Pengaruh Beban Kerja terhadap Kinerja Perawat dalam Pelayanan Kegawatdaruratan di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

(1)

PENGARUH BEBAN KERJA TERHADAP KINERJA PERAWAT DALAM PELAYANAN KEGAWATDARURATAN

DI RSUD DR. DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR

T E S I S

Oleh

BONA BOY PANDAPOTAN SIHOTANG 077013004/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH BEBAN KERJA TERHADAP KINERJA PERAWAT DALAM PELAYANAN KEGAWATDARURATAN

DI RSUD DR. DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

BONA BOY PANDAPOTAN SIHOTANG 077013004/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH BEBAN KERJA TERHADAP KINERJA PERAWAT DALAM PELAYANAN KEGAWATDARURATAN DI RSUD DR.

DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR Nama Mahasiswa : Bona Boy Pandapotan Sihotang

Nomor Induk Mahasiswa : 077013004

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (dr. Fauzi, S.K.M) Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH BEBAN KERJA TERHADAP KINERJA PERAWAT DALAM PELAYANAN KEGAWATDARURATAN

DI RSUD DR. DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2012 Penulis

Bona Boy Pandapotan Sihotang 077013004/IKM


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 18 Pebruari 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si Anggota : 1. dr. Fauzi, S.K.M

2.Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si 3. Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.N.S


(6)

ABSTRAK

Jumlah pasien yang masuk di Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tergolong tinggi setiap harinya, namun jumlah perawat yang menangani pasien tidak seimbang sehingga kondisi itu memengaruhi jumlah

kematian pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar yang pada tahun 2008 rata-rata 35%.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh beban kerja kuantitatif dan kualitatif terhadap kinerja perawat (implementasi kegiatan ABCD, Airway

management; Breathing management; Circulation management; Drug Defibrilator Disability) dalam pelayanan kegawatdaruratan di RSUD dr. Djasamen Saragih

Pematangsiantar. Jenis penelitian survey dengan tipe explanatory. Populasi penelitian sebanyak 32 orang dan seluruh populasi menjadi sampel. Data diperoleh dengan

wawancara, dianalisis dengan uji uji regresi linear berganda pada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban kerja kuantitatif dan kualitatif berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan. Beban kerja kuantitatif memberikan pengaruh paling besar terhadap kinerja perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan.

Disarankan RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar untuk : 1) menyesuaikan jumlah perawat di instalasi gawat darurat dengan jumlah pasien

yang dilayani, 2) membuat kebijakan tentang tugas perawat di instalasi gawat darurat sehingga setiap perawat hanya melakukan tugas sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga keperawatan. 3) memberikan pelatihan BTCLS (Basic Trauma Cardiac Life Support) kepada perawat yang bertugas di instalasi gawat darurat sehingga mampu melaksanakan pelayanan kegawatdaruratan sesuai dengan konsep ABCD.


(7)

ABSTRACT

The number of patients admitted in the emergency room at dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar every day it is high, but the number of nurses who treat patients are not balanced so that the conditions that affect the number of deaths of patient in the emergency room at dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar which in 2008 an average of 35%.

The purpose of this survey study with explanatory approach was to analyze the influence of quantitative and qualitative workload on the performance of nurses (Airway management; Breathing management; Circulation management; Drug Defibrilator Disability, ABCD implementation) in providing emergency service at dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar. The population of this study were 32 nurses and all of them were selected to be the samples. The data for this study were obtained through interviews and were analyzed through multiple linear regression tests at a = 5%.

The result of this study showed that quantitative and qualitative workload had an influence on the performance of the nurses in providing emergency service. The quantitative workload provided the biggest influence on the performance of the nurses in providing emergency service.

The management of dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar is suggested to : 1) adjust the number of nurses assigned to work in the emergency room to the number of the patienfs served, 2) make a policy on the work activity of the nurses working in the emergency room that every nurse only does the activity according to his job description and function as nursing staff, and 3) provide the Basic Trauma Cardiac Life Support training to the nurses working in the emergency room that can help them be able to implement the emergency services according to the concept of ABCD.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolongan Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini dengan judul "Pengaruh Beban Kerja

terhadap Kinerja Perawat dalam Pelayanan Kegawatdaruratan di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.”

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K).

Selanjutnya kepada Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Ketua Komisi

Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing,

mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai, dan juga kepada Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si


(9)

selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada dr. Fauzi, S.K.M sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. Terima kasih juga kepada Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si dan Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.Ns selaku penguji tesis yang telah memberikan masukan dan koreksi untuk kesempurnaan tesis ini.

Terima kasih kepada Direktur RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar yang telah mengizinkan penulis untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di rumah sakit yang dipimpinnya.

Terima kasih kepada Kepala Keperawatan Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar serta seluruh perawat yang telah bersedia

bekerjasama dan menjadi responden dalam penelitian ini.

Terima kasih kepada Kepala Inspektorat Pemerintah Kota Medan yang telah memberikan izin serta dorongan semangat dalam menyelesaikan penyusunan tesis ini.

Terima kasih tak terhingga yang tulus dan ikhlas kepada Orangtuaku tercinta J. Sihotang & N br. Silitonga yang memberikan dukungan moral dan materil selama masa pendidikan serta Mertuaku E.B Manurung & T br.Gultom.


(10)

Terima kasih yang tulus kepada adik-adikku Tomy, Roland, Putri, Eva yang telah memberikan motivasi dan dukungan untuk menyelesaikan pendidikan.

Teristimewa buat isteriku tercinta Liza Manurung yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa serta rasa cinta yang selalu setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan pendidikan.

Selanjutnya terima kasih juga para dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih kepada seluruh teman-teman angkatan 2007, khususnya Minat Studi Administrasi Rumah Sakit yang telah memberikan dorongan semangat dan bantuan sumbangan ide-ide untuk penulisan tesis ini.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Januari 2012 Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

Bona Boy Pandapotan Sihotang, lahir pada tanggal 3 Mei 1981 di

Pematangsiantar, anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda J. Sihotang dan Ibunda N br. Silitonga.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Swasta RK Cinta Rakyat 2 Pematangsiantar selesai tahun 1993, Sekolah Menengah Pertama Negeri Pematangsiantar selesai tahun 1996, Sekolah Menengah Umum Negeri Pematangsiantar selesai tahun 1999, Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Medan selesai tahun 2004.

Mulai bekerja sebagai pegawai honorer di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2005 s/d Desember 2009. Pada Januari tahun 2010 diterima sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Kota Medan dan sampai sekarang bekerja pada Inspektorat Pemerintah Kota Medan.

Tahun 2007 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Aministrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Hipotesis ... 11

1.5. Manfaat Penelitian ... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit ... 12

2.1.1. Prosedur Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit ... 13

2.1.2. Tenaga Kesehatan dalam Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit ... 14

2.2. Perawat ... 15

2.2.1. Definisi Perawat ... 16

2.2.2. Tugas Pokok dan Fungsi Perawat ... 17

2.3. Kinerja ... 18

2.3.1. Faktor - Faktor yang Memengaruhi Kinerja ... 19

2.3.2. Penilaian Kinerja ... 20

2.3.3. Kinerja Keperawatan ... 23

2.4. Beban Kerja ... 30

2.4.1. Pengertian Beban Kerja... 30

2.4.2. Klasifikasi Beban Kerja ... 32

2.4.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Beban Kerja ... 32

2.4.4. Dampak Beban Kerja ... 33

2.4.5. Penilaian Beban Kerja ... 33


(13)

2.6. Kerangka Konsep Penelitian ... 38

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 39

3.1. Jenis Penelitian ... 39

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

3.3. Populasi dan Sampel ... 39

3.3.1. Populasi ... 39

3.3.2. Sampel ... 40

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 40

3.4.1. Data Primer ... 40

3.4.2. Data Sekunder ... 40

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 40

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 42

3.6. Metode Pengukuran ... 43

3.7. Metode Analisis Data ... 44

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 46

4.1. Gambaran Umum RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar . 46 4.2. Karakteristik Responden ... 46

4.3. Beban Kerja Kuantitatif ... 50

4.3.1. Perbandingan Jumlah Pasien dengan Jumlah Perawat ... 50

4.3.2. Melaksanakan Kegiatan lain di luar Tugas Pokok dan Fungsi Perawat ... 51

4.4. Beban Kerja Kualitatif (Kompetensi Pelayanan Kegawatdaruratan) ... 53

4.5. Kinerja Perawat Gawat Darurat ... 56

4.5.1. Implementasi Keperawatan Gawat Darurat dengan Konsep ABCD ... 56

4.5.2. Penilaian Atasan Langsung ... 62

4.6. Analisis Bivariat ... 63

4.7. Analisis Multivariat ... 65

4.7.1. Analisis Pengaruh Beban Kerja terhadap Kinerja Perawat Gawat Darurat Berdasarkan Implementasi Konsep ABCD .... 66

4.7.2. Analisis Pengaruh Beban Kerja terhadap Kinerja Perawat Gawat Darurat Berdasarkan Penilaian Atasan Langsung ... 67

BAB 5. PEMBAHASAN ... 69

5.1. Pengaruh Beban Kerja terhadap Kinerja Perawat Gawat Darurat di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 69

5.1.1. Pengaruh Beban Kerja Kuantitatif terhadap Kinerja Perawat Gawat Darurat di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 69


(14)

5.1.2. Pengaruh Beban Kerja Kualitatif terhadap Kinerja Perawat Gawat Darurat di RSUD. dr. Djasamen Saragih

Pematangsiantar ... 74

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

6.1. Kesimpulan ... 80

6.2. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Beban Kerja Kuantitatif ... 41 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Beban Kerja Kulitatif ... 42 3.3. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 44 4.1. Jumlah Pasien IGD RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

Berdasarkan Pelayanan Tahun 2009 ... 48 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik di RSUD. dr. Djasamen

Saragih Pematangsiantar ... 49 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Perbandingan Jumlah Pasien dengan

Jumlah Perawat di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 50 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Beban Kerja Kuantitatif

di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 52 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kegiatan lain di luar Tugas Pokok

dan Fungsi Perawat di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 53 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kompetensi Pelayanan

Kegawatdaruratan di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 54 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Beban Kerja Kuantitatif

di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 55 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Airway Management

di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 57 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Breathing Management

di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 58 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Circulation


(16)

4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Disability Management

di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 60 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kinerja Perawat dalam

Implementasi Konsep ABCD di RSUD. dr. Djasamen Saragih

Pematangsiantar ... 61 4.13. Distribusi Kinerja Perawat Berdasarkan Penilaian Atasan Langsung di

RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 62 4.14. Hubungan Beban Kerja dengan Kinerja berdasarkan Implementasi

Konsep ABCD di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 63 4.15. Hubungan Beban Kerja dengan Kinerja perawat berdasarkan Penilaian

Atasan Langsung di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 65 4.16. Hasil Uji Multivariat Regresi Ganda Pengaruh Beban Kerja terhadap

Kinerja Perawat Gawat Darurat Berdasarkan Implementasi Konsep

ABCD ... 66 4.17. Hasil Uji Multivariat Regresi Ganda Pengaruh Beban Kerja terhadap


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja Menurut Gibson ... 37 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 38


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 86

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 92

3. Distribusi Frekuensi (Uji Univariat) ... 93

4. Hasil Uji Chi-Square (Uji Bivariat) ... 100

5. Hasil Uji Regresi Berganda (Uji Multivariat) ... 104

6. Master Data Penelitian ... 106 7. Surat Izin Penelitian dari Se


(19)

ABSTRAK

Jumlah pasien yang masuk di Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tergolong tinggi setiap harinya, namun jumlah perawat yang menangani pasien tidak seimbang sehingga kondisi itu memengaruhi jumlah

kematian pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar yang pada tahun 2008 rata-rata 35%.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh beban kerja kuantitatif dan kualitatif terhadap kinerja perawat (implementasi kegiatan ABCD, Airway

management; Breathing management; Circulation management; Drug Defibrilator Disability) dalam pelayanan kegawatdaruratan di RSUD dr. Djasamen Saragih

Pematangsiantar. Jenis penelitian survey dengan tipe explanatory. Populasi penelitian sebanyak 32 orang dan seluruh populasi menjadi sampel. Data diperoleh dengan

wawancara, dianalisis dengan uji uji regresi linear berganda pada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban kerja kuantitatif dan kualitatif berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan. Beban kerja kuantitatif memberikan pengaruh paling besar terhadap kinerja perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan.

Disarankan RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar untuk : 1) menyesuaikan jumlah perawat di instalasi gawat darurat dengan jumlah pasien

yang dilayani, 2) membuat kebijakan tentang tugas perawat di instalasi gawat darurat sehingga setiap perawat hanya melakukan tugas sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga keperawatan. 3) memberikan pelatihan BTCLS (Basic Trauma Cardiac Life Support) kepada perawat yang bertugas di instalasi gawat darurat sehingga mampu melaksanakan pelayanan kegawatdaruratan sesuai dengan konsep ABCD.


(20)

ABSTRACT

The number of patients admitted in the emergency room at dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar every day it is high, but the number of nurses who treat patients are not balanced so that the conditions that affect the number of deaths of patient in the emergency room at dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar which in 2008 an average of 35%.

The purpose of this survey study with explanatory approach was to analyze the influence of quantitative and qualitative workload on the performance of nurses (Airway management; Breathing management; Circulation management; Drug Defibrilator Disability, ABCD implementation) in providing emergency service at dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar. The population of this study were 32 nurses and all of them were selected to be the samples. The data for this study were obtained through interviews and were analyzed through multiple linear regression tests at a = 5%.

The result of this study showed that quantitative and qualitative workload had an influence on the performance of the nurses in providing emergency service. The quantitative workload provided the biggest influence on the performance of the nurses in providing emergency service.

The management of dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar is suggested to : 1) adjust the number of nurses assigned to work in the emergency room to the number of the patienfs served, 2) make a policy on the work activity of the nurses working in the emergency room that every nurse only does the activity according to his job description and function as nursing staff, and 3) provide the Basic Trauma Cardiac Life Support training to the nurses working in the emergency room that can help them be able to implement the emergency services according to the concept of ABCD.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pemerintah telah mencanangkan visi dalam bidang pelayanan kesehatan yaitu bertekad untuk meningkatkan kesehatan masyarakat secara menyeluruh. Salah satu strategi yang harus dilakukan untuk mencapai visi tersebut adalah meningkatkan profesionalisme rumah sakit. Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan per orangan secara paripurna, yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

Sebagai upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara paripurna, maka rumah sakit harus memiliki komponen pelayanan. Berdasarkan

Undang-Undang No. 44 tahun 2009, komponen pelayanan di rumah sakit mencakup 20 pelayanan sebagai berikut: (1) administrasi dan manajemen, (2) pelayanan medis,

(3) pelayanan gawat darurat, (4) kamar operasi, (5) pelayanan intensif, (6) pelayanan

perinatal risiko tinggi, (7) pelayanan keperawatan, (8) pelayanan anastesi, (9) pelayanan radiologi, (10) pelayanan farmasi, (11) pelayanan laboratorium, (12) pelayanan rehabilitasi medis, (13) pelayanan gizi, (14) rekam medis, (15) pengendalian infeksi di rumah sakit, (16) pelayanan sterilisasi sentral,


(22)

(17) keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana alam, (18) pemeliharaan sarana, (19) pelayanan lain, dan (20) perpustakaan.

Pelayanan gawat darurat merupakan salah satu komponen pelayanan di rumah sakit yang dilaksanakan di instalasi gawat darurat. Adapun tugas instalasi gawat darurat adalah menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan serta pelayanan pembedahan darurat bagi pasien yang datang dengan gawat darurat medis. Sebagai unit pelayanan yang menanggulangi penderita gawat darurat, komponen pelayanan di instalasi gawat darurat harus memenuhi kebutuhan masyarakat dalam penanggulangan penderita gawat darurat dan dikelola sedemikian rupa sehingga terjalin kerjasama yang harmonis dengan unit-unit dan instalasi-instalasi lain dalam rumah sakit (Depkes R.I. 2006).

Menurut Depkes R.I (2006), petugas kesehatan di instalasi gawat darurat di rumah sakit terdiri dokter ahli, dokter umum, atau perawat yang telah mendapat pelatihan penanganan kegawatdaruratan yang dibantu oleh perwakilan unit-unit lain yang bekerja di instalasi gawat darurat.

Mengacu kepada Pedoman Pelayanan Gawat Darurat tersebut diketahui bahwa perawat di instalasi gawat darurat mempunyai peran dan tanggung jawab yang penting. Tenaga kesehatan rumah sakit yang paling banyak adalah tenaga perawat yang berjumlah sekitar 60 % dari tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit. Oleh karena itu kualitas pelayanan rumah sakit sangat ditentukan oleh kinerja perawatan.


(23)

Pekerjaan seorang perawat sangatlah berat. Dari satu sisi seorang perawat harus menjalankan tugas yang menyangkut kelangsungan hidup pasien yang dirawatnya. Di sisi lain, keadaan psikologis perawat sendiri juga harus tetap terjaga. Kondisi seperti inilah yang dapat menimbulkan tambahan beban kerja dan rasa tertekan pada perawat, akibatnya kinerja mereka menjadi buruk dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap organisasi di mana mereka bekerja (Nursalam, 2007).

Klasifikasi perawat menurut Depkes RI (2004) terdiri dari perawat pengelola dan perawat pelaksana. Perawat pelaksana dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit mempunyai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dalam pelayanan di rumah sakit meliputi pelaksanaan asuhan keperawatan serta kegiatan yang mendukung pelayanan keperawatan di rumah sakit. Khusus untuk pelayanan kegawatdaruratan, seorang perawat pelaksana seharusnya yang telah pernah mengikuti pelatihan Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS).

Asuhan keperawatan secara umum meliputi: pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dalam konteks pelayanan kegawatdaruratan, aspek asuhan keperawatan pada tahap pelaksanaan merupakan hal yang sangat penting diperhatikan, karena dalam tahap pelaksanaan/implementasi ini harus mengacu kepada doktrin dasar pelayanan gawat darurat yaitu: time saving is life saving (waktu adalah nyawa), dengan ukuran keberhasilan adalah respons time (waktu tanggap) selama 5 menit dan waktu definitif ≤ 2 jam (Basoeki dkk, 2008).

Lingkup pelayanan kegawatdaruratan adalah melakukan primary survey, tanpa dukungan alat bantu diagnostik kemudian dilanjutkan dengan secondary survey


(24)

menggunakan tahapan ABCD yaitu: A : Airway management; B : Breathing management; C : Circulation management; D : Drug Defibrilator Disability (Basoeki dkk, 2008).

Pelaksanaan asuhan keperawatan dalam pelayanan kegawatdaruratan berdasarkan beberapa penelitian dalam Prawitasari (2006) tentang hubungan beban kerja perawat pelaksana dengan keselamatan pasien di Rumah Sakit Husada Jakarta, menyimpulkan perawat pelaksana mempunyai beban kerja kategori tinggi, masih ada masalah keselamatan pasien yang buruk dan terdapat hubungan yang bermakna antara beban kerja perawat pelaksana dengan keselamatan pasien.

Selanjutnya penelitian Astuti (2009) tenta Magelang dalam kategori berat, yaitu banyaknya jumlah pasien yang ditangani sesuai dengan konsep respons time (waktu tanggap) selama 5 menit dan waktu definitif ≤ 2 jam. Waktu tanggap pelayanan keperawatan gawat darurat dalam kategori lambat. Ada hubungan antara beban kerja perawat IGD RSU Kabupaten Magelang dengan waktu tanggap pelayanan keperawatan gawat darurat.

Penelitian di lnstalasi Rawat lnap RSU Dr. Pirngadi Medan tentang perhitungan kebutuhan tenaga perawat berdasarkan beban kerja oleh Jauhari (2005), menyimpulkan bahwa sete1ah dilakukan perhitungan secara keseluruhan perawat berlebih di lnstalasi Rawat lnap RSU Dr. Pirngadi Medan sebesar 35 orang dari 141 yang ada, sedangkan hasil dari penelitian diperlukan 106 orang. Hasil penelitian


(25)

dimana hampir seluruhnya mengerjakan pekerjaan diluar dari tugas Pokok dan Fungsi Asuhan Keperawatan, seperti; melakukan pekerjaan mengambil diet makanan didapur, menyajikan makanan keruangan pasien, melakukan penulisan resep, menyapu ruangan, mengepel lantai ruangan, membersihkan kamar mandi, membersihkan jendela dan sebagainya. Hal ini menunjukkan beban kerja perawat pada kategori terlalu sedikit, oleh karena itu dalam mengukur beban kerja perawat seperti keperawatan gawat darurat, penting memerhartikan kesesuaian jumlah pasien yang ditangani dengan jumlah perawat.

Salah satu indikator yang menunjukkan kinerja perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan adalah tingkat kematian yang terjadi di instalasi gawat darurat. Menurut Indikator Kinerja Rumah Sakit (Depkes RI, 2005), persentase keselamatan pasien di rumah sakit adalah 100%. Dengan demikian kematian pasien di instalasi gawat darurat rumah sakit menunjukkan tingkat kinerja tenaga keperawatan yang bekerja di unit pelayanan tersebut. Angka kematian yang tinggi menunjukkan pelayanan keperawatan kegawatdaruratan yang rendah.

Rendahnya kinerja pelayanan keperawatan kegawatdaruratan terkait dengan beban kerja, seperti dikemukakan Norman (2006), bahwa beban kerja yang tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi perawat berdasarkan asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi), menyebabkan tidak efektifnya pelaksanaan pekerjaan yang selanjutnya berdampak kepada kualitas pelayanan perawat dalam hal kegawatdaruratan.


(26)

Menurut Jauhari (2005), beban kerja perawat berdasarkan waktu yang dibutuhkan melaksanakan setiap kegiatan pelayanan pada lnstalasi Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan berbeda-beda untuk setiap jenis kegiatan. Dengan demikian dalam pelayanan keperawatan kegawatdaruratan, beban kerja perawat juga terkait dengan waktu yang dibutuhkan dalam mencapai waktu tanggap (respons time) yang ditetapkan yaitu selama 5 menit.

Kematian dan kesakitan pasien sebenarnya dapat dikurangi atau dicegah dengan berbagai usaha perbaikan dalam bidang pelayanan kesehatan, khususnya meningkatkan pelayanan kegawatdaruratan. Kegagalan dalam penanganan kasus kedaruratan umumnya disebabkan oleh kegagalan mengenal risiko, keterlambatan rujukan, kurangnya sarana yang memadai maupun pengetahuan dan keterampilan tenaga medis, paramedis dan penderita dalam mengenal keadaan risiko tinggi secara dini, masalah dalam pelayanan kegawatdaruratan, maupun kondisi ekonomi (Ritonga, 2007).

Penelitian Soehartati (2005), menyimpulkan bahwa

Lubis (2007), menyimpulkan terdapat pengaruh beban kerja berdasarkan: waktu, standar kerja, standar kelonggaran dan kuantitas kegiatan pokok terhadap efektivitas pekerjaan perawat di Instalasi Rawat Inap RSU dr. Pirngadi Medan. mayoritas yang menjadi beban kerja perawat pada beban kerja kuantitatif adalah banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan demi kesehatan dan keselamatan penderita, sedangkan pada beban kerja kualitatif yaitu tanggung jawab yang tinggi dalam melaksanakan asuhan keperawatan penderita di Instalasi Gawat Darurat.


(27)

Demikian juga dengan pekerjaan perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan diasumsikan dipengaruhi oleh beban kerja.

Selanjutnya penelitian Girsang (2005) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan waktu tanggap petugas kesehatan menyimpulkan bahwa: (a) 67,5% responsden menyatakan tugasnya pada bidang kegawatdaruratan merasakan bebannya lebih berat dibandingkan petugas di ruang/unit kerja yang lain, (b) 80,0% responden menyatakan fasilitas dan sarana pendukung yang tersedia pada kategori sedang, karena masih ada fasilitas dan peralatan yang seharusnya jumlah dan kualitasnya belum sesuai dengan standar, (c) 77,5% responden menyatakan standar prosedur pelayanan pada kategori sedang, karena telah dilakukan orientasi pengenalan tugas dan lapangan bagi petugas yang baru, pertemuan reguler antara semua tenaga medik, serta disiplin terhadap waktu kerja.

RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar merupakan salah satu rumah sakit pemerintah yang berada di pusat Kota Pematangsiantar dan menjadi rumah sakit

rujukan dari wilayah sekitarnya. Sebagai rumah sakit rujukan, maka RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar menerima pasien baik rujukan dari puskesmas

atau rumah sakit lainnya, serta pasien akibat terjadinya bencana. Dengan beragamnya jenis pasien tentunya kondisi pasien juga beragam, di mana sebagian pasien merupakan status Death On Arrive (DOA), yaitu pasien yang masuk ke rumah sakit dalam keadaan meninggal. Namun sebagian besar pasien yang ditangani di IGD merupakan pasien kritis yang harus diselamatkan sesuai konsep respons time (waktu tanggap) selama 5 menit dan waktu definitif ≤ 2 jam.


(28)

Berdasarkan survei pendahuluan dengan melakukan wawancara dengan beberapa perawat maupun dokter yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat di RSUD dr. Djasamen Saragih, diketahui bahwa jumlah pasien yang ditangani di IGD bervariasi antara 10-80 orang setiap hari, apabila dirata-ratakan jumlah pasien yang ditangani di IGD sekitar 45 orang setiap harinya. Sekitar 25% dari seluruh pasien atau sebanyak 12 orang pasien yang masuk ke IGD dengan kondisi gawat dan darurat, seperti pada tabel berikut :

Tabel 1.1. Jumlah Pasien yang Gawat dan Darurat di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

Bulan (2010) Jumlah Kunjungan Pasien IGD (orang)

Pasien Gawat dan Darurat

Jumlah (orang) %

April 1.350 284 21,0

Mei 1.572 362 23,0

Juni 1.245 336 27,0

Jumlah perawat yang bertugas tetap ( stand by) di IGD RSUD dr. Djasamen Saragih sebanyak 10 orang setiap shift kerja, sehingga untuk menangani pasien setiap harinya sekitar 45 orang merupakan beban yang cukup berat, karena perawat di IGD juga melaksanakan kegiatan lain di luar tugas pokok dan fungsinya sebagai perawat IGD. Beban kerja perawat semakin tinggi pada saat harus menangani pasien sekitar 80 orang menyebabkan konsep waktu tanggap yang ditetapkan tidak terpenuhi sehingga mengakibatkan terjadinya kematian pada pasien. Berdasarkan Laporan Kegiatan IGD RSUD dr. Djasamen Saragih (2008) diketahui rata - rata jumlah kematian pasien di IGD yang pada tahun 2008 sebanyak 10 orang (35 %), sedangkan 65 % lainnya selamat


(29)

sampai keluar dari instalasi gawat darurat dan masuk ke ruang perawatan (rawat inap). Pasien yang mati umumnya adalah dengan kondisi gawat dan darurat.

Dari gambaran di atas terlihat bahwa perawat di instalasi gawat darurat merasakan beban kerja yang tinggi, terutama beban fisik dan beban mental karena harus melakukan mengupayakan penyelamatan pada pasien dengan kondisi kritis. Akibat dari beban kerja yang tinggi tersebut adalah kurang optimalnya penanganan kasus gawat darurat.

Beban kerja menurut Munandar (2001), beban kerja adalah suatu kondisi dari pekerjaan dengan uraian tugasnya yang harus diselesaikan pada batas waktu tertentu dan dilakukan secara tepat dan cepat dalam keadaan darurat. Mengacu kepada pengertian beban kerja menurut Munandar tersebut, di instalasi gawat darurat, maka pengertian pekerjaan dengan uraian tugasnya yang harus diselesaikan pada batas waktu tertentu.

Mengacu kepada kebutuhan bertindak tepat dan cepat di Instalasi Gawat Darurat, khususnya dalam penanganan pasien dalam kondisi gawat dan darurat seperti yang disebutkan Munandar (2001), maka dalam pelayanan keperawatan kegawatdaruratan, masalah beban kerja yang tidak sesuai secara kuantitatif maupun kualitatif karena banyaknya pasien yang ditangani di Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Djasamen Saragih akan berdampak kepada kinerja perawat.

Pada dasarnya kinerja perawat dalam pelayanan di rumah sakit menekankan apa yang dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau apa yang keluar ( out-come), apa yang dilakukan dalam suatu asuhan keperawatan kegawatdaruratan


(30)

merupakan suatu proses penanganan pasien dengan konsep penyelamatan jiwa pasien tersebut. Penggunaan indikator kunci untuk mengukur hasil kinerja individu, bersumber dari fungsi-fungsi yang diterjemahkan dalam kegiatan/tindakan dengan landasan standar yang jelas dan tertulis. Mengingat kinerja mengandung komponen kompetensi dan produktivitas hasil, maka hasil kinerja sangat tergantung pada tingkat kemampuan individu dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, berdasarkan asuhan keperawatan kegawatdaruratan (Nursalam, 2007).

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi di IGD yang ditemukan di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar dalam penanganan pasien gawat dan darurat melalui konsep ABCD yang telah diuraikan di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang beban kerja serta pengaruhnya terhadap kinerja perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka dirumuskan permasalahan penelitian adalah: Apakah ada pengaruh beban kerja kuantitatif (perbandingan jumlah perawat dengan jumlah pasien, pekerjaan perawat di luar tugas pokok) dan kualitatif (kompetensi perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan) terhadap kinerja perawat (implementasi keperawatan gawat darurat dengan konsep ABCD dan penilaian atasan langsung) dalam pelayanan kegawatdaruratan di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar?.


(31)

1.3. Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh beban kerja kuantitatif (perbandingan jumlah perawat dengan jumlah pasien, pekerjaan perawat di luar tugas pokok) dan kualitatif (kompetensi perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan) terhadap kinerja perawat (implementasi keperawatan gawat darurat dengan konsep ABCD dan penilaian atasan langsung) dalam pelayanan kegawatdaruratan di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

1.4. Hipotesis

Adapun yang menjadi hipotesis penelitian ini adalah ”Ada pengaruh beban kerja kuantitatif (perbandingan jumlah perawat dengan jumlah pasien, pekerjaan perawat di luar tugas pokok) dan kualitatif (kompetensi perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan) terhadap kinerja perawat (implementasi keperawatan gawat darurat dengan konsep ABCD dan penilaian atasan langsung) dalam pelayanan kegawatdaruratan di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Sebagai rekomendasi bagi pengelola rumah sakit dalam kebijakan menempatkan petugas Instalasi Gawat Darurat yang ahli kegawatdaruratan sehingga kinerja perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan menjadi baik.

Bahan informasi dan pengembangan bagi peneliti sejenis dan berkelanjutan bagi program studi.


(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit

Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan sementara serta pelayanan pembedahan darurat, bagi pasien yang datang dengan gawat darurat medis. Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. Salah satu indikator mutu pelayanan adalah waktu tanggap (respons time) (Depkes RI, 2006)

Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) dalam mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh : a) k

.

ecepatan ditemukan penderita, b) kecepatan meminta pertolongan, dan c) kecepatan dalam kualitas pertolongan yang diberikan untuk menyelamatkannya. Penyebab kematian penderita gawat darurat yaitu 50% meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit dan pada pasien trauma (35 % meninggal dalam 1- 2 jam setelah trauma, disebabkan oleh : trauma kepala berat (hematoma subdural atau ekstradural), trauma toraks (hematoma toraks atau lascriasis hati), fraktur femur atau pelvis dengan perdarahan massif, 15% meninggal setelah beberapa hari atau minggu karena mati otak, gagal organ atau multi organ), 50% meninggal pada saat kejadian atau beberapa menit setelah kejadian (Pusponegoro, 2005).


(33)

2.1.1. Prosedur Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit

Prosedur pelayanan di suatu rumah sakit, pasien yang akan berobat akan diterima oleh petugas kesehatan setempat baik yang berobat di rawat inap, rawat jalan (poliklinik) maupun di IGD untuk yang penyakit darurat/emergency dalam suatu prosedur pelayanan rumah sakit. Prosedur ini merupakan kunci awal pelayanan petugas kesehatan rumah sakit dalam melayani pasien secara baik atau tidaknya, dilihat dari sikap yang ramah, sopan, tertib, dan penuh tanggung jawab (Ditjen Yanmed Depkes RI , 2006).

Perbedaan masing-masing prosedur dalam pelayanan pasien di rawat inap, rawat jalan, dan IGD, maka dalam tulisan ini hanya membahas prosedur pelayanan khusus untuk Instalasi Gawat Darurat saja dikarenakan pasien yang datang untuk berobat di unit ini jumlahnya lebih banyak dan silih berganti setiap hari, serta unit pelayanan ini bersifat penting (emergency) sehingga diwajibkan untuk melayani pasien 24 jam sehari selama 7 hari dalam 1 minggu secara terus menerus (Depkes RI, 2006).

Menurut Herkutanto (2008), ketersediaan tenaga kesehatan dalam jumlah yang cukup sesuai kebutuhan adalah syarat yang harus dipenuhi oleh IGD. Selain dokter jaga yang siap di IGD, rumah sakit juga harus menyiapkan spesialis lain (bedah, penyakit dalam, anak, dll) untuk memberikan dukungan tindakan medis spesialistis bagi pasien yang memerlukannya.

Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas diatur dalam Pasal 5l Undang-Undang No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di


(34)

mana seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar prikemanusiaan. Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu persyaratan ijin rumah sakit. Dalam pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan untuk meminta uang muka sebagai persyaratan pemberian pelayanan.

2.1.2. Tenaga Kesehatan dalam Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit

Hal yang perlu dikemukakan dalam lingkup kewenangan personil dalam pelayanan gawat darurat adalah pengertian tenaga kesehatan. Pengertian tenaga kesehatan diatur dalam Pasal 1 butir 6 UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan sebagai berikut: tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Pengaturan tindakan medis secara umum dalam UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan dapat dilihat dalam Pasal 63 ayat (4) yang menyatakan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.

Mengacu kepada kondisi pelayanan kegawatdarutan, Depkes RI (2006), menyebutkan perawat gawat darurat mempunyai peran dan fungsi: a) fungsi independen, fungsi mandiri berkaitan dengan pemberian asuhan (care), b) fungsi


(35)

dependen, fungsi yang didelegasikan sepenuhnya atau sebagian dari profesi lain, c) fungsi kolaboratif, yaitu melakukan kerjasama saling membantu dalam program kesehatan (perawat sebagai anggota tim kesehatan).

Klasifikasi perawat gawat darurat menurut Depkes RI (2006), mengelompokkan berdasarkan fungsinya sebagai berikut: a) fungsi independen, fungsi mandiri berkaitan dengan pemberian asuhan (care), b) fungsi dependen, fungsi yang didelegasikan sepenuhnya atau sebagian dari profesi lain, c) fungsi kolaboratif, yaitu melakukan kerjasama saling membantu dalam program kesehatan (perawat sebagai anggota tim kesehatan).

Menurut Hamurwono (2002), untuk dapat melaksanakan peran dan fungsinya, maka perawat gawat darurat harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut: a. mengenal klasifikasi pasien

b. mampu mengatasi pasien : syok, gawat nafas, gagal jantung paru dan otak, kejang, koma, perdarahan, kolik, status asthmatikus, nyeri hebat daerah pinggul dan kasus ortopedi

c. mampu melaksanakan dokumentasi asuhan keperawatan gawat darurat d. mampu melaksanakan komunikasi eksternal dan internal.

2.2. Perawat

Tenaga keperawatan salah satu sumber daya manusia di rumah sakit yang menentukan penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Hal ini wajar mengingat perawat adalah bagian dari tenaga paramedik yang memberikan perawatan


(36)

kepada pasien secara langsung. Sehingga pelayanan keperawatan yang prima secara psikologis merupakan sesuatu yang harus dimiliki dan dikuasai oleh perawat (Kusnanto, 2004).

Perawat merupakan sub komponen dari sumber daya manusia khusus tenaga kesehatan yang ikut menentukan mutu pelayanan kesehatan pada unit pelayanan kesehatan. Keperawatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang menjadi bagian dari sistem pelayanan kesehatan. Dalam menjalankan pelayanan, perawat selalu mengadakan interaksi dengan pasien, keluarga, tim kesehatan dan lingkungannya di mana pelayanan tersebut dilaksanakan (Potter dan Perry, 2005).

2.2.1. Definisi Perawat

Nursalam (2007), mendefinisikan keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan di sini adalah bagaimana perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan memperlakukan pasien sebagai manusia.


(37)

2.2.2. Tugas Pokok dan Fungsi Perawat

Menurut Kusnanto (2004) fungsi perawat adalah :

a. Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat serta sumber yang tersedia dan potensial untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

b. Merencanakan tindakan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat berdasarkan diagnosis keperawatan.

c. Melaksanakan rencana keperawatan meliputi upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan dan pemeliharaan kesehatan termasuk pelayanan pasien dan keadaan terminal.

d. Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan. e. Mendokumentasikan proses keperawatan.

f. Mengidentifikasi hal-hal yang perlu diteliti atau dipelajari serta merencanakan studi kasus guna meningkatkan pengetahuan dan pengembangan ketrampilan dan praktek keperawatan.

g. Berperan serta dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok serta masyarakat.

h. Bekerja sama dengan disiplin ilmu terkait dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat.

i. Mengelola perawatan pasien dan berperan sebagai ketua tim dalam melaksanakan kegiatan keperawatan.

Hadjam (2001), mengemukakan beberapa modal dasar perawat dalam melaksanakan pelayanan prima, antara lain : profesional dalam bidang tugasnya,


(38)

mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi, memegang teguh etika profesi, mempunyai emosi yang stabil, percaya diri, bersikap wajar, dan berpenampilan memadai.

Perawat sebagai seorang tenaga profesional dalam bidang pelayanan kesehatan yang dihadapinya adalah manusia, sehingga dalam hal ini empati mutlak harus dimiliki oleh seorang perawat. Dengan empati, seorang perawat akan mampu mengerti, memahami dan ikut merasakan apa yang dirasakan, apa yang dipikirkan dan apa yang diinginkan pasien (Potter dan Perry.2005).

Untuk dapat memberikan pelayanan yang prima maka seorang perawat harus peka dalam memahami alur pikiran dan perasaan pasien serta bersedia mendengarkan keluhan pasien tentang penyakitnya. Dengan demikian perawat dapat mengerti bahwa apa yang dikeluhkan merupakan kondisi yang sebenarnya, sehingga respon yang diberikan terasa tepat dan benar bagi pasien (Potter dan Perry.2005).

2.3. Kinerja

Menurut Ilyas (2002) kinerja adalah penampilan karya personal baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personal.

Menurut Mangkunegara (2005) kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawabnya yang diberikan kepadanya. Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu kompetensi berarti individu atau organisasi


(39)

memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi tingkat kinerja dan produktivitasnya. Kompetensi tersebut dapat diterjemahkan ke dalam tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja.

Menurut Ruky (2001), kinerja adalah kegiatan atau program yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pimpinan organisasi untuk merencanakan, mengarahkan dan mengendalikan prestasi karyawan. Menurut Lembaga Administrasi Negara, kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program, kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi.

2.3.1. Faktor - Faktor yang Memengaruhi Kinerja

Menurut Gibson (1996) untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kinerja personel dilakukan pengkajian terhadap tiga kelompok variabel yaitu : Variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga variabel tersebut memengaruhi perilaku kerja personel yang berkaitan dengan tugas-tugas yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran dalam organisasi.

Menurut Ilyas (2000), untuk mengetahui faktor yang memengaruhi kinerja personal dilakukan pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi perilaku kinerja dan kerja yaitu variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut memengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kerja personal. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan


(40)

tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas.

2.3.2. Penilaian Kinerja

Menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang, meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.

Menurut Rivai (2005) pada dasarnya ada dua model penilaian kinerja : 1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu

(a) Skala Peringkat (Rating Scale)

Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

(b) Daftar Pertanyaan (Checklist)

Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu kata atau pertanyaan yang mengambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan. Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi.


(41)

(c) Metode dengan Pilihan Terarah

Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.

(d) Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)

Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait langsung dengan pekerjaannya.

(e) Metode Catatan Prestasi

Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional, misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.

(f) Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored Rating Scale=BARS)

Penggunaan metode ini menuntut diambilnya tiga langkah, yaitu: 1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja

2) Menentukan kategori prestasi kerja dengan skala peringkat

3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku karyawan yang dinilai dengan jelas.


(42)

(g) Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method)

Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.

(h) Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)

Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian parktik yang langsung diamati oleh penilai.

(i) Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)

Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.

2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)

Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.

b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective)

Merupakan suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja karyawan secara individu di waktu yang akan datang.


(43)

c. Penilaian dengan Psikolog

Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi, diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia.

3. Pada organisasi dengan tingkat manajemen majemuk, personel biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi. Penilaian termasuk yang dilakukan oleh penyelia atau atasan langsung kepadanya laporan kerja personel disampaikan. Penilaian ini dapat juga melibatkan manajer lini unit lain. Sebagai contoh, personel bagian pembelian dapat dinilai oleh manajer produksi sebagai sebagai pemakai barang yang dibeli. Hal ini normal terjadi bila interaksi antara personel dan unit lain cukup tinggi. Sebaiknya penggunaan penilaian atasan dari bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana individu sering melakukan interaksi. Pada penilaian manajer, biasanya dilakukan oleh beberapa atasan manajer dengan tingkat lebih tinggi yang sering bekerja sama dalam kelompok kerja. Penilaian kerja kelompok akan sangat bernilai jika penilaian dilakukan dengan bebas dan kemudian dilakukan mufakat dengan diskusi. Hasil penilaian akhir seharusnya tidak dihubungkan dengan kemungkinan adanya perbedaaan pendapat diantara penilai. Penilaian kelompok dapat menghasilkan gambaran total kinerja personel lebih tepat, tetapi kemungkinan terjadi bias dengan kecenderungan penilaian lebih tinggi sehingga menghasilkan penilaian yang merata.

Penilaian atasan langsung sangat penting dari seluruh sistem penilaian kinerja. Hal ini disebabkan karena madah untuk memperoleh hasil penilaian atasan dan


(44)

dapat diterima oleh akal sehat. Para atasan merupakan orang yang tepat untuk mengamati dan menilai kinerja bawahannya. Oleh sebab itu, seluruh sistem penilaian umumnya sangat tergantung pada evaluasi yang dilakukan o!eh atasan (Rivai, 2005).

2.3.3. Kinerja Keperawatan

Kinerja profesi keperawatan dinilai tidak hanya berdasarkan konsep keilmuan yang dimiliki tetapi juga berdasarkan pelayanan yang diberikan kepada pasien. Untuk memberikan pelayanan yang prima seorang perawat tidak hanya membutuhkan keahlian medis tetapi harus memiliki empati dan tingkat emosionalitas yang baik (PPNI, 2002).

Dengan berkembangnya keperawatan sebagai suatu profesi, diperlukan penetapan standar praktik keperawatan. Standar praktik sangat penting untuk menjadi pedoman objektif di dalam menilai asuhan keperawatan. Apabila sudah ada standar, klien akan yakin bahwa ia mendapatkan asuhan yang bermutu tinggi. Standar praktik juga sangat penting jika terjadi kesalahan yang terkait dengan hukum (Sitorus, 2006).

Penetapan standar ini juga bertujuan untuk mempertahankan mutu pemberian asuhan keperawatan yang tinggi (PPNI, 2002). Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sudah menetapkan standar praktek keperawatan yang dikembangkan berdasarkan standar praktik keperawatan yang dikeluarkan oleh American Nursing Association/ANA (PPNI, 2002). Standar praktik keperawatan adalah :


(45)

Standar II : Perawat menetapkan diagnosa keperawatan.

Standar III : Perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan untuk setiap klien. Standar IV : Perawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan yang berisi

rencana tindakan untuk mencapai hasil yang diharapkan.

Standar V : Perawat mengimplementasikan tindakan yang sudah ditetapkan dalam rencana asuhan keperawatan.

Standar VI : Perawat mengevaluasi perkembangan klien dalam mencapai hasil akhir yang sudah ditetapkan.

Standar pelayanan keperawatan yang disebutkan di atas merupakan standar umum yang dilakukan oleh seluruh perawat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai perawat. Khusus dalam pelayanan keperawatan gawat darurat, setiap perawat juga melakukan kegiatan: pengelolaan peralatan, kerjasama dengan tenaga kesehatan lain, pasien dan keluarga pasien, serta melakukan rujukan pasien (Kusnanto, 2004).

Kinerja perawat di Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar berdasarkan:

a. Implementasi asuhan keperawatan kegawatdaruratan (khususnya pelaksanaan tahapan ABCD (Airway-Breathing–Circulation–Disability). Kegiatan yang dilakukan perawat dalam tahapan ABCD adalah:

- Airway

Menilai jalan nafas dan pernafasan: bila penderita sadar dapat berbicara kalimat panjang. Airway baik, bila penderita tidak sadar bisa menjadi lebih sulit. Obstruksi jalan nafas merupakan pembunuh tercepat.


(46)

Pengelolaan jalan nafas:

- Penghisapan (suction) – bila ada cairan - Menjaga jalan nafas secara manual

Bila penderita tidak sadar maka lidah dapat dihindarkan jatuh kebelakang dengan melekukan : (a) angkat kepala-dagu (head tilt-chin manouvre), prosedur ini tidak boleh dipakai bila ada kemungkinan patah tulang leher, dan (b) angkat rahang (jaw thrust).

- Breathing

Bila airway sudah baik, belum tentu pernafasan akan baik sehingga perlu selalu dilakukan pemeriksaan apakah ada pernafasan penderita sudah adekuat atau belum. Bila penderita sadar, dapat berbicara tetapi tidak dapat berbicara kalimat panjang : airway baik, breathing terganggu, penderita terlihat sesak, sesak nafas dapat terlihat atau mungkin juga tidak.

Tindakan yang dilakukan adalah:

- Pemberian Oksigen : (a) kanul hidung (nasal canule) dan (b) masker oksigen (face mask)

- Pernafasan Buatan (artificial ventilation), bila diperlukan, pernafasan buatan dapat diberikan dengan cara mouth to mouth ventilation ( mulut ke mulut ). Dengan cara ini akan dicapai konsentrasi oksigen hanya 18% (konsentrasi udara paru saat ekspirasi).


(47)

- Circulation

Kondisi umum dilihat dari: (a) frekuensi denyut jantung normal adalah 60-80/menit, (b) penentuan denyut nadi pada orang dewasa dan anak-anak denyut nadi diraba pada a.radialis (lengan bawah, dibelakang ibu jari) atau a.karotis, yakni sisi samping dari jakun, (c) henti jantung, dengan gejala henti jantung adalah gejala syok yang sangat berat. Penderita mungkin masih akan berusaha menarik nafas satu atau dua kali. Setelah itu akan berhenti nafas dan pada perabaan nadi tidak ditemukan a.karotis yang berdenyut.

- Disability

Bila ditemukan henti jantung maka harus dilakukan masase jantung luar yang merupakan bagian dari Resusitasi Jantung Paru (RJP). RJP hanya menghasilkan 25-30% dari curah jantung (cardiac output) sehingga oksigen tambahan mutlak diperlukan.

Langkah-langkah yang harus diambil pada sebelum memulai RJP : (a). Tentukan tingkat kesadaran (respon penderita)

(b). Panggil bantuan bila petugas sendiri, maka jangan mulai RJP sebelum memanggil bantuan

(c). Penderita harus dalam keadaan terlentang, bila dalam keadaan telungkup penderita di balikkan.


(48)

(d). Periksa pernafasan dengan inspeksi, palpasi dan aiskultasi. Pemeriksan ini paling lama 3-5 detik. Bila penderita bernafas penderita tidak memerlukan RJP

(e). Berikan pernafasan buatan 2 kali. Bila pernafasan buatan pertama tidak berhasil, maka posisi kepala diperbaiki atau mulut lebih dibuka. Bila pernafasan buatan kedua tidak berhasil (karena resistensi/tahanan yang kuat), maka airway harus dibersihkan dari obstruksi (heimlich manouvre, finger sweep)

(f). Periksa pulsasi a, karotis (5-10 detik). Bila ada pulsasi, dan penderita bernafas, dapat berhenti. Bila ada pulsasi dan penderita tidak bernafas diteruskan nafas buatan. Bila tidak ada pulsasi dilakukan RJP.

Teknik Resusitasi Jantung Paru (Cardiopulmonary Resusitation) dapat dilakukan oleh 1 atau 2 orang, yaitu:

(a) Posisi penderita dalam keadaan terlentang pada dasar yang keras. (b) Posisi petugas berada setinggi bahu penderita bila akan melakukan

RJP 1 orang, bila penderita dilantai, petugas berlutut seinggi bahu, disisi kanan penderita. Posisi paling ideal sebenernya adalah dengan ‘menunggangi’ penderita, namun sering dapat diterima oleh keluarga penderita.

(c) Tempat kompresi 2 inci diatas prosesus xifoideus pada tengah sternum. Jari-jari kedua tangan dapat dirangkum, namun tidak boleh menyinggung dada penderita.


(49)

(d) Kompresi dilakukan dengan meluruskan siku, beban pada bahu, bukan pada siku. Kompresi dilakukan sedalam 3-5 cm. cara lain untuk memeriksa pulsasi a, karotis yang seharusnya ada pada setiap kompresi.

(e) Perbandingan Kompresi-Ventilasi. Pada dewasa (2 dan 1 petugas) 15 : 2 anak, maupun bayi, perbandingan kompresi-ventilasi adalah 5:1, ini akan menghasilkan kurang lebih 12 kali ventilasi setiap menitnya, pada dewasa dalam satu menit dilakukan 4 siklus.

(f) Memeriksa pulsasi dan pernafasan. Tanda-tanda keberhasilan tehnik RJP : Nadi karotis mulai berdenyut, pernafasan mulai spontan, kulit yang tadinya berwarna keabu-abuan mulai menjadi merah. Bila denyut karotis sudah timbul teratur, maka kompresi dapat di hentikan tetapi pernafasan buatan tetap diteruskan sampai timbul nafas spontan.

(g) Menghentikan RJP. Bila RJP dilakukan dengan efektif, kematian biologis akan tertunda. RJP harus dihentikan tergantung pada :

- lamanya kematian klinis

- prognosis penderita (ditinjau dari penyebab henti jantung)

- penyebab henti jantung (pada henti jantung karena minimal listrik 1 jam) sebaiknya keputusan menghentikan RJP diserahkan kepada dokter.


(50)

(h) Komplikasi RJP

- Patah tulang iga, sering terjadi terutama pada orang tua. RJP tetap diteruskan walaupun terasa ada tulang yang patah. Patah tulang iga mungkin terjadi bila posisi tangan salah

- Perdarahan pada perut, disebabkan karena robekan hati atau limpa (Basoeki dkk, 2008).

2.4. Beban Kerja

2.4.1. Pengertian Beban Kerja

Menurut Munandar (2001), beban kerja adalah suatu kondisi dari pekerjaan dengan uraian tugasnya yang harus diselesaikan pada batas waktu tertentu. Beban kerja dapat dibedakan lebih lanjut ke dalam beban kerja berlebih/terlalu sedikit ’kuantitatif’, yang timbul sebagai akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyak/sedikit diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, dan beban kerja berlebih/terlalu sedikit ’kualitatif’, yaitu jika orang merasa tidak mampu untuk melakukan suatu tugas, atau tugas tidak menggunakan ketrampilan dan/atau potensi dari tenaga kerja. Disamping itu beban kerja berlebih kuantitatif dan kualitatif dapat menimbulkan kebutuhan untuk bekerja selama jumlah jam yang sangat banyak, yang merupakan sumber tambahan dari stres. Everly & Girdano (dalam Munandar, 2001) menambahkan kategori lain dari beban kerja, yaitu kombinasi dari beban kerja berlebih kuantitatif dan kualitatif.


(51)

Beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan/unit organisasi dan merupakan hasil kali antara jumlah pekerjaan dengan waktu. Setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, untuk itu perlu dilakukan upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar, sehingga diperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU Kesehatan No 36 Tahun 2009).

Menurut Irwandy (2007), beban kerja adalah frekuensi kegiatan rata-rata dari masing-masing pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang perawat menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Beban kerja berkaitan erat dengan produktifitas tenaga kesehatan, di mana 53,2% waktu yang benar-benar produktif yang digunakan untuk pelayanan kesehatan langsung dan sisanya 39,9% digunakan untuk kegiatan penunjang.

2.4.2. Klasifikasi Beban Kerja

Menurut Munandar (2001), mengklasifikasikan beban kerja sebagai berikut : a. Beban berlebih kuantitatif

Beban berlebih secara fisik ataupun mental akibat terlalu banyak melakukan kegiatan merupakan kemungkinan sumber stress pekerjaan. Unsur yang menimbulkan beban berlebih kuantitatif ialah desakan waktu, yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara tepat dan cermat (Munandar, 2001).


(52)

Dalam konteks pelayanan pasien di IGD, maka semakin banyak pasien dengan kondisi gawat dan darurat yang harus ditangani secara cepat dan cermat melalui konsep ABCD merupakan gambaran beban kerja berlebih secara kuantitatif. Kondisi pasien gawat dan darurat menuntut perawat bekerja secara optimal serta tidak boleh melakukan kesalahan yang dapat berakibat fatal bagi keselamatan jiwa pasien, hal ini merupakan cerminan adanya beban berlebih kuantitatif.

b. Beban terlalu sedikit kuantitatif

Beban kerja terlalu sedikit kuantitatif juga dapat memengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Pada pekerjaan yang sederhana, di mana banyak terjadi pengulangan gerak akan timbul rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang harus dilakukan, dapat menghasilkan berkurangnya perhatian. Hal ini, secara potensial membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat.

c. Beban berlebih kualitatif

Kemajuan teknologi mengakibatkan sebagian besar pekerjaan yang selama ini dikerjakan secara manual oleh manusia/tenaga kerja diambil alih oleh mesin-mesin atau robot, sehingga pekerjaan manusia beralih titik beratnya pada pekerjaan otak. Pekerjaan makin menjadi majemuk sehingga mengakibatkan adanya beban berlebih kualitatif. Kemajemukan pekerjaan yang harus dilakukan seorang tenaga kerja dapat dengan mudah berkembang menjadi beban berlebih kualitatif jika kemajemukannya memerlukan kemampuan teknikal dan intelektual yang lebih tinggi daripada yang dimiliki.


(53)

d. Beban terlalu sedikit kualitatif

Beban terlalu sedikit kualitatif merupakan keadaan di mana tenaga kerja tidak diberi peluang untuk menggunakan ketrampilan yang diperolehnya, atau untuk mengembangkan kecakapan potensialnya secara penuh. Beban terlalu sedikit disebabkan kurang adanya rangsangan akan mengarah ke semangat dan motivasi yang rendah untuk kerja. Tenaga kerja akan merasa bahwa ia "tidak maju-maju", dan merasa tidak berdaya untuk memperlihatkan bakat dan ketrampilannya.

2.4.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Beban Kerja

Manuaba (2000) menyatakan bahwa beban kerja dipengaruhi faktor – faktor sebagai berikut :

a.. Faktor eksternal yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti ;

- Tugas-tugas yang dilakukan yang bersifat fisik seperti tata ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, sedangkan tugas-tugas yang bersikap mental seperti kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan pekerjaan, tanggung jawab pekerjaan.

- Organisasi kerja seperti lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang.

- Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan kerja biologis dan lingkungann kerja psikologis.


(54)

b. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut Strain , berat ringannya strain dapat dinilai baik secara obyektif maupun subyektif. Faktor internal meliputi faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, kondisi kesehatan), faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan kepuasan).

2.4.4. Dampak Beban Kerja

Beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan baik fisik atau mental dan reaksi –reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit di mana pekerjaan yang terjadi karena pengulangan gerak akan menimbulkan kebosanan, rasa monoton Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga secara potensial membahayakan pekerja. Beban kerja yang berlebihan atau rendah dapat menimbulkan stress kerja (Manuaba, 2000).

2.4.5. Penilaian Beban Kerja

Menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (2008), pengukuran beban kerja adalah teknik mendapatkan informasi tentang efisiensi & efektivitas kerja unit organisasi atau pemegang jabatan yang dilakukan secara sistematis dengan menggunakan teknik analisis jabatan atau teknik analisis beban


(55)

kerja. Analisis beban kerja adalah proses untuk menetapkan jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu.

Analisis beban kerja dimaksudkan untuk meneliti, mengevaluasi dan mengkaji pelaksanaan kerja, proses kerja maupun hasil kerja serta menentukan kebutuhan pegawai untuk suatu unit organisasi yang telah berjalan selama ini, dengan tujuan:

1. Mengidentifikasi sejauh mana efisiensi dan efektifitas keberadaan standar dan parameter beban kerja, karena tolok ukur tersebut akan menggambarkan prinsip rasional, efektif, efisien, realistik dan operasional secara nyata. Target Kegiatan di masa akan datang

2. Memperoleh gambaran mengenai kondisi riil pegawai baik kuantitatif maupun kualitatif dan kompetensinya pada suatu unit kerja sebagai bahan kajian perumusan formasi dan rasio kebutuhan pegawai untuk keperluan pra penataan kelembagaan.

3. Memperjelas dan mempertegas penyusunan format kelembagaan yang akan dibentuk secara lebih proporsional maupun tata hubungan sistem yang ingin dibangun dan tercapai kesesuaian antara kewenangan dan tujuan organisasi dengan besaran organisasinya.

Menurut INTC (International Nurse Traininhg Centre) (2009) kompetensi perawat dalam melaksanakan pelayanan kegawatdaruratan, hal ini terkait dengan pernah tidaknya mengikuti pelatihan tentang penanganan gawat darurat serta pelatihan Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) sebagai kompetensi dasar


(56)

dan menjadi persyaratan wajib yang harus dimililiki oleh tenaga kesehatan sebelum bekerja di pelayanan kesehatan ataupun sebagai fasilitator klinik untuk dapat melakukan asuhan gawat darurat. Perawat yang telah mendapatkan pelatihan Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) diharapkan mampu :

- Menjelaskan dasar-dasar manajemen gawat darurat. - Menjelaskan tentang trauma dalam gawat darurat.

- Menjelaskan tentang gangguan kardio-pulmoner dalam gawat darurat - Melakukan demonstrasi balut bidai dalam gawat darurat.

- Melakukan demonstrasi membebaskan jalan nafas dalam gawat darurat. - Melakukan demonstrasi evakuasi pasien dalam gawat darurat

- Melakukan demonstrasi memberikan bantuan hidup dasar pasien yang mengalami trauma dan gangguan kardio-pulmonar.

b. Jumlah pasien yang ditangani di instalasi gawat darurat dibandingkan dengan jumlah tenaga perawat yang ada (bertugas).

c. Pekerjaan lain di luar tugas pokok dan fungsi perawat yang dilakukan perawat selama bekerja, seperti membersihkan ruangan dan peralatan, mendaftarkan pasien ke ruangan dan lain-lain.

Penelitian yang dilakukan Departemen Kesehatan dan Universitas Indonesia (2005) menunjukkan 78,8 % perawat melaksanakan tugas petugas kebersihan dan 63,3 % perawat melakukan tugas administrasi. Lebih dari 90 % perawat melakukan


(57)

tugas non keperawatan, seperti menetapkan diagnosis penyakit dan membuat resep obat. Hanya 50 % perawat yang melaksanakan asuhan keperawatan sesuai fungsinya.

2.5. Landasan Teori

Menurut Gibson (1996), faktor-faktor yang memengaruhi kinerja adalah faktor individu, faktor organisasi dan faktor psikologis. Secara skematis teori Gibson tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja Menurut Gibson

Dalam konteks permasalahan yang dihadapi dalam pelayanan kegawatdaruratan di rumah sakit, maka beban kerja dalam pelayanan kegawatdaruratan mengacu kepada Munandar (2001) yang menyatakan beban kerja meliputi beban kerja kuantitatif dengan parameter: perbandingan jumlah perawat dengan jumlah pasien dan pekerjaan perawat di luar tugas pokok. Serta beban kerja kualitatif dengan parameter: kompetensi perawat dalam pelayanan gawat darurat

Kinerja perawatan dalam pelayanan kegawatdaruratan mengacu kepada implementasi keperawatan gawat darurat dengan konsep ABCD (A : Airway

KINERJA Faktor Psikologis − Persepsi − Sikap − Kepribadian − Motivasi Faktor Organisasi - Kepemimpinan - Imbalan

- Prosedur kerja - Struktur - Sumber daya - Supervisi - Kontrol

Faktor Individu

- Kemampuan dan

Keterampilan (mental dan fisik)

- Latar Belakang

(keluarga, tingkat sosial, pengalaman) - Demografis (umur,


(58)

management, B : Breathing management, C : Circulation management dan D : Drug Defibrilator Disability), seperti pada kerangka konsep berikut.

2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan landasan teori di atas, maka dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Gambar 2.2

Kerangka Konsep Penelitian Beban Kerja Perawat

a. Kuantitatif

− Perbandingan jumlah perawat dengan jumlah pasien

− Pekerjaan perawat di luar tugas pokok

b. Kualitatif

− Kompetensi perawatan gawat darurat

Kinerja Perawat dalam Pelayanan Kegawatdaruratan

a. Implementasi Keperawatan Gawat Darurat dengan konsep ABCD :

- A : Airway management - B : Breathing management - C : Circulation management - D : Drug Defibrilator

Disability

b. Penilaian Atasan Langsung - Disiplin

- Keterampilan


(59)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan tipe explanatory atau penjelasan yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh faktor beban kerja (kuantitatif dan kualitatif) terhadap kinerja perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar dengan pertimbangan bahwa rumah sakit tersebut merupakan sarana kesehatan rujukan di Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksaanakan selama 3 bulan, mulai dari pengumpulan data sampai seminar hasil, yaitu dari bulan Mei sampai Juli 2010.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar sebanyak 32 orang.


(60)

3.3.2. Sampel

Sampel penelitian ditetapkan seluruh populasi (total sampling) yaitu seluruh

perawat yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar sebanyak 32 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder

3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui wawancara langsung menggunakan kuesioner yang telah disusun sebelumnya dan observasi tentang perawat implementasi konsep ABCD dalam pelayanan kegawatdaruratan di IGD RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari laporan-laporan maupun dokumen-dokumen

resmi lainnya terutama data di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar, Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar yang

digunakan untuk membantu analisis terhadap data primer yang diperoleh.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauhmana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara


(61)

mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel menggunakan rumus korelasi Pearson product moment (r), dengan ketentuan jika r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid atau sebaliknya.

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat menunjukkan kesahihan alat ukur dengan indikator nilai Cronbach’s Alpha yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dengan ketentuan jika nilai r Alpha > r Tabel, maka dinyatakan reliabel.

Uji coba dilakukan terhadap perawat IGD di Rumah Sakit Tentara Pematangsiantar sebanyak 30 orang perawat guna memperoleh validitas dan reliabilitas kuesioner.

Setelah dilakukan ujicoba kuesioner diketahui bahwa item-item pertanyaan pada variabel pengawasan, sarana pelayanan dan imbalan valid dan reliabel untuk digunakan pada penelitian ini, hasil perhitungan (lampiran 2) dengan hasil berikut :

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Beban Kerja

Pertanyaan Rhitung Ket Cronbach’s Alpha Ket

1 0.628 Valid

2 0.429 Valid

3 0.603 Valid

4 0.589 Valid

5 0.434 Valid 0.878 Reliabel

6 0.828 Valid

7 0.779 Valid

8 0.679 Valid

9 0.447 Valid

10 0.530 Valid

11 0.524 Valid

12 0.612 Valid

13 0.519 Valid


(1)

beban kerja kualitatif * kinerja perawat kegawatdaruratan

berdasarkan implementasi konsep ABCD

Crosstab

2 6 0 8

5.0 2.8 .3 8.0

6.3% 18.8% .0% 25.0%

4 4 1 9

5.6 3.1 .3 9.0

12.5% 12.5% 3.1% 28.1%

14 1 0 15

9.4 5.2 .5 15.0

43.8% 3.1% .0% 46.9%

20 11 1 32

20.0 11.0 1.0 32.0

62.5% 34.4% 3.1% 100.0%

Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Rendah

Sedang

Tinggi beban kerja

kualitatif

Total

Tidak baik Sedang Baik

kinerja perawat kegawatdaruratan

Total

Chi-Square Tests

14.563a 4 .006

15.510 4 .004

9.141 1 .002

32 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

5 cells (55.6%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .25.


(2)

b. Berdasarkan Penilaian Atasan Langsung

Crosstabs

beban kerja kuantitatif * kinerja perawat kegawatdaruratan

berdasarkan penilaian atasan langsung

Crosstab

0 2 1 3

1.5 1.3 2 3.0

.0% 6.3% 3.1% 9.4%

10 11 1 22

11.0 9.6 1.4 22.0

31.3% 34.4% 3.1% 68.8%

6 1 0 7

3.5 3.1 4 7.0

18.8% 3.1% .0% 21.9%

16 14 2 32

16.0 14.0 2.0 32.0

50.0% 43.8% 6.3% 100.0%

Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Rendah

Sedang

Tinggi beban kerja

kuantitatif

Total

Tidak baik Sedang Baik kinerja perawat kegawatdaruratan

Total

Chi-Square Tests

9.383a 4 .052

9.657 4 .047

7.574 1 .006

32 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

7 cells (77.8%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .19.


(3)

beban kerja kualitatif * kinerja perawat kegawatdaruratan

berdasarkan penilaian atasan langsung

Crosstab

2 5 1 8

4.0 3.5 .5 8.0

6.3% 15.6% 3.1% 25.0%

1 8 0 9

4.5 3.9 .6 9.0

3.1% 25.0% .0% 28.1%

13 1 1 15

7.5 6.6 .9 15.0

40.6% 3.1% 3.1% 46.9%

16 14 2 32

16.0 14.0 2.0 32.0

50.0% 43.8% 6.3% 100.0%

Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Count

Expected Count % of Total Rendah

Sedang

Tinggi beban kerja

kualitatif

Total

Tidak baik Sedang Baik kinerja perawat kegawatdaruratan

Total

Chi-Square Tests

18.371a 4 .001

21.182 4 .000

7.661 1 .006

32 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

7 cells (77.8%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.


(4)

a. Berdasarkan Implementasi Konsep ABCD

Regression

Model Summary

.697a .486 .451 2.079

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), beban kerja kualitatif, beban kerja kuantitatif

a.

ANOVAb

118.670 2 59.335 13.730 .000a

125.330 29 4.322

244.000 31

Regression Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), beban kerja kualitatif, beban kerja kuantitatif a.

Dependent Variable: kinerja perawat kegawatdaruratan b.

Coefficientsa

32.830 3.143 10.445 .000

-.985 .298 -.442 -3.307 .003

-.756 .203 -.498 -3.725 .001

(Constant)

beban kerja kuantitatif beban kerja kualitatif Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: kinerja perawat kegawatdaruratan a.


(5)

b. Berdasarkan Penilaian Atasan Langsung

Regression

Model Summary

.699a .489 .453 8.21

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), beban kerja kualitatif, beban kerja kuantitatif

a.

ANOVA b

1868.542 2 934.271 13.861 .000a

1954.676 29 67.403

3823.219 31

Regression Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), beban kerja kualitatif, beban kerja kuantitatif a.

Dependent Variable: kinerja perawat kegawatdaruratan b.

Coefficients a

103.202 12.413 8.314 .000

-3.928 1.176 -.446 -3.341 .002

-2.986 801 -.497 -3.727 .001

(Constant)

beban kerja kuantitatif beban kerja kualitatif Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardi

zed Coefficien

ts

t Sig.

Dependent Variable: kinerja perawat kegawatdaruratan a.


(6)

Lampiran 6 : Master Data Penelitian

No

Umur Gender

Didik

L.Kerja

BTCLS

Beban Kerja

Kinerja

Kuanti

tatif

Kuali

tatif

Implementasi

ABCD

Penilaian

Atasan

1

31

1

2

8

1

21

24

123

40

2

34

2

2

13

2

17

20

109

45

3

23

2

1

2

1

21

22

126

40

4

46

1

2

19

1

20

24

121

61

5

28

2

2

7

2

18

25

103

58

6

34

2

2

11

1

22

25

132

32

7

27

2

2

6

1

19

22

128

48

8

29

2

2

6

1

21

25

135

42

9

31

2

1

10

1

16

21

102

26

10

35

2

2

12

1

20

24

127

48

11

26

2

2

5

1

19

22

136

34

12

30

1

2

7

1

16

16

100

53

13

25

2

2

4

1

20

25

130

32

14

28

2

2

7

1

19

21

126

29

15

22

2

2

1

1

20

22

137

51

16

32

1

1

8

2

15

18

96

41

17

30

2

2

9

1

20

23

133

45

18

35

2

1

14

1

21

24

142

31

19

40

1

2

16

2

14

18

73

52

20

22

2

2

1

1

21

23

145

35

21

35

2

2

14

1

22

25

142

54

22

28

1

1

7

1

21

24

134

30

23

25

2

2

4

1

19

20

123

31

24

36

2

1

15

1

21

26

142

22