Teori Kognitif TEORI BELAJAR

7 kebiasan bila respon tersebut berhubungan dengan berbagai macam stimulus. Sebagai contoh, orang yang mempunyai kebiasaan merokok tidak hanya berhubungan dengan satu macam stimulus misalnya kenikmatan merokok. Tetapi juga dengan stimulus-stimulus lain seperti minum kopi, berkumpul dengan teman-teman, ingin nampak gagah dan lain- lain. MENURUT BEHAVORISME, REAKSI YANG BEGITU KOMPOLEKS AKAN MENIMBULKAN TINGKAH LAKU MENURUT TEORI KOGNITIF , BELAJAR TIDAK HANYA SEKEDAR MELIBATKAN HUBUNGAN ANTARA STIMULUS DAN RESPON, LEBIH DARI ITU BELAJAR MELIBATKAN PROSES BERFIKIR YANG SANGAT KOMPLEKS TEORI HUMANISTIK LEBIH TERTARIK PADA IDE BELAJAR DALAM BENTUKNYA YANG PALING IDEAL DARI PADA BELAJAR SECARA APA ADANYA, SEPERTI APA YANG BIASA KITA AMATI DALAM DUNIA KESEHARIAN MENURUT TEORI SIBERNETIK, ITU BELAJAR ADALAH PENGELOLAAN INFORMASI

2. Teori Kognitif

Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar itu sendiri. Belajar tidak hanya sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks. Teori ini sangat berkaitan dengan teori Sibernetik. Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpisah-pisah tetap mengalir, bersambung-sambung menyeluruh. Beberapa pendapat ahli adalah sebagai berikut. a. Jean Piaget Menurut Jean Piaget 1975 proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan yaitu 1 asimilasi, 2 akomodasi, 3 equilibrasi penyeimbangan. Proses asimilasi adalah proses penyatuan pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam 8 benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. b. Model Gestalt Psikologi mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar Gestalt. Peletak dasar psikologi Gestalt adalah Mex Wertheimenr 1880 – 1943 yang meneliti tentang pengamatan dalam problem solving. Dari pengamatannya ia sangat menyesalkan penggunaan metode menghafal di sekolah dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis. c. Teori “Cognitive-Field” dari Lewin Kurt Lewin mengembangkan suatu teori belajar Cognitive- field dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi sosial. Lewin memandang masing-masing individu berada di dalam satu medan kekuatan, bersifat psikologis. Medan kekuatan psikologis dimana individu beraksi disebut “Life Space” yang mencakup perwujudan lingkungan di mana individu beraksi. Menurut Lewin belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan yaitu satu dari struktur medan kognisi itu sendiri, yang lainnya dari kebutuhan dan motivasi internal individu. Lewin memberikan peranan yang lebih pada motivasi daripada Reward. d. Teori Discovery Learning dari Jerome Bruner Yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif di dalam belajar di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebut Discovery Learning. Yaitu di mana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Banyak pendapat yang mendukung Discovery Learning itu diantaranya J. Dewey 1993 dengan Complete Art Reflective Activity atau dikenal dengan Problem Solving. Ide Bruner ini di tulis dalam bukunya Process of Education. Didalam buku itu ia melaporkan hasil dari suatu konferensi diantara para ahli science, ahli sekolah pengajar dan pendidik tentang pengajaran science dalam hal ini ia berpendapat bahwa mata pelajaran dapat 9 diajarkan secara efektif dalam membentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pada tingkat permulaan pengajaran hendaknya dapat diberikan melalui cara-cara yang bermakna. Dan makin meningkat ke arah abstrak. e. David P. Ausubel Menurut Ausubel, belajar menerima dan menemukan masing-masing dapat merupakan hafalan atau bermakna, tergantung pada situasi terjadinya belajar. Yang jelas bahwa belajar dengan hafalan berbeda dengan belajar bermakna. Menghafal sebenarnya mendapatkan informasi yang diperoleh tersebut ke dalam struktur kognitif belajar hafalan adalah suatu proses belajar yang dlakukan dengan mengingat kata demi kata. Sedangkan belajar bermakna merupakan rangkain proses belajar yang memberikan hasil yang bermakna. Belajar dikatakan bermakna jika informasi yang dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitif siswa, sehingga siswa dapat mengkaitkan pengetahuan baru tersebut dengan struktur kognitifnya. Menurut Ausubel 1968 siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut “pengatur kemajuan belajar” advance organizers didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi mencakup semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa.

3. Teori Humanistik