30
2.5 Alat Ukur Perilaku Seks dan Pemakaian Kondom
Survei untuk menggambarkan hubungan antara perilaku seks dengan kejadian infeksi HIV mempunyai keterbatasan. Hal ini disebabkan cara pengukuran
yang berbeda. Perilaku seks pasangan konkuren diukur saat dilakukan survei sedangkan infeksi HIV merupakan kejadian akumulasi beberapa tahun sebelumnya.
Selain menggali perilaku seks pasangan konkuren, maka dibutuhkan pula pemahaman tentang alasan-alasan melakukan perilaku seks pasangan konkuren dan
faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perilaku seks, seperti persepsi rendah tentang risiko, denial penolakan, konsumsi alkohol, dan lain sebagainya
USAIDS AIDSTAR-One, 2009. Penelitian tentang perilaku seks yang konkuren sebaiknya dapat memberikan
jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tentang konkurensi dengan akurat atas prevalensi, jumlah dan lama episode konkurensi yang telah berlangsung. Informasi
riwayat seksual secara individual tentang karakteristik konkurensi untuk mengetahui kerentanan terhadap penularan HIV dan IMS. Pengambilan sampel
sebaiknya mempertimbangkan kedekatan gambaran populasi secara keseluruhan, seperti durasi episode concurrent, jumlah pasangan seks dan pemakaian kondom
Xu dkk., 2010. Ukuran mendasar untuk concurrent adalah point prevalence of concurrency,
cumulative prevalence of concurrency dan intensity of overlap. Point prevalence of concurrency merupakan besar kejadian konkurensi dalam titik waktu tertentu.
31
Data ini dikumpulkan pada saat wawancara sehingga merupakan informasi paling akurat, cumulative prevalence of concurrency adalah banyaknya pasangan
konkuren dalam periode waktu tertentu, dan intensity of overlap durasi terjadinya overlaping dan frekuensi seks selama overlap tersebut USAIDS AIDSTAR-
One, 2009. Sebagaimana diketahui perilaku seksual merupakan aktivitas pribadi bersifat
privacy dan dipengaruhi oleh tingkat sosial, budaya, kepercayaan, moral dan norma-norma yang berlaku Fenton dkk., 2001 sehingga sering responden
menutupi perilakunya. Untuk mengurangi bias recall akibat ketidakjujuran dalam mengungkap jaringan seksnya, maka dalam penelitian dipilih responden pada
kelompok yang mempunyai risiko terhadap perilaku dengan banyak pasangan seks atau dampak yang ditimbulkannya. Kelompok tersebut antara lain adalah penderita
yang datang ke Klinik Infeksi Menular Seksual dengan kasus sÃfilis di St. Louis, Missouri Stoner, 2002 dan pasien gonore di Alberto, Canada De dkk., 2004,
pekerja tambang minyak di Nigeria Faleyimu dkk., 1998 dan polisi di Nigeria Akinnawo, 1995.
Hubungan antara pemakaian kondom dengan kejadian infeksi HIV masih kontroversial. Tidak ditemukan adanya hubungan pemakaian kondom dengan
status HIV di Kaiyuan, karena besarnya bias yang terjadi sebagai akibat pengumpulan data pemakaian kondom maka dipergunakan angket metode self
reported Xia dkk., 2010. Selain itu bias juga disebabkan oleh jumlah sampel yang tidak representatif menggambarkan populasi dan cara merekrut responden.
32
Pelanggan pekerja seks perempuan kelas rendah relatif lebih mudah diakses karena aktifitas pekerja seksnya sudah jelas dan spesifik, sedangkan pelanggan pekerja
seks perempuan kelas menengah ke atas lebih sulit diidentifikasi karena transaksi seks dilakukam secara lebih tertutup dalam perumahan yang lebih bersifat pribadi.
Cara penetapan sampel secara self-selection tanpa mempertimbangkan informasi tentang perbedaan antara sampel dengan populasi pelanggan, maka hasilnya tidak
dapat digeneralisir ke populasi pelanggan Xia, dkk., 2010. Untuk mengidentifikasi kelompok yang berperilaku risiko tinggi, baik pada
pekerja seks perempuan maupun pelanggannya, maka dianjurkan melakukan survei di lokasi pelacuran. Mengidentifikasi pekerja seks di Afrika sebagai kelompok
berisiko tinggi sebagai akibat mempunyai banyak pasangan seks dan hubungan seks yang tidak aman sehingga rentan terinfeksi. Kelompok lainnya adalah pelanggan
pekerja seks perempuan sendiri yang dapat menyebarkan HIV kepada pasangannya yang mempunyai risiko rendah. Karakteristik pelanggan pekerja seks perempuan
tidak banyak dan susah dikenali. Banyak studi telah melaporkan bahwa angka infeksi HIV dan perilaku berisiko lelaki yang sering membeli seks memakai sampel
non-probability di klinik, sehingga hasil yang didapat tidak dapat digeneralisir. Dengan mengetahui karakteristik dan perilaku pelanggan pekerja seks perempuan
yang lebih akurat maka intervensi lebih terfokus dan sesuai dengan faktanya. Hasil studi di Kaiyunan, China diperoleh bahwa pekerja seks perempuan yang sangat
mobil sedangkan pelanggannya lebih banyak merupakan penduduk lokal Xia dkk., 2010, sehingga akan mempengaruhi cara-cara atau metode melakukan intervensi
penanggulangan HIVAIDS.
33
Penemuan pelanggan pekerja seks perempuan diidentifikasi oleh pekerja seks dan mucikari, atau jelas ditemui mencari jasa seks dengan pekerja seks perempuan.
Dengan cara tersebut akan mengurangi rasa malu sehingga kesediaan pelanggan pekerja seks perempuan di India menjadi responden cukup tinggi 82. Setelah
menyatakan kesediaannya maka responden diwawancarai secara individual memakai kuesioner terstruktur oleh pewawancara yang telah terlatih
mempergunakan bahasa lokal Shaw dkk., 2011.
34
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN