tempuh yang dekat, ribet, repot, panas, tidak nyaman, tidak ada polisi yang jaga serta malas.
Hal ini mencerminkan bahwa responden memiliki pengetahuan yang baik namun belum secara sadar memahami maksud dan tujuan dari perilaku
keselamatan berkendara
safety riding.
sehingga tidak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan responden masih belum
aware
atau peduli terhadap tindak pencegahan terjadinya kecelakaan lalu lintas. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa responden yang memiliki pengetahuan yang kurang maupun baik dapat mempengaruhi dalam perilaku keselamatan berkendara
safety riding.
Sebaiknya, selalu berhati-hati ketika berkendara, mematuhi rambu-rambu dan marka jalan, serta mengehindari beberapa hal seperti jangan mengemudi jika
lelah, jangan menggunakan
handphone
ketika berkendara, selalu menjaga jarak aman, jangan mengemudi dengan kecepatan tinggi, jangan mengemudi dibawah
pengaruh alkohol dan narkoba Muthfisari, 2007:29.
5.1.2 Hubungan antara Sikap dengan Perilaku Keselamatan Berkendara
Safety Riding
Berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukan bahwa ada hubungan antara sikap dengan perilaku keselamatan berkendara
safety riding
pada mahasiswa dengan nilai
p-value =
0,038. Hasil penelitian ini diperkuat penelitian yang dilakukan oleh Ariwibowo 2013:6 yang menyatakan terdapat hubungan
antara sikap terhadap praktek
safety riding p
= 0,001. Hal ini dikarenakan pada hasil penelitian, sebanyak 71,7 memiliki sikap yang kurang baik mengenai
perilaku keselamatan berkendara
safety riding
. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan Ariwibowo 2013:5, pada penelitian tersebut 60,8 memiliki
sikap yang kurang terhadap praktek
safety riding.
Hasil penelitian di lapangan menunjukan, responden yang memiliki sikap kurang baik yaitu sebesar 53,8 berperilaku tidak aman dalam berkendara
safety riding,
sedangkan pada responden yang memiliki sikap baik hanya 33,3 berperilaku aman dalam keselamatan berkendara
safety riding.
Hasil ini membuktikan bahwa sangat perlu adanya pengembangan sikap terhadap budaya
keamanan dan keselamatan berkendara di lingkungan kampus. Perlu kita sadari bersama bahwa dalam penggunaan fasilitas jalan, kita
tidak sendirian. Namun, kita berkendara dengan bersama banyak orang. Pasalnya kita hidup bermasyarakat. Diperlukan adanya etika berlalu lintas, yaitu pedoman
sikap atau aturan yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain di dalam berlalu lintas. Tanpa adanya etika berlalu lintas, mungkin kita tidak bisa
membayangkan, pasti sering terjadi kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Kejadian ini disebabkan kurangnya tenggang rasa antar pengguna jalan, pengemudi
cenderung egois ingin cepat sampai. Jika hal ini dibiarkan terus-menerus, maka angka kecelakaan akan semakin meningkat Rahardjo, 2013:37.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang, belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan kesiapan
untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek Notoatmodjo, 2012:140.
Seseorang yang mempunyai latar belakang pendidikan yang baik akan bersikap disiplin terhadap peraturan lalu lintas yang berlaku. Dalam kaitannya
dengan pengemudi, pengemudi dengan pendidikan yang memadai akan dapat memberikan keputusan-keputusan yang preventif terhadap kondisi lingkungan
sekitar saat mengemudi, lebih mementingkan umum atau keselamatan orang lain, dan sekaligus menjaga keamanan diri Rifal, 2015:4.
Kenyataan dilapangan, seorang mahasiswa tentunya seseorang yang berpendidikan, namun disisi lain sebagian besar mahasiswa tidak bersikap disiplin
dalam berlalu lintas. Misalnya, tidak membawa SIMSTNK setiap kali berkendara karena pinjam motor teman, memegang
handphone
ketika berkendara, servis sepeda motor hanya dilakukan pada saat terjadi kerusakan, tidak menyalakan
lampu sign kanan dan kiri sebelum belok depan saat berkendara karena lupa, tidak menggunakan jaket atau pakaian pelindung, sepatupelindung kaki yang menutup
mata kaki ketika setiap kali berkendara, serta tidak menggunakan helm karena malas dan jarak tempuh yang dekat.
Sebaiknya, sesuai dengan UU No. 22 Tahun 2009 pasal 203 ayat 2 bahwa program nasional keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan diantaranya yaitu
tentang cara berkendara dengan selamat
safety riding,
seperti larangan mendengarkan musik saat mengendarai sepeda motor, larangan menerima telepon
saat mengendarai sepeda motor, larangan merubah warna sepeda motor dan harus sesuai dengan warna di STNK, wajib menyalakan lampu pada siang dan malam
hari, dilarang merokok saat mengendarai sepeda motor, wajib menggunakan helm
Standar Nasional Indonesia SNI, serta membawa surat kelengkapan seperti SIM dan STNK.
5.1.3 Hubungan antara Persepsi dengan Perilaku Keselamatan Berkendara