Deskripsi Persepsi Pembaca Terhadap Novel Ayat-Ayat Cinta Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra

1 Sabar dalam ketaatan ialah bagaimana manusia berusaha sekuat tenaga untuk menahan diri dari kesusahan dan kesukaran dalam mengerjakan amal ibadah kepada Allah Swt. Sabar dalam hal ini lebih kepada sikap ikhlas hamba akan kewajibannya untuk menjalankan perintah terkait statusnya sebagai seorang muslim dalam beribadah kepada Tuhan yang dibebankan padanya. Dalam novel AAC terdapat beberapa sikap tokoh yang mencerminkan sabar dalam ketaatan. Ia mengungkapkan bahwa sabar dalam ketaatan digambarkan saat Fahri mengalahkan rasa malasnya untuk melangkahkan kaki belajar talaqi di siang hari dan dalam cuaca yang sangat terik. Hal itu merupakan salah satu sabar dalam ketaatan. Karena menuntut ilmu merupakan ibadah dan suatu bentuk ketaatan, maka dengan ikhlas kita harus menjalaninya. 2 Sabar dari kemaksiatan ialah menahan diri dari mengerjakan kemaksiatan, kemungkaran, dan kedurhakaan kepada Allah Swt. Sabar dalam hal ini mencakup sikap hamba yang harus tegar mempertahankan dan menjalankan perintah agama dalam menghadapi cobaan yang menghampirinya untuk tidak melakukan kemungkaran yang sangat dibenci dan dilarang oleh Tuhannya. Fahri dalam cerita menunjukan sikap sabarnya menahan diri dari kemaksiatan kepada Allah Swt. Ia menunjukan sabarnya saat Fahri satu mobil dengan Maria. Ia memilih pindah tempat duduk, ketika Maria mengajak Fahri berdansa, ia juga menolak, karena tidak mungkin ia berdekatan dengan Maria yang bukah muhrimnya, karena Maria bukan muhrimnya. Selain menahan diri dari maksiat dan bersentuhan terhadap yang bukan muhrim, sabar dari kemaksiatan juga ditunjukan oleh Fahri saat istrinya menawarkan menyuap pihak pengadilan agar Fahri bisa bebas dari tuntutan. Ia menolak permintaan tersebut, karena menyuap merupakan suatu larangan dalam agama. Dan lebih baik ia mati daripada harus berbuat curang. 3 Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan ialah sikap selalu berusaha untuk tabah, tidak mengeluh, serta tidak berputus asa atas segala musibah dan berbagai penderitaan yang menimpanya dalam kondisi apapun. Fahri ketika diuji oleh cobaan saat ia sakit. Ia meyakini bahwa ujian sakit merupakan peningkatan derajat seorang manusia, harus tetap sabar dan bersyukur serta tidak boleh berburuk sangka pada Allah. Kesabaran Fahri dalam menghadapi cobaan juga terjadi saat dirinya mendapat panggilan polisi atas tindak pemerkosaan yang tidak ia lakukan. Selain Fahri, Aisha juga memperlihatkan kesabarannya. Aisha meminta Fahri untuk segera menikai Maria agar ada saksi kunci dalam persidangan yang bisa membebaskannya. Dari ketiga aspek pendidikan sabar diatas, yaitu pendidikan sabar dalam ketaatan, sabar dari kemaksiatan dan sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan merupakan bagian dari tujuan pendidikan Islam yang juga baik untuk diajarkan kepada anak didik. Ketiga pendidikan sabar ini merupakan kesabaran yang sebagaimana di ajarkan Islam, yaitu manusia harus tetap sabar dalam berbagai keadaan untuk bisa tetap menjalankan perintah Allah dan bertanggungjawab terhadap Allah dan dirinya sendiri. Seperti ketika melawan rasa malas untuk menuntut ilmu. Begitu juga saat harus sabar dari kemaksiatan, yaitu menjauhkan diri dari berbagai perbuatan yang tidak disukai oleh Allah. Dan ketika segala cobaan dan ujian menghampiri hidup, kita pun harus sabar dan ikhlas menerimanya. Tidak boleh berburuk sangka pada Allah, sesungguhnya setiap yang terjadi dalam hidup adalah yang terbaik untuk kita. Manusia harus tetap tegar dan rida dengan apapun yang di hadapinya dalam kehidupan. Karena manusia tidak tahu mana yang terbaik untuknya dan mana yang buruk baginya, cobaan yang datang menghampiri bukan berarti musibah telah terjadi, tapi bisa juga itu adalah proses untuk menguji keimanan diri dalam mencapai derajat keimanan yang lebih tinggi di sisi Illahi. b. Suci Wulandari, Yant Mujiyanto dan Sri Hastuti mengungkapkan mengenai macam-macam nilai pendidikan. 182 Mereka mengungkapkan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel AAC, yaitu: nilai pendidikan religi, nilai pendidikan moral, nilai pendidikan sosial budaya, dan nilai pendidikan estetik. Diungkapkan bahwa nilai-nilia tersebut meliputi: 1 Nilai pendidikan religi yang terdapat dalam kedua novel ini adalah laki-laki dan perempuan dilarang berdua tanpa adanya muhrim, seorang hamba harus bertawakal kepada Tuhan. 2 Nilai pendidikan moral dari kedua novel ini adalah janganlah suka menghasut orang lain dan menghormati serta menghargai perempuan. 3 Nilai pendidikan sosial budaya dari kedua novel ini adalah sikap saling menghormati antarmanusia dijunjung tinggi, dan keharusan menjaga kerukunan. 4 Nilai pendidikan estetis dari kedua novel ini adalah terdapatnya keindahan fisik merupakan keindahan yang dapat dirasakan oleh pancaindra, misalnya: kecantikan yang ditunjukkan pengarang dengan mengungkapkan kecantikan tokoh-tokoh dalam novel ini, keindahan pemandangan alam yang diungkapkan pengarang 182 Nilai pendidikan yang dimaksud oleh mereka mencakup nilai pendidikan religi, nilai pendidikan moral, nilai pendidikan sosial budaya dan nilai pendidikan estetis. Sayangnya, nilai- nilai tersebut disebutkan sekilas-sekilas saja. dengan sangat indah. Sedangkan keindahan nonfisik merupakan keindahan yang bersifat abstrak, misalnya percintaan atau romantisme serta gaya bahasa yang dipakai. Dapat dikatakan bahwa tulisan mereka dalam jurnal mengemukakan adanya nilai-nilai yang terkandung dalam novel AAC, yaitu nilai pendidikan religi, pendidikan moral, pendidikan sosial budaya dan nilai estetis. Mereka memang tidak menjelaskannya secara panjang dan lebar. Namun, mereka mengungkapkan dengan singkat tetapi dapat terpahami oleh pembaca. Novel Ayat-ayat Cinta merupakan sebuah novel yang bercerita tentang kehidupan tokoh utama yang sangat kuat imannya serta tahu bagaimana berinteraksi dengan lawan jenis tanpa harus menyinggung lawan bicara dan sikap-sikap toleransi antrumat beragama serta bagaimana kegigihannya dalam menuntut ilmu. Novel ini dapat dikatakan sebagai novel yang berisi aspek religius edukatif.

2. Nilai Agama

Nilai agama merupakan nilai yang didalamnya terkandung ajaran- ajaran agama, baik itu rukun iman maupun rukun Islam. Nilai agama dapat dikaitkan dengan Alquran dan Hadis. Ada empat pembaca yang mengungkapkan mengnai nilai agama dalam tulisannya, yaitu: a. Asep Supriadi mengungkapkan adanya intertekstualitas antara novel AAC dengan Alquran dan Hadis. Dalam penelitiannya tersebut, ia menjelaskan adanya nilai-nilai rukun iman dan rukun Islam. Rukun iman terdiri atas: 1 percaya terhadap adanya Allah 2 percaya terhadap adanya malaikat 3 percaya terhadap adanya rasul-rasul atau nabi 4 percaya terhadap adanya kitab-kitab Allah 5 percaya terhadap adanya hari akhir 6 meyakini terhadap adanya takdir Allah. Nilai-nilai tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1 Percaya kepada adanya Allah ialah meyakini adanya yang gaib. Percaya terhadap adanya Allah, dalam Islam merupakan suatu kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar lagi karena iman kepada Allah merupakan hal pokok dan utama. Asep membagi beberapa hal yang terkandung dalam novel terkait dengan percaya pada Allah SWT, yaitu: a Bertawakal kepada Allah, dalam bertawakal pada Allah Fahri selalu mengucapkan Basmallah untuk mengusir segala kegelisahan dan kegundahannya. Selain itu, dalam cerita juga selalu digambarkan bagaimana sikap kita untuk menyerahkan segala sesuatunya pada Allah. b Perlunya berikhtiar, berikhtiar ialah berupaya atau berusaha untuk mencapai tujuan. Manusia perlu berikhtiar agar segala sesuatu yang diinginkan tercapai. Orang sering mengartikan ikhtiar adalah sabar. Sabar yang dimaksud bukanlah menunggu dengan pasrah, tetapi harus ada usaha maksimal yang dilakukan oleh kita. Sabar dalam pengertian Islam adalah berikhtiar, yaitu harus berusaha keras dengan semaksimal mungkin. Setelah ikhtiar, barulah manusia bertawakal kepada Allah. Dalam novel AAC banyak digambanrkan kisah ikhtar dan perjuangan hidup yang dilakukan oleh Fahri. Seperi saat ia merancang peta hidupnya untuk membuat dirinya lebih terarah dan terpacu dalam menjalani hidup. Karena sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali ia mau mengubah dengan dirinya sendiri. c Berdoa kepada Allah, yang dimaksud berdoa kepada Allah ialah mengingat Allah yang diwujudkan dengan cara berdoa kepada-Nya. Dengan berdoa kepada Allah berarti kita mengingat adanya Allah. d Bersyukur kepada Allah ialah apa yang telah dimilikinya merupakan karunia dari Allah. Dengan kenikmatan yang melimpah tersebut mereka tidak melupakan Allah, mereka bersyukur kepada-Nya. Kita juga diingatkan untuk selalu bersyukur atas segala nikmat apapun yang Allah berikan kepada kita. 2 Percaya adanya nabi dan rasul Allah, yaitu beriman kepada nabi dan rasul. Ia mengungkapkan bahwa dalam novel AAC tercermin pula beberapa sikap tokoh yang mencontohkan untuk mengamalkan ajaran-ajaran dari nabi dan rasul, yaitu: a Menghormati dan menghargai perempuan, diajarkan untuk menghargai dan menghormati perempuan. b Menjenguk dan mendoakan orang sakit, diajarkan untuk menjenguk dan mendoakan orang sakit. c Cara bergaul dengan bukan muhrim, diajarkan untuk menjaga pandangan dan tidak bersentuhan dengan yang bukan muhrim. d Tentang pernikahan dan poligami, poligami merupakan hal yang tidak mudah untuk dilakukan seseorang, bisa jadi dapat dilakukan namun dalam keadaan terdesak dan memang mendesak. Karena banyak yang harus dipikirkan. Tetapi lebih baik untuk tidak melakukan poligami. e Pentingnya melaksanakan salat sunah, tahajjud dan duha. Melaksanakan salat sunnah merupakan suatu ibadah yang juga disukai oleh Allah. 3 Percaya terhadap kitab-kitab Allah, selain kitab Alquran, umat Islam harus percaya dan mengakui kitab Zabur yang diberikan kepada nabi Daud, kitab Injil yang diberikan kepada nabi Isa, dan kitab Taurat yang diberikan kepada nabi Musa. Alquran adalah kitab yang diberikan kepada nabi Muhammad sebagai pedoman bagi umat Islam. Pegangan umat Islam itu ada dua sumber, yaitu Alquran dan hadis nabi. Dalam novel AAC digambarkan bagaimana para tokohnya selalu membaca Alquran dan mempelajari maknaya serta mengamalkan isi yang terkandung di dalamnya. 4 Percaya terhadap adanya malaikat Allah, dalam novel AAC diungkapkan adanya penggambaran seseorang yang diibaratkan malaikat karena sikapnya yang menolong orang lain. Dikatakan seperti malaikat Jibril yang menurunkan hujan, hujan merupakan rahmat dari Allah. 5 Keyakinan terhadap adanya akhirat, ialah menyakini adanya kehidupan lain setelah alam dunia. Dalam novel digambarkan adanya percakapan yang mengungkapkan hal tersebut. 6 Meyakini adanya takdir Allah, dalam novel AAC Fahri adalah sosok yang selalu yakin akan takdir Allah. Selama ia berusaha melakukan yang terbaik dan semaksimal mungkin, ia yakin bahwa takdir Allah adalah yang terbaik untuk kehidupannya. Penjabaran di atas merupakan kaitan antara novel dengan rukun iman, selanjutnya Asep mengungkapkan adanya rukun Islam yang terdapat dalam novel, yaitu: syahadat, salat, puasa, zakat, dan pergi haji. Nilai-nilai tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1 Mengucapkan dua kalimat syahadat, kalimat syahadat ialah kalimat kesaksian, ”Asyhadu alla Ilaha Illallah Waasyhadu Anna Muhammadar Rasulullah ”, artinya “aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksibahwa Nabi Muhammad itu adalah utusan Allah”. Pengakuan terhadap adanya Allah dan pengakuan terhadap nabi Muhammad sebagai rasul Allah itu merupakan ketauhidan. 2 Melaksanakan salat fardu, salat merupakan tiangnya agama. Salat jika diumpamakan sebuah bagunan, maka adalah pondasinya. Salat fardu merupakan kewajiban bagi setiap pemeluk agama Islam. Dalam novel AAC selalu digambarkan oleh tokohnya, terutama Fahri yang menunaikan salat subuh, zuhur, asar, magrib, dan isya. 3 Mengeluarkan zakat, zakat merupakan pembersih harta yang dimiliki. Harta yang dititipkan pada seorang manusia sesungguhnya ada sebagian hak untuk orang lain. 4 Melaksanakan puasa Ramadan, dalam puasa seorang manusia diuji ketakwaannya pada Allah. Puasa yaitu menahan haus dan lapar seharian penuh. Namun, tidak hanya itu puasa juga harus menahan diri dari segala nafsu. 5 Menunaikan ibadah haji, ibadah ini diwajibkan kepada umat Islam yang telah mencapai Nisab. Nisab adalah ukuran kepantasan apakah seseorang itu layak untuk menunaikan ibadah haji atau tidak, baik layak berdasarkan fisik kesehatan maupun layak berdasarkan keuangan mampu. Asep mengungkapkan dan mengklasifikasikan dengan jelas apa saja yang termasuk rukun iman dan Islam, ia juga membaginya lagi apa saja yang termasuk rukun iman dan Islam. Selain itu, ia juga mengaitkannya dengan ayat-ayat Alquran dan juga dalil-dalil hadits. b. Rodhiatam Mardhiah mengungkapkan mengenai nilai agama, terdapat tiga nilai agama yang terkandung dalam novel AAC, yaitu: 1 Nilai akidah ialah suatu nilai yangberhubungan dengan keyakinan seorang manusia. Keyakinan tersebut terdapat dalam rukun iman. Adanya nilai rukun iman yang terdapat dalam novel AAC, ialah: a Iman kepada Allah SWT ialah meyakini adanya Allah dan hanya Allah yang patut dimintai pertolongan. Fahri percaya bahwa Allah yang berhak menurunkan hidayah kepada siapapun yang dikehendakinya, ia juga percaya bahwa Allah yang memberikan rizki dan menentukan hidup matinya seseorang. Selain itu, ia juga percaya bahwa setiap yang terjadi dalam hidupnya merupakan kebaikan dari Allah. b Iman kepada nabi dan rasul ialah selalu menjaga kehidupan agar terjaga seperti kehidupan nabi dan rasul sebagai panutan. Dalam novel AAC juga digambarkan bagaimana tokohnya berusaha mengikuti ajaran rasul, seperti menolak anjuran untuk menyuap dan selalu bersholawat ketika emosi. c Iman kepada kitab Allah ialah mengakui dan meyakini adanya kitab-kitab Allah. Alquran merupakan kitab Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Dalam novel AAC digambarkan bagaimana tokohnya selalu membaca Alquran, belajar memahami makna dan mengamalkannya. d Iman kepada malaikat Allah ialah meyakini adanya malaikat-malaikat Allah. Malaikat dalam cerita diibaratkan dengan manusia makhluk Allah yang baik, yang memberikan pertolongan pada mansia lainnya. e Iman kepada hari akhir ialah meyakini bahwa hari akhir pasti akan tiba dan segala yang dilakukan di dunia akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. f Iman kepada qada dan qadar ialah meyakini segala ketetapan Allah dengan prasangka yang baik pada-Nya. Dalam novel AAC juga digambarkan bagaimana seseorang berusaha untuk melakukan yang terbaik dalam hidupnya, sehingga Allah akan memberikan yang terbaik untuk kehidupannya. 2 Nilai syariat ialah nilai yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan Allah dalam hal ibadah dan muamalah. a Ibadah, mengenai salat subuh, zuhur, asar, magrib dan isya. Salat jumat khusus untuk laki-laki, serta salat sunah duha, tahajjud, istikharah dan tarawih. b Muamalah ialah segala sesuatu yang berhubungan antara manusia dengan manusia lainnya dalam berbagai pergaulan, seperti: kekeluargaan, warisan, sewa-menyewa, uang- piutang. 3 Nilai akhlak ialah suatu perbuatan baik kepada Allah SWT, akhlak kepada dirinya sendiri, akhlak kepada sesama manusia dan akhlak kepada alam lingkungannya. a Akhlak kepada Allah, ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir dan tertanam dalam jiwanya serta selalu ada padanya, seperti selalu bersyukur atas segala nikmat yang diberikan oleh Allah, selalu memohon ampun pada Allah, bersyukur atas segala nikmat yang diberikan, memiliki rasa malu pada Allah dan tidak berputus asa akan datangnya rahmat Allah. b Akhlak kepada diri sendiri, di antaranya ialah disiplin waktu, menepati janji, optimis dan ikhlas. Dalam novel AAC digambarkan adanya sikap disiplin waktu, optimis yang dilakukan oleh Fahri, baik itu ketika menuntut ilmu maupun ketika mendapatkan cobaan hidup. c Akhlak kepada sesama manusia merupakan suatu sikap terpuji yang dimiliki oleh seseorang. Karena manusia merupakan makhluk hidup yang tidak dapat berdiri sendiri, maka kita perlu memiliki akhlak terpuji ini, di antaranya: berlaku sopan, menghormati tamu, menghargai antar sesama manusia, menyayangi dan mencintai satu sama lain. d Akhlak kepada alam lingkungan, dalam novel ini juga terdapat akhlak pada lingkungan, seperti menikmati panorama keindahan Sungai Nil yang sangat indah. c. Ma‟mun Fauzi mengungkapkan mengenai aspek religi. Ma‟mun dalam tulisannya mengemukakan adanya nilai akidah, nilai syariat dan nilai akhlak. Nilai-nilai tersebut diungkapkan bermanfaat bagi pendidikan. Karena siswa bisa belajar lebih banyak mengenai pendidikan agama yang bermanfaat. Tidak terjerumus dalam teknologi yang menyesatkan sehingga masih bisa membentengi diri mereka dengan nilai-nilai agama. 1 Dimensi akidah ialah segala informasi baik ucapan, pikiran dan tindakan yang dilakukan tokoh dalam novel yang didasari pada keyakinan, keimanan dan kepercayaan dalam tatanan keimanan, ruang lingkupnya meliputi rukun iman yang keenam yakni: Percaya kepada Allah, percaya kepada malaikat, percaya kepada kitab, percaya kepada rasul, percaya kepada hari kiamat dan percaya kepada qodartakdir. 2 Dimensi syariat ialah semua informasi baik pikiran, ucapan dan tindakan tokoh dalam novel yang menyatakan hubungan antara manusia dengan Allah sebagai tindakan ibadah dalam arti khas yang meliputi rukun Islam yaitu: syahadat, salat, zakat, puasa dan haji serta hubungan antara sesama manusia dan alam sekitar sebagai bentuk ibadah dalam arti luas. 3 Dimensi akhlak ialah semua informasi yang menunjukan perbuatan manusia yang terlibat dari perangai, tabiat, dan sistem perilaku baik dengan Allah maupun antar manusia dan alam sekitar. Dalam analisisnya tersebut ia menyimpulkan bahwa novel AAC sangat baik untuk diajarkan kepada siswa SMA, karena selain menghibur, novel tersebut juga syarat akan nilai pendidikan Islam dan bagaimana menjaga diri terhadap hal-hal di luar ajaran Islam. d. Vivi Wulandari mengungkapkan mengenai nilai religius tokoh muallaf. Dalam tulisannya tersebut ia menuliskan adanya persamaan antara tokoh mualaf dalam novel AAC dan Ternyata Aku Sudah Islam. Persamaan itu diungkapkan melalui akidah, Syariat dan akhlak, seperti berikut ini: 1 Akidah Persamaan religiusitas tokoh mualaf dalam akidah pada novel Ayat-ayat Cinta dan Ternyata Aku Sudah Islam adalah: Maria dan Andrew sama-sama memiliki religiusitas iman kepada Kitab Allah dalam bentuk membaca Alquran, berusaha menghafalnya, dan mendalami makna Alquran. Tindakan dari Andrew dan Maria berguna sebagai pedoman hidup dalam menjalani kehidupan. Maria dan Andrew sama-sama memiliki religiusitas sumpah dan saksi. Sumpah dan saksi ini dilakukan tokoh mualaf ketika mereka menyatakan dirinya masuk Islam. Hal ini menunjukkan kesungguhan tokoh mualaf dalam menjalani kehidupan, bahwa menjadi seorang muslim itu harus mengatasnamakan Allah dalam melakukan pekerjaan. 2 Syariat Persamaan religiusitas tokoh mualaf dalam Syariat terlihat ketika Maria dan Alicia dalam novel Ayat-ayat Cinta dan Andrew dan Charlotte dalam novel Ternyata Aku Sudah Islam sama-sama memiliki religiusitas berbusana muslim. Hal ini dibuktikan oleh para tokoh mualaf ini ketika mereka menjadi mualaf, pakaian yang digunakan sehari-hari selalu menutup aurat, dan tidak ketat. 3 Akhlak Persamaan religiusitas tokoh mualaf dalam aspek akhlak pada novel Ayat-ayat Cinta dan Ternyata Aku Sudah Islam yakni, sama-sama memiliki religiusitas Akhlak. Pertama, akhlak kepada Allah. Religiusitas akhlak kepada Allah, persamaannya terletak pada sama-sama memiliki religiusitas doa, dan tawakal kepada Allah. Hal ini dibuktikan tokoh mualaf dengan berusaha dan tawakal dalam menjalani kehidupan. Kedua, religiusitas akhlak kepada manusia. Persamaannya terletak pada sama-sama memiliki rasa persaudaraan yang tinggi, saling mendoakan, dan berusaha membuat orang lain senang. Sedangkan perbedaan religiusitas tokoh muallaf yang didapatkan oleh Vivi dalam mengkaji kedua novel tersebut ialah: 1 Akidah Andrew lebih senang melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan keagamaan di masjid atau mushollah. Maria percaya bahwa Nabi Daud itu ada, hal tersebut dibuktikannya ada di dalam Kitab Alquran. Alicia berusaha menerima kebenaran tentang Islam yang didapatkannya melalui Fahri. 2 Syariat Andrew digambarkan gemar melaksanakan salat lima waktu, sedangkan kegemaran melakukan salat tidak ditemukan pada Charlotte, Maria dan Alicia. 3 Akhlak Akhlak kepada Allah ditunjukan oleh Maria saat dirinya sakit sakit hingga koma. Ia terus bertawakal dan berdoa agar segera diangkat penyakitnya, sedangkan Andrew selalu bersyukur pada Allah. Akhlak sesama manusia dan amanah dilakukan oleh Maria saat menolong Noura. Vivi mengatakan bahwa tokoh Mualaf dalam novel tidaklah main-main untuk memeluk agama yang diyakininya. Ia akan melakukan hal-hal yang diperintahkan oleh agamanya tersebut serta berupaya untuk selalu belajar mengamalkan ajaran tersebut sedikit demi sedikit dalam kesungguhan.

3. Gaya Bahasa

Gaya bahasa ialah alat atau cara pengarang dalam berkomunikasi melakui kata-kata. Gaya bahasa digunakan pengarang untuk membuat pembaca tertarik membuka lembar-lembar cerita. Mukhammad Khusnin dalam tulisannya mengungkapkan mengenai gaya bahasa yang dipakai oleh Habiburrahman dalam novel AAC. Menurutnya, Habiburrahmaan menggunakan gaya bahasa retoris dan kias. Dalam penelitian yang dilakukannya, ia menemukan 303 gaya bahasa yang terdapat dalam novel AAC. Gaya bahasa retoris dibedakan menjadi 1 hiperbola, 2 litotes, 3 asonansi, 4 pleonasme, 5 paradoks. Sedangkan gaya bahasa kiasan dibedakan menjadi 1 personifikasi, 2 ironi dan 3 metafora. 1 Gaya bahasa retoris. a Gaya bahasa hiperbola adalah gaya bahasa yang berisi suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesarkan-besarkan sesuatu hal. Menurutnya, gaya bahasa hiperbola yang terdapat dalam novel AAC sebanyak 84 kalimat. Seperti dalam kalimat berikut ini: “Aku cepat-cepat melangkah ke jalan menuju masjid untuk shalat zhuhur. Panasnya bukan main. hal. 8. b Gaya bahasa litotes ditemukan dalam novel AAC penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa litotes, yaitu gaya bahasa dengan maksud merendahkan sesuatu. Menurutnya, gaya bahasa litotes yang terdapat dalam novel AAC sebanyak tujuh kalimat. Seperti pada kalimat berikut ini: “Peninggalan kakek yang sangat sederhana dan sawah seperempat Bahu.”hal 108. c Gaya bahasa asonasi ialah gaya bahasa yang menggunakan pengulangan huruf vokal. Menurutnya, gaya bahasa asonasi yang terdapat dalam novel AAC sebanyak tiga kalimat. Seperti pada kalimat berikut ini: “Penuh rindu, mata bundaku, yang selaluku rindu hal 106. Lampu-lampu telah menyala seperti bintang-bintang hal 184. Selalu biasa, datar dan wajar .” hal. 286. d Gaya bahasa pleonasme adalah gaya bahasa yamg digunakan dengan tujuan mempertegas sesuatu. Menurutnya, gaya bahasa pleonasme yang terdapat dalam novel AAC sebanyak dua kalimat. Seperti pada kalimat berikut ini: “Aku sudah bisa makan sendiri dengan kedua tanganku sendiri .” hal. 41 e Gaya bahasa paradoks ialah gaya bahasa yang bertentangan atau berlawanan. Menurutnya, gaya bahasa paradoks yang terdapat dalam novel AAC sebanyak tujuh kalimat. Seperti pada kalimat berikut ini: “Meletakan tangan kanannya di pundak kiriku.” hal. 15. 2 Gaya bahasa kiasan. a Gaya bahasa personifikasi ialah gaya bahasa yang digunakan untuk menyatakan benda mati seolah hidup. Menurutnya, gaya bahasa personifikasi yang terdapat dalam novel AAC sebanyak 54 kalimat. Seperti pada kalimat berikut ini: “Seumpama lidah api yang menjulur dan menjilat-jilat bumi. ” hal 2 b Gaya bahasa ironi ialah gaya bahasa yang bertentangan dengan keadaan sebenarnya. Menurutnya, gaya bahasa ironi yang terdapat dalam novel AAC sebanyak satu kalimat. Seperti pada kalimat berikut ini: “Ia telah ditolong tapi memfitnah orang yang dengan tulus hati menolongnya. ” hal.296. c Gaya bahasa metafora ialah gaya bahasa yang membandingkan sesuatu. Menurutnya, gaya bahasa metafora yang terdapat dalam novel AAC sebanyak 13 kalimat. Seperti pada kalimat berikut ini: “Matahari berpijar di tengah petala langit.” hal 2 Dalam novel Ayat-Ayat Cinta, digunakan beberapa gaya bahasa. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Mukhamad Khunsin, didapatkan bahwa gaya bahasa yang paling banyak digunakan oleh Habiburrahman dalam novel AAC ialah hiperbola.

4. Pluralisme Agama

Pluralisme ialah keadaan majemuk dalam suatu masyarakat. Pluralisme agama dapat dikatakan sebagai kemajemukan agama yang terdapat di dalam suatu masyarakat namun tetap berada dalam keharmonisan dan kerukunan bermasyarakat. Ahsanul Anam mengungkapkan mengenai dampak novel AAC terhadap bangunan puralisme agama di Indonesia. dalam tulisannya, ia beranggapan bahwa nilai pluralisme dalam novel AAC sangat terlihat ketika interaksi Fahri Muslim dan Maria Kristen Koptik. Bahwa Maria atau Maryam berasal dari keluarga Kristen Koptik yang sangat taat atau dalam bahasa asli mesirnya qibthi. Ia juga mengungkapakan bahwa Maria adalah tetangga Fahri yang paling akrab. Ini bukan hanya interaksi dua person saja, tapi dua keluarga. Bahkan lebih besar dari itu, dua bangsa dan dua penganut keyakinan yang berbeda. Inilah keharmonisan hidup sebagai umat manusia yang beradab di muka bumi ini. Hal ini menunjukkan pluralisme atau toleransi yang sangat tinggi terhadap pemeluk agama yang berbeda. Setiap perbedaan pasti memiliki sisi positif dan negatifnya. Ahsanul mengemukakan bebrapa dampak positif dan negatif yang terdapat dalam novel AAC: a Dampak positif 1 Pembaca akan tergugah untuk semangat beribadah. Dalam novel AAC terdapat pesan agama dan moral yang banyak. Karena adanya pesan-pesan tersebut, maka pembaca akan semangat untuk beribadah. 2 Menjunjung tinggi kaum wanita. 3 Menghormati orang yang berakidah lain. Islam mengajarkan kita untuk hormat-menghormati sesama makhluk. 4 Menolong sesama yang membutuhkan. 5 Memotivator pembaca agar tidak putus asa terhadap segala cobaan dan ujian dalam hidup. b Dampak negatif Dapat menyebabkan terjadinya istilah pacaran yang Islami, dan menyoreng noda pada agama. Karena pacaran yang Islami itu tidak ada. Istilah ini muncul di dunia nyata, banyak remaja yang pacaran pakai kerudung atau pacaran di masjid. Padahal itu dilarang agama, yang ada perkenalan ta’aruf untuk proses pernikahan. Serta menyebabkan pemahaman yang keliru, seperti membolehkan poligami. Memang dalam Islam membolehkan poligami, tetapi dengan syarat-syarat tertentu. Dalam novel dikisahkan bagaimana berinteraksi dengan sesama manusia, baik Muslim maupun non Muslim, muhrim dan bukan muhrim dan menolong siapapun yang membutuhkan bantuan. Selain itu, novel ini juga bisa memotivasi pembaca untuk tidak mudah putus asa dalam menghadapi berbagai cobaan dan ujian hidup serta membuat pembaca semangat untuk meningkatkan ibadahnya. Dampak-dampak tersbut juga patut diajarkan kepada siswa, karena mereka hidup berdampingan dengan pemeluk agama atau keyakinan yang berbeda, seperti di Indonesia yang sangat majmuk akan keragamannya, semua itu adalah saudara. Saudara setanah air, sekampung halaman, sepermainan, bukan saudara dalam keyakinan dan keimanan. Agar anak didik bisa bertoleransi terhadap pemeluk agama lain. b Nilai Negatif Nilai negatif atau kritisme merupakan nilai yang diberikan pembaca yang bersikap kritis terhadap suatu objek. Sikap kritisme tersebut merupakan sikap pembaca yang membanding atau menimbang sebuah karya. Pertimbangan tersebut dilakukan secara baik dan buruk, dilakukan dengan memberikan alasan-alasan mengenai isi dan bentuk hasil suatu karya. Kritisme pembaca terhadap novel AAC ialah: Hariyanto mengungkapkan bahwa dalam novel AAC tokoh Fahri digambarkan sangat sempurna akhlaknya di kehidupan manusia, dan ini sulit ditemukan lumrahnya di Negara Indonesia. Selain itu, latar yang digunakan dalam cerita ialah di negri orang yaitu Cairo, Mesir, tentu bagi pembaca yang belum pernah ke sana akan kesulitan menggambarkan. Lebih baik dalam novel AAC dicantumkan peta lokasi kejadian dalam cerita dan gambaran kehidupan masyarakatnya untuk mendukung kejelasan pembaca. Suci Wulandari mengungkapkan bahwa sikap Noura yang sangat mencintai Fahri membuatnya frustasi untuk mendapatkan cinta Fahri hingga ia memfitnah Fahri dengan tuduhan yang kejam dan sangat tidak baik untuk dicontoh, selain itu tindakan para polisi yang sangat kejam pada tahanan. Vivi Wulandari mengungkapkan bahwa tokoh muallaf dalam novel tidak begitu diperlihatkan bagaimana sikapnya dalam beribadah. Seperti Maria, salat yang dilakukannya hanya diperlihatkan saat ajal ingin menjemputnya. Sedangkan pada Alicia tidak diperlihatkan. Sikap ketaatan yang dilakukan oleh tokoh hanya menonjol pada Fahri saja. Ahsanul Anam mengungkapkan bahwa dilihat dari sisi lain, novel AAC digambarkan mempromosikan poligami dan istilah pacaran dalam Islam, hal tersebut dikarenakan adanya sikap poligami yang dilakukan oleh tokoh. Pembaca harus diberi arahan bahwa poligami bisa saja dilakukan dengan syarat tertentu. Persepsi pembaca terhadap novel AAC berdasarkan tiga skripsi, satu tesis dan empat tulisan dalam jurnal, dapat penulis simpulkan terdiri atas dua sikap, yaitu: sikap positif dan negatif. Sikap positif yang diungkapkan oleh pembaca terkait dengan banyaknya nilai-nilai yang terkandung dalam novel, seperti nilai agama dan nilai pendidikan. Nilai negatif yang diungkapkan pembaca ialah penokohan Fahri yang memiliki sikap dan sifat terlalu sempurna akhlak dan imannya, penokohan Fahri sangat sulit ditemukan dalam kahidupan nyata, sedangkan tokoh lain tidak digambarkan, selain itu konflik percintaan yang terdapat dalam cerita berlebihan seperti sikap Noura yang terlalu cinta pada Fahri hingga tega melakukan fitnah keji, dan novel AAC seperti mempromosikan poligami karena Aisha digambarkan rela dimadu dan Fahri pun akhirnya melakukan poligami. Novel Ayat-Ayat Cinta merupakan sebuah novel yang tidak hanya berkisah tentang percintaan atau poligami, tetapi ada juga mengenai permasalahan kehidupan, bagaimana menghadapi cobaan, rasa toleransi dan kegigihan menuntut ilmu. Berdasarkan persepsi pembaca dalam tulisan mereka, nilai Agama merupakan nilai yang paling banyak terdapat dalam novel Ayat-Ayat Cinta. Ada empat pembaca dalam tulisannya yang memaknai novel AAC dari segi agama atau religius. Nilai tersebut diungkapkan oleh pembaca memang hampir mirip, baik itu dari tesis, skripsi maupun jurnal. Nilai agama yang dijelaskan oleh Asep Supriadi dalam tesisnya ialah dengan menggunakan kajian intertekstual antara novel Ayat-Ayat Cinta dengan Alquran dan Hadits. Sedangkan nilai agama yang dijelaskan oleh Rodhiatan Mardhiah dalam skripsinya, Ma‟mun Fauzi dan Vivi Wulandari dalam masing-masing tulisan dalam jurnalnya ialah langsung menganalisis berdasarkan isi dalam cerita saja. Nilai-nilai agama yang diungkapkan oleh pembaca dalam tulisannya terdiri atas nilai akidahyang merupakan kepercayaan seseorang. Kepercayaan itu dibagi atas rukun iman, yaitu: percaya kepada Allah SWT, percaya kepada nabi dan rasul, percaya kepada kitab-kitab Allah, percaya kepada malikat-malaikat Allah, percaya kepada hari akhir, dan percaya kepada qodo dan qodar. Selain nilai akidah, ada juga mengenai nilai syariat. Nilai syariat terkait dengan urusan makhluk terhadap Tuhannya atau mengenai ibadah dan muamalah. Urusan tersebut mencakup: salat lima waktu subuh, zuhur, asar, magrib dan isya dan warisan, utang-piutang. Nilai akhlak terkait dengan perbuatan atau perilaku seseorang kepada Allah, kepada diri sendiri, kepada sesama manusia dan kepada lingkungan. Dalam novel Ayat-Ayat Cinta hal-hal yang terkait dengan akidah, Syariat dan akhlak memang sangat dapat dirasakan dan ditemukan oleh para pembaca. Ada makna spiritual yang bisa dirasakan oleh pembaca ketika mereka membaca novel tersebut. Hal ini sepadan dengan pendapat Habiburrahman yang ingin memberikan suatu bacaan berlandaskan Alquran dan Hadis. Selain itu, karena beliau memiliki kedekatan dengan pesantren dan juga latar belakang agama yang baik, membuat beliau menggunakan medium bahasa untuk menyampaikan ajaran-ajaran dari Alquran dan Hadis. Nilai lain yang diungkapkan oleh pembaca ialah nilai pendidikan. Hariyanto mengungkapkan mengenai tiga nilai pendidikan sabar, yaitu: sabar dalam ketaatan, sabar dari kemaksiatan dan sabar dalam menghadapi ujian dan cibaan. Selain itu, Suci Wulandari, Yant Mujiyanto dan Sri Hastuti mengungkapkan mengenai nilai pendidikan. Mereka mengungkapkan nilai pendidikan terkait dengan pendidikan religi, nilai pendidikan moral, nilai pendidikan sosial budaya dan nilai pendidikan estetis. Mukhamad Khunsin memiliki ketertarikan yang berbeda dalam menganalisis novel AAC. Ia tertarik dengan gaya bahasa yang terdapat dalam novel Ayat-Ayat Cinta. Ahsanul Anam mengungkapan mengenai dampak novel AAC terhadap pluralisme agama, ia mengungkapkan bahwa novel AAC memiliki dampak positif dan negatif. Menurut hemat penulis dari delapan persepsi pembaca memberikan nilai positif dan ada pula yang memberikan kritisme terhadap novel AAC. Dalam membaca suatu karya tidak akan lepas dari kritisme pembaca. Novel AAC juga dikritisi oleh beberapa pembaca di atas. Hal tersebut wajar karena dalam memberikan sebuah penilaian atau tanggapan harus objektif, tidak hanya memberikan nilai positif saja, tetapi ada nilai negatifnya juga. Namun demikian, para pembaca dalam tulisannya mengungkapkan bahwa novel AAC karya Habiburrahman El Shirazy memiliki energi positif bagi pembaca. Sesungguhnya hal ini juga sudah terlihat pada cover novel AAC yaitu “sebuah novel pembangun jiwa”. Maka penulis simpulkan bahwa novel AAC memang patut dan layak untuk dibaca. Berdasarkan latar belakang pendidikan pembaca yang berbeda-beda, entah mengapa para pembaca memberikan tanggapan yang sama, keseluruhannya positif, seperti adanya nilai agama, nilai pendidikan, pluralisme dan bahkan dari gaya bahasanya pun terlihat menjadi suatu hal yang menarik bagi pembaca. Meskipun ada pula kritisme yang disampaikan oleh beberapa pembaca. Keberagaman persepsi tersebut memang wajar dalam membaca sasatra, namun terlihat adanya benang merah atau keterkaitan makna yang sama, yaitu sama-sama ingin mengungkapkan hal-hal positif dan bermanfaat. Novel Ayat-Ayat Cinta layak untuk dibaca dan dijadikan sebagai sebuah novel pembelajaran bagi usia remaja maupun dewasa. Adanya nilai positif yang terkandung dalam novel dapat dicontoh dan dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan nilai negatifnya dapat dijadikan pelajaran untuk dihindari dan tidak dilakukan oleh pembaca. Atas dasar pertimbangan manfaat yang terkandung didalamnya dan cerita yang menarik itulah, maka novel Ayat-Ayat Cinta termasuk dalam novel yang banyak dikaji dan diminati oleh pembaca. Seperti dijelaskan sebelumnya, sebuah novel yang baik haruslah menarik dan bermanfaat dan para pembaca menemukan kedua hal tersebut dalam novel AAC.

D. Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia Hubungan keterlibatan antara persepsi pembaca terhadap novel AAC dengan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah ialah pembelajaran sastra mengenai analisis novel dapat membangun kreativitas siswa dalam mengapresiasi karya sastra. Salah satu kelebihan novel sebagai media pembelajaran ialah karena siswa dapat mengimajinasikan situasi dalam cerita dan mampu memahami nilai-nilai yang terkandung dalam novel. Oleh karena itu, guru juga dituntut selektif terhadap pemilihan novel yang akan diajarkan pada siswa. Tujuan pembelajaran sastra ialah memberikan suatu keadaan atau situasi melalui kata-kata. Kata-kata dalam suatu karya sastra merupakan bentuk komunikasi, dari belajar sastra tersebut siswa akan mengenal keadaan, lingkungan sosial, dan berbagai karakter dalam cerita. Selain itu, belajar sastra dengan menggunakan novel diharapkan dapat membentuk kepribadian dan watak siswa melalui nilai-nilai positif yang terkandung di dalamnya. Sehingga peserta didik diharapkan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Apabila mencermati silabus dan RPP bahasa Indonesia untuk kelas XI SMA dengan standar kompetensi memahami pembacaan novel, aspek mendengarkan, dan kompetensi dasar dapat mengidentifikasi alur, penokohan, dan latar dalam novel yang dibacakan serta menemukan nilai-nilai dalam novel yang dibacakan. Para siswa diharapkan dapat memahami mengenai unsur intrinsik yang terdapat dalam novel dan juga dapat menemukan nilai atau “kandungan-kandungan” yang terdapat dalam sebuah novel. Materi pokok yang akan disajikan penulis dalam penelitian ini ialah pembelajaran mengenai novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy. Indikator yang ingin dicapai dalam pembelajaran ini ialah: 1. Mampu menganalisis unsur-unsur intrinsik dalam novel Ayat-Ayat Cinta Para siswa dalam indikator ini diharapkan mampu menganalisis unsur intrinsik novel. Siswa memiliki keterlibaran intelektual dalam memahami unsur-unsur tersebut. Jika dikaitkan dengan penelitian ini, siswa melibatkan aspek kognitif. Siswa diposisikan sebagai pembaca remaja mengalami tahap pengenalan, yaitu dengan membaca novel. Setelah membaca novel secara keseluruhan, maka siswa mampu menemukan unur-unsur intrinsik yang terkandung di dalamnya. 2. Mampu menemukan nilai-nilai dalam novel Ayat-Ayat Cinta Para siswa dalam indikator ini diharapkan mampu menemukan nilai- nilai yang terkandung dalam novel. Siswa memiliki keterlibatan emosional dalam memahami hal-hal yang bersifat subjektif. Jika dikaitkan dengan penelitian ini, siswa melibatkan aspek emotif. Setelah siswa mampu memahami mengenai kandungan sebuah novel, barulah aspek evaluatif berperan. Aspek evaluatif berkaitan dengan pemberian penilaian baik buruk, sesuai tidak sesuai antara novel tersebut dengan pengetahuan yang telah siswa dapatkan. Siswa diajak terlibat secara intelektual dan emosional terhadap novel AAC, sehingga siswa akan mencoba menerapkan nilai-nilai yang didapatkannya dalam kehidupan untuk menimbulkan perubahan prilaku. Dengan meneliti persepsi pembaca terhadap novel Ayat-Ayat Cinta, seorang pendidik dapat memberikan rujukan kepada peserta didik untuk menganalisis atau membaca mengenai novel AAC hal itu dikarenakan adanya banyak niai yang terdapat dalam novel tersebut dan bermanfaat untuk pembaca. Selain itu, dapat dilihat manfaat pembelajarannya, yaitu: a. Novel AAC merupakan novel yang memiliki pesan pendidikan yang baik untuk pembaca di antaranya kita harus disiplin waktu, menghormati guru dan tidak malas dalam menuntut ilmu seperti yang dilakukan oleh tokoh- tokoh dalam novel AAC. b. Dengan membaca novel AAC dapat mengembangkan pengetahuan berbahasa siswa, karena bahasa yang digunakan dalam novel baik dan tidak hanya menggunakan bahasa Indonesia, ada bahasa lain yang digunakan sehingga pembaca memiliki tanbahan pengetahuan mengenai bahasa asing, seperti bahasa Inggris, Arab, Jerman dan Jawa. c. Dengan membaca dam memberikan persepsi berupa penilaian terhadap novel AAC berarti memberikan pelajaran kepada siswa untuk menghargai novel tersebut dan dengan persepsi yang diberikan baik itu mengkritiki atau tidak, maka membuat karya sastra itu dikenang dari zaman ke zaman. Siswa juga mendapatkan pengetahuan mengenai nilai positif dan negatif yang terkandung dalam novel AAC. Penilaian mengenai banyaknya nilai-nilai positif dan kritisme dalam novel AAC juga telah dijelaskan oleh para pembaca melalui tulisan mereka dari skripsi tesis dan juga tulisan dalam jurnal. Banyaknya nilai-nilai yang terkandung dalam novel digambarkan dengan prilaku, pemikiran tokoh dan pendapat tokoh lain. Nilai-nilai yang diuraikan oleh masing-masing pembaca terdiri atas nilai pendidikan dan nilai religius. Nilai-nilai tersebut merupakan nilai yang patut disampaikan pada siwa. Bahkan guru juga bisa membuat diskusi dalam kelas terkait dengan nilai-nilai yang ditemukan oleh para siswa dalam novel AAC. Para siswa tidak hanya dapat berdiskusi mengenai unsur intrinsik saja, tetapi dapat pula mengungkapkan mengenai nilai positif dan negatif. Hal tersebut akan menjadi sebuah diskusi yang meraik dalam kelas, karena akan ditemukan lagi persepsi- persepsi yang berlainan. Dengan keberagaman pendapat siswa di kelas nantinya, guru harus mampu mengarahkan para siswa untuk tidak melakukan hal-hal yang menyimpang atau memiliki nilai negatif. Dapat dikatakan juga bahwa pembelajaran sastra turut berperan dalam membangun karakter atau jati diri bangsa. Jadi, pemilihan mengenai novel sebagai bahan ajar dapat pula dilakukan dengan menganailsis berbagai persepsi pembaca terhadap suatu novel, agar seorang guru dapat mempertimbangkan bacaan apa yang patut diberikan pada siswa. Penilaian atau pendapat pembaca terhadap sebuah novel bisa dilibatkan dalam pemilihan novel sebagai bahan pengajaran bahasa dan sastra di sekolah. Karena sejatinya seorang guru juga bertugas untuk memberikan yang terbaik pada siswanya, termasuk dalam pemilihan novel sebagai bacaan siswa. 86

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

Dari penelitian yang penulis lakukan terhadap delapan persepsi pembaca mengenai novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy, dapat disimpulkan bahwa adanya nilai positif dan kritisme pembaca terhadap novel AAC. Persepsi tersebut ialah: 1. Adanya beberapa nilai yang diungkapkan oleh penulis dalam berbagai tulisan mereka. Nilai-nilai tersebut ialah nilai pendidikan, nilai agama atau nilai religius, gaya bahasa dan dampak novel tehadap pluralisme agama. Nilai positif yang diungkapkan oleh pembaca ialah nilai pendidikan, dan nilai agama. Ada pula mengenai gaya bahasa dan pluralisme agama. Nilai yang paling banyak dituliskan oleh pembaca ialah nilai agama. Nilai- nilai agama yang terkandung ialah: nilai akidah dalam novel yang dikaitkan dengan rukun iman, nilai syariat dalam novel yang dikaitkan dengan rukun Islam dan nilai akhlak yang terdapat dalam novel AAC. Selain itu, ada pula kritisme pembaca terhadap novel AAC yaitu mengenai penokohan Fahri yang digambarkan begitu sempurna, baik dalam akhlak dan imannya, tokoh seperti itu sulit ditemukan dalam kehidupan. 2. Implikasi persepsi pembaca terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia ialah ketika memilih novel maka salah satu cara yang digunakan adalah dengan menganalisis persepsi pembaca terhadap novel. Sebagai seorang pendidik, harus mampu memberikan bacaan yang bermanfaat bagi para siswa. Pemilihan tersebut didasarkan pada manfaat apa yang akan ditemukan oleh siswa, seperti dalam novel AAC. Para siswa dapat menemukan nilai- nilai yang bermanfaat, seperti sikap kepada pada Allah, diri sendiri sesama manusia dan alam lingkungan merupakan hal yang patut dilakukan oleh para siswa, sikap tersebut di antaranya ialah toleransi terhadap sesama, merancang peta hidup, saling tolong-menolong, menghormati guru dan tidak berputus asa. Sebuah karya sastra dapat pula berperan dalam membangun karakter peserta didik, karena peserta didik dapat belajar banyak hal dalam membaca karya sastra. Untuk itulah, guru wajib menelaah bacaan yang akan diberikan pada siswa dan guru sebagai fasilitaor juga berhak untuk meluruskan berbagai persepsi siswa yang keliru, agar dapat dirasakan manfaatnya dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.

B. Saran

1. Novel Ayat-Ayat Cinta layak dijadikan sebagai bahan bacaan atau bahan ajar bagi peserta didik, maupun bacaan bagi kalangan remaja dan dewasa. 2. Nilai-nilai yang diungkapkan oleh pembaca adalah hal-hal yang layak untuk dijadiakan pondasi sebagai pembentukan karakter dan pembangun jiwa. Nilai positif dapat dicontoh dan nilai negatif dapat dihindari. 3. Karena novel dapat digunakan sebagai media pendidikan, maka penulis harapkan novel yang diciptakan memiliki unsur-unsur yang mampu memotivasi pembaca untuk menjadi pribadi yang lebih berpikir positif. 88 DAFTAR PUSTAKA Abrams, M.H. The Mirror and The Lamps, United States of America: Oxford University Press, 1980. Ahmad, Shahnon, Sastera Pengalaman, Ilmu, Imaginasi dan Kitarannya, Malaysia: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia, 1994. Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, Bandung: Sinar Baru, 1987. Budianta, Melani, dkk., Membaca Sastra Pengantar Memahami Sastra Untuk Perguruan Tinggi,Magelang: IndonesiaTera, 2003. Enste, Pamusuk, Novel dan Film,Yogyakarta: Nusa Indah, 1991. “Habiburrahman El Shirazy”, Tabloit Bintang, Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, November 2008. Hawthorn, Jeremy, Studying the novel: an introduction, USA, Routledge, 1985. Junus, Umar, Resepsi Sastra Sebuah Pengantar, Jakarta: PT Gramedia, 1985. Junus, Umar, Dari Peristiwa ke Imajinasi Wajah Sastra dan Budaya Indonesia, Jakarta: PT Gramedia, 1983. Keraf, Gorys, Diksi Dan Gaya Bahasa, Jakatra: PT SUN, 2004. Kosasih, E, Apresiasi Sastra Indonesia, Jakarta: Nobel Edumedia, 2008. KS, Yudiono, Telaah Kritik Sastra, Bandung: Angkasa, 1986. Lubis, Moctar, Sastra dan Tekniknya, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997. Moleong,Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009. Nurgiyantoro, Burhan, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Maret 2005. Pradopo, Rachmat Djoko, Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini, Yogyakarta: Gajah Mada University Perss. Purba, Antilan, Sastra Indonesia Kontemporer, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012. Rahkmat, Jalaludin, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003. Ratna, Nyoman Kutha, Sastra dan Culural Studies: Representasi Fiksi dan Fakta,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Juli, 2010. Ratna, Nyoman Kutha, Teori, Metode Dan Teknik Penelitian Sastra, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. Rusyana, Yus, Kegiatan Apresiasi Sastra Indonesia Muris SMA Jawa Barat, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979. Salahudin, Anas dan Irwanto Alkriencieie, Pendidikan Karakter Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa, Bandung: Pustaka Setia, 2013. Shirazy, Anif Sirsaeba El, Fenomena Ayat-Ayat Cinta, Jakarta: Republika, Oktober 2006. Shirazy, Habiburrahman El, Ayat-Ayat Cinta, Jakarta: Republika, 2006. Siswanto, Wahyudi, Pengantar Teori Sastra, Jakarta: PT Grasino, 2008. Soeratno, Siti Chamamah dkk., Metodologi Penelitian Sastra, Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widya, 2002. Suroto, Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia, Jakarta: Erlangga, 1989 Susanto, Dwi, Pengantar Teori Sastra Dasar-Dasar Memahami Fenomena Kesusastraan, Jakarta, CAPS, 2012 . Suwandi dan Barowi Memahami Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rineka Cipta, 2008. Tarigan, Henry Guntur, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, Bandung: Angkasa, 1986. Teeuw, A, Sastra dan Ilmu Sastra, Jakarta, PT Dunia Pustaka Jaya, 1984. Walgito, Bimo, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Andi Offset, 2002. Wellek, Rene dan Austin Warren, Teori Kesusastraan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993. Widjojoko dan Endang Hidayat , Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, Bandung: UPI PRESS, 2006. Haryanto, “Pengertian Persepsi Menurut Ahli”, diunduh dari http:belajarpsikologi.compengertian-persepsi-menurut-ahli , pada Selasa, 15 Desember 2015, pukul 17.00.