2. Kebijakan Pengeluaran dan Belanja Negara
Seperti yang telah dijelaskan bahwa instrument–instrument fiskal Islam memiliki karakteristik yang yang cukup khas, berbeda dengan pajak
konvensional. Instrumen fiskal Islam terkait dengan penggunaan atau pemanfaatan dan fungsi Negara yang telah ditetapkan secara syariat.
33
Abu Yusuf dalam kitab al Kharaj sangat mengutamakan akan tanggung jawab ekonomi penguasa terhadap pemenuhan kebutuhan
masyarakat, pentingnya keadilan, pemerataan dalam pajak, serta kewajiban penguasa untuk menghargai keuangan publik sebagai amanah yang harus
digunakan sebaik-baiknya. Dalam analisanya Abu Yusuf menerangkan seputar keuangan Negara
yang berhubungan dengan permasalahan pajak, administrasi penerimaan dan pengeluaran negara sesuai dengan syariat islam yang dilakukan untuk
mencegah kezaliman pada masyarakat dan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sehingga kebijakan yang dilakukan tidak hanya berorientasi pada
pencapaian target penerimaan Negara, tapi juga pada pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Dalam analisanya permasalahan-permasalahan fiskal, Beliau menganjurkan beberapa kebijakan bagi pertumbuhan ekonomi dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
3 3
Ali sakti. Analisis Teoritis Ekonomi Islam Jawaan atas Kekacauan Ekonomi Modern. h.
220
Kontribusi yang lain adalah dengan menunjukkan keunggulan pajak proporsional muqasamah menggantikan sistem pajak tetap pada tanah.
Beliau juga menekankan pentingnya pengawasan pada petugas pengumpul pajak untuk mencegah korupsi dan menghilangkan penindasan. Dalam
penggunaan dana publik, beliau mengungkapkan pentingnya pembangunan infrastruktur untuk mendukung produktivitas dalam meningkatkan pendapatan
negara.
34
Abu Yusuf menyatakan bahwa negara boleh menggunakan anggaran belanjanya untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur yang sangat berguna
bagi rakyat dan memiliki nilai tambah value added dikaitkan dengan perolehan pajak. Menurutnya, sesungguhnya sekalipun proyek ini dalam
bidang infrastruktur pembangunan, namun memiliki nilai investasi yang tinggi karena tidak saja akan meningkatkan penghasilan nasional tapi juga akan
meningkatkan pendapatan negara.
35
Infrastruktur merupakan hal yang sangat penting dan mendapat perhatian dan porsi besar. Pada zaman Rasulullah SAW pembangunan
infastruktur berupa pembangunan sumur umum, pos, jalan raya , dan pasar. Pembangunan infrastruktur ini diikuti oleh para sahabat, bahkan Khlifah Umar
bin Khattab r.a menginstruksikan kepada gubernurnya di Mesir untuk
34
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer. Edisi Revisi. Jakarta: Gramata Publishing, 2010, h. 118-119
35
Ikhwan Abidin Basri, Menguak Pemikiran Ekonomi Ulama Klasik. Kartasura: PT. Aqwam Media Profetika, 2008, h. 53
membelanjakan minimal 13 dari pengeluaran untuk pembangunan infratruktur.
36
Titik paling mendasar pada dari prinsip yang ditekankan Ibnu Timiyah adalah penerimaan publik harus dijamin oleh pemegang otoritas dan
menggunakan untuk sebaik-baiknya kepentingan publik menurut petunjuk Allah. Dia menyatakan bahwa keadilan harus dipelihara diantara penduduk
dalam kaitannya dengan masalah keuangan.
37
Pokok pengeluaran dalam pandangan Ibnu Taimiyah adalah sebagai berikut: a orang-orang miskin dan orang-orang melarat, b untuk
meningkatkan kemampuan pasukan selalu siap melaksanakan jihad dan pertahanan keamanan, c memelihara hukum dan tatanan dalam negeri, d
pension dan gaji pejabat, e pendidikan, f pengembangan infrastruktur, g kesejahteraan umum.
38
Konsep Maqashid yang dikemukakan oleh al-Syatibi dapat dijadikan rujukan untuk penentuan prioritas pengeluaran, bahwa tujuan syariat adalah
memelihara kemaslahatan umat menusia dan kemaslahatan manusia dapat terealisasi apabila 5 unsur pokok kehidupan manusia dapat diwujudkan dan
dipelihara, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. dalam kerangaka ini
3 6
Adiwarman Karim, Ekonomi Makro Islami, hal. 247
3 7
A. A Silalahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah, hal. 272
38
Ibid, h. 273
ia membagi maqashid menjadi tiga tingkatan, yaitu dharuriyat, hajjiyat, dan tahsiniyat.
39
Efisiensi dan efektifitas merupakan landasan pokok dalam kebijakan pengeluaran pemerintah, yang dalam ajaran Islam dipandu oleh kaidah-kaidah
syar’iyah dan penentuan skala prioritas. Menurut Chapra, komitmen terhadap nilai-nilai Islam dan maqashid harus dilakukan. Maqashid akan membantu
terutama mereduksi kesimpangsiuran keputusan pengeluaran pemerintah dengan memberikan kriteria untuk membangun prioritas.
Maqashid dapat diperkokoh dengan sandaran kepada enam prinsip dalam hal pengeluaran yang dikemukakan Umar Chapra diantaranya:
40
1. Kriteria pokok semua alokasi pengeluaran harus diperuntukkan bagi kesejahteraaan rakyat.
2. Penghapusan kesulitan dan bahaya harus didahulukan daripada penyediaaan kenyamanan.
3. Kepentingan mayoritas yang lebih besar harus didahulukan daripada kepentingan mayoritas yang lebih sempit.
4. Suatu pengorbanan atau kerugian privat dapat ditimpakan untuk menyelamatkan korban atau kerugian publik, dan suatu pengorbanan atau
39
Karim, Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007 h. 382
40
Umar Chapra, Islam Dan Tantangan Ekonomi. Jakarta: Gema Insani, 2000, h. 287
kerugian yang lebih besar dapat dihindari dengan merelakan suatu pengorbanan atau kerugian yang lebih kecil.
5. Siapa saja yang menerima manfaat harus bayar ongkos. 6. Sesuatu yang tanpanya suatu kewajiban tidak dapat dipenuhi, maka
sesuatu itu wajib hukumnya. Kaidah-kaidah ini memiliki bobot yang sangat penting pada
perpajakan dan pengeluaran pemerintah di negara-negara muslim. Dalam islam, dalam pos pengeluaran Negara, tentu saja sangat
dipengaruhi oleh fungsi negara itu sendiri. Pos pengeluaran negara dapat terdiri dari pos kesejahteraan sosial, pendidikan dan penelitian, infrastruktur,
pertahanan, dan kemananan, dakwah dan penyebaran fikrah islam. Ada beberapa hal yang perlu dipahami dalam anggaran negara islam,
bahwa islam memiliki karakteristik yang khas pada pos penerimaan dan pengeluaran negara. Khususnya pengeluaran negara, karakteristik dalam
membiayai pembangunan negara itu terbagi menjadi dua, yaitu pos pengeluaran yang terikat, dan yang tidak terikat. Maksud pengeluaran terikat
adalah dimana pengeluaran dari instrument penerimaan tertentu menghedaki penggunaan akumulasi dananya hanya dikhususkan pada objek penerimaan
tertentu misalnya zakat, khums, dan wakaf. Pada masa kekhalifahan Umar Bin Khattab, pengeluaran negara
ditentukan pos pengeluarannya berdasarkan sumbernya. Pembiayaan anggaran belanja negara islam di masa Umar bin Khattab untuk kemaslahatan umum
diambil dari devisa negara yaitu jizyah, kharaj, dan ‘ushur. Pembiayaan atas kemaslahatan umum mencakup seluruh pembiayaan atas perangkat
kenegaraan dan pemberian pelayanan untuk kemaslahatan rakyat.
41
D. Sukuk