diambil dari devisa negara yaitu jizyah, kharaj, dan ‘ushur. Pembiayaan atas kemaslahatan umum mencakup seluruh pembiayaan atas perangkat
kenegaraan dan pemberian pelayanan untuk kemaslahatan rakyat.
41
D. Sukuk
1. Definisi dan Konsep Dasar Sukuk
Hasil keputusan majelis Majma al-Fiqh al-Islami yang diselenggarakan di Jeddah Saudi Arabia, menetapkan bahwa: obligasi yang mencerminkan
kewajiban membayar harganya disertai bunga yang dinisbahkan kepada harga tersebut atau disertai manfaat yang disyaratkan adalah haram secara syar’i,
baik pengeluaran, pembelian ataupun pengedarannya.
42
Awalnya di Indonesia, konsep obligasi syariah bukan lagi di definisikan sebagai surat utang, tetapi surat berharga. Belakangan istilah
obligasi syariah tidak disenangi oleh regulator mengingat kata obligasi pada dasarnya merupakan utang-piutang jangka panjang yang didalamnya terdapat
imbal hasil berupa bunga. Sehingga kata obligasi syariah ini dirubah penyebutannya menjadi sukuk.
43
41
Quthb Ibrahim Muhammad, Kebijakan Ekonomi Umar bin Khattab. Jakarta: Pustaka Azzam, 2002, h. 128
42
D r.
Muhammad Firdaus NH. Tim Penyunting, Konsep Dasar Obligasi Syariah. Jakarta: Renaisan, 2005, h.26.
43
Prof. Fathurrahman Djamil, MA. Disampaikan Pada Kuliah Kuliah Umum Mata Kuliah Fiqih Muamalah Kontemporer
.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara:
“Surat berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata
uang rupiah maupun valuta asing” . Secara singkat AAOIFI
44
mendefinisikan sukuk sebagai sertifikasi bernilai sama yang merupakan bukti kepemilikan yang tidak dibagikan atas
suatu asset, hak manfaat, dan jasa-jasa atau kepemilikan atas proyek atau kegiatan investasi tertentu.
45
Dengan merujuk pada Fatwa Dewan Syariah Nasional, No. 32DSN- MUIIX2002 bahwa definisi dari obligasi syariah adalah: “Suatu surat
berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar
pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasilmarginfee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo”.
46
4 4
AAOIFI The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution merupakan lembaga nirlaba internasional yang bertujuan menyusun dan
menyiapkan standarisasi di bidang keuangan sysari’ah, khususnya terkait dengan masalah akuntansi, auditing, governance, ethics dan kesesuaian prinsip syari’ah atas produk-produk
keuangan syari’ah.
4 5
Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah, Direktorat Jendral Pengelolaan Utang Departemen Keuangan. “Mengenal Sukuk Instruemen Investasi Pembiayaan Berbasis
Syariah” Jakarta: Departemen Keuangan, 2008, hal. 1
46
Dewan Syariah Nasional MUI-Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI. Edisi Revisi. Cipayung: CV Gaung Persada,2006, hal. 197
Kata sukuk sebenarnya berasal dari bahasa Arab, yaitu shakk
ﻚﺻ,
sukuk berarti jamak dari shakk, yang artinya “check”. Alat ini pada jaman dahulu bisaa digunakan untuk perdagangan internasional di wilayah muslim,
juga pada perbankan kontemporer.
47
Dengan kata lain yang lebih sederhana, sukuk adalah surat berharga jangka panjang yang dikeluarkan oleh lembaga corporate atau pemerintah
guna mendapatkan pendanaan atas proyek-proyek tertentu yang di biayai. Surat tersebut diterbitkan dengan menggunakan prinsip-prinsip yang sesuai
dengan syariah sehingga terhindar dari hal-hal yang diharamkan syariah dalam bermuamalah. Seperti mengandung unsur riba, gharar, maisir dan lain-
lain. Untuk mengetahui bagaimana konsep dasar sukuk, maka perlu
dipahami pula konsep dasar dari obligasi konvensional. Jika konsep dasar obligasi konvensional adalah adanya hak mendapatkan bunga oleh investor
dari penerbit obligasi yang telah disepakati sebelumnya, dan janji untuk mengembalikan sejumlah pokok utang pada jangka waktu tertentu. Dikatakan
utang karena adanya kewajiban dari penerbit untuk mengembalikan uang investor. Maka pada konsep dasar sukuk tidak jauh berbeda dengan konsep
dasar obligasi konvensional, hanya saja perbedaan yang sangat dasar adalah tidak adanya bunga yang diperoleh investor atas obligasi.
47
Nurul huda Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, Jakarta : Kencana, 2008, hal. 136
Prinsip syariah tidak mengenal adanya utang, tetapi mengenal adanya kewajiban untuk mengembalikan pokok uang yang didapat emiten hasil dari
transaksi pembiayaan pada saat jatuh tempo, dan sesuai dengan definisi dari sukuk itu sendiri yaitu investor berhak atas pendapatan emiten berupa bagi
hasilmarginfee. Rekonstruksi terhadap obligasi dilakukan agar sesuai dengan kaidah-kaidah syariah, diantaranya:
1. Penghapusan bunga yang tetap dan mengalihkannya kesurat investasi yang ikut serta dalam keuntungan dan dalam kerugian serta tunduk
pada kaidah al gaunm bi al ghurm, yaitu keuntunganpenghasilan itu berimbang dengan kerugian yang ditanggungnya.
2. Penghapusan syarat jaminan atas kembalinya harga obligasi dan bunganya sehingga menjadi saham bisaa.
3. Pengalihan obligasi ke saham bisaa. Obligasi syariah tersebut dapat diterbitkan oleh emiten dengan
pembatasan tidak boleh dipergunakan untuk refinancing utang emiten, tetapi hanya diperbolehkan sebagai modal kerja emiten saja, disamping itu emiten
juga harus menjamin bahwa pendapatan yang dibagihasilkan dengan para pemegang obligasi harus bersih dari unsur non-halal, adapun maksud dari
non-halal adalah sesuai dengan Fatwa DSN No. 20DSN-MUIIV2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksandana Syariah.
48
48
Adrian Sutedi, SH. MH. Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk. Jakarta: Sinar Grafika, 2009, h. 103
Sehingga akan terlihat konsep dasarnya bahwa obligasi konvensional terletak pada penetapan bunga yang besarnya sudah ditentukan diawal
transaksi, sedangkan pada obligasi syariah yang ditentukan adalah besaranya porsi pembagian hasil apabila emiten mendapatkan keuntungan dimasa yang
akan datang. Akan tetapi hal ini sesuai dengan akad obligasi yang dikeluarkan emiten, dalam artian bahwa pemegang obligasi tidak selalu mendapatkan
imbalan berupa bagi hasil, akan tetapi bisa berupa margin atau fee sesuai dengan akad dalam obligasi yang digunakan yang mana semua itu akan
dijelaskan pada sub bab berikutnya.
2. Jenis-Jenis Sukuk dan Perbedaannya Dengan Obligasi Konvensional