Latar Belakang T. Kasa Rullah Adha, S.S, MTCSOL

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perjalanan kehidupan manusia tidak selalu mulus dan lancar. Selain sebagai makhluk sosial, manusia pun adalah makhluk individu, unik, dan subjektif. Setiap manusia pasti memiliki keinginan, harapan dan impian dan kebutuhan yang dipenuhinya. Untuk memenuhi semua itu, manusia tidak jarang mengalami masalah sehingga menimbulkan konflik dalam diri manusia tersebut. Konflik adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan Wellek Warren, 1989: 285. Dua kelas ini satu sama lain tidak bisa saling menyesuaikan kehendak, usaha dan maksud-maksudnya. Konflik adalah sesuatu yang tidak menyenangkan. Itulah sebabnya manusia lebih suka memilih menghindari konflik dan menghendaki kehidupan yang tenang. Manusia yang merasa dirinya tak berharga akan mengeluarkan dari kesadaran bukti-bukti yang bertentangan dengan gambaran dirinya sendiri atau akan menafsirkan sesuai dengan rasa tidak berharga itu. Novel merupakan salah satu bentuk refleksi dari kesadaran mental pengarang terhadap nilai yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat karena novel tidak pernah lepas dari sistem sosial budaya yang melingkupinya. Dengan demikian, suatu fenomena sosial dapat menjadi salah satu unsur sebuah novel. Setiap novel sebagai cipta sastra pada umumnya mempunyai kandungan amanat tertentu. Artinya, pengarang berusaha mengaktifkan pembaca untuk menerima gagasan-gagasannya tentang berbagai segi kehidupan. Begitu juga cara pengarang memandang tokoh perempuan sebagai salah satu bentuk konkretisasi dari aspirasi, gagasan, pandangan dan nilai-nilai tentang perempuan itu sendiri. Seperti permasalahan yang dituangkan dalam sebuah novel Fengru Fei Tun oleh seorang pengarang terkenal yang berasal dari negeri China yang bernama Mo Yan. Pengarang Mo Yan menceritakan tentang perjuangan seorang wanita demi mempertahankan kehidupan yang dialaminya saat terjadinya revolusi besar di Negara China pada tahun 1917. Saat itu perempuan-perempuan di Negara China dipaksa untuk memperkecil kaki mereka dengan cara mengikatkan keempat jari kaki untuk menghentikan pertumbuhan kaki para perempuan. Pengikat kaki tersebut dinamakan Chinese Foot Binding. Tradisi ini mulai dilakukan pada anak perempuan berusia dari 4-7 tahun. Ada kepercayaan yang sangat kuat dalam masyarakat kuno China bahwa semakin kecil kaki pada wanita maka anak perempuan tersebut akan terlihat semakin cantik. Ini terjadi diperkirakan pada masa dinasti Tang 618 M – 907 M dan berakhir ketika terjadi revolusi China tahun 1911. Pada masa itu perempuan yang sudah menikah harus di wajibkan untuk memiliki anak laki-laki dalam keluarga mereka. Novel Fengru Fei Tun adalah salah satu novel yang berdasarkan pengalaman sejati yang berlatar belakang historis. Fengru Fei Tun berkisah tentang pasang surut keluarga Shangguan yang memiliki delapan anak perempuan dan memiliki satu anak laki-laki di tengah pasang surut perang China-Jepang dan revolusi politik China. Shangguan Lu atau Xuan’er adalah seorang wanita yang oleh paman dan bibinya telah dijanjikan akan mendapatkan suami yang terhormat, menikah dengan seorang pandai besi. Setelah lama tidak memiliki keturunan, dia mendapat perlakuan yang kasar oleh ibu mertuanya, yang menganggap dirinya tidak berguna. Merasa tidak terima terhadap perlakuan keponakannya, paman dan bibinya ingin membuktikan bahwa tidak ada yang salah dengan Xuan’er, melainkan justru Shangguan Shouxi yang mandul. Maka dimulailah petualangan Xuan’er dengan beberapa lelaki yang akhirnya menghasilkan delapan anak perempuan. Dari pamannya sendiri, dia melahirkan Laidi dan Zhaodi. Dari pedagang itik keliling, dia melahirkan Lingdi. Dari seorang dokter herbal, dia melahirkan Xiangdi. Dari seorang peternak hewan, dia melahirkan Pandi. Dari seorang biarawan, dia melahirkan Niandi. Dari hasil perkosaan oleh empat tentara deserter, dia melahirkan Qiudi. Dan dari seorang pastor misionaris Swedia, dia melahirkan anak kembar, Yunu dan Jintong, satu-satunya anak laki-laki yang telah lama ditunggu. Kelahiran Jintong yang dramatis bersamaan dengan masuknya pasukan Jepang ke wilayah Gaomi Timur Laut. Menjadi ibu dari delapan anak perempuan dan satu anak lelaki yang memiliki kelainan aneh, dalam situasi politik yang tidak menentu, ancaman perang, kekerasan dan kelaparan, tidak membuat Shangguan Lu patah semangat. Banyak permasalahan yang dihadapin oleh Shangguan Lu didalam kehidupannya, sehingga menimbulkan konflik batin didalam dirinya. Melalui penggambaran tokoh dengan pergolakan batin, pembaca novel ini diajak untuk menyelami sedalam mungkin apa yang dirasakan oleh tokoh dalam cerita. Penggambaran yang ada seakan-akan benar-benar terjadi dan dapat dirasakan oleh pembaca. Semua hal-hal yang telah diuraikan diatas adalah alasan yang membuat peneliti merasa tertarik untuk meneliti novel Fengru Fei Tun.

1.2 Rumusan Masalah