5.2.2 Pemindahan dan Pengangkutan
Pada proses pemindahan, maksimal 23 bak limbah padat terisi sudah harus diambil, tetapi pada proses pelaksanaannya pengambilan limbah padat dilakukan
sesuai waktu pengambilan yang sudah biasa dilakukan, jadi tidak melihat situasi dan kondisi sehingga jika bak sudah penuh tetapi belum waktunya pengambilan maka
limbah padat akan tercecer ke lantai karena bak limbah padat sudah tidak mampu menampungnya. Hal ini karena Protap pengelolaan limbah padat yang ada hanya
mengacu pada buku pedoman sanitasi rumah sakit di Indonesia sehingga kurang detil, tidak mengacu pada Kepmenkes RI No. 1204 Tahun 2004 tentang persyaratan
kesehatan lingkungan rumah sakit dan kurangnya pengetahuan petugas tentang pengelolaan limbah padat rumah sakit yang baik sesuai dengan standar. Oleh karena
itu perlu adanya penyusunan Protap pengelolaan limbah padat yang lebih jelas dan detil sesuai dengan standar Kepmenkes RI No. 1204 Tahun 2004 tentang persyaratan
kesehatan lingkungan rumah sakit, selain itu juga perlu adanya peningkatan pengetahuan dan keahlian petugas pengelola limbah padat dengan memberikan
pelatihan tentang pengelolaan limbah padat rumah sakit. Pada saat pemindahan limbah padat dari bak ke keranjang, seharusnya
kantong plastik diikat rapat dengan tali, tetapi pada proses pelaksanaannya kantong plastik medis tidak diikat karena isinya terlalu penuh. Hal ini memungkinkan adanya
limbah padat yang tercecer saat pemindahan dan pengangkutan. Ini terjadi karena frekuensi pemindahan limbah padat masih kurang. Sedangkan limbah padat non
Universitas Sumatera Utara
medis dipindah langsung dari bak limbah padat ke dalam keranjang yang ada pada becak sepeda, hal ini juga memungkinkan adanya limbah padat yang tercecer saat
pemindahan. Penyediaan kantong plastik hitam diperlukan untuk memudahkan pemindahan limbah padat non medis. Pada proses pengangkutan, alat angkut yang
digunakan seharusnya adalah troli yang tertutup tetapi pada proses pelaksanaannya tidak menggunakan troli tertutup tetapi becak dengan keranjang bambu yang
digunakan untuk mengangkut limbah padat medis dan non medis, hal ini memungkinkan limbah padat tercecer pada saat pengangkutan tidak sesuai dengan
Kepmenkes RI No.1204 tahun2004. Selain itu kemungkinan virus dan kuman yang ada dalam limbah padat medis untuk menyebar di lingkungan rumah sakit saat
pengangkutan akan lebih besar dan kemungkinan terjadinya infeksi nosokomial pun juga akan lebih besar. Tidak adanya troli tertutup ini karena kurangnya perhatian
tentang pengelolaan limbah padat di RSUD dr. Djasamen Saragih sehingga anggaran untuk pengelolaan limbah padat diminimalkan. Sebaiknya perlu adanya peningkatan
anggaran pengelolaan limbah padat untuk memenuhi sarana yang dibutuhkan dalam pengelolaan limbah padat. Pemindahan dan pengangkutan limbah padat dilakukan
secara berurutan oleh seorang petugas cleaning service. Dalam penggunaan APD Alat Pelindung Diri, petugas medis masih belum
menggunakan sepatu boot, sepatu yg digunakan juga sudah berlubang jadi jika ada benda tajam kakinya dapat terluka. Pada petugas non medis, 1 orang 50 belum
Universitas Sumatera Utara
menggunakan APD secara sempurna, sedang 1 orang 50 petugas lainnya tidak menggunakan APD. Seharusnya petugas medis menggunakan APD berupa topihelm,
masker, pelindung mata, pakaian panjang, sepatu boot, sarung tangan khusus, sedang petugas non medis menggunakan APD berupa sarung tangan dan sepatu boot.
Dari wawancara didapati bahwa kurang tertibnya petugas dalam melindungi diri karena kurangnya perhatian dari koordinator tentang keselamatan petugas
pengelola limbah padat rumah sakit dan tidak adanya penyediaan Alat pelindung diri APD. APD ada yang hanya diberi sekali saat pertama kali masuk kerja, seperti
sepatu boot, sedang sarung tangan dan masker hanya diberi jika petugas meminta dan persediaannya ada pada saat itu. Oleh karena itu perlu adanya penertiban penggunaan
APD dengan cara peningkatan pemantauan oleh koordinator pengelola limbah padat dan perlu penyediaan APD yang cukup.
5.2.3 Penyimpanan Sementara