Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas

Selain itu ada gugatan lainnya yang sering dikenal dengan gugatan langsung, pada gugatan ini dilakukan atas nama pemegang saham minoritas sendiri dan untuk kepentingan pemegang saham minoritas tersebut. 8 UU PT pun mengamini hal ini dengan mencantumkan pada Pasal 61 ayat 1 yang berbunyi: “Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan yang wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan atau Komisaris. ” Dalam transaksi Leveraged Buyout pemegang saham minoritas berada pada posisi yang sangat riskan, karena perusahaan yang diakuisisi menanggung hutang yang besar. Untuk itu pemegang saham minoritas dapat melakukan gugatan baik gugatan derivatif maupun gugatan langsung dengan melaporkan gugatan pada pengadilan negeri dimana perusahaan tersebut berdomisili. Untuk menjalankan gugatan derivatif pemegang saham minoritas harus menanggung biaya peradilan, namun bila gugatan dimenangkan oleh pemegang saham minoritas maka perseroan akan mengganti biaya peradilan yang telah dikeluarkan oleh pemegang saham minoritas. 9 Berbeda dengan gugatan langsung, setiap biaya yang dikeluarkan oleh pemegang saham minoritas tanpa diganti oleh 8 Ibid, h.78. 9 Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governance , cet II, Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005, h 312. perseroan, hal ini karena dengan gugatan langsung maka segala hasil yang diperoleh dari putusan pengadilan adalah untuk kepentingan pemegang saham minoritas. 2. Penerapan Good Corporate Governance Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Good Corporate Governance menjadi isu yang penting dalam dunia perusahaan. Asas ini menjadi dasar perusahaan dalam menjalankan usahanya, walaupun sudah ada UU yang mengatur mengenai perseroan tetapi suatu asas menjadi sangat penting karena menyangkut struktur perusahaan. Di mana maksudnya untuk menjalin hubungan dan mekanisme kerja dari unsur-unsur perusahaan seperti RUPS, Direksi, dan Komisaris dalam pembagian tugas, kewenangan, dan tanggung jawab guna meningkatkan nilai perusahaan khusunya pada transaksi LBO yang membutuhkan perhatian lebih. Prinsip Fairness kejujuran menjadi salah satu poin penting dalam penerapan Good Corporate Governance , fairness atau keadilan disini adalah kesetaraan yang ingin diwujudkan untuk mencapai rasa keadilan bagi para stakeholders suatu perusahaan. Dalam kaitannya dengan pemegang saham minoritas maka prinsip fairness ini dimaksudkan perlakuan yang sama antara para pemegang saham baik yang mayoritas maupun yang minoritas. Dalam menerapkan prinsip keadilan pada suatu perusahaan harus melaksanakan RUPS, RUPS adalah salah satu penerapan prinsip keadilan. Tetapi jika hanya menggunakan RUPS untuk mencari keadilan maka pemegang saham mayoritas menjadi pihak yang dapat menentukan arah kebijakan perusahaan dikarenakan prinsip one share one vote dan bisa mengesampingkan kepentingan dari pemegang saham minoritas. Untuk menjaga agar dapat terwujudnya keadilan dan kesetaran suatu perusahaan maka prinsip majority rule minority protection Mayoritas nelindungi kepentingan minoritas menjadi solusi dari prinsip One Share One Vote Satu sahan satu suara yang kerap menekan kepentingan pemegang saham minoritas. 10 Selain itu untuk mencapai keadilan bagi pemegang saham minoritas ini dilakukan antara lain dengan memberikan hak-hak tertentu kepada pemegang saham minoritas. Prinsip Transparansi merupakan hal yang pokok yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan guna mengimplementasikan Good Corporate Governance, hal serupa juga dinyatakan oleh Organization for Economic Cooperation and Development OECD seperti dikutip oleh Siswanto Sutojo dan E John Aldridge: “the corporate governance framework should ensure that timely and accurate disclosure is made on all material matters regerding the corporation, including the financial situation, performance ownershipand governance of the company. ” 11 Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa transparansi yang dilakukan suatu perusahaan termasuk kondisi keuangan, kinerja perusahaan, kepemilikan dan tata kelola perusahaan. Dalam akuisisi yang menggunakan transaksi LBO 10 Ibid, h. 59. 11 Siswanto Sutojo dan E John Aldridge, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia, 2005, h 178. transparansi menjadi hal yang penting karena masyarakat perlu tahu informasi mengenai akusisi tersebut, sebab perusahaan target akuisisi menggunakan dana pinjaman yang cukup besar dan menjadi pertimbangan masyarakat jika ingin ada yang menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Penerapan prinsip Transparansi di zaman modern seperti sekarang perusahaan harus lebih aktif dalam menerapkan prinsip tersebut dan tidak hanya sekedar pengumuman pada berita negara dan media massa, melainkan harus membuka akses yang luas kepada pemegang saham minoritas khususnya dan masyarakat luas umumnya. Prinsip Akuntabilitas adalah salah satu prinsip dalam Good Corporate Governance , dengan prinsip ini akan menunjukan kinerja suatu perusahaan karena prinsip ini diwujudkan dengan menyiapkan laporan keuangan perusahaan dengan cepat dan tepat. Selain itu prinsip akuntabilitas juga mengembangkan komite audit dan resiko untuk mendukung fungsi pengawasan oleh dewan komisaris, mengembangkan dan merumuskan kembali peran dan fungsi internal audit sebagai mitra bisnis strategis, menjaga manajemen kontrak yang bertanggung jawab dan menangani pertentangan, penegakan hukum, menggunakan external auditor yang memenuhi syarat berbasis profesionalisme. 12 Dengan adanya pengawasan yang efektif dilakukan oleh perusahaan baik internal dengan mengembangkan komite audit dan pengawasan yang dilakukan oleh komisaris, dan eksternal dengan menggunakan external auditor untuk memeriksa perusahaan agar bebas dari intervensi dari para stakeholders. Untuk mendorong asas akuntabilitas, perusahaan bisa menerapkan asas ini dengan mengadopsi manajemen berbasis penciptaan nilai bagi pemegang saham. Selain itu, perekrutan dan pengembangan kompetensi sumber daya manusia SDM harus dilakukan secara profesional dan berkesinambungan. 13 Prinsip Responsibilitas adalah prinsip yang menekankan perusahaan harus taat dan berpegang pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, 14 seperti undang- undang pajak, peraturan hukum mengenai persaingan tidak sehat, uu ketenagakerjaan kepada Undang –Undang Perseroan Terbatas saja tetapi juga tunduk pada undang- undang yang lain seperti Undang –Undang Ketenagakerjaan, Undang–undang Anti 12 Fiki Priyatna, “Perlindungan Terhadap Pemegang Saham Minoritas Perseroan Terbatas Terbuka”, artikel diakses pada 3 Februari 2015 http:fikiwarobay.blogspot.com201205perlindungan-hukum-terhadap-pemegang.html 13 Lukas Setia Atmaja, “Asas GCG dan Penciptaan Nilai” diakses pada 10 Februari 2015, dari http:kolom.kontan.co.idnews129Asas-GCG-dan-penciptaan-nilai 14 Achmad Daniri, Good Corporate Governance Konsep dan Penerapannya Dalam Konteks Indonesia , Jakarta: PT Ray Indonesia, 2006, h 9. monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Undang –undang Lingkungan Hidup. Guna dapat melindungi para stakeholders para pemangku kepentingan dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan stakeholders khususnya pemegang saham minoritas. 15 Pada prinsip ini direksi harus menjalankan kewajibannya secara hati-hati dan bertanggung jawab karena jika direksi lalai dalam menjalankan kewajibannya maka direksi dapat dituntut secara pribadi, tetapi jika direksi telah menjalankan kewajibannya sesuai dengan prosedur maka perseroan lah yang akan menerima beban tersebut dalam hal ini reputasi perusahaan yang akan tercoreng. 16 Dari sinilah tampak peranan Responsibilitas tanggung jawab dalam perseroan terbatas terbuka untuk melindungi stakeholder termasuk juga pemegang saham minoritas dari tindakan yang merugikan yang dilakukan oleh mereka, manakala kewajiban tersebut dipikulkan ke pundak perusahaan, sama saja dengan membebankan kepada seluruh stakeholder mengingat kerugian perusahaan akan menyebabkan bagian yang diterima stakeholder akan berkurang atau terancam. 15 Ridwan Khairandy Camilia Malik, Good Corporate Governance : Perkembangan Pemikiran, dan Implementasinya di Indonesia, Yogyakarta: Kreasi Total , 2007, h 68. 16 Lukas Setia Atmaja, “Asas GCG dan Penciptaan Nilai” diakses pada 10 Februari 2015, dari http:kolom.kontan.co.idnews129Asas-GCG-dan-penciptaan-nilai 3. Keterlibatan Negara Negara sebagai organisasi kekuasaan memiliki tanggung jawab untuk menciptakan keadilan bagi setiap rakyatnya. Untuk melaksanakan hal tersebut dibutuhkan lembaga yang dapat menciptakan keadilan dengan baik, di Indonesia sendiri dalam pembagian kekuasaan dibagi menjadi bagian terpisah yang lebih dikenal saat ini dengan sebutan Trias Politica. 17 Kekuasaan tersebut mencakup kekuasaan membuat perundang-undangan yang dijalankan oleh legislatif, kekuasaan menjalankan pemerintahan yang dijalankan oleh eksekutif, dan kekuasaan kehakiman yang dijalankan oleh lembaga yudikatif. Dalam kaitannya dengan perlindungan pemegang saham minoritas ketiga lembaga tersebut akan berkaitan secara langsung maupun tidak langsung, wujud nyatanya dari perlindungan yang diberikan negara adalah menciptakan perundang- undangan yang dapat mengakomodasi perlindungan dari para pihak pada suatu perseroan khususnya pemegang saham minoritas. Untuk mencapai keadilan pada suatu negara, Plato mengungkapkan bahwa negara harus dikelola oleh kaum aristokrat yang merupakan orang-orang yang bijaksana. Oleh karena itu di bawah pemerintahan mereka dimungkinkan adanya keikutsertaan semua orang untuk mencapai keadilan, dan dengan cara seperti ini 17 Bertrand L Tanya dkk, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Yogyakarta: Genta Publishing, 2013, h. 68. dimungkinkan terciptanya keadilan secara utuh. 18 Walaupun kenyataannya mewujudkan hal tersebut sangat sulit, karena itu pengoptimalan dari Trias Politica menjadi hal yang wajib. Sesuai dengan pembahasan mengenai perlindungan pemegang saham minoritas, maka legislatif sebagai lembaga negara membentuk perundang-undangan dalam hal ini UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menjadi salah satu cara perlindungan yang dapat diberikan oleh negara secara umum. UU PT ini memberikan pengaturan secara umum tentang perseroan. Seperti yang diketahui PT adalah suatu badan usaha yang memiliki kriteria khusus seperti pertanggung jawaban yang timbul dari tindakan perseroan hanya sebatas harta kekayaan yang tersimpan pada perseroan tersebut. 19 Selain itu keterlibatan negara melalui lembaga legislatif tidak hanya sebatas membuat UU tetapi mempunyai fungsi pengawasan juga. Fungsi pengawasan disini adalah mengawasi setiap aktivitas perseroan. Pada hal ini organ perseroan agar menjalankan perseroan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. 20 Dari fungsi pembuatan UU dan fungsi pengawasan ini negara menjalankan fungsinya untuk melindungi hak-hak setiap individu khususnya dalam organ-organ perseroan. Selain 18 Ibid, h 38. 19 Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Disertai Dengan Ulasan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas , cet III, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001, h 12. 20 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka, 1998, h.184. itu fungsi hukum dalam hal ini peraturan perundang-undangan untuk menerapkan mekanisme kontrol sosial dalam hal perusahaan. 21 Eksekutif sebagai lembaga pelaksana dari UU yang telah dibuat oleh legislatif memiliki peran yang cukup penting dalam memberikan perlindungan bagi para pihak dalam perseroan khususnya pemegang saham minoritas. Dalam menjalankan kewajibannya lembaga eksekutif dapat mengeluarkan peraturan pelaksana dalam berbagai hal sesuai dengan kewenangan lembaga eksekutif tersebut. Dalam perjalanannya, akuisisi tidak bisa lepas dari lembaga eksekutif karena dalam pelaksanaannya akuisisi tidak hanya tunduk pada UU PT hasil dari lembaga legislatif melainkan harus mengikuti Peraturan Pemerintah untuk pelaksanaannya. Seperti pada pelaksanaan akuisisi, maka kedua perusahaan yang melakukan akuisisi harus mengikuti Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1998 Tentang Pelaksanaan Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi. Khusus pada akuisisi yang menggunakan LBO maka ada peraturan lainnya yang harus diikuti, hal ini karena akuisisi yang menggunakan LBO memiliki karakteristik khusus dimana akan dapat merugikan stakeholders perusahaan yang diakuisisi karena menanggung hutang yang besar. Untuk itu diperlukan peraturan Bapepam karena perusahaan yang diakuisisi adalah perusahaan terbuka yang modalnya dimiliki oleh umum. 21 Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, cet ke VII, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, h.23. Peraturan Bapepam yang terkait adalah seperti, a Peraturan Bapepam-LK No. IX E. 1 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu. b Peraturan Bapepam-LK No. IX H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka. Lembaga eksekutif haruslah berperan aktif karena dengan peraturan-peraturan yang dibuat oleh eksekutif ini mengatur lebih spesifik mengenai suatu yang berkaitan dengan khalayak umum khususnya akuisisi. Produk hukum dari lembaga eksekutif pada dasarnya tidak boleh bertentangan dengan UU, 22 karena itu dalam membuat PP atau Kepres yang dimana akan membantu akuisisi tidak boleh bertentangan dengan UU 23 sebagai peraturan yang lebih tinggi. Untuk itu harus adanya kerja sama antara legislatif dan eksekutif agar terciptanya peraturan yang dapat melindungi hak-hak para pihak dalam kegiatan akuisisi yang menggunakan LBO. Selain itu keterlibatan negara dalam lembaga yudikatif bukan hanya membuat putusan sesuai dengan peraturan yang berlaku, karena pergerakan dunia bisnis yang sangat cepat membutuhkan ketentuan hukum yang cepat pula, untuk melakukan hal 22 L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, cet ke XXXIII, Jakarta: Prayadna Paramita, 2009, h. 81. 23 Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governance , cet II, Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005, h 359. tersebut lembaga yudikatif pada hal ini adalah pengadilan harus memanfaatkan yurisprudensi dengan maksimal. Kedudukan hukum yurisprudensi sendiri dalam tata hukum Indonesia merupakan bagian subsistem sumber hukum Indonesia, 24 atau menjadi sumber hukum tersendiri dalam struktur sumber hukum Indonesia. 25 Khususnya pada kasus perlindungan pemegang saham minoritas yang kurang memiliki perlindungan, karena UU yang berlaku hanya mengatur secara umum yang menyebabkan terjepitnya posisi pemegang saham minoritas. Untuk menangani hal tersebut maka yurisprudensi seorang hakim sangat dibutuhkan guna melindungi hak dari pihak terkait. Seperti yang diungkapkan Roscoe Pound bahwa hukum yang bersifat logis- analitis, bersifat abstrak dan kaku tidak mungkin dapat diandalkan, untuk itu perlu langkah progresif untuk mengefektifkan hukum. 21 Karena itu yurisprudensi sendiri dapat berfungsi untuk para pencari keadilan dengan tidak kaku pada peraturan yang berlaku, selain itu yurisprudensi juga 24 M Fauzan, Penemuan Hukum Yurisprudensi Bidang Hukum Perdata, Jakarta: Kencana, 2014, h 18. 25 C.S.T. Kancil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, cet VII, Jakarta: Balai Pustaka, 1986, h 50. 21 Bernard L Tanya Bertrand L Tanya dkk, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi , Yogyakarta: Genta Publishing, 2013, h.140. merupakan produk hukum berdasarkan realita yang ada, artinya bahwa produk hukum yurisprudensi merupakan cermin dari hukum yang hidup pada masyarakat. 22 4. Melalui Perjanjian Antara Para Pemegang Saham Proses akuisisi merupakan kegiatan perdata yang dilakukan antar perusahaan dengan dasar kesepakatan, hal tersebut tidak ubahnya dengan melakukan perjanjian antara para pemegang saham, dimana dalam melakukan perjanjian berlandaskan dengan kesepakatan antar para pihak. Hal ini didasarkan pada pasal 1320 KUHPer dimana didalam perjanjian harus ada unsur sepakat untuk mengikatkan dirinya. Kesepakatan disini adalah persesuaian kehendak para pihak, yaitu bertemunya antara penawaran dan penerimaan tanpa adanya paksaan. 23 Perjanjian dengan kesepakatan terebut umumnya direalisasikan dalam bentuk Shareholder Agreement Perjanjian pemegang saham dan Voting Right Agreement perjanjian hak suara antara pemegang saham atau pendiri perseroan. 24 Kedua perjanjian tersebut dilakukan guna melindungi hak-hak dari pemegang saham minoritas dengan memuat peraturan yang lebih rinci dari anggaran dasar perseroan. 22 Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governance , cet II, Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005, h 361. 23 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW , Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013, h. 68. 24 Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governance , cet II, Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005, h 374. Sebagai contoh dalam perjanjian tersebut mengharuskan dalam pengambilan keputusan persetujuan akuisisi harus mendapat persetujuan dari pemegang saham minoritas selaku pihak yang memiliki posisi tawar yang lemah. Hal tersebut akan berimplikasi pada pemegang saham mayoritas yang tidak dapat menggunakan prinsip Majority Rule -nya dalam setiap mengambil keputusan karena harus mempertimbangkan hak-hak pemegang saham minoritas. Walaupun begitu bukan berarti dalam perjanjian tersebut pemegang saham minoritas bisa seenaknya saja menentang apa-apa yang dapat merugikannya, karena dalam pembuatan perjanjian harus berlandaskan dengan itikad baik agar perjanjian yang dibuat dapat menciptakan keadilan dan melindungi hak-hak anggota dari perjanjian tersebut. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak tersebut melekat asas Pacta Sunt Servanda dimana perjanjian tersebut menjadi UU bagi para pihaknya. 25 Lebih dari itu, dari asas tersebut para pihak dengan leluasa untuk membuat perjanjian asalkan tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan. 26 25 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW , Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013, h 78. 26 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, cet XXXI, Jakarta: Intermasa, 2003, h 127. BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN PENGAKUISISI TERHADAP TRANSAKSI LEVERAGED BUYOUT

A. Analisis Akibat Hukum Dan Ekonomi Leveraged Buyout Di Tinjau Dari

Peraturan-Peraturan Terkait Dalam UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dapat dijumpai ketentuan umum mengenai akuisisi, dalam UU tersebut mengatur mengenai tata cara dan proses melakukan akuisisi. Mulai dari rencana akuisisi hingga pendaftaran pada menteri. Khusus pada penelitian ini tidak adanya pengaturan mengenai asal penggunaan dana dalam transaksi akuisisi. Seperti yang menjadi pokok permasalah pada penelitian ini bahwa uang hutang yang digunakan dalam proses akuisisi tidak semerta-merta membuat perusahaan yang diakuisisi menjadi sehat dari masalah keuangan, tetapi akan membuat posisi perusahaan menjadi goyah karena memiliki hutang yang tidak kecil. UU No 40 tentang Perseroan Terbatas menyerahkan kesiapan penyiapan dana untuk melakukan akuisisi pada perseroan yang ingin melakukan akuisisi, sesuai dengan UU tersebut maka perseroan dapat dengan bebas menyiapkan dana untuk akuisisi darimana saja. Sejalan dengan UU PT, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas juga tidak mengatur masalah pendanaan. Walaupun begitu beberapa pasal 59 dalam PP 1 ini menekankan selalu agar akuisisi tidak merugikan stakeholder seperti pemegang saham minoritas, kreditor, dan karyawan perusahaan. Menelisik lebih jauh UU dan PP tersebut hanya mengatur proses akuisisi perusahaan, walaupun sebenarnya didalam PP telah mengisyaratkan bahwa akuisisi harus dengan hati-hati dan tidak boleh merugikan para stakeholder. Melihat Leveraged Buyout yang memiliki kriteria khusus dan perseroan yang melakukan akuisisi umumnya perseroan terbuka maka dalam melakukan transaksi tersebut harus juga memperhatikan Peraturan Bapepam-LK IX.E.1 Tentang Transaksi Afiliasi Dan Benturan kepentingan Transaksi Tertentu. Peraturan ini mencegah kegiatan akuisisi yang dapat berbenturan dengan kepentingan para pihak pada kedua perusahaan. Akuisisi yang menggunakan uang hutang akan berbenturan dengan kepentingan stakeholder perusahaan khususnya pemegang saham minoritas, pemegang saham minoritas akan terkena dampak karena saham yang mereka miliki pada perusahaan terkait akan memiliki hutang yang besar dan akan menekan perusahaan tersebut. Selain itu dalam melakukan akuisisi kedua perseroan harus mengikuti Peraturan Bapepam-LK IX.H.1 Tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka, yang dimana dalam peraturan ini menerangkan prosedur proses akuisisi yang berhubungan 1 PP disini sebagai peraturan pelaksana dari akuisisi dengan bursa saham, seperti penawaran tender sisa saham yang diakuisisi dan pengumuman informasi-informasi saham yang diakuisisi kepada masyarakat. Seperti yang dialami perusahaan pertambangan di Indonesia yaitu PT Bumi Resources yang sering mengakuisisi perusahaan tambang lainnya dengan menggunakan LBO. Pada awalnya akuisisi berjalan dengan lancar karena harga batu bara yang sedang baik. Tetapi, pada tahun 2008 masalah pun muncul karena harga batubara dunia anjlok. Dengan hutang yang besar akibat dari sering mengakuisisi perusahaan dengan hutang dan jatuhnya harga batubara menjadi beban yang serius bagi perusahaan. Untuk menanggulangi hal tersebut perusahaan melakukan pinjaman dari China Invesment Corporation CIC melalui Country Forest Limited anak perusahaan CIC sebesar 1.9 miliar. 2 Sampai saat ini hutang PT BUMI Resources pada China Investment Corporation sebesar 1,3 miliar. Dana yang diperoleh akan digunakan untuk membayar saldo hutang yang timbul dari akuisisi tidak langsung atas kepemilikan saham di PT Darma Henwa Tbk, PT Fajar Bumi Sakti dan PT Pendopo Energi Batubara, pembayaran hutang-hutang Perusahaan dan Anak perusahaan dan sisa pinjaman untuk modal kerja dan operasional Perusahaan. 3 2 Laporan Tahunan PT Bumi Resources Tahun 2009, Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasi Untuk Tahun Yang Berakhir Pada Tanggal 31 Desember 2009, h.76. 3 Ibid, h 77. Akuisisi yang menggunakan Leveraged Buyout ini menjadi seperti akrobat finansial karena tidak menambah produksi dan hanya mengotak-atik keuangan perusahaan. 4 Seperti keterangan di atas bahwa hutang tersebut digunakan untuk menutup hutang sebelumnya yang dipergunakan untuk mengakuisisi perusahaan. Melihat dari contoh kasus yang telah dijelaskan, transaksi leveraged buyout ini dapat membuat suatu perusahaan berada pada posisi yang rentan terhadap reaksi dari pasar. Contohnya seperti kasus diatas dimana disaat harga komoditi utama perusahaan anjlok maka perusahaan mengalami masalah keuangan karena pendapatan yang berkurang sedangkan kewajiban hutang perusahaan harus tetap dibayar pada waktu yang telah ditentukan. Dalam jangka panjang perusahaan yang memiliki hutang cukup besar dan telah jatuh tempo akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan tersebut, yang umumnya harga saham perusahaan tersebut akan jatuh. Kebijakan akuisisi menggunakan leveraged buyout membutuhkan perhatian khusus karena akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan menyangkut berbenturan kepentingan para stakeholders khususnya pemegang saham minoritas yang tidak dapat berbuat banyak karena hanya bisa menerima ketentuan yang telah ditetapkan dan kreditor yang uangnya menjadi sangat riskan. 4 Munir Fuady, Hukum Tentang Akuisisi, Take Over dan LBO, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2014, h.144.