Pelanggan Pekerja Seks Perempuan

25 Tabel 2.1: Perkiraan Jumlah Pekerja Seks Perempuan dan Pelanggannya di Bali tahun 2009 Kabupaten Kota Jumlah Pekerja Seks Perempuan Jumlah Pelanggan PSP Langsung Tidak Langsung Total Jembrana 440 504 944 13.268 Tabanan 280 493 773 9.905 Badung 500 1.750 2.250 25.029 Gianyar 175 577 752 8.457 Klungkung 50 465 515 4.961 Bangli 25 408 433 3.967 Karangasem 125 471 596 6.548 Buleleng 150 632 782 8.448 Denpasar 2.200 1.433 3.633 57.155 Bali Total 3.945 6.738 10.683 137.738 Sumber: Kemenkes RI, 2009

2.4 Pelanggan Pekerja Seks Perempuan

Pelanggan pekerja seks perempuan adalah lelaki yang mengeluarkan biaya untuk membayar atau membeli jasa pada pekerja seks perempuan demi kepuasan seks. Pada tahun 1966 Demographic Health Surveys DHS di Zambia memasukkan semua jenis pengeluaran untuk layanan seks, seperti uang, hadiah atau barang lainnya, maka diperoleh prevalensi sebesar 24. Sedangkan survei yang sama pada tahun 2001 hanya memakai uang sebagai alat transaksi, maka ditemukan prevalensi lebih rendah, yaitu hanya sebesar 10 Leclerc dan Garenne, 2001. 26 Pelanggan pekerja seks perempuan termasuk kelompok lelaki yang mempunyai perilaku risiko tinggi LBT tertular IMS dan HIV. Lebih dari separuh pelanggan PSP di Kauyuan, China mempunyai pasangan seks yang reguler, dimana 60,5 tidak pernah memakai kondom. Xia dkk., 2010. Hasil survei di Zambia 2001, memperoleh gambaran bahwa 26,8 lelaki usia seksual aktif pernah membeli seks dan 13,2 memanfaatkan pelayanan pekerja seks dalam 12 bulan terakhir Leclerc dan Garenne, 2001. Mayoritas pelanggan pekerja seks perempuan yang menjadi responden di Karnataka, India 66 Shaw dkk., 2011 dan di Yunan, China 59,7 Xia dkk., 2010 melaporkan mempunyai pasangan reguler termasuk istri dan atau pacar. Sedangkan di Zambia pelanggan pekerja seks perempuan secara bermakna p0,001 didominasi oleh lelaki yang tidak menikah 29,3 dibandingkan dengan lelaki menikah 6,7. Usia pelanggan di Zambia mempengaruhi lelaki beristri mengunjungi pekerja seks perempuan, yaitu kunjungan ke pekerja seks perempuan semakin menurun secara bermakna dengan bertambahnya umur pelanggan Leclerc dan Garenne, 2001. Umur pelanggan pekerja seks perempuan membeli jasa seks pertama kali bervariasi di berbagai negara, yaitu rata-rata usia 22 tahun di Karantaka, India Shaw dkk., 2011, 22-26 tahun di Yunnan, China Xia dkk., 2010, dan lebih muda lagi 15-16 tahun di Zambia Leclerc dan Ganrenne, 2001. Umur pelanggan waktu pertama kali melakukan hubungan seks dengan pekerja seks perempuan mempunyai efek yang sama pada kelompok lelaki menikah maupun tidak menikah, semakin muda umurnya maka makin cenderung akan menjadi pelanggan pekerja seks perempuan Leclerc dan Ganrenne, 2001. 27 Rata-rata seorang pelanggan mengunjungi pekerja seks perempuan adalah 4,3 orang yang berbeda dalam kurun waktu 6 bulan di India Shaw dkk., 2011, 3,8 kali per tahun di Zambia Leclerc dan Ganrenne, 2001, sedangkan di China dilaporkan lebih dari sekali dalam sebulan Xia dkk, 2010. Sebagian besar 85 pelanggan melakukan kontak dengan pekerja seks perempuan lebih dari sekali, dan kurang dari separuhnya mengadakan kontak dengan pekerja seks perempuan yang reguler, yaitu 42 di India Shaw dkk., 2011 dan 26 di China Xia dkk., 2010. Banyak variabel yang mempengaruhi pelanggan pekerja seks perempuan untuk membeli seks antara lain adalah: tempat tinggal, pendidikan, keadaan sosial-ekonomi, pemakaian alat kontrasepsi dan suka bepergian ke luar daerah. Variabel tempat tinggal di daerah pedesaan mempunyai kontribusi yang positif bagi pelanggan untuk mencari dan membeli jasa seks, khususnya pada lelaki yang telah menikah Leclerc dan Ganrenne, 2001. Status sosial ekonomi meliputi pendidikan dan penghasilan yang rendah juga mempunyai kecenderungan bagi lelaki untuk mencari pekerja seks perempuan. Pendidikan pelanggan menengah ke atas mempunyai pengaruh terhadap status lelaki lajang sedangkan tingkat penghasilannya berpengaruh pada lelaki yang menikah Leclerc dan Ganrenne, 2001. Pemakaian alat kontrasepsi atau kondom berpengaruh pada lelaki pelanggan yang telah menikah tetapi tidak pada lelaki lajang. Lelaki yang sering melakukan perjalanan tanpa disertai keluarga mempunyai kecenderungan untuk meningkatkan risiko mencari jasa seks Leclerc dan Ganrenne, 2001. 28 Status perkawinan dan jumlah anak tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kegiatan pelanggan mencari pekerja seks perempuan. Sedangkan durasi perkawinan mempunyai efek, yaitu perkawinan yang berlangsung lebih lama akan menurunkan risiko pelanggan mengunjungi pekerja seks perempuan, tetapi tidak ada pengaruh pada duda dan lelaki yang telah bercerai. Pada kelompok lelaki yang tidak menikah terjadi peningkatan kunjungan ke pekerja seks perempuan dalam setahun apabila mempunyai jumlah pasangan seks dua orang atau lebih Leclerc dan Ganrenne, 2001. Konsumsi alkohol Psi Haiti, 2009; Leclerc dan Garenne, 2001 dan kebiasaan merokok Leclerc dan Garenne, 2001 mempunyai efek yang meningkatkan risiko pelanggan dalam mengunjungi pekerja seks perempuan. Lebih dari separuh pelanggan pekerja seks perempuan melaporkan bahwa mereka mengkonsumsi alkohol sebelum berkunjung ke lokasi pelacuran di negara China Xia dkk., 2010, Thailand, Australia, Belanda dan Zimbabwe Li dkk., 2010. Selain pelanggan maka pekerja seks perempuan juga melaporkan mempunyai kebiasaan minum-minum alkohol bersama-sama dengan para pelanggan sebelum melakukan hubungan seks. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk memfasilitasi dalam melakukan transaksi. Indonesia juga tidak luput dari keberadaan populasi pelanggan pekerja seks perempuan. Hasil perhitungan estimasi yang telah dilakukan oleh Kementrian Kesehatan RI pada tahun 2009, diperkirakan di daerah Indonesia di luar Tanah Papua terdapat 6,3 juta orang populasi paling berisiko untuk tertular HIV. 29 Lebih dari 80 orang yang berisiko tersebut adalah pelanggan pekerja seks dan pasangan tetapnya, istri dan atau pacarnya. Jumlah pelanggan pekerja seks perempuan sendiri diperkirakan sebanyak 3.241.244 orang, terdiri dari 2.585.996 orang pelanggan pelanggan pekerja seks perempuan langsung dan 883.932 orang pelanggan pekerja seks perempuan tidak langsung. Jumlah pelanggan pekerja seks perempuan yang berada di Provinsi Bali diperkirakan sebanyak 137.738 orang dengan jumlah terbanyak berada di Kota Denpasar Tabel 2.1 Kemenkes RI, 2009. Perkiraan jumlah pelanggan pekerja seks perempuan di Bali ini merupakan 10 dari penduduk lelaki di Bali usia 15-69 tahun sebanyak 1.370.945 BPS Prov. Bali, 2013. Walaupun proporsi ini belum pasti kebenarannya, karena pelanggan pekerja seks tersebut tidak hanya penduduk Provinsi Bali tetapi juga ada penduduk pendatang yang belum menetap di wilayah Bali. Hampir lima juta pelanggan pekerja seks perempuan di Indonesia berstatus menikah dan mempunyai istri dengan risiko rendah tertular HIV tetapi dapat terinfeksi IMS dan HIV dari suaminya yang menjadi pelanggan pekerja seks perempuan tersebut Anonim, 2013. Sehingga pelanggan pekerja seks perempuan ini menjadi jembatan penularan HIV dari pekerja seks perempuan yang mempunyai perilaku risiko tinggi kepada istri, pacar dan atau pasangan tetap lainnya dari pelanggan pekerja seks perempuan yang mempunyai perilaku risiko rendah Pebody, 2009; Shaw dkk., 2011. 30

2.5 Alat Ukur Perilaku Seks dan Pemakaian Kondom