Santun dan Bersahaja Karakter Tokoh Utama Wanita pada Novel Fengru Fei Tun Karya Mo

BAB IV PEMBAHASAN

Dalam bab ini, peneliti akan memaparkan hasil dari penelitian analisis konflik batin yang dialami oleh tokoh utama wanita dalam novel Fengru Fei Tun yang ditinjau dari segi psikologi yaitu dengan memakai teori dari Carls Rogers serta hasil dari analisis karakter dan strategi untuk menyelesaikan konflik batin tersebut yang dialami oleh tokoh utama wanita pada akhir cerita.

4.1 Karakter Tokoh Utama Wanita pada Novel Fengru Fei Tun Karya Mo

Yan. Berikut ini akan dipaparkan hasil dari analisis karakter tokoh utama wanita yang bernama Shangguan Lu atau Xuan’er yang terdapat pada novel Fengru Fei Tun. Dalam novel ini tokoh utama memiliki beberapa karakter yang mempengaruhi segenap pikiran dan prilaku. Pada penelitian ini, penulis akan memaparkan karakter yang terdapat pada Shangguan Lu atau Xuan’er.

4.1.1 Santun dan Bersahaja

Shangguan Lu atau Xuan’er seoarang yatim piatu yang dibesarkan oleh bibi dan paman nya. Ayah Shangguan Lu yaitu Lu Wulan adalah seorang praktisi ilmu silat yang nyaris tidak pernah meninggalkan jejak kaki ketika dia berjalan. Sebagai seorang pemimpin dari tombak merah, Lu Wulan aktif dalam melatih dan mempersenjatai pasukan dan dalam membangun parit-parit pertahanan untuk menghalangi serangan musuh. Tetapi, setelah beberapa bulan menunggu tanpa ada kejadian penting, kewaspadaan pasukan setempat menurun, dan dipagi hari ketujuh yang berkabut pasukan Jerman di bawah pimpinan Hakim Wilayah Ji Guifen mengepung desa sarang berpasir dikota Gaomi Timur Laut. Ketika pertempuran siang hari berakhir, hampir empat ratus penduduk sarang berpasir terbaring mati. Termasuk Ayah Shangguan Lu yang dibunuh oleh para prajurit Jerman. Ibu Shangguan Lu menyembunyikan nya di sebuah tong tepung yang besar sebelum menggantung dirinya pada kaso untuk mempertahankan kesuciannya. Shangguan Lu menjadi seorang yatim piatu berusia enam bulan. Beberapa hari setelah kejadian itu bibi dan paman Shangguan Lu menemukannya ditong gandum nyaris mati, tubuhnya terbungkus tepung. Setelah membersihkan mulut dan hidung nya dan menepuk-nepuknya pada punggungnya akhirnya Shangguan Lu terbatuk-batuk dan mulai menangis. Shangguan Lu dirawat oleh paman dan bibi nya dan ia pun tubuh menjadi gadis kecil yang santun dan bersahaja yang selalu mendengarkan nasehat bibi dan paman nya. Kutipan berikut ini menggambarkan bahwa Shangguan Lu seorang gadis yang santun dan bersahaja kepada bibinya. 鲁璇几五岁的时候 , 她的大姑姑便拿出了竹片子 , 小木檯 , 白裹脚布等等专用器 材 , 对她说 : “ 璇儿 , 你已经五岁了 , 该裹脚了 ” “Ketika Lu Xuan’er mencapai umur lima tahun, bibinya mengambil beberapa bilah bambu, sebuah palu kayu, dan beberapa lembar kain putih yang tebal. “Xuan’er” katanya pada keponakannya, “kau sudah berumur lima tahun sekarang; waktunya kakimu di ikat.”Big Breasts and Wide Hips 2011:78 Pada saat kaki Shangguan Lu ingin di ikat oleh bibinya, ia bertanya “kenapa kaki kita harus di ikat?” dan bibinya lalu menjawab “seorang wanita yang kakinya tidak di ikat tidak bisa mendapatkan suami.” Kepercayaan yang ada sewaktu tidak mengikat kaki nya maka mereka nantinya akan menjadi perawan tua berkaki besar yang tidak di inginkan siapa-siapa. Tradisi mengikat kaki yang dilakukan untuk anak perempuan membuat mereka merasa tersiska dan merasa kesakitan. Seperti yang dialami Shanggun Lu, untuk menghormati bibi yang telah menjaga dirinya, Shangguan Lu tetap melaksanakan perintah bibinya walaupun Shangguan Lu merasa kesakitan ketika bibinya mulai memakaikan pengikat dikaki nya. Shangguan Lu tumbuh menjadi seorang wanita yang sangat cantik. Setelah Shangguan Lu melakukan tradisi mengikat kaki, ia tidak pernah keluar rumah dan menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk merajut jaring atau membuat bordir. Dan tibalah waktunya Shangguan Lu untuk menikah. Ia dijodohkan oleh bibinya dengan seorang pandai besi yang bernama Shangguan Shouxi.

4.1.2 Pembenci