Organoleptis Enkapsulasi Matrik Natrium Alginat Sebelum dan Sesudah Ditambahkan Suspensi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam larutan natrium alginat ke dalam kalsium klorida CaCl 2 . Bentuk mikroenkapsulasi Lactobacillus casei ATCC 393 natrium alginat MLN terbentuk setelah larutan natrium alginat diteteskan ke dalam larutan CaCl 2 karena ikatan silang yang terbentuk antara anion karboksilat COO - dari monomer alginat dan kation divalen Ca 2+ McNeely dan Pettit, 1973. Ikatan silang terjadi karena satu ion kalsium menggantikan dua ion natrium dalam alginat. Struktur ikatan silang ini menyebabkan gerakan molekular yang terbatas dan menghambat pengembangan polimer dalam suatu media Rosdinawati, 2009. Polimer natrium alginat sebelum dan setelah terjadi ikatan silang dengan CaCl 2 dapat digambarkan pada gambar 4.2. Menurut Orive, dkk dikutip dalam penelitian Betha, 2009, kekakuan struktur gel alginat akan bertambah secara umum seiring dengan afinitasnya terhadap ion berdasarkan urutan sebagai berikut, MnCoZnCdNiCuPbCaSrBa. Tidak semua ion-ion ini dapat digunakan untuk amobilisasi sel. Ion Ca 2+ adalah ion yang paling umum digunakan untuk tujuan amobilisasi sel karena toksisitasnya paling rendah. Gambar 4.2 Polimer Natrium Alginat Sebelum A dan Setelah B Terjadi Ikatan Silang dengan CaCl 2 Sumber: Waldman, dkk, 1998 dalam Royal Society of Chemistry .

4.2.1 Organoleptis Enkapsulasi Matrik Natrium Alginat Sebelum dan Sesudah Ditambahkan Suspensi

Lactobacillus casei ATCC 393 Dalam penelitian ini, enkapsulasi yang dilakukan menggunakan bahan natrium alginat sebagai matrik karena matrik ini yang paling banyak digunakan sebagai matrik enkapsulasi dan harganya lebih murah dibandingkan matrik lain Brodelius dan Vandamme, 1987. A B UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Konsentrasi alginat untuk amobilisasi sel biasanya 1-5 bergantung pada jenis alginat yang digunakan Brodelius dan Vandamme, 1987. Pembuatan enkapsulasi bakteri Lactobacillus casei ATCC 393 pada penelitian ini, terdapat tiga formula dengan letak perbedaannya pada jumlah matrik natrium alginat yang ditambahkan ke dalam enkapsulasi. Ketiga konsetrasi natrium alginat tersebut adalah 2, 3, dan 4 bv pada larutan CaCl 2 0,2 M. Mikroenkapsulasi kalsium alginat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti ukuran kapsul, konsentrasi alginat, jumlah bakteri yang dicampurkan, dan waktu pengerasan di dalam kalsium klorida Chandramouli, dkk, 2004 namun pada penelitian Lotfipour, dkk 2012 menyatakan bahwa pengaruh konsentrasi CaCl 2 dan waktu pengerasan natrium alginat di dalam CaCl 2 Tabel 4.1. Hasil organoleptis, dan ukuran MLN Sebelum Ditambahkan Lactobacillus casei ATCC 393 tidak memiliki dampak yang berarti pada mikroenkapsulasi. Konsentrasi Natrium Alginat Pengamatan Organoleptis Rata-rata Ukuran MLN mm Bentuk Warna Bau 2 bulat Putih keruh amis laut 0,9665 3 bulat Putih keruh amis laut 1,3190 4 bulat Putih keruh amis laut 1,7048 Tabel 4.2. Hasil Organoleptis, Ukuran, dan Massa MLN Ditambahkan dengan Suspensi Bakteri Lactobacillus casei ATCC 393 Konsentrasi Natrium Alginat Pengamatan Organoleptis Rata-rata Ukuran MLN mm Massa MLN gram Bentuk Warna Bau 2 oval Putih keruh amis laut 0,8754 27,630 3 bulat Putih keruh amis laut 1,0521 33,511 4 bulat Putih keruh amis laut 1,4989 48,298 Secara fisik, bentuk MLN dapat diperlihatkan dalam tabel 4.1 dimana ketiga konsentrasi natrium alginat tanpa bakteri Lactobacillus casei ATCC 393 memiliki bentuk, warna, dan bau yang sama. Hasil pengamatan organoleptis pada enkapsulasi bakteri Lactobacillus casei ATCC 393 setelah ditambahkan sel bakteri dapat dilihat pada tabel 4.2, bentuk yang dihasilkan MLN adalah oval hingga bulat dan berwarna putih keruh Lampiran 15. Rata-rata ukuran dari setiap konsentrasi enkapsulasi bakteri Lactobacillus casei ATCC 393 berkisar antara 0,8-1,4 mm. Hasil ukuran diameter ini lebih kecil dibandingkan dengan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hasil diameter penelitian yang dilakukan Prevost, Divies, and Rousseau 1985 and Prevost and Divies 1987, 1988, yaitu 2,5 mm Krasaekoopt, 2004 namun lebih besar dari hasil ukuran diameter enkapsulasi yang dilakukan oleh Anal dan Singh, 2007, yaitu 1- 4 μm Sandoval-Castilla dkk, 2009. Besar kecilnya ukuran diameter mikroenkapsulasi berpengaruh pada kemampuan matrik melindungi bakteri yang ada didalamnya. Ukuran enkapsulasi yang lebih besar 2-4 mm dengan teknik ekstrusi pada penelitian Muthukumarasamy, dkk dapat lebih melindungi bakteri Lactobacillus reuteri dibandingkan dengan ukuran enkapsulasi 20- 1000 μm Sandoval-Castilla dkk, 2009. Hasil analisis varian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan p0,05 antara diameter ketiga konsentrasi natrium alginat sesudah ditambahkan bakteri Lactobacillus casei ATCC 393 seperti yang ditunjukkan pada lampiran 18. Diameter ukuran MLN dipengaruhi oleh konsentrasi natrium alginat, semakin besar konsentrasi natrium alginat akan semakin besar diameter MLN yang dihasilkan. Hal ini disebabkan komposisi biopolimer yang digunakan dalam proses enkapsulasi akan mempengaruhi diameter dan bentuk MLN yang dihasilkan Castilla, dkk. 2010. Berdasarkan literatur menyatakan bahwa semakin besar konsentrasi alginat yang digunakan, mikrokapsul akan menjadi lebih besar karena alginat yang menyelimuti zat inti semakin tebal Sutriyo, 2004 dalam Rosdinawati, 2009. Diameter rata-rata pada masing-masing konsentrasi MLN 2, 3 dan 4 sebelum dan sesudah ditambahkan suspensi bakteri Lactobacillus casei ATCC 393 menunjukkan perbedaan yang signifikan p0,05 seperti yang telihat pada lampiran 17. Perbedaan ukuran diameter ini dapat disebabkan oleh jarak tetes saat melakukan pencampuran bakteri yang telah tercampur matrik natrium alginat dengan CaCl 2 Setelah MLN terbentuk, proses yang seharusnya dilakukan adalah pengeringan. Pengeringan dapat meningkatkan stabilitas kultur bakteri dalam enkapsulasi dalam waktu penyimpan yang lama, namun proses pengeringan juga Krasaekoopt dkk, 2003. Alasan lain mengenai perbedaan ukuran diameter ini, menurut penelitian Krasaekoopt dkk, beads kalsium alginat yang dihasilkan dengan metode ekstrusi tergantung pada nilai viskositas, dan jarak tetes. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat menyebabkan kerusakan pada mikrobead, sel bakteri yang keluar dari matrik, sehingga mengurangi viabilitas sel bakteri tersebut. Proses pengeringan enkapsulasi probiotik dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya semprot kering, pembekuan kering Solanki, 2013. Gambar 4.3 Hasil Pengamatan MLN yang Dikeringkan 5 jam A dan 20 jam B serta Tanpa Pengeringan C. Pengeringan dilakukan untuk mendapatkan sel terenkapsulasi dalam bentuk kering sehingga ukuran MLN dapat lebih kecil dari sebelumnya. Pengeringan juga dapat dilakukan dengan menggunakan oven. Penggunaan oven dinilai lebih murah dan mudah dibandingkan pengeringan menggunakan pembekuan kering. Suhu oven yang digunakan adalah 40 o Berdasarkan percobaan pengeringan dengan oven pada waktu 5 jam dan 20 jam menggunakan kertas saring yang ditempatkan dibawah MLN, dapat dilihat pada gambar 4.3 A dan B didapatkan bentuk yang terlalu kering dan tidak dapat digunakan untuk menguji viabilitas bakteri sehingga pada penelitian ini menggunakan MLN basah yang tidak mengalami pengeringan oven dan hanya dikeringkan di dalam laminar air flow selama 30 menit sampai air tidak menetes keluar kertas saring Gambar 4.3 C. Optimasi proses pengeringan perlu dilakukan untuk mendapatkan ukuran enkapsulasi bakteri yang lebih kecil dan untuk mendapatkan enkapsulai bakteri yang masih dapat bertahan dengan proses pengeringan tersebut. C, dimana suhu tersebut masih memungkinkan probiotik untuk tetap hidup Adrianto, 2011. A B C UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.2.2 Enumerasi Bakteri dalam Matrik Enkapsulasi