
Tabel 2.3.
Perubahan dan efek proaterogenik potensial lipoprotein selama proses infeksi dan inflamasi
Perubahan Efek
VLDL
Peningkatan kadar VLDL Menyediakan substrat lipid untuk uptake
makrofag Penurunan LPL dan HL
Menurunkan clearance lipoprotein kaya trigliserida
Peningkatan konten spingolipid Menurunkan clearance lipoprotein kaya
trigliserida Penurunan ekspresi apoE jaringan
Menurunkan clearance lipoprotein
LDL
Peningkatan small dense LDL Meningkatkan kerentanan LDL terhadap
oksidasi; meningkatkan penetrasi LDL melewati endotelium; meningkatkan interaksi
dengan proteoglikan dinding arteri dan retensi LDL di dinding arteri
Peningkatan aktivitas PAF-AH Meningkatkan produksi LPC
lysophosphatidylcholine Peningkatan sPLA2
Pelepasan polyunsaturated fatty acid PUFA dari pospolipid yang dapat menjadi asam
lemak teroksidasi. Peningkatan konten spingolipid
Memfasilitasi agregasi LDL dan uptake ke
Universitas Sumatera Utara
makrofag Peningkatan seruloplasmin
Meningkatkan oksidasi LDL
HDL
Penurunan HDL dan apoA-1 Mengganggu pembersihan kolesterol yang
dimediasi apolipoprotein dari sel Penurunan LCAT
Mengganggu pembersihan kolesterol dari sel dengan difusi
Penurunan CETP Mengganggu transfer kolesterol ke
lipoprotein kaya trigliserida Penurunan HL
Mengurangi generasi pre- β HDL
Penurunan PLTP Mengurangi generasi pre-
β HDL; mengurangi konten pospolipid HDL
Peningktan SAA Menurunkan ketersediaan kolesterol dalam
HDL untuk dimetabolisme oleh hepatosit; meningkatkan uptake kolesterol ke makrofag
Peningkatan sPLA2 Menurunkan konten pospolipid HDL dan
mengganggu pembersihan kolesterol dengan meningkatkan aliran kolesterol dari HDL ke
sel-sel Peningkatan aktivitas PAF-AH
Meningkatkan produksi LPC Penurunan PON
Menurunkan kemampuan HDL untuk melawan oksidasi LDL
Peningkatan apoJ Menyebabkan diferensiasi sel otot polos
dinding arteri Sumber : Latha, K.P., 2009. Serum Lipids And Lipoproteina Levels in Psoriasis.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5.
Mekanisme hipertrigliseridemia terkait inflamasi Latha, 2009
Kadar apoprotein C3 juga diduga menghambat lipoprotein lipase dan TG lipase hati, enzim-enzim yang bertanggung jawab atas pembersihan partikel kaya
TG dari plasma. Pada psoriasis peningkatan kadar apoprotein C3 menginduksi perkembangan hipertrigliseridemia. Apoprotein E diduga terlibat dalam regulasi
TG dan LDL. Gen apoprotein E berperan pada psoriasis karena pada penyakit kulit psoriasis ada down regulation ekspresi apoprotein E yang mengarah pada
peningkatan kadar TG dan LDL Banerjee et al, 2014. Pengaruh inflamasi terhadap kadar LDL adalah dengan menyebabkan
disregulasi ekspresi LDL-R. TNF- α dan IL-1 menekan LDL-R yang disebabkan
oleh konsentrasi kolesterol intraselular yang tinggi. Inflamasi juga menyebabkan peningkatan ekspresi SRs dan sel busa dengan peningkatan aktivitas promoter gen
SR. Akumulasi kolesterol oleh disregulasi LDL-R atau jalur SR, selain penurunan efflux kolesterol dependent-ABCA-1, menyebabkan pembentukan sel busa.
Mekanisme akumulasi sel kolesterol mengakibatkan penurunan LDL selama APR. Kadar TNF-
α yang tinggi meningkatkan LDL kecil dan padat. Partikel LDL
Universitas Sumatera Utara
yang kecil bersifat atherogenicity karena afinitas terhadap LDL-R yang rendah yang berpotensi teroksidasi lebih tinggi, kemampuan melewati dinding intima
arteri dan mudah ditarik oleh sel busa Latha, 2009; Esteve, Ricart, Fernandez, 2004.
Inflamasi juga dikaitkan dengan penurunan kadar kolesterol HDL. HDL yang bersirkulasi selama inflamasi miskin akan kolesterol ester namun kaya
kolesterol bebas, TG, dan spingolipid. Kadar HDL terkait apoA-1 dan PON menurun. Selain itu, ada pengurangan protein plasma yang berperan besar dalam
metabolisme HDL dan transport balik kolesterol, seperti LCAT, CETP, HL dan PLTP. Pengubahan ini menghasilkan partikel HDL kecil yang lebih cepat di
katabolisme dan dieliminasi dari sirkulasi. Sedangkan saat inflamasi kadar sPLA2 di sirkulasi meningkat. Salah satu mekanisme HDL sebagai anti-
atherogenic adalah kemampuannya melindungi LDL dari oksidasi. Beberapa
HDL terkait protein yang memiliki efek antioksidan ini adalah PAF-AH, PON, seruloplasmin dan transferin. HDL adalah penerima efflux kolesterol. Proses ini
difasilitasi secara pasif oleh kolesterol tergantung gradien difusi dari kolesterol ke HDL dan secara aktif oleh interaksi pra-
βHDL dan ABCA1. Sinyal LXR sangat penting untuk memulai respon homeostatis pembebanan lipid seluler dan
aktivitasnya menginduksi ekspresi gen yang terlibat dalam kolesterol efflux seperti ABCA1, PLTP dan apoE yang akhirnya mentransfer kelebihan kolesterol
ke lipoprotein binding-apoE.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6.
Mekanisme pemuatan lipid intraseluler, gangguan transportasi balik kolesterol dan kapasitas antioksidan HDL Latha, 2009
Sitokin menghambat kolesterol efflux dari sel dengan mengurangi ekspresi gen ABCA1 dan meningkatkan konsentrasi kolesterol intraseluler. Inflamasi
menghambat signal LXR penghalang kolesterol efflux melalui ABCA1, PLTP dan apoE; dan juga menekan induksi LDL-R dengan konsentrasi kolesterol
intraselular yang tinggi dan induksi ekspresi SRs. Pengubahan ini mengakibatkan rendahnya kadar apoA-1 dan HDL di sirkulasi pada penyakit inflamasi.
Protein PON melindungi LDL dari stress oksidatif. Penipisan PON mnghasilkan hilangnya fungsi antioksidan HDL. Sitokin IL-6 menstimulasi
hepar memproduksi dan mensekresi sPLA2. Senyawa ini menghidrolisis pospolipid HDL dan mengurangi ukuran HDL tanpa meningkatkan pra-
βHDL, yang menginduksi katabolisme HDL. Meningkatnya kadar sPLA2 mempercepat
perkembangan aterosklerosis Latha, 2009. Holzer dkk. 2012 mengamati gangguan yang signifikan dari HDL kulit
psoriatik untuk memobilisasi kolesterol dari makrofag, langkah penting pertama dari transportasi balik kolesterol. Yang penting, kemampuan efflux kolesterol
berkorelasi negatif dengan tingkat keparahan psoriasis. Temuan ini meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan bahwa disfungsional HDL memberikan kontribusi untuk mempercepat aterosklerosis pada pasien psoriasis.
Penurunan HDL berhubungan erat dengan pengurangan aktivitas insulin, yang menentukan sekresi asam lemak bebas adiposit. Akibatnya, hati
memproduksi lebih VLDL dari TG, yang dipertukarkan oleh kolesterol ester HDL dan LDL dan menghasilkan partikel HDL kaya TG, yang merupakan substrat dari
lipase hepatik; pada gilirannya, enzim ini mengurangi ukuran HDL, sehingga meningkatkan pembersihan ginjal dan menyebabkan penurunan kadarnya dalam
darah Lustia et al, 2009.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian