untuk mengobati asma dan akarnya digunakan untuk mengobati batuk. Di Brazil larutan ekstrak daun atau keseluruhan tanaman ini digunakan untuk
mengobati kolik, demam, flu, diare, rematik, kejang-kejang atau sebagai tonik. Sebagai pestisida nabati, ekstrak kloroform tanaman ini telah diuji
toksisitasnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kloroform A. conyzoides mempunyai efek toksik terhadap larva Artemia salina. Ekstrak
metanol daun dan akar tanaman juga dapat menghambat bakteri S. Pyogenes. Daun yang diekstrak dengan metanol pada konsentrasi 1
beracun terhadap serangga. Tepung daunnya yang dicampur dengan tepung terigu mampu menghambat pertumbuhan larva sehingga menjadi
pupa, seperti nyamuk, hama pascapanen Sitophilus sp. dan Callosobuchus sp., nematoda Meloidogyne incognita dan sebagainya Wijayanto,
2016. Sedangkan, menurut Agromedia 2008 herba bandotan berasa sedikit pahit, pedas, dan sifatnya netral. Karena itulah bandotan dapat
digunakan sebagai penolak serangga insect repellent.
6. Kandungan Metabolit Sekunder Tanaman Ageratum conyzoides L.
Berikut kandungan senyawa metabolit sekunder pada tanaman Ageratum conyzoides L. :
a. Flavonoid
Flavonoid adalah kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam terutama pada jaringan tumbuhan tinggi. Senyawa
ini merupakan produk metabolik sekunder yang terjadi dari sel dan terakumulasi dari tubuh tumbuhan sebagai zat racun Robinson, 1995.
Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dengan mengecualikan alga. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua
bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nectar, bunga, buah, dan biji. Penyebaran jenis flavonoid pada golongan
tumbuhan yang terbesar, yaitu angiospermae. Selain itu, flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai gugus hidroksil yang tak
tersulih, atau suatu gula, sehingga flavonoid cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, dan air Markham, 1988.
Menurut Dinata 2009 flavonoid merupakan senyawa kimia yang memiliki sifat insektisida. Flavonoid menyerang bagian syaraf pada
beberapa organ vital serangga sehingga timbul suatu perlemahan syaraf, seperti pernapasan dan menimbulkan kematian. Flavonoid juga
dapat menghambat daya makan serangga antifeedant. Bila senyawa ini masuk dalam tubuh serangga, maka alat pencernaannya akan
terganggu. Senyawa ini juga bekerja dengan menghambat reseptor perasa pada daerah mulut serangga. Hal ini mengakibatkan serangga
gagal mendapatkan stimulus rasa sehingga tidak mampu mengenali makanannya. Akibatnya serangga mati kelaparan.
b. Alkaloid
Menurut Harbone 1996 alkaloid sekitar 5500 telah diketahui merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloid
mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen. Sedangkan, menurut Sjamsul Arifin Achmad 1986
alkaloid adalah golongan senyawa organik yang banyak ditemukan di alam. Sebagian besar alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luar
dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua alkaloid mengandung paling sedikit sebuah atom nitrogen yang biasanya bersifat basa. Sebagian
besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Definisi tentang alkaloid harus dibatasi karena asam amino, peptida
dan nukleotida bukanlah suatu alkaloid. Bagi tumbuhan, alkaloid berfungsi sebagai senyawa racun yang
melindungi tumbuhan dari serangga atau herbivora hama dan penyakit, pengatur tumbuh atau sebagai basa mineral untuk
mempertahankan keseimbangan ion Sudarma, 2014. Umumnya alkaloid merupakan senyawa padat, berbentuk kristal, tidak berwarna
dan mempunyai rasa pahit. Menurut Harborne 1996 alkaloid umumnya tidak ditemukan pada gymnospermaae, paku-pakuan, lumut
dan tumbuhan rendah lainnya. Alkaloid juga mampu menghambat pertumbuhan serangga, terutama tiga hormon utama dalam serangga
yaitu hormon otak brain hormone, hormon edikson, dan hormon pertumbuhan juvenile hormone. Tidak berkembangnya hormon
tersebut dapat menyebabkan kegagalan metamorphosis. Alkaloid dapat ditemukan pada biji, daun, ranting dan kulit dari
tumbuh-tumbuhan. Kadar alkaloid dari tumbuhan dapat mencapai 10 –
15 . Alkaloid kebanyakan bersifat racun, tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Alkaloid merupakan senyawa tanpa warna,
sering kali bersifat optik aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan misalnya nikotin pada suhu kamar
Sabirin, et al., 1994. Berdasarkan penelitian Janzen et.al 1977 pada konsentrasi 0,1 alkaloid telah bersifat toksik dan berpengaruh secara
farmakologi terhadap hewan. c.
Saponin Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida ataupun
glikosida steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya
membentuk busa dan menghemolisa sel darah mupun glikosida steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti
sabun serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisa sel darah merah Harborne, 1996.
Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin. Saponin tersebar luas di antara tanaman tinggi, keberadaan
saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila dikocok menimbulkan buih yang stabil.
Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan dapat menyebabkan bersin dan bersifat racun bagi hewan berdarah dingin,
banyak di antaranya digunakan sebagai racun ikan Gunawan dan Mulyani, 2004.
Saponin termasuk ke dalam senyawa terpenoid. Aktivitas saponin ini di dalam tubuh serangga adalah mengikat sterol bebas dalam
saluran pencernaan makanan dimana sterol itu sendiri adalah zat yang berfungsi sebagai perkusor hormon edikson, sehingga dengan
menurunnya jumlah sterol bebas dalam tubuh serangga akan mengakibatkan terganggunya proses pergantian kulit moulting pada
serangga. Saponin memiliki efek lain menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus larva sehingga dinding
traktus digestivus larva menjadi korosif Aminah dkk., 2001. Menurut Marfu’ah 2005 saponin dapat merusak sistem saraf hama, efeknya
nafsu makan hilang. Hal tersebut menyebabkan hama kurang makan dan akhirnya mati.
d. Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, minyak
esensial karena pada suhu kamar mudah menguap. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya.
Dalam keadaan segar dan murni, minyak atsiri umumnya tidak berwarna. Namun, pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat
teroksidasi. Untuk mencegahnya, minyak atsiri harus disimpan dalam bejana gelas yang berwarna gelap, diisi penuh, ditutup rapat, serta
disimpan di tempat yang kering dan sejuk Gunawan dan Mulyani, 2004.
Properti minyak atsiri berhubungan dengan senyawa yang dikandungnya terutama dari golongan terpen, alkohol, aldehid, dan
fenol seperti karvakrol, eugenol, timol, sinamaldehid, asam sinamat, dan perilaldehid Burt, 2007. Selain itu, Rodriguez Levin 1975
dalam Sukandar dkk., 2007:1 mengemukakan bahwa minyak atsiri memiliki pengaruh sebagai penarik, atau sebagai insektisida pada
serangga. Menurut Sudaryani dan Sugiharti 1998 pada tanaman, minyak
atsiri mempunyai tiga fungsi, yaitu: 1 membantu proses penyerbukan dan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, 2 mencegah
kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan, dan 3 sebagai cadangan makanan bagi tanaman.
Menurut Hartati 2012 minyak atsiri juga mempunyai peluang untuk dikembangkan menjadi produk-produk derivat lainnya seperti
pestisida. Pengembangan produk-produk derivat dari minyak atsiri diharapkan dapat mengurangi atau menggantikan produk-produk yang
berasal dari bahan kimia sintetik.
7. Potensi Tanaman Ageratum conyzoides L. sebagai Insektisida Nabati