pesantren ketujuh yaitu 16.391100 ml air, diikuti sampel air dari pesantren keenam yaitu 16.281100 ml air, dan sampel air dari pesantren kelima yaitu 16.200100 ml air.
Fenomena ini menunjukkan bahwa dari aspek parameter bakteriologis air sumur yang digunakan di Pesantren Tradisional Kota Langsa tidak memenuhi syarat
kesehatan. Tingginya kadar E. coli dapat disebabkan oleh aktifitas masyarakat dan hewan disekitar pesantren karena pada prinsipnya E. coli adalah salah satu bakteri
patogen yang tergolong Coliform dan hidup secara normal di dalam kotoran manusia maupun hewan sehingga E.coli digunakan sebagai bakteri indikator pencemaran air
yang berasal dari kotoran hewan berdarah panas Fardiaz, 1992. Sedangkan Total Coliform merupakan indikator bakteri pertama yang
digunakan untuk menentukan aman tidaknya air untuk dikonsumsi. Bila coliform dalam air ditemukan dalam jumlah yang tinggi maka kemungkinan adanya bakteri
patogen seperti Giardia dan Cryptosporidium di dalamnya Sarudji, 2008.
5.2. Pengaruh Perilaku Pengetahuan, Sikap dan Tindakan terhadap Keluhan
Penyakit pada Pengguna Air pada Pesantren Tradisional di Kota Langsa
5.2.1. Pengaruh Pengetahuan terhadap Keluhan Penyakit pada Pengguna Air
pada Pesantren Tradisional di Kota Langsa
Pengetahuan dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang diketahui oleh pengguna air tentang air bersih dan upaya pencegahan gangguan kesehatan
bersumber air. Hasil penelitian menunjukkan 58,7 pengguna air pada Pesantren
Universitas Sumatera Utara
Tradisional di Kota Langsa termasuk kurang. Rendahnya pemahaman responden berkaitan dengan aspek-aspek kualitas air yang harus dipenuhi seperti kualitas fisik,
kimia dan bakteriologis, dan umumnya memahami tentang cara penggunaan air yang sehat.
Hasil penelitian dengan menggunakan uji chi square diketahui variabel pengetahuan mempunyai pengaruh signifikan terhadap keluhan penyakit pada
pengguna air di Pesantren Tradisional Kota Langsa dengan nilai p=0,000 p0,05, artinya pengetahuan yang baik dapat mengurangi gangguan kesehatan pada pengguna
air di pesantren Tradisional. Rendahnya pengetahuan responden disebabkan oleh pendidikan berbasis
kesehatan masih kurang dipesantren Tradisional, dan umumnya merupakan tamatan SLTP dan SMU, sehingga sedikit memahami tentang air yang saniter dan kualitas air
yang memenuhi syarat kesehatan. Secara proporsi menunjukkan responden dengan pengetahuan yang kurang 70,4 mengalami keluhan penyakit.
Penelitian Felix, dkk 2008 menjelaskan bahwa pengetahuan masyarakat tentang air berpengaruh secara signifikan terhadap gangguan kesehatan dengan nilai
p=0,026 p0,05. Demikian juga dengan penelitian Musran 2008 di Kabupaten Aceh Tengah, menjelaskan bahwa pengetahuan masyarakat mempunyai pengaruh
signifikan terhadap kejadian diare, diketahui 62,9 masyarakat yang mengalami diare mempunyai pengetahuan yang kurang.
Menurut Zulkifli 2003, bahwa pengetahuan mempunyai peranan yang penting mempengaruhi terjadinya diare. Bila dikaitkan dengan fenomena
Universitas Sumatera Utara
epidemiologi maka pengetahuan yang dimaksudkan adalah sejauhmana masyarakat mengetahui tentang penyakit, gejala penyebarandistribusi maupun dampak dari
penyakit tertentu. Menurut Natoatmodjo 2003, pengetahuan merupakan bagian dari perilaku
yang merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan
tindakan. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa masyarakat banyak yang mempunyai pengetahuan yang salah tentang penggunaan air yang sehat, dan
kebiasaan mengkonsumsi air tanpa dimasak dapat berdampak terhadap terjadinya diare.
Penelitian Wulan 2005, menunjukkan proporsi masyarakat yang menggunakan air sumur dengan kualitas air tidak memenuhi syarat kesehatan 78,1
mengalami diare, dan hasil uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara perilaku anggota keluarga dengan kejadian diare.
5.2.2. Pengaruh Sikap terhadap Keluhan Penyakit pada Pengguna Air pada