insinerasi limbah padat medis dan tidak melakukan tugas lain pada saat jam kerjanya sebagai petugas insinerator.
Pengangkutan limbah medis sangat infeksius juga sering dilakukan oleh perawat ruangan yang langsung mengantar limbah medis ke incinerator. Hal ini telah
sesuai dengan pedoman sanitasi RS Depkes RI, 2002 Jika dilihat dari segi kualifikasi pendidikan SDM, yang belum memenuhi
standar pendidikan ada 2 petugas pengelola limbah padat yaitu petugas cleaning service yang bertugas memindah dan mengangkut limbah padat non medis, keduanya
berpendidikan SMP namun belum pernah mendapat pelatihan khusus Depkes RI, 2002. Sedang dari segi pelatihan, yang sudah mengikuti pelatihan tentang
pengelolaan limbah padat hanya 2 orang, yaitu koordinator pengelola limbah padat, dan IPAL. Petugas yang lain belum pernah mengikuti pelatihan, mereka hanya
mendapat arahan dari Kepala Sanitasi rumah sakit. Padahal, seharusnya untuk tenaga pengangkut limbah padat kualifikasinya adalah minimal lulusan SMP ditambah
latihan khusus. Dari segi pengalaman kerja, semua petugas sudah bekerja minimal 2 tahun, jadi pengalaman kerja mereka hanya masa kerja jumlah tahun sehingga yang
mereka ketahui dan mereka laksanakan hanya rutinitas, tidak ada kemajuan. Hal ini mengakibatkan pengelolaan limbah padat menjadi tidak maksimal sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan Depkes RI, 2004.
5.1.2 Dana Keuangan pengelolaan limbah
Universitas Sumatera Utara
Dari segi dana, anggaran seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan pengelolaan limbah padat rumah sakit, tetapi pada proses pelaksanaannya dana yang
diajukan diminimalkan sehingga masih ada kebutuhan yang belum terpenuhi. Hal ini dilakukan karena sumber dana saat ini berasal dari APBD dan karena rumah sakit
tersebut belum menjadi BLUD Badan Layanan Umum Daerah yang mengelola keuangannya sendiri. Untuk pengelolaan limbah padat, seharusnya pihak rumah sakit
mempunyai anggaran terpisah untuk memenuhi standar peraturan-peraturan dan ketetapan yang berlaku supaya anggaran tersebut tidak digunakan untuk kepentingan
yang lain di luar pengelolaan limbah padat. Dengan demikian jika anggaran untuk pengelolaan limbah padat terpisah maka alokasi dananya akan lebih jelas dan detil
sehingga semua kebutuhan untuk pengelolaan limbah padat dapat terpenuhi dengan baik. Jumlah dana tersebut dihitung berdasarkan rencana anggaran tahun 2009 dan
kebutuhan kantong plastik hitam selama setahun Hapsari, 2010. Pengolahan limbah cair juga sering mengalami kendala karena biaya
operasionalnya yang mahal dan memerlukan tenaga yang professional dan keahlian khusus. Sehingga dalam proses pengolahan limbah cair tidak dapat dilakukan sesuai
standart yang berlaku.
5.1.3 Sarana dan Prasarana
Masalah dalam pewadahan limbah lebih kepada limbah padat medis dari pada limbah padat non medis dan limbah cair. Karena dalam penanganan limbah padat
medis memerlukan beberapa persyaratan khusus sesuai dengan Kepmenkes RI No.
Universitas Sumatera Utara
1204 tahun 2004 dan pedoman sanitasi RS. Banyaknya petugas yang tidak memisahkan benda tajam dengan limbah padat medis lain karena kurang tersedianya
tempat untuk jarum suntik bekas needle box, selain itu juga karena kurangnya kedisiplinan petugas dalam memilah limbah padat.
Sebaiknya perlu disediakan needle box di masing-masing unit serta perlu adanya peningkatan kedisiplinan petugas dalam memilah limbah padat dengan cara
memberikan pengarahan tentang pentingnya pemilahan limbah padat rumah sakit yang benar dan meningkatkan frekuensi monitoring pengelolaan limbah padat oleh
koordinator pengelola limbah padat. Bak limbah padat non medis seharusnya dilapisi kantong plastik hitam, tetapi pada proses pelaksanaannya tidak dilapisi kantong
plastik hitam. Untuk memudahkan pemindahan dan pengangkutan, penggunaan kantong plastik pelapis dalam bak limbah padat sangat disarankan. Kantong plastik
tersebut membantu membungkus limbah padat waktu pengangkutan sehingga mengurangi kontak langsung mikroba dengan manusia dan mengurangi bau. Tidak
adanya kantong plastik hitam memungkinkan terjadinya ceceran limbah padat saat pemindahan dari bak ke keranjang yang juga tidak kedap air dan bocor. Pengangkut
limbah padat dan akan menyebabkan bak limbah padat cepat menjadi kotor yang dapat mengundang vektor penular penyakit untuk tinggal dan berkembang biak.
Pemberian kode warna yang berbeda untuk masing-masing jenis limbah padat sangat membantu dalam pengelolaan limbah padat karena memudahkan identifikasi dan
pemisahan limbah padat berdasarkan karakteristiknya. Oleh karena itu, perlu
Universitas Sumatera Utara
disediakan kantong plastik hitam untuk melapisi bak limbah padat non medis sesuai dengan Kepmenkes RI No.1204 tahun2004.
Sarana pengangkut limbah padat juga tidak terbuat dari bahan yang kuat, tahan karat, kedap air dan tidak bocor Depkes RI, 2004. Tetapi terbuat dari
keranjang bambu yang bocor dan memungkinkan terjadinya limbah yang berserak. Hal ini sejalan dengan penelitian Rasta 2008 yang menyebutkan bahwa RSUD dr.
Djasamen Saragih masih belum memenuhi syarat.
5.1.4 Pedoman Teknis Pengelolaan limbah