saham lama dengan ketentuan seimbang dengan pemilikan sahamnya, atau yang lebih dikenal dengan pre-emptive right.
2. Dalam Pasal 52 UU PT ditentukan pemegang saham memiliki hak sebagai
berikut: a.
Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS, b.
Menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi, c.
Menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang PT. 3.
Pemegang saham berhak untuk mengalihkan sahamnya kepada pihak lain dengan mengindahkan peraturan dan tata cara pengalihan saham yang berlaku
pada anggaran dasar, hal tersebut diatur pada pasal 56 UUPT. 4.
UU PT memberikan hak pada pemegang saham untuk meminta sahamnya dibeli dengan harga wajar apabila pemegang saham tidak menyetujui tindakan
perseroan, meliputi: a.
Perubahan anggaran dasar, b.
Pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50 kekayaan bersih perseroan, atau
c. Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan
atau pemisahaan.
5. Pada pasal 72 ayat 1 RUPS memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada
direksi dan komisaris dalam batas yang ditentukan oleh UU danatau anggaran dasar.
6. Pemegang saham memiliki hak untuk mengubah anggaran dasar perseroan
yang dilaksanakan melalui RUPS sesuai dengan pasal 88 UUPT. 7.
Dalam hal rencana penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan, permohonan pengajuan pailit, dan pembubaran dapat dilakukan
dengan persetujuan RUPS setelah terpenuhinya kuorom yang diatur pada pasal 89 UUPT.
8. Pada pasal 123 UUPT dalam hal terjadi akuisisi, merger, konsolidasi, dan
pemisahan perlu diatur mengenai konversi saham karena melekat hak pemegang saham baik sebelum maupun sesudah terjadinya tindakan
perseroan.
C. Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas
Pemegang saham minoritas menjadi pihak pada perseroan yang sering mendapat perhatian khusus. Hal ini karena posisinya yang riskan dalam suatu
perseroan dan tidak jarang hanya dijadikan sebagai pelengkap dalam sebuah perusahaan. Dalam mekanisme pengambilan keputusan di perusahaan dapat
dipastikan pemegang saham minoritas ini akan selalu kalah dibanding pemegang saham mayoritas, sebab pola pengambilan keputusan didasarkan atas besarnya
persentase saham yang dimiliki. Keadaan demikian akan semakin parah, jika ternyata pemegang saham mayoritas menggunakan peluang ini untuk mengendalikan
perusahaan berdasarkan kepentingannya saja dan tidak mengindahkan kepentingan pemegang saham minoritas.
4
Konsep dan pengaturan hukum tentang prinsip perlindungan pemegang saham minoritas merupakan hal yang baru dan kurang mendapatkan porsi yang cukup dalam
4
Rifqi, “Perlindungan Terhadap Minoritas Shareholders” artikel diakses pada 5 Februari 2015 dari https:rifq1.wordpress.com20080501perlindungan-terhadap-minority-shareholders
peraturan perundang-undangan hukum perusahaan di Indonesia selama ini, hal ini dikarenakan oleh:
5
1. Kuatnya berlaku prinsip bahwa yang dapat mewakili perseroan hanyalah
direksi. 2.
Kuatnya berlaku pendapat bahwa yang dianggap demokratis adalah suara mayoritas.
3. Kuatnya rasa keengganan dari pengadilan untuk mencampuri urusan
bisnis dari suatu perusahaan. Dinamika persoalan perlindungan hukum bagi kaum lemah termasuk
perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas dalam perseroan tidak pernah surut, meskipun dunia diterpa oleh berbagai macam isu yang berkaitan dengan
perekonomian. Oleh karena itu dalam rangka kerjasama antara para pelaku usaha yang mendirikan perseroan yang didalamnya terdiri dari pemegang saham minoritas
dan pemegang saham mayoritas, persoalan perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas menjadi sorotan utama yang relevan untuk diperhatikan dan
ditangani secara seksama.
6
Untuk melindungi kepentingan para pemegang saham minoritas dapat dilakukan beberapa cara sebagai berikut:
5
Munir Fuady, Perlindungan pemegang saham minoritas, Bandung: CV. Utomo, 2005, h.5.
6
Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governance
, cet II, Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005, h 228.