Pendekatan Pragmatik NOVEL DAN PENDEKATAN PRAGMATIK

Pembaca menjadi salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah karya sastra. Suatu karya sastra memiliki nilai, untuk itulah pembaca pasti mengapresiasi sebuah karya sastra. Apresiasi sastra merupakan pengenalan dan pemahaman yang tepat terhadap nilai sastra dan kenikmatan yang timbul sebagai akibat dari semua itu. Grove mengungkapkan bahwa apresiasi mengandung makna pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin dan pemahaman atau pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang. Squire dan Taba mengungkapkan bahwa sebagai suatu proses apresiasi sastra melibatkan tiga unsur, yakni: a aspek kognitif, berkaitan dengan keterlibatan intelek pembaca dalam upaya memahami unsur-unsur kesastraan yang bersifat objektif. b aspek emotif, berkaitan dengan keterlibatan unsur emosi pembaca dalam upaya menghayati unsur-unsur keindahan dalam teks sastra yang dibaca. Selain itu, unsur emosi juga berperan dalam memahami unsur-unsur yang bersifat subjektif. c aspek evaluatif, berhubungan dengan kegiatan memberikan penilaian terhadap baik-buruk, indah tidak indah sesuai-tidak sesuai serta sejumlah ragam penilaian lain yang tidak harus hadir dalam sebuah karya. 72 Sejalan dengan hal tersebut, ketika pembaca mengapresiasi sebuah karya sastra maka hal yang ia lakukan ialah memberikan penilaian terhadap karya tersebut. Dalam memberikan penilaian itu pembaca melibatkan pengetahuan yang ia miliki dan emosi yang ia bawa secara subjektif. Emosi itu dapat berkaitan dengan keindahan penyajian bentuk maupun emosi yang berubungan dengan isi atau gagasan yang menarik dan lucu. Penilaian dalam hal ini berkaitan dengan penemuan makna oleh pembaca yang memberikan kejelasan makna atau manfaat terhadap suatu karya sastra. Tujuan penulisan karya sastra yang diungkapkan oleh Horace dan Sydney ialah advised that ‘the poet’s’ aim is either to profit to please, or to blend in one the delightful and the useful’. The context shows that Horace held 72 Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, Bandung: CV Sinar Baru, 1987, h. 34- 35. pleasure to be the chief purpose of poetry, for the recommends the profitable merely as a means to give pleasure to the elders, who, in contrast to the young aristocrats, ‘rail at what contains no serviceable lesson’.To the overwhelming majority of Renaissance critics, as to Sir Philip Sidney, at the moral effect was the terminal aim, to which delight and emotion were auxiliary and the optimistic moralist believed with James Beattie that if poetry instructs, it only pleases the more effectually. 73 Horace memberitahu bahwa tujuan dari karya sastra adalah untuk mengambil pelajaran atau untuk menyenangkan atau untuk menggabungkan pengajaran dan penggunaan. Menurut Philip Sydney, efek moral adalah tujuan selanjutnya sedangkan mengajarkan dan emosi adalah tujuan pembantu dan orang yang berpegang teguh pada kemoralan percaya pada James Beattie bahwa karya sastra hanya menyenangkan secara tepat. Dari pendapat Horace dan Sydney dapat dikatakan bahwa dalam membaca sastra pasti akan mendapatkan sebuah pelajaran yang berharga, emosi pembaca juga akan terlibat di dalamnya, tetapi megajarkan apa yang didapatkan bukanlah tujuan utama. Setidaknya pembaca mempunyai wawasan baru setelah membaca suatu karya sastra. Pembaca menyerap teks itu ke dalam kesadaran mereka dan membuatnya menjadi pengalaman mereka sendiri. Kesadaran pembaca yang ada akan membuat penyesuaian-penyesuaian terhadap ke dalaman tertentu agar dapat menerima dan memproses sudut pandang asing yang dihadirkan dalam teks ketika pembacaan terjadi. 74 Karena dalam membaca sebuah karya sastra, pembaca seperti melakukan sebuah perjalanan yang belum pernah dilakukannya sehingga mereka mendapatkan suatu pengetahuan baru yang juga dikaitakan atas pengetahuannya terdahulu. Sehingga perjalanan tersebut akan menjadi pengalaman baru bagi para pembaca. Manusia berusaha mengolah dan menyusun berbagai rangsangan dari kehidupan itu menjadi sesuatu yang dapat dirasakan, dibayangkan dan 73 M.H. Abrams, The Mirror and The Lamps, United States of America: Oxford University Press, 1980, h. 16. 74 Rachmat Djoko Pradopo, Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini, Yogyakarta: Gajah Mada University Perss, h. 120. dipahami sehingga maknanya dapat ditangkap. Dalam mengapresiasi sastra, seseorang mengalami pengalaman yang telah disusun oleh pengarangnya. 75 Pemahaman atas bayangan pembaca tersebut terjadi karena adanya rasa empati yang memungkinkan pembaca terbawa ke dalam suasana dan gerak hati dalam karya itu. As a result the audience gradually receded into the background, giving place to the poet himself, and his own mental powers and emotional needs, as the predominant cause and the even the end test of art. 76 Sebagai hasilnya, pembaca secara berangsur-angsur menyusut ke latar belakang, memberikan tempat pada karya sastra dalam dirinya dan kekuatan-kekuatan mentalnya sendiri dan kebutuhan emosional, sebagai sebab utama. Itulah mengapa masing-masing pembaca memiliki persepsi yang berbeda terhadap suatu karya sastra, karena setiap pembaca memiliki latar belakang dan kebutuhan emosional yang berpeda pula dalam menanggapi atau memaknai suatu karya sastra. Pendekatan pragmatik memiliki manfaat terhadap fungsi-fungsi karya sastra dalam masyarakat, perkembangan dan penyebarluasannya, sehingga manfaat karya sastra dapat dirasakan. Dengan indikator pembaca dan karya sastra, tujuan pendekatan pragmatik memberikan manfaat terhadap pembaca. 77 Untuk itulah, pendekatan karya sastra kepada pembaca tidak dapat dikesampingkan dan merupakan hal yang penting. Karena pembaca akan menilai sebuah karya sastra. Peran pembaca yang terlihat dominan dalam komunikasi sastra ini memperlihatkan bahwa pendekatan terhadap karya sastra tidak dapat hanya 75 Yus Rusyana, Kegiatan Apresiasi Sastra Indonesia Murid SMA Jawa Barat, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979, h. 7. 76 M.H. Abrams, The Mirror and The Lamps, United States of America: Oxford University Press, 1980, h. 21. 77 Nyoman Kutha Ratna,Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, h. 72. memperlihatkan pada teksnya saja, tetapi juga harus memberi tempat pada pembacanya, yaitu dalam proses berinteraksi dengan teks sastranya. 78 Pendekatan pragmatik berarti memberikan perhatian utama terhadap peranan pembaca. Pembaca yang sama sekali tidak mengetahui proses penulisannya diberikan tugas utama bahkan dianggap sebagai penulis. Karena sejatinya pembaca tidak pernah mati, pembaca akan selalu hadir bergantian dan memiliki penilaian yang berbeda terhadap sebuah karya sastra. Secara umum pendekatan pragmatik adalah sebuah pendekatan yang ingin memperlihatkan kesan dan penerimaan pembaca terhadap karya sastra dalam zaman ataupun sepanjang zaman. Pendekatan pragmatik adalah salah satu ilmu kajian sastra yang menitik beratkan dimensi pembaca sebagai penangkap dan pemberi makna terhadap karya satra. Pembacanyalah yang menghidupkan sebagai proses konkritasi karya tersebut. Keberadaan unsur pembaca dalam kehidupan bersastra mendapatkan tempat yang utama. Upaya meneliti sastra secara pragmatik merupakan salah satu sambutan terhadap karya tersebut. Fungsi terpenting pembaca adalah kemampuannya untuk mengungkapkan kekayaan karya sastra. Pembaca memungkinkan untuk menampilkan makna secara tidak terbatas, baik pembaca sezaman maupun pembaca dalam konteks sejarah. Pembaca juga yang memungkinkan untuk mengungkapkan khazanah cultural dan multicultural. 79 Semua proses pembacaan dalam karya sastra melibatkan dua aspek, yakni: pembaca dan interpretasi atau penafsiran guna “menemukan makna” yang dimaksudkan dalam objeknya. Arti atau makna tentu sangat luas cara melihat dan membacanya. Objek dalam konteks studi kesusastraan tidak hanya pada persoalan karya saja atau penafsiran yang bertumpu pada persoalan tekstualitas. 80 Pesan-pesan dan keseluruhan nasihat yang terdapat 78 Siti Chamamah Soeratno, dkk., Metodologi Penelitian Sastra, Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widya, Maret, 2002, h. 138. 79 Ibid. 80 Dwi Susanto, Pengantar Teori Sastra Dasar-Dasar Memahami Fenomena Kesusastraan, Jakarta, CAPS, 2012, h. 194. dalam sebuah karya sastra akan tetap hidup meskipun karyanya sudah tidak ada. Keseluruhan manfaatnya telah diadopsi ke dalam jiwa dan pikiran subjek penikmat sehingga menjadi kekayaan baginya, sebagai manfaat abadi. Karya sastra dan masyarakat pembaca mengandung dua pengertian yang berbeda, yaitu: a karya sastra dan masyarakat, b karya sastra dan pembaca. Pengertian pertama mengacu pada sosologi sastra, masyarakat sebagai kenyataan, sedangkan pengertian kedua mengacu pada resepsi sastra, pembaca sekaligus kenyataan dan rekaan. 81 Pada waktu menghadapi suatu teks, pembaca sudah mempunyai bekal yang berkaitan dengan karya yang dibacanya. Bekal pembaca yang senantiasa berubah-ubah atau latar belakang pengetahuan yang berlain-lainan, akan menghasilkan penerimaan yang berlain-lainan pula. Keadaan ini memperlihatkan gejala bahwa dalam proses membaca terjadi interaksi dialog antara pembaca dengan teks yang dibacanya yang selanjutnya melahirkan variasi-variasi bagi teksnya. 82 Pendekatan pragmatik memandang karya sastra sebagai alat untuk menyampaikan tujuan atau maksud tertentu kepada pembaca. Penilaian terhadap karya sastra terutama ditujukan pada tujuan atau fungsi yang hendak disampaikan kepada pembaca, seperti tujuan pendidikan, moral, agama dan lainnya. Pendekatan pragmatik mengkaji karya sastra berdasarkan fungsinya untuk memberikan tujuan-tujuan tertentu bagi pembacanya. Semakin banyak nilai-nilai, ajaran-ajaran yang diberikan kepada pembaca maka semakin baik karya sastra tersebut. Kegiatan apresiasi sastra akan tumbuh dengan baik apabila pembaca mampu menumbuhkan rasa akrab dengan teks sastra yang diapresiasinya, menumbuhkan sikap sungguh-sungguh serta melaksanakan kegiatan apresiasi itu sebagai bagian dari hidupnya, sebagai kebutuhan yang mampu memuaskan rohaninya. 81 Nyoman Kutha Ratna, Sastra dan Culural Studies: Representasi Fiksi dan Fakta, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Juli, 2010, h. 528. 82 Siti Chamamah Soeratno, dkk.,Metodologi Penelitian Sastra, Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widya, Maret, 2002, h. 137. Berdasarkan pandangan tersebut, maka objek penelitian yang diteliti ialah mengenai persepsi pembaca terhadap novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah. Dengan begitu peneliti dapat mengetahui manfaat apa yang diapresiasi oleh pembaca setelah membaca novel AAC. Perlu diketahui bahwa pembaca yang dimaksudkan oleh penulis dalam penelitian ini ialah para penulis tesis, skripsi dan tulisan dalam jurnal. Para penulis tersebut ialah pembaca yang telah membaca novel Ayat-Ayat Cinta dan kemudian menuliskan manfaat atau hal menarik yang mereka dapatkan ke dalam tulisan-tulisan mereka. Sehingga peneliti memaksudkan pembacanya ialah para penulis dalam tesis, skripsi dan tulisan dalam jurnal.

C. Teori Persepsi

Pengertian persepsi menurut Jalaludin Rakhmat ialah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyampaikan informasi dan menafsirkan pesan. 83 Bimo Walgito mengungkapkan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif pemegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya, tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus. 84 Kamus besar psikologi mendefinisikan persepsi ialah suatu proses pengamatan seseorang terhadap lingkungan dengan menggunakan indra-indra yang dimiliki sehingga ia menjadi sadar akan segala sesuatu yang ada di lingkungannya. 85 Persepsi menurut KBBI online ialah tanggapan penerimaan langsung dari sesuatu. Persepsi mempunyai sifat subjektif karena bergantung pada kemampuan dan keadaan dari masing-masing individu, sehingga tiap individu memiliki 83 Jalaludin Rahkmat, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003, h. 51. 84 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Andi Offset, 2002, h. 87. 85 Haryanto, “Pengertian Persepsi Menurut Ahli”, diunduh dari http:belajarpsikologi.compengertian-persepsi-menurut-ahli, pada Selasa, 15 Desember 2015, pukul 17.00. tafsiran yang berbeda pada satu objek yang sama. Dengan demikian, persepsi merupakan pemberian tanggapan, perasaan, dan prasamgka oleh individu terhadap objeknya. Tanggapan tersebut dapat berupa sikap, pendapat dan tingkah laku. Tanggapan pada prosesnya didahului sikap seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku jika ia menghadapi suatu rangsangan. Jadi, berbicara mengenai persepsi tidak terlepas dari sikap. Persepsi juga diartikan sebagai suatu sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman mendetai, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka terhadap fenomena tertentu.Melihat sikap seseorang terhadap sesuatu, maka akan diketahui bagaimana persepsi atau tanggapan seseorang terhadap sesuatu. Dari definisi di atas, diketahui bahwa cara pengungkapan sikap melalui: pengaruh atau penolakan, penilaian, suka atau tidak suka, dan kepositifan atau kenegatifan suatu objek. Penelitian persepsi pada dasarnya merupakan penyelidikan reaksi pembaca terhadap suatu teks. Persepsi atau tanggapan pembaca terhadap teks dapat positif dan negatif. Persepsi pembaca yang bersifat positif, pembaca akan merasa senang, gembira dan pembaca dapat memproduksi atau menciptakan hal baru yang bernilai negatif pada karya tersebut. Sebaliknya, reaksi yang bersifat negatif, pembaca akan sedih, jengkel atau akan memproduksi hal baru yang bernilai negatif pada karya tersebut. Setiap pembaca memiliki persepsi yang berbeda dalam menanggapi suatu karya sastra. Perbedaan persepsi tersebut berkaitan dengan pengetahuan, pengalaman, pendidikan, dan kemampuannya dalam menanggapi karya sastra. Dengan memahami persepsi pembaca, kita dapat mengetahui bagaimana persepsi pembaca dalam menanggapi novel AAC.

D. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 pasal 1 butir 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 86 Undang-Undang Sisdiknas no. 20 tahun 2003 pasal 3, Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 87 Hasan Lambulung mengemukakan bahwa pengajaran ialah pemindahan pengetahuan kepada orang lain yang belum mengetahui. 88 M. Usman Najati mengemukakan bahwa pengetahuan yang dipindahlan diperoleh dari dua jenis sumber, yaitu: Ilahi dan manusiawi. Kedua jenis pengetahuan ini saling melengkapi dan pada hakikatnya berasal dari Allah. Pengetahuan yang berasal dari manusia ialah pengetahuan yang dipelajari dari berbagai pengalaman pribadinya dalam kehidupan, juga dalam usahanya menelaah dan memecahkan berbagai problem yang dihadapinya, atau melalui pendidikan dan pengajaran setelah penelitian ilmiah. 89 Pendidikan merupakan suatu sarana sebagai usaha manusia dalam membina atau membimbing diri menuju kepribadian dan pengetahuan yang lebih baik. Pendidikan bersifat sarat nilai, karena masyarakat menentukan apa- apa yang akan dan tidak akan diteladani. Pendidikan adalah suatu proses bimbingan, pengajaran dan pelatihan yang dilakukan oleh manusia kepada manusia lain dalam rangka pencapaian kedewasaan dalam rangka pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk pelestarian nilai- nilai dan norma yang berkembang dimasyarakat. 86 Anas Salahudin dan Irwanto Alkriencieie, Pendidikan Karakter Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa, Bandung: Pustaka Setia, 2013, h. 41. 87 Ibid. 88 Ibid.,h. 62. 89 Ibid. Setiap guru wajib untuk membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP yang di dalamnya terdapat materi ajar, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pembelajaran serta karakter apa yang diharapkan dalam pembelajaran tersebut. Setiap guru tidak hanya diwajibkan untuk memahami kompetensi yang dirancang dalam RPP tetapi juga diharapkan terampil dan kreatif dalam mengolah bahan ajar dan proses pembelajaran. Sastra dapat membantu pengajaran kebahasaan karena sastra dapat meningkatkan keterampilan berbahasa. Dengan mempelajari sastra tentunya akan mempelajari aspek kebahasaan lainnya, seperti menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Proses apresiasi dalam karya sastra melibatkan tiga unsur penting, yaitu: 90 kognitif, emotif dan evaluatif. Aspek kognitif terkait dengan keterlibatan intelektual pembaca dalam memahami unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah karya sastra, baik unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik. Aspek emotif terkait dengan keterlibatan emosi pembaca dalam menghayati unsur-unsur keindahan dalam sebuah karya sastra dan pemahaman unsur tersebut bersifat subjektif. Aspek evaluatif terkait dengan pemberian nilai baik dan buruk, indah dan tidak indahnya, sesuai atau tidak sesuainya sebuah karya sastra yang secara personal dimiliki oleh pembaca. Pengajaran sastra memiliki dasar untuk melaksanakan misi afektif memperkaya pengalaman siswa dan menjadikannya lebih tanggap terhadap peristiwa-peristiwa di sekelilingnya yang memiliki tujuan akhir menanam, menumbuhkan, dan mengembangkan kepekaan terhadap masalah-masalah manusiawi, pengenalan dan rasa hormatnya terhadap tata nilai baik dalam konteks individual maupun sosial. Pengajar sebaiknya tidak berfungsi sebagai sumber paling tahu yang menjawab semua pertanyaan dengan otoritas yang tidak dapat diganggu gugat, melainkan lebih sebagai fasilitator. 91 Karya sastra harus dipilih dengan tepat, 90 Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, Bandung: CV Sinar Baru, 1987, h. 34- 35. 91 Melani Budianta, dkk., Membaca Sastra Pengantar Memahami Sastra Untuk Perguruan Tinggi, Magelang: IndonesiaTera, 2003, h. 119.