Hakikat Karya Sastra NOVEL DAN PENDEKATAN PRAGMATIK
secara serius. Dalam novel serius, pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini disoroti dan
diungkapkan sampai ke inti kehidupan yang bersifat universal. Contohnya: Harimau-Harimau Muchtar Lubis, Pada Sebuah Kapal
Nh. Dini, Telegram dan Stasiun Putu Wijaya. c
Novel picisan¸ isinya cenderung mengeksploitasi selera dengan suguhan cerita yang mengisahkan cinta asmara yang menjurus ke
pornografi. Novel ini mempunyai ciri bertemakan cinta asmara yang berselera rendah ceritanya cenderung cabul, alurnya datar, jalan
ceritanya ringan, dan mudah diikuti pembaca, menggunakan bahasa yang aktual, bertujuan komersil. Contohnya: novel karya Motinggo
Busye. d
Novel absurd, sejenis fiksi yang ceritanya menyimpang dari logika biasa. Irasional, realitas, bercampur angan-angan dan mimpi. Tokoh-
tokoh ceritanya “antitokoh” seperti orang mati bisa hidup kembali, mayat dapat berbicara dan lain-lain. Contohnya: novel Ziarah Iwan
Simatupang yang mengisahkan seorang dokter di daerah pedalaman Papua yang menurut warga sekitar bahwa dokter itu bisa
menyembuhkan dan menghidupkan orang yang sudah mati. Sobar Putu Wijaya.
e Novel horor, cerita yang melukiskan kejadian-kejadian yang bersifat
horor, seperti drakula penghisap darah, hantu-hantu yang gentayangan dan berbagai keajaiban supranatural yang berbaur dengan kekerasan,
kekejaman, kekacauan, dan kematian.
3 Unsur Pembangun Novel
Unsur Intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu
sendiri. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur
intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud,
13
menjadi kesatuan yang bulat dan berjudul. Selain itu, ada tokoh-tokoh, ada tempat tertentu
yang menjadi area bergeraknya tokoh-tokoh dan ada pula juru cerita yang mengisahkan kisahnya tersebut.
14
Dapat dikatakan bahwa unsur intrinsik ialah unsur yang terdapat di dalam sebuah karya sastra itu sendiri, yang
berasal dari dalam karya tersebut. Unsur intrinsik terdiri atas:
1.
Tema sering disebut sebagai ide atau gagasan yang menduduki tempat
utama dalam pemikiran pengarang dan sekaligus menduduki tempat utama dalam cerita.
15
Menurut Stanton dan Kenny adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Menurut Hartono dan Rahmanto, tema
merupakan gagasan dasar yang menopang sebuah karya sastra.
16
Menurut Brooks dan Warren tema adalah dasar atau makna suatu cerita atau novel,
17
suatu yang menjadi pokok persoalan atau suatu yang menjadi pemikiran. Tema disampaikan melalui jalinan cerita.
18
sebuah persoalan tertentu. Tema merupakan persoalan tertentu yang hendak dikemukakan atau diutarakan pengarang kepada pembaca.
Adanya inti persoalan dalam cerita nanti akan dijabarkan melalui unsur-unsur intrinsik dalam novel.
19
Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka tema bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Untuk menemukan tema
sebuah karya fiksi, haruslah disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Tema dapat
dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar dalam sebuah karya. Untuk menemukan sebuah tema dalam cerita, maka harus dibaca
13
Burhan Nurgiyantoro,Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Maret, 2005, h. 23.
14
Widjojoko dan Endang Hidayat,Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, Bandung: UPI Perss, 2006, h. 46.
15
Ibid.
16
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Maret, 2005, h. 67.
17
Henry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, Bandung: Angkasa, 1986, h. 125.
18
Suroto, Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia, Jakarta: Erlangga, 1989, h. 88.
19
Pamusuk Enste, Novel dan Film, Yogyakarta: Nusa Indah, 1991, h. 56.
secara menyeluruh cerita tersebut, setelah itu barulah ditafsirkan ide ceritanya.
2.
PlotAlur ialah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang
disusun satu persatu dan saling berkaitan menurut hukum sebab akibat dari awal sampai akhir cerita.
20
Struktur rangkaian kejadian dalam cerita disusun secara logis. Plot dibangun oleh beberapa peristiwa yang
disebut alur.
21
A plot is in ordered, organized sequence of events and actions. Plots in this sence are found in novels rather than in ordinary
life; life has stories, but novels have plot and stories.
22
Sebuah plot merupakan kesatuan antara kejadian dan tindakan. Plot dalam hal ini
merupakan kehidupan baru; kehidupan memiliki cerita, tetapi novel mempunyai plot dan cerita.
Rangkaian peristiwa direka dan dijalin dengan seksama membentuk alur yang menggerakan jalannya cerita melalui rumitan ke
arah klimaks dan selesaian.
23
Menurut Abrams plot ialah struktur peristiwa-peristiwa yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian
berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu. Menurut Stanton plot merupakan urutan kejadian,
namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang
lain.
24
Pada prinsipnya menurut Brooks alur ialah struktur gerak yang terdapat dalam fiksi atau drama.
25
Jadi, plot atau alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan sebab dan akibat.
Peristiwa-peristiwa tersebut tidaklah berdiri sendiri. Peristiwa yang
20
Suroto, op. cit., h. 89.
21
Widjojoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, Bandung: UPI Perss, 2006, h. 46.
22
Jeremy Hawthorn, Studying the novel: an introduction, USA, Routledge, 1985, hlm 53.
23
Melani Budianta, dkk., Membaca Sastra Pengantar Memahami Sastra Untuk Perguruan Tinggi, Magelang: IndonesiaTera, 2003, h. 86.
24
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Maret, 2005, h. 113.
25
Henry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, Bandung: Angkasa, 1986, h. 126.
satu akan mengakibatkan timbulnya peristiwa yang lain, peristiwa yang lain itu akan menjadi sebab timbulnya peristiwa berikutnya dan
seterusnya sampai akhir cerita. Terdapat beberapa tahapan plot menurut Aristoteles, yaitu: awal beginning, tengah midle dan akhir
end.
26
a Tahap Awal dalam sebuah cerita dapat pula disebut sebagai tahap
perkenalan. Tahap perkenalan pada umumnya berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan
dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya. Misalnya berupa penunjukan dan pengenalan latar, seperti nama-nama tempat,
suasana alam, waktu kejadian, pengenalan tokoh cerita dan lainnya.
27
Menurut Brooks dan Warren, permulaan atau eksposisi merupakan proses penggarapan serta memperkenalkan informasi
penting kepada para pembaca.
28
b Tahap Tengah dalam sebuah cerita dapat pula disebut sebagai
tahap pertikaian atau konflik. Pada tahap ini ditampilkan adanya pertikaian atau konflik yang lebih meningkat dari sebelumnya
sehingga membuat semakin menegangkan. Konflik yang dikisahkan dapat berupa konflik internal, konflik yang terjadi
dalam diri seorang tokoh, konflik eksternal atau konflik yan terjadi antar tokoh. Dari konflik tersebut nantinya akan muncul klimaks
yaitu ketika konflik utama telah mencapai titik intensitas tertinggi.
29
Menurut Brooks dan Warren, pertengahan atau komplikasi
merupakan kejadian
yang membangun
atau menumbuhkan suatu ketegangan serta mengembangkan suatu
masalah yang muncul dari sesuatu yang disajikan dalam cerita.
30
26
Nurgiyantoro. op. cit., h. 142.
27
Ibid.
28
Henry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, Bandung: Angkasa, 1986, h. 127.
29
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Maret, 2005, h. 145
30
Tarigan., loc. cit.
c Tahap Akhir dalam sebuah cerita dapat juga disebut sebagai tahap
peleraian. Tahap peleraian merupakan sebuah tahap yang menimbulkan reaksi dari klimaks. Jadi bagian ini berisi misalnya
bagaimana kesudahan
cerita, atau
menyaran pada
hal bagaimanakah akhir sebuah cerita. Dalam teori klasik yang berasal
dari Aristoteles, penyelesaian cerita dibedakan ke dalam dua macam kemungkinan: kebahagiaan happy end dan kesedihan sad
end.
31
Brooks dan Warren mengemukakan bahwa tahap akhir atau resolusi ialah sesuatu yang memberi pemecahan terhadap alur.
32
3.
Tokoh dan Penokohan istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya,
pelaku cerita. Penokohan atau karakterisasi menunjuk pada sikap dan sifat para tokoh yang ditafsirkan oleh pembaca. Penokohan adalah
pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan
dalam sebuah cerita.
Penokohan juga
berkaitan dengan
bagaimana pengarag
menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokoh- tokoh tersebut.
33
Tokoh cerita character menurut Abrams adalah orang -orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama
yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan
apa yang dilakukan dalam tindakan.
34
Menurut Sudjiman, tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan
dalam berbagai peristiwa dalam cerita.
35
Penokohan bertugas menyiapkan atau menyediakan alasan bagi tindakan-tindakan tertentu.
36
Penokohan adalah cara pengarang dalam
31
Nurgiyantoro, op. cit., h. 145-146.
32
Tarigan, loc. cit.
33
Suroto, Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia, Jakarta: Erlangga, 1989, h. 92
34
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Maret, 2005, h. 165.
35
Melani Budianta, dkk., Membaca Sastra Pengantar Memahami Sastra Untuk Perguruan Tinggi, Magelang: IndonesiaTera, 2003, h. 86.
36
Widjojoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, Bandung: UPI Perss, 2006, h. 47.
menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita.
37
Terdapat beberapa cara memperlihatkan penokohan: a cara analitik adalah cara pengarang menjelaskan atau mengisahkan
tokohnya secara langsung. b cara dramatik adalah cara pengarang yang tidak mengisahkan apa dan siapa tokohnya secara langsung,
tetapi dengan menggunakan hal-hal lain, yaitu: 1. Gambaran tentang tempat atau lingkungan sang tokoh, 2. Percakapan tokoh itu dengan
tokoh lain, 3. Pikiran sang tokoh atau pendapat tokoh lain tentang dirinya.
38
Tokoh-tokoh cerita dalam fiksi dapat dibedakan dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu
dilakukan. Di antaranya adalah:
39
a
Tokoh dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh
dalam sebuah cerita, yaitu: tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam
novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai
kejadian. Karena tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan
perkembangan plot secara keseluruhan. Sedangkan Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit hadir dalam cerita, tidak
dipentingkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitan dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tidak langsung.
40
b
Tokoh dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke
dalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Menurut Altenbernd Lewis tokoh protagonis adalah tokoh yang memberikan simpati
dan empati bagi pembaca, tokoh yang dikagumi yang salah satu jenisnya secara popular disebut sebagai hero-tokoh yang memiliki
37
E. Kosasih, Apresiasi Sastra Indonesia, Jakarta: Nobel Edumedia, 2008, h. 61.
38
Widjojoko, loc cit.
39
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Maret, 2005, h. 176.
40
Ibid., h. 177 .
nilai dan norma yang ideal bagi pembaca. Sedangkan tokoh antagonis da
pat disebut juga sebagai tokoh „lawan‟ dengan tokoh protagonist, secara langsung ataupun tidak langsung. Tokoh
antagonis menimbulkan ketegangan dan konflik dalam cerita khususnya ketegangan dan konflik yang dialami oleh tokoh
protagonis.
41
c
Tokoh berdasarkan perwatakannya dapat dibedakan atas tokoh
sederhana simple and flat character dan tokoh bulat complex and round character. Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya
memiliki satu sifat-watak tertentu saja, ia tidak memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca.
Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu. Sedangkan
tokoh bulat adalah tokoh yang diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat saja
memiliki watak tertentu yang diformulasikan, namun ia dapat pula memampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan
mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga. Tingkah lakunya sering tak terduga dan memberikan efek kejutan bagi pembaca.
42
4.
Latar atau setting adalah lingkungan tempat, waktu dan suasana
peristiwa terjadi.
43
Segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.
44
Latar berfungsi sebagai pendukung alur dan perwatakan. Gambaran situasi yang tepat akan
membantu memperjelas peristiwa yang sedang dikemukakan.
45
Menurut Abrams disebut juga sebagai pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-
41
Ibid., h. 178.
42
Ibid., h. 181.
43
Widjojoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, Bandung: UPI Perss, 2006, h. 48.
44
Melani Budianta, dkk., Membaca Sastra Pengantar Memahami Sastra Untuk Perguruan Tinggi, Magelang: IndonesiaTera, 2003, h. 20.
45
Suroto, Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia, Jakarta: Erlangga, 1989, h. 94.
peristiwa yang diceritakan.
46
Latar memberikan pijakan cerita secara kongkret dan jelas, hal ini penting untuk memberikan kesan realistis
kepada pembaca dan menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi.
47
Tempat dan waktu yang dirujuk dalam cerita bisa merupakan sesuatu yang faktual atau imajiner.
48
Macam-macam latar:
a Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial
tertentu, mungkin lokasi tertentu tenpa nama jelas.
49
b Latar waktu berhubungan dengan masalah „kapan‟ terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah „kapan‟ tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu
faktual, waktu yang ada kaitannya atau waktu berlatar sejarah.
50
c Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial dapat berupa kebiasaan
hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap serta spiritual.
51
5.
Sudut Pandang pengisahan yang menerangkan siapa yang bercerita.
Pusat pengisahan ini penting untuk memperoleh gambaran tentang kesatuan cerita.
52
Sudut pandang merupakan kedudukan atau posisi pengarang dalam cerita tersebut atau posisi pengarang menempatkan
46
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Maret, 2005, h. 217.
47
Ibid., h. 216.
48
E. Kosasih, Apresiasi Sastra Indonesia, Jakarta: Nobel Edumedia, 2008, h. 60.
49
Nurgiyantoro, op. cit., h. 227.
50
Ibid.,h. 230.
51
Ibid.,h. 233.
52
Widjojoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, Bandung: UPI Perss, 2006, h. 47.
dirinya dalam cerita tersebut. Apakah ia terlibat langsung dalam cerita atau hanya sebagai pengamat yang berdiri di luar cerita.
53
Menurut Abrams ialah cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan
berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Sudut pandang pada hakikatnya merupakan sebuah
strategi, teknik dan siasat yang dipilih oleh pengarang utuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.
54
Jadi, dapat dikatakan bahwa sudut pandang merupakan cara pengarang dalam bercerita, apakah ia
terlibat langsung dalam cerita atau tidak. Terdapat beberapa sudut pandang dalam penggambaran cerita, yaitu:
55
a Sudut Pandang Orang Ketiga: “dia”. Pengisahan cerita yang
menggunakan sudut pandang „diaan‟ terletak pada seorang narator yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita
dengan menyebut nama, atau kata ganti orang. Dalam sudut pandang orang ketiga “dia” dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu “dia” mahatahu narator mengetahui segalanya dan serba tahu dan “dia” terbatas atau hanya sebagai pengamat narator
mengetahui segalanya, namun terbatas hanya pada seorang tokoh.
56
b Sudut Pandang Orang Pertama: “aku”. Pengisahan cerita yang
menggunakan sudut pandang „akuan‟ terletak pada seorang narator yang ikut terlibat dalam cerita. Dalam sudut pandang orang
pertama “Aku” dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu “aku” tokoh utama dan “aku” tokoh tambahan.
57
c Sudut Pandang Campuran. Penggunaan sudut pandang ini lebih
dari satu teknik. Pengarang dapat berganti-ganti dari teknik yang
53
Suroto, Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia, Jakarta: Erlangga, 1989, h. 96.
54
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Maret, 2005, h. 248.
55
Ibid., h. 256-266.
56
Ibid.,h. 256.
57
Ibid.,h. 262.
satu ke teknik yang lain. Semua itu tergantung pada kemauan pengarang untuk menciptakan sebuah kreativitas dalam karyanya.
58
6.
Gaya Bahasa adalah sebuah cara mengungkapkan pikiran melalui
bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis pemakai bahasa.
59
Menurut Aminuddin gaya ialah cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya menggunakan media bahasa yang indah
dan harmonis serta mampu menuansakan makna yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.
60
Dalam cerita, penggunaan bahasa berfungsi untuk mencipta nada atau suasana persuasif dan merumuskan dialog yang mampu
memperlihatkan hubungan dan interaksi antar tokoh.
61
Gaya bahasa dalam karya sastra memilki fungsi utama yaitu fungsi komunikatif. Sastra khususnya fiksi dapat dikatakan sebagai dunia
dalam kata. Apapun yang dikatakan pengarang atau sebaliknya ditafsirkan oleh pembaca mau tidak mau harus bersangkut paut dengan
bahasa. Bahasa dapat menimbulkan suasana yang tepat guna bagi adegan yang seram, adegan cinta, ataupun peperangan, keputusan,
maupun harapan. Jadi, dari definisi di atas dapat dikatakan bahwa gaya bahasa merupakan cara pengarang dalam menggunakan atau memakai
bahasa ketika bercerita. 7.
Amanat merupakan pemecahan atau jalan keluar dalam menghadapi
persoalan. Pemecahan persoalan biasanya berisi pandangan pengarang tentang bagaimana sikap kita kalau menghadapi persoalan tersebut.
62
Sesuatu yang menjadi pendirian, sikap, atau pendapat pengarang mengenai inti persoalan yang digarapnya, dengan kata lain merupakan
pesan pengarang atas persoalan yang dikemukakan.
63
58
Ibid.,h. 266.
59
Gorys Keraf, Diksi Dan Gaya Bahasa, Jakatra: PT SUN, 2004, h. 112.
60
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, Jakarta: PT Grasino, 2008, h. 138.
61
E. Kosasih, Apresiasi Sastra Indonesia, Jakarta: Nobel Edumedia, 2008, h. 64.
62
Suroto, Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia, Jakarta: Erlangga, 1989, h. 89.
63
Pamusuk Enste, Novel dan Film, Yogyakarta: Nusa Indah, 1991, h. 57
Amanat dapat dikatakan ajaran moral atau pesan yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui karyanya.
Amanat akan disimpan rapi dan disembunyikan pengarangnya dalam keseluruhan isi cerita.
64
Jadi, amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang terkait dengan masalah yang ada di dalam cerita. Amanat dalam cerita
bisa secara tersirat dan juga tersurat. Biasanya pesan tersebut didapatkan setelah pembaca memaknai keseluruhan cerita. Setiap
pembaca memiliki amanat yang berbeda ketika membaca satu bacaan yang sama, hal tersebut dikarenakan sifat karya sastra ialah berbeda-
beda makna.