pertahanan Negara. Penerimaan Negara yang bersifat sukarela tersebut seperti infak, shadaqah dan wakaf.
23
B. Sumber Keuangan Negara Dalam Islam
Dalam tata keuangan Negara terdapat beberapa cara yang digunakan untuk menghimpun dana dalam anggaran pendapatan dan belanja Negara
APBN guna menjalankan pemerintahan diantaranya adalah:
24
1. Melakukan bisnis, misalnya mendirikan Badan Usaha Milik Negara BUMN. Dari perusahaan Negara ini dharapkan akan memberikan
keuntungan yang dapat menjadi sumber pemasukan kas Negara. 2. Melakukan pemungutan pajak kepada masyarakat. Dalam teori keijakan
fiskal konvensional pajak menjadi sumber utama pendapatan negara.
25
3. Meminjam uang, atau dengan kata lain dengan jalan berutang. Jika pada tata keuangan Negara saat ini penerimaannya diperoleh dari
sumber-sumber diatas, maka dalam islam pos penerimaan Negara mengenal adanya zakat, yang merupakan sistem dan instrument yang orisinil dari sistem
ekonomi islam. Yang bertugas mendistribusikan kekayaan pada golongan
23
Ibid.
24
Adiwarman A Karim, Ekonomi Makro Islam. Edisi Kedua. PT Raja Grafindo Persada, 2007, h. 257
2 5
Atep Adya Barata Bambang Trihartanto, Kekuasaan Pengelolaan Keuangan NegaraDaerah. Rayendra L Toruan, ed. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2004, h. 52
masyarkat yang membutuhkan.
26
Sumber penerimaan lain selain zakat adalah kharaj, jizyah, ‘usyur, ghanimah, khums, fay’, nawaib pajak khsusu dan lain-
lain. Jika dilihat dari ketentuan syariat yang ada dalam Al Qur’an dan
Hadits tentang pengelolaan dana dari berbagai penerimaan seperti zakat, kharaj, jizyah, ‘usyur, fay’, atau pajak khusus serta penerimaan lain yang
bersifat sukarela seperti infaq, shadaqah, dan wakaf, maka akan terlihat bahwa kebijakan belanja publik islam memiliki karakteristik yang khas. Yang lebih
menonjol dari karakteristik ini adalah bagaimana pemerintah dapat membelanjakan dananya bagi masyarakat tak mampu, dikarenakan setiap
penerimaan memiliki perpedaan peruntukkan. Rasulullah yang merupakan kepala negara pertama yang
memperkenalkan konsep baru dibidang keuangan negara, mengatur semua hasil penghimpunan kekayaan negara itu harus dikumpulkan terlebih dahulu
dan kemudian dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan negara. Masjid Nabawi adalah tempat yang digunakan Rasulullah untuk pengumpulan dana tersebut.
Dari pemasukkan negara yang sedikit inilah dalam Rasulullah mendistribusikannya kepada seluruh rakyat.
2 6
Ali Sakti, Analisis Teoritis Ekonomi Islam Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi Modern, h. 175
Tabel 2.1: Kebijakan Belanja Publik
27
POS PENERIMAAN
POS PENGELUARANALOKASI
Zakat Fakir, Miskin, Ibnusabil, Fisabilillah, Gharimin, Budak,
Muallaf, Amil
Fay’
Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak Yatim, Miskin, Ibnusabil
Khums 15 Ghanimah
Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak Yatim, Miskin, Ibnusabil
Kharaj Tergantung prioritas Negara
Jizyah Tergantung prioritas Negara
Ushur Tergantung prioritas Negara
Hibah-Hadiah Tergantung prioritas Negara
Infak- Shadaqah
Tergantung prioritas Negara
Wakaf Tergantung akad needy people
Pajak Seluruh Masyarakat
45 Ghanimah
Mujahidin tentara
Abu Yusuf mengklasifikasikan penerimaan Negara dalam tiga kategori utama yaitu: i ganimah, ii shadaqah, iii harta fay’ yang di dalamnya
termasuk jizyah, ‘usyur dan kharaj. Menurut Abu Yusuf prinsip-prinsip umum keuangan publik sebagai
salah satu aktivitas ekonomi yag penting bagi negara telah dibahasa dalam Al
27
Ibid, h. 215
Qur’an. Walaupun tidak dijelaskan secara terperinci mengenai kebijakan fiskal, akan tetapi ada beberapa pelajaran dan petunjuk yang dapat dijadikan
sebagai pedoman. Penerimaan-penerimaan tersebut dapat digunakan untuk membiayai
aktivitas pemerintahan, akan tetapi Abu Yusuf tetap memperingatkan khalifah untuk menganggap sumber daya sebagai suatu amanah dari Tuhan yang akan
diminta pertanggungjawaban. Oleh karena itu, efisinsi dalam penggunaan sumber daya merupakan suatu hal penting bagi keberlangsungan
pemerintahan.
28
Pernyataan yang hampir sama dengan Abu Yusuf juga disampaikan pada Ibnu Taimiyah. Ibnu Taimiyah menyimpulkan sumber-sumber
penerimaan keuangan negara sesuai syariah, dalam tiga ketentuan pokok, yaitu ghanimah, shadaqah, dan fay’. Dalam mengklisifikasikan seluruh
sumber penerimaan ia mempertimbangkan asal-usul dari penerimaan yang dihimpun dari berbagai sumber dan kebutuhan anggaran pengeluarannya,
termasuk seluruh sumber pendapatan diluar ghanimah dan zakat, dibawah nama fay’.
29
Klasifikasi seperti ini menurut Abu Yusuf adalah mengikuti sifat keagamaan dari sumber-sumber pendapatan Negara tersebut. Melakukan
28
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer. Jakarta: Granada Press. 2007, h. 71
29
A. A Silalahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah. Surabaya: PT Bina Ilmu, 1997, h. 265
klasifikasi seperti ini sangat penting, karena pendaptan dari setiap kategori harus dipelihara secara terpisah dan tidak boleh dicampur sama sekali.
Ibnu Taimiyah membedakan antara ghanimah dan fay’, menurutnya seluruh penerimaan selain ghanimah dan zakat bisa masuk kategori fay’.
Karena istilah fay’ pertama kali digunakan untuk:
30
1. Jizyah yang dikenakan pada orang Yahudi dan Nasrani. 2. Upeti yang dibayar oleh musuh.
3. Hadiah yang dipersembahkan kepada kepala Negara. 4. Bea cukai atau pajak tol yang dikenakan pada pedagang dari negeri
musuh. 5. Benda berupa uang.
6. Kharaj. 7. Harta benda tak bertuan.
8. Harta benda yang tak memiliki ahli waris. 9. Simpanan, atau utang atau barang rampasan yang pemilik sebenarnya tak
diketahui lagi dan karena itu tak bisa dikembalikan. 10. Berbagai sumber pandapatan lain.
30
Ibid, h. 269
C. Pengelolaan Keuangan Negara Dalam Islam