Karakteristik dan Perilaku Pelanggan Pekerja Seks Perempuan

Perbedaan cara mengumpulkan informasi akan memberikan hasil yang berbeda. Untuk memperoleh informasi yang mendekati kebenaran maka dilakukan dengan berbagai metode, seperti 1 wawancara langsung Mah dan Halperin, 2008; Ngoc dkk., 2011; Yang dkk., 2012, 2 buku harian untuk mencatat kegiatan seks sehari-hari Mah dan Halperin, 2008, 3 memakai teknologi komputer CAPI dan audio computer-assisted self interviewing ACASI Johnson dkk., 2001; Adimora dkk., 2007;, 4 angket yang diisi oleh responden sendiri Limaye dkk., 2013, serta 5 wawancara mendalam Yang dkk., 2012. Tidak satupun dari metode tersebut yang memberikan gambaran yang tepat, sehingga perlu dilakukan berbagai kita gabungan antara beberapa metode dengan subyek yang dipilih.

6.2 Karakteristik dan Perilaku Pelanggan Pekerja Seks Perempuan

Umur pelanggan pekerja seks perempuan ini memberikan gambaran yang relatif lebih tinggi dengan rata-rata umur pelanggan pekerja seks perempuan tahun 1995 di Bali yaitu 31 tahun Fajans dkk., 1995, di China 25-39 tahun Pan dkk., 2011 dan di India 29 tahun Rao, 2006. Komposisi umur pelanggan pekerja seks perempuan ini sesuai dengan penelitian di Zambia yang melaporkan bahwa semakin tua usia responden maka kunjungan untuk mencari pekerja seks perempuan semakin menurun Leclerc dan Ganrenne, 2001. Lama pendidikan responden sama dengan pelanggan di India, yang melaporkan bahwa kebanyakan pelanggan pekerja seks perempuan mengenyam pendidikan selama 10 tahun Rao, 2006. Gambaran perilaku seks pasangan konkuren dari segi pendidikan responden sama dengan tingkat pendidikan yang ditunjukkan oleh pelanggan pekerja seks perempuan yaitu pendidikan tinggi. Dominasi pelanggan yang bertempat tinggal di kota sesuai dengan penelitian pelanggan yang dilaporkan di China Pan dkk., 2011 dan India Rao, 2006. Pelanggan pekerja seks di India 86 tinggal di perkotaan dan 56 telah tinggal menetap di kota sejak lahir. Namun bertolak belakang dengan pelanggan di Zambia yang didominasi oleh masyarakat pedesaan Leclerc dan Ganrenne, 2001. Perbedaan tempat tinggal ini mungkin disebabkan karena perbedaan status kawin, dimana responden di Zambia kebanyakan telah menikah sedangkan temuan penelitian ini status kawinnya hampir sama antara menikah dan belum menikah. Penduduk lelaki pendatang menggambarkan sebagai penduduk atau tenaga kerja migran. Sebagai penduduk migran tanpa diikuti oleh istri memberi peluang untuk menjadi pelanggan pekerja seks perempuan Murphy dan Mitchell, 2010; Pan dkk., 2011; Wang dkk., 2011, sebagai upaya untuk menyalurkan libidonya. Status kawin yang ditemukan ini sesuai dengan temuan penelitian tahun 1995 Fajans dkk., 1995, namun lebih rendah dari pelanggan pekerja seks di India Rao, 2006 dan Vietnam Murphy dan Michell, 2010. Pelanggan pekerja seks yang telah menikah, akan menularkan infeksi menular seksual dan HIV kepada istrinya. Rata-rata penghasilan yang dipeoleh responden ini menunjukkan angka yang lebih tinggi daripada jumlah upah minimum wilayah regional Bali tahun 2013 dan 2014 masing-masing sebesar Rp. 1.181.000,- serta Rp. 1.542.600,- Pratama, 2015. Penghasilan berlebih meninmbulkan kecenderungan responden untuk mempunyai perilaku hubungan ekstra marital antara lain menjadi pelanggan pekerja seks perempuan Murphy dan Mitchell, 2010; Pan dkk., 2011; Sathian dan Sreedharan, 2012 dan mempunyai pasangan seks secara seks pasangan konkuren Helleringer dan Kohler, 2007. Temuan dalam penelitian ini sesuai dengan laporan Helleringer dan Kohler 2007 di Afrika dan Wang dkk. 2011 di China. Penghasilan dalam jumlah yang cukup besar akan mempunyai kemampuan lebih untuk membeli seks dan menjadi pola berperilaku seks pasangan konkuren Shelton, 2007. Melakukan hubungan seks pertama kali di bawah usia 17 tahun termasuk dalam kategori hubungan seks usia dini Hudoyo, 2013. Usia pertama kali melakukan hubungan seks dalam penelitian ini menunjukkan angka yang relatif sama dengan usia laki-laki di Kenya 16,1 tahun Xu dkk., 2010, di Jamaika 15,7 tahun Wedderburn dkk., 2011, di Indonesia pada umumnya Unicef Indonesia, 2012 dan Inggris Brauser, 2013 pada usia di bawah 13 tahun. Banyak risiko yang dapat ditimbulkan apabila melakukan hubungan seks pada usia yang relatif muda. Khususnya pada perempuan yaitu dapat meningkatkan kejadian kasus-kasus kanker serviks dan kanker payudara, kehamilan yang tidak dikehendaki serta terjadinya penularan infeksi menular seksual termasuk HIV Heywood dkk., 2015. Sedangkan pada lelaki dapat menimbulkan stres atau kecemasan dan berdampak pada kelangsungan hidupnya, termasuk menjadi pelanggan pekerja seks dan meningkatkan jumlah pasangan seks pasangan konkuren Santelli dkk., 1998; Sandoy dkk., 2008. Perilaku responden sebagai pelanggan pekerja seks dan mempunyai pasangan seks non-komersial lain menjadikannya sebagai jembatan penularan infeksi menular seksual dan HIV dari pekerja seks yang berisiko tinggi kepada populasi berperilaku risiko rendah Nguyen dkk., 2009; Murphy dan Mitchell, 2010. Rata- rata jumlah pasangan seks non-komersial ini sama dengan Afrika Selatan yaitu 2,2 orang Mah, 2010 tetapi lebih rendah dari Inggris dengan 7,7 pasangan seks selama hidupnya Brauser, 2013 dan juga lebih rendah dari median frekuensi hubungan seks di Cape Town Afrika Selatan sebesar dua kali seminggu IQR 1-3 Delva dkk., 2013. Jumlah pekerja seks perempuan tiga orang dan frekuensi hubungan seks dalam setahun 19 kalitahun memberikan gambaran bahwa responden mengunjungi pekerja seks secara berulang dalam waktu tertentu atau telah mempunyai langganan tetap. Kunjungan regular responden terhadap seorang pekerja seks perempuan juga dilaporkan di India Shaw dkk., 2011. Kunjungan responden kepada pekerja seks perempuan ini lebih rendah dari temuan di Benin, Afrika Selatan yaitu sebanyak 11-32 kali pertahun Lowndes dkk., 2007, tetapi lebih tinggi dari Zambia sebanyak 3,8 kalitahun Leclerc dan Ganrenne, 2001, di China sekali perbulan Xia dkk., 2010, dan di India 4,3 kali dalam satu bulan Shaw dkk., 2011. Lelaki yang sering bepergian atau mobilitas tinggi mempunyai kecenderungan untuk menjadi pelanggan pekerja seks Leclerc dan Ganrenne 2001; USAIDS AIDSTAR-One, 2009; Murphy dan Mitchell, 2010; Pan dkk., 2011; Sathian dan Sreedharan, 2012 dan melakukan hubungan seks di luar pernikahan Sandoy dkk., 2008; Xu dkk., 2010; Pan dkk., 2011; Wang dkk., 2011. Mobilitas ini berkaitan dengan pekerjaan responden. Dalam penelitian ini pekerjaan responden dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu pekerjaan di kantor dan di luar kantor atau lapangan. Pekerjaan kantor meliputi pegawai negeri sipil dan pegawai swasta, sedangkan pekerjaan di lapangan mempunyai mobilitas lebih tinggi terdiri dari buruh bangunan, sopir, dan travel atau guide. Pekerjaan responden ini berbeda dengan pelanggan di Vietnam yang didominasi oleh pekerja migran di bidang konstruksi Murphy dan Mitchell, 2010 dan di India oleh sopir transport, pedagang kecil dan pekerja non-pertanian Rao, 2006. Pengakuan responden memakai kondom terakhir menunjukkan proporsi lebih rendah dari pengakuan pekerja seks perempuan. Laporan pelanggan kemungkinan lebih bisa dipercaya dan mendekati kebenarannya. Karena pekerja seks perempuan banyak memperoleh informasi dari penyuluhan, termasuk dari petugas lapangan, sehingga mempunyai keinginan untuk memuaskan tim penyuluh dengan mengaku memakai kondom. Pemakaian kondom yang dilaporkan oleh pelanggan pekerja seks perempuan dalam penelitian ini telah melampaui target MDGs 2014 untuk Indonesia sebesar 65 Mboi, 2012. Pemakaian kondom yang dilaporkan dalam penelitian ini lebih rendah dari pengakuan yang disampaikan pelanggan pekerja seks di Lima, Peru yaitu 95,8 dalam pertemuan dengan pekerja seks terakhir dan 85,8 selalu menggunakan kondom Miller dkk., 2004. Tetapi lebih tinggi dari laporan yang disampaikan oleh petambang di Gejiu City, China yaitu 61,2 Xu dkk., 2008. Bahkan pemakaian kondom terakhir penelitian ini dua kali lebih tinggi dari hasil survei di Tanah Papua Unicef Indonesia, 2012. Pengambilan keputusan dalam pemakaian kondom saat transaksi seks dipengaruhi oleh kebiasaan responden mengkonsumsi alkohol dan menilai penampilan pekerja seks Jean dkk., 2010. Dalam situasi yang dipengaruhi alkohol maka pelanggan cenderung akan mengabaikan pemakaian kondom. Demikian pula apabila penampilan pekerja seks perempuan cukup cantik dan menarik maka responden yakin bahwa pekerja seks tersebut bersih dan dianggap sehat sehingga tidak perlu memakai kondom. Pemakaian kondom yang konsisten dengan pekerja seks dapat menekan penularan infeksi menular seksual di Lima, Peru Miller dkk., 2004. Kebiasaan pelanggan pekerja seks perempuan mengkonsumsi alkohol menunjukkan angka proporsi yang lebih rendah dibandingkan dengan temuan penelitian di India, dimana tigaperempat pelanggan pekerja seks di India mempunyai kebiasaan minum alkohol Rao, 2006. Kebiasaan megkonsumsi alkohol akan meningkatkan perilaku responden untuk mengunjungi pekerja seks Psi Haiti, 2009; Leclerc dan Garenne, 2001; Roth dkk., 2014. Infeksi menular seksual merupakan pintu masuk penularan HIV. Mereka yang sering menderita infeksi menular seksual maka akan lebih mudah tertular HIV. Penetapan kejadian infeksi menular seksual dalam penelitian ini hanya berdasarkan hasil wawancara dengan menanyakan pengalaman gejala yang diderita. Walaupun tidak terlalu akurat, tetapi gejala infeksi menular seksual pada lelaki lebih mudah dikenali dibandingkan pada perempuan, dimana kejadian infeksi menular seksual pada perempuan sebagian besar bersifat asimptomatis. Responden yang pernah mengalami gejala IMS sangat tinggi, hal ini menunjukkan pula tingginya risiko tertular HIV. Temuan ini sesuai dengan kejadian di Georgia Lowndes dkk., 2007; Richards dkk., 2008; Xu dkk., 2010; Kogan dkk., 2015.

6.3 Faktor Determinan Perilaku Seks Pasangan Konkuren