Secara prinsipil, sukuk dengan obligasi konvensional tidak jauh berbeda dengan kebanyakan bisnis syariah lainnya, diantara pebedaan
tersebut adalah:
59
1. Dari sisi orientasi, obligasi konvensional hanya memperhitungkan keuntungan semata. Tidak demikian bagi
sukuk, disamping memperhatikan keuntungan juga harus memperhatikan sisi halal-maram, dalam artian harus benar-
benar sesuai dengan prinsip syariah; 2. Obligasi konvensional, keuntungannya didapat dari besaran
bunga yang ditetapkan, sedangkan sukuk keuntungan akan diterima dari besarnya marginfee ataupun bagi hasil yang
didasarkan pada asset dan produksi; 3. Pada setiap transaksi sukuk, ditetapkan akadnya. Baik itu
mudharabah, ijarah, musyarakah, salam atau istishna. Hal ini untuk menyesuaikan return yang akan diberikan emiten
kepada investor.
3. Tinjauan Fatwa Dewan Syariah Nasional Mengenai Obligasi Syariah
Salah satu kebutuhan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN adalah bersumber dari Surat Berharga Negara SBN. Seiring
59
M. Nadratuzzaman Hosen, dkk, Materi Dakwah Ekonomi Syariah Jakarta: PKES, 2008, h. 186
dengan kebijakan pemerintah yang ingin mengembangkan pasar keuangan syariah di Indonesia, maka pemerintah berupaya meluncurkan instrumen
investasi dan pembiayaan yang berbasis syariah, yaitu Surat Berharga Syariah Negara SBSN atau yang dikenal dengan sukuk negara.
Banyak perjuangan pemerintah untuk menerbitkan SBSN karena harus benar-benar terjaga dari unsur yang mengharamkannya atau yang
membuatnya terlihat tidak syariah. Akan tetapi, dengan usaha dan kerja keras pemerintah selama ini dalam menyediakan landasan hukum bagi penerbitan
Surat Berharga Syariah Negara SBSN, maka pada tanggal 7 Mei 2008 disahkan lah Undang-Undang No 19 Tahun 2008 tentang SBSN, sehingga
mampu menyediakan basis serta koridor hukum bagi pengelolaan dan penerbitan SBSN secara hati-hati, transparan, dan akuntabel, serta
memberikan kepastian hukum bagi investor. Hal ini pun didukung dengan di fatwakannya obligasi syariah yang
dalam istilah Negara disebut sukuk Negara oleh Dewan syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia yaitu Fatwa:
1. No 32DSN-MUIIX2002 tentang Obligasi Syariah; 2. No 33DSN-MUIIX2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah;
3. No 41DSN-MUIIII2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah. Instrumen-instrumen syariah yang dikeluarkan oleh suatu badan usaha
atau lembaga keuangan selalu diawali dengan adanya Fatwa dari Dewan Syariah Nasional yang menjadi keabsahan dan kehalalan suatu produk.
Dengan adanya Fatwa yang memayungi keabsahan sukuk, maka investor tidak perlu ragu untuk berinvestasi pada sukuk karena MUI sudah menyatakan
kehalalan sukuk. Ketua DSN-MUI, Ma’ruf Amin menyatakan bahwa tidak ada unsur-
unsur yang dilanggar dalam penerbitan sukuk, kecuali jika ada pihak yang menyatakan bahwa sukuk melanggar syariat maka itu akan di diskusikan lebih
lanjut.
60
Terlebih ada 4 Fatwa yang dikeluarkan MUI terkait penerbitan sukuk. Diantara 4 Fatwa tersebut adalah:
61
1. Sukuk Negara diterbtkan atas bukti bagian kepemilikan asset. Asset SBSN adalah obyek pembiayaan SBSN atau barang milik Negara
yang memiliki nilai ekonomis. Akad-akad yang dapat digunakan ijarah, mudharabah, musyarakah, istishna dan beberapa akad yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Penyelesaian perselisihan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan sesuai dengan
prinsip syariah. 2. Sale and lease back, hukumnya boleh akad yang digunakan adalah
Ba’i dan ijarah yang dilaksanaan secara terpisah. Sale and lease back adalah jual beli suatu asset untuk kemudian pembeli menyewakan
kembali asset kepada penjual yang dapat disesuaikan dengan syariah.
60
Redaksi Sinar Baru, “MUI: Investasi Sukuk Halal”, Artikel diakses pada tanggal 4 Mei 2010 dari http:hariansib.com?p=36039
61
Ibid
3. SBSN ijarah sale and lease back penyebutannya yang dibutuhkan secara spesifik mengantisipasi dikeluarkannya SBSN ijarah head lease
dan sub lease yang banyak menggunakan dasar fatwa DSN No 41. Akad yang digunakan adalah Ba’i dan ijarah yang dilaksanakan secara
terpisah dimana pembeli berjanji untuk menjual kembali asset yang dibelinya sesuai dengan kesepakatan.
4. Metode penerbitan SBSN dilakukan melalui agen lelang yang investor menyampaikan penawaran pembelian baik secara kompetitif maupun
non kompetitif melalui peserta lelang. Bookbuilding, kegiatan penjualan SBSN kepada investor melalui agen penjual dimana agen
penjual mengumpulkan pemesanan pembelian dalam periode penawaran yang telah ditentukan.
BAB III TINJAUAN UMUM MEKANISME PELAKSANAAN KEUANGAN NEGARA
DAN IMPLIMENTASI DANA SUKUK DALAM APBN A.
Sumber Penerimaan Negara Dalam APBN 1.
Pengertian Keuangan Negara Pemahaman terhadap hukum keuangan Negara harus dimulai dengan
terlebih dahulu mengetahui pengertian keuangan Negara terhadap cukup banyak variasi pengertian keuangan Negara, tergantung dari aksentuasi
terhadap suatu pokok persoalan dalam pemberian definisi dari para ahli dibidang keuangan negara.
Secara umum keuangan Negara diartikan sebagai segala aktivitas yang berkaitan dengan pemerimaan dan pembayaran uang. Oleh karena itu,
keuangan sering diartikan sebagai suatu sistem mengenai penerimaan dan pengeluaran uang. Bertolak dari pengertian ini, maka yang dimaksud dengan
Keuangan Negara adalah semua hal yang bertalian dengan masalah penermaan dan pengeluaran dari suatu Negara.
62
Menurut M Ichwan:
63
keuangan negara adalah rencana kegiatan secara kuantitatif dengan angka-angka diantaranya diwujudkan dalam jumlah mata
62
Tim Pusdiklat Pengembangan Sumber daya Manusia. Pengelolaan Keuangan Negara. Jakarta: Departemen Keuangan Republik Indonesia. Badan Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Sumber Daya Manusia, 2009, h. 4
63
W Riawan Tjandra. Hukum Keuangan Negara Jakarta: PT. Grasindo. 2006 h. 1