1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana persepsi masyarakat
terhadap keberadaan kafe remang-remang ?”
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas yang menjadi tujuan yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap keberadaan kafe remang-
remang. b.
Untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan pengunjung di dalam kafe
remang-remang tersebut.
1.4. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian diharapkan mampu untuk memberikan manfaat, baik untuk diri sendiri maupun orang lain, terlebih lagi untuk perkembangan ilmu
pengetahuan. Untuk itu, yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh cakrawala dan wawasan pengetahuan yang lebih mendalam tentang persepsi masyarakat terhadap
keberadaan kafe remang-remang kepada penulis dan juga pembaca serta dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan teori ilmu- ilmu sosial
khususnya sosiologi.
Universitas Sumatera Utara
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi masyarakat dan khususnya penelitian ini dapat menjadi referensi
penunjang yang diharapkan dapat berguna bagi peneliti berikutnya, terutama masalah dibidang perkotaan yaitu pada tempat-tempat hiburan
malam.
c. Manfaat Bagi Penulis
Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta wawasan penulis mengenai gambaran yang ada dalam
masyarakat dan sebagai wadah latihan serta pembentukan pola pikir yang rasional dalam menghadapi segala macam persoalan yang ada dalam
masyarakat.
1.5. Kerangka Teori 1. Definisi kafe remang-remang
Secara leksikal kafe berasal dari bahasa Inggris yaitu cafe, artinya kedai kopi. Berdasarkan arti tersebut dapat disimpulkan bahwa kafe adalah suatu tempat
atau warung yang berjualan kopi. Pada kenyataannya kafe kini mengalami pembiasan dengan hadirnya kafe remang-remang, tidak hanya berdagang kopi,
juga berjualan minuman-minuman beralkohol. Berbicara tentang kafe remang-remang yang disinyalir di dalamnya
terdapat prostitusi terselubung, secara ilmiah belum dapat dibuktikan sehingga menjadi perdebatan panjang antara yang pro dan kontra, antara yang suka dan
Universitas Sumatera Utara
tidak suka. Tetapi yang jelas keberadaan kafe remang-remang mempunyai dua dampak sekaligus, yakni:
1. Dampak positif, dengan adanya usaha kafe dapat menyerap tenaga kerja sehingga tingkat pengangguran dapat diminimalisir.
2. Dampak negatif, pada umumnya pengunjung kafe adalah anak-anak muda yang secara psikologis mempunyai tingkat emosional tinggi. Di
samping itu tidak sedikit para pengunjung kafe adalah orang-orang yang mencari kompensasi diri akibat adanya tekanan ekonomi, broken
home dan sebagainya. Kedua kelompok ini rentan terhadap gesekan-gesekan sosial dan pada
gilirannya akan menyebabkan konflik. Di sisi yang lain akan terjadi pergeseran nilai-nilai budaya tradisional menuju nilai-nilai budaya barat westernisasi.
Misalnya masyarakat desa yang dulunya suka minum kopi atau teh, setelah datang ke kafe kebiasaan tersebut berubah menjadi kebiasaan meminum minuman keras.
Selain itu tidak menutup kemungkinan akan menkonsumsi obat-obatan terlarang sebab peredaran narkoba biasanya selalu berhubungan dengan tempat-tempat
yang berjualan minuman keras. Kafe remang-remang yang cenderung mempunyai dampak negatif lebih
besar terhadap generasi muda dan penduduk desa di sekitarnya. Maka perlu adanya perhatian khusus dari berbagai pihak.
2. Gaya Hidup
Istilah gaya hidup lifestyle sampai sekarang masih kabur Hastuti, 2007:70. Lebih lanjut dijelaskan Hastuti bahwa, istilah ini memiliki arti
Universitas Sumatera Utara
sosiologis yang lebih terbatas dengan merujuk pada gaya hidup khas dari berbagai kelompok status tertentu. Dalam budaya konsumen kontemporer istilah ini
mengkonotasikan individualitas, ekspresi diri, serta kesadaran diri yang semu. Tubuh, busana, bicara, hiburan saat waktu luang, pilihan makanan dan minuman,
rumah, kendaraan dan pilihan hiburan, dan seterusnya di pandang sebagai indicator dari individualitas selera serta rasa gaya dari pemiliki atau konsumen
Featherstone, 2005 : 201. Gaya hidup merupakan cirri sebuah dunia modern, atau yang biasa juga di
sebut modernitas, maksudnya adalah siapapun yang hidup untuk menggambarkan tindakannya sendiri maupun orang lain Chaney, 1996 : 40. Lebih lanjut
dijelaskan Chaney bahwa gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lain. Dalam interaksi sehari-hari
setiap orang dapat menerapkan suatu gagasan mengenai gaya hidup tanpa harus menjelaskan apa yang dimaksud.
Salah satu faktor utama yang mendorong munculnya gaya hidup adalah pola komsumsi, pola konsumsi masyarakat perkotaan telah menjadikan barang-
barang ataupun jasa sebagai identitas mereka, barang dan jasa dikonsumsi bukan dikarenakan kebutuhan mereka melainkan hanya sebatas memenuhi keinginan dan
penunjuk identitas sosial mereka. Pola konsumsi masyarakat perkotaan ini telah merubah nilai suatu produk yang awalnya memiliki nilai fungsional menjadi nilai
simbolis. Perubahan nilai-nilai suatu barang dan jasa ini kemudian memunculkan gaya hidup masyarakat perkotaan. Salah satu gaya hidup tersebut adalah para
penikmat hiburan malam di kafe remang-remang.
Universitas Sumatera Utara
Gaya hidup adalah suatu titik tempat pertemuan antara kebutuhan ekspresi diri dan harapan kelompok terhadap seseorang dalm bertindak, yang tertuang
dalam norma-norma kepantasan Hastuti, 2007 : 72. Lebih lanjut dijelaskan Hastuti bahwa terdapat norma-norma kepantasan yang diinternalisasikan dalam
diri individu, sebagai standar dalam mengekspresikan dirinya dalam kehidupannya di dalam masyarakat.
Gaya hidup sendiri lahir karena adanya masyarakat komoditas, masyarakat yang mengkonsumsi barang-barang dan jasa bukan karena kebutuhannya tetapi
untuk memuaskan keinginannya. Masyarakat komoditas ini terjadi karena meningkatnya tuntutan terus menerus akan pemuasan kebutuhan masyarakat
terhadap benda-benda komoditas. Gaya hidup bisa merupakan identitas kelompok. Gaya hidup setiap
kelompok akan mempunyai cirri-ciri unit tersendiri. Gaya hidup secara khas diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka aktivitas,
apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya ketertarikan, dan apa yang dipikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia sekitarnya. Gaya hidup
suatu masyarakat akan berbeda dengan masyarakat lainnya. Bahkan, dari masa ke masa gaya hidup suatu individu dan kelompok masyarakat tertentu akan bergerak
dinamis. Namun demikian, gaya hidup tidak cepat berubah sehingga pada kurun waktu tertentu gaya hidup relatif permanen.
Menurut Weber, konsumsi juga merupakan gambaran gaya hidup tertentu dari kelompok status tertentu Hastuti, 2007 : 72. Lebih lanjut dijelaskan Hastuti
bahwa pola konsumsi suatu individu atau kelompok terhadap barang merupakan
Universitas Sumatera Utara
landasan bagi perjenjangan dari kelompok status, selain itu konsumsi juga dapat dijadikan penggunaan barang-barang simbolik kelompok tertentu. Dengan
demikian ia dibedakan dari kelas yang landasan perjenjangannya adalah hubungan terhadap produksi dan perolehan barang-barang. Dalam hal ini konsumsi
seseorang menentukan gaya hidup seseorang. Karena penggunaan barang-barang simbolik tersebut seperti pemilihan konsumsi gaya berpakaian, selera dalam
hiburan, selera konsumsi terhadap makanan dan minuman menetukan dari kelas mana ia berada.
Engel, Blackwel, dan Miniard 1995 mengartikan gaya hidup sebagai pola dimana manusia hidup dan menghabiskan waktu dan uang. Gaya hidup
merefleksikan aktivitas, minat, dan pendapat seseorang. Selanjutnya, Chaney 1996 mengemukakan gaya hidup sebagai pola-pola tindakan yang membedakan
antara satu orang dengan orang lain. Gaya hidup membantu memahami apa yang orang lakukan, mengapa
mereka melakukannya, dan apakah yang mereka lakukan bermakna bagi dirinya maupun orang lain. Gaya hidup merupakan bagian dari kehidupan sosial sehari-
hari dunia modern. Menurut Adler dalam Hall Lindzey, 1993 faktor yang menentukan gaya hidup seseorang sebagian besar ditentukan oleh inferioritas-
inferioritas khusus, entah khayalan atau nyata yang dimiliki orang. Gaya hidup merupakan kompensasi dari suatu inferioritas khusus. Apabila anak memiliki
kelemahan fisik, maka gaya hidupnya akan berwujud melakukan hal-hal yang akan menghasilkan fisik yang kuat. Sementara itu, faktor pembentuk gaya hidup
menurut teori Bordieu dalam Piliang, 2006 dicerminkan dalam sebuah rangkaian
Universitas Sumatera Utara
atau lingkup proses social yang lebih panjang atau luas, yang melibatkan modal, kondisi objektif, habitus, disposisi, praktik gaya hidup, sistem tanda, dan selera.
Sementara itu, penggolongan gaya hidup mengukur hal-hal sebagai berikut Loudon Della Bitta, 1993:
a. Bagaimana orang-orang menghabiskan waktu luang dalam suatu kegiatan atau aktivitas.
b. Apa yang paling menarik atau paling penting bagi mereka dalam lingkungannya ketika itu.
c. Pendapat dan pandangan mereka mengenai mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka.
3. Persepsi Masyarakat
Istilah persepsi diartikan sebagai pendapat, pandangan seseorang atau kelompok manusia, dan sebagainya. Namun, sebenarnya istilah persepsi memiliki
pengertian yang lebih mendalam adalah suatu penglihatan atau gambaran terhadap sesuatu yang dilakukan seseorang atau kelompok.
Manusia sebagai makhluk sosial yang sekaligus juga makhluk individual, maka terdapat perbedaan antara individu yang satu dengan yang lainnya
Wolberg, 1967. Adanya perbedaan inilah yang antara lain menyebabkan mengapa seseorang menyenangi suatu obyek, sedangkan orang lain tidak senang
bahkan membenci obyek tersebut. Hal ini sangat tergantung bagaimana individu menanggapi obyek tersebut dengan persepsinya. Pada kenyataannya sebagian
besar sikap, tingkah laku dan penyesuaian ditentukan oleh persepsinya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Wagito 1981 menyatakan bahwa persepsi merupakan proses psikologis dan hasil dari penginderaan serta proses terakhir dari kesadaran,
sehingga membentuk proses berpikir. Melalui persepsi kita dapat mengenali dunia sekitar kita, yaitu seluruh dunia yang terdiri dari benda serta manusia dengan
segala kejadian-kejadiannya. Dengan persepsi kita dapat berinteraksi dengan dunia sekeliling kita, khususnya antar manusia. Persepsi adalah suatu proses yang
kompleks dimana kita menerima dan menyadap informasi dari lingkungan Fleming Levie, 1978. Persepsi merupakan kesan yang pertama untuk
mencapai suatu keberhasilan. Persepsi seseorang dalam menangkap informasi dan peristiwa-peristiwa menurut Muhyadi 1989 dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
1 orang yang membentuk persepsi itu sendiri, khususnya kondisi intern kebutuhan, kelelahan, sikap, minat, motivasi, harapan, pengalaman
masa lalu dan kepribadian. 2 stimulus yang berupa obyek maupun peristiwa tertentu benda, orang,
proses dan lain-lain. 3 stimulus dimana pembentukan persepsi itu terjadi baik tempat, waktu,
suasana dan lain-lain.
Persepsi Sebagai Proses Aktif Dalam Perbedaan Individu
Persepsi dulu dianggap sebagai suatu proses pasif, yang harus dilakukan hanya tetap menjaga agar mata dan telinga terbuka dan dunia secara otomatis akan
memperlihatkan dirinya kepada kita. Sekarang kita tahu bahwa anggapan ini adalah salah. Kenyataannya pencapaian persepsi yang berarti merupakan suatu
proses aktif, dengan individu penerima yang memainkan peranan penting dalam menentukan pengalamannya. Peranan ini bergerak melebihi sebuah keputusan
Universitas Sumatera Utara
sederhana apa yang dilihat untuk disentuh. Kita jarang hanya merasakan satu sensasi pada satu waktu. Malahan kita dengan konstan diserang ribuan pesan yang
harus disingkat, diidentifikasi dan ditafsirkan. Kita harus memilih beberapa pesan tertentu dari serangan pesan yang dating, mengidentifikasinya dan mencari
bagaimana hubungan satu dengan yang lain, dengan maksud untuk membangun gambaran realita yang berarti. Persepsi ini tidak hanya bergantung pada sensasi
saja tetapi juga pada pengalaman, keinginan dan kebutuhan Rubin, 1985:116. Hal ini didukung oleh pendapat Runyon 1984: 175 yang menyatakan
persepsi sebagai proses aktif, yaitu adanya sifat selektif dari persepsi. Adapun persepsi selektif ini digambarkannya yaitu ; selama bertahun-tahun manusia
dikelilingi oleh ribuan stimuli. Pada suatu saat, bukan tidak mungkin hal ini mengundang semua stimuli untuk menyerang pikiran manusia. Dengan demikian,
manusia tidak dapat membaca, mengikuti suatu percakapan dan menonton televise pada saat yang sama. Pada saat kita mencobanya, kita akan menjumpai perubahan
perhatian dari suatu sumber stimuli kepada yang lain dengan pemahaman kita masing-masing aktivitas ini menjadi terpisah dan terpecah. Untuk ulasan ini kita
cenderung untuk memilih di stimuli mana disekitar kita yang paling penting, dengan mengabaikan yang lain.
4. Penyimpangan
Penyimpangan adalah kegagalan untuk menyesuaikan dengan norma- norma budaya yang diperkuat. Norma-norma sosial yang berbeda dalam satu
budaya yang bertentangan dengan yang lain. Sebagai contoh, suatu tindakan yang menyimpang dapat dilakukan di satu masyarakat atau budaya yang melanggar
norma sosial di sana, tetapi mungkin dianggap biasa bagi kebudayaan lain dan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat. Beberapa tindakan mungkin penyimpangan tindak pidana, tetapi juga, sesuai dengan masyarakat atau budaya, penyimpangan dapat benar-benar
melanggar norma sosial yang utuh. Penyimpangan dalam konteks sosiologis menggambarkan tindakan atau
perilaku yang melanggar norma-norma budaya yang berlaku termasuk-aturan formal misalnya, kejahatan maupun informal dan pelanggaran norma-norma
sosial misalnya, adat istiadat. Perilaku menyimpang yang lazim disebut dengan nonkonformitas
merupakan tindakan yang dilakukan oleh individu perorangan atau kelompok dalam masyarakat untuk menghidar dari nilai dan norma. Prilaku yang tidak
sesuai dengan nilai dan kaidah dinamakan menyim- pang atau suatu perbuatan disebut menyimpang bilamana perbuatan ini dinyatakan sebagai menyimpang.
Beberapa pengertian perilaku menyimpang oleh para ahli sosiologi, diantaranya yaitu;
a. Becker, perilaku menyimpang bukanlah kualitas yang dilakukan orang, melainkan konsekuensi dari adanya suatu peraturan dan penerapan sangsi
yang dilakukan oleh orang lain terhadap pelaku tindakan tersebut. b. Robert M.Z. Lawang, penyimpangan sebagai tindakan yang menyimpang
dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari pihak berwenang untuk memperbaiki perilaku
yang menyimpang. c. James Vander, Penyimpangan merupakan perilaku yang oleh sejumlah
orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi. Dengan demikian penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinya- takan
Universitas Sumatera Utara
sebagai sutau pelanggaran terhadap norma-norma kelom-pok atau masyarakat. Penyimpangan memilki ciri mengganggu stabilitas
masyarakat. Bruce J. Cohen menjelaskan terjadinya penyimpangan sosial diakibatkan
oleh beberapa faktor yaitu : a. Adanya perubahan norma-norma dari suatu periode ke periode waktu lain.
b. Tidak ada norma atau aturan yang bersifat mutlak yang bisa digunakan untuk menentukan benar tidaknya kelakuan seseorang. Norma sesuai
dengan masyarakat dan kebudayaan masyarakat yang berbeda satu sama lain.
c. Individu-individu yang tidak mematuhi norma disebabkan karena mengamati orang-orang lain yang tidak mematuhi atau karena mereka
tidak dididik untuk mematuhinya. d. Adanya individu-individu yang belum mendalami norma dan belum
manyadari kenapa norma-norma itu harus dipatuhi. Hal ini disebabkan karena proses sosialisasi yang belum sempurna dalam dirinya.
e. Adanya individu-individu yang kurang yakin akan kebenaran atau kebaikan norma, atau dihadapkan dengan situasi di mana terdapat norma-
norma yang tidak sesuai. f. Terjadi kon
flik peran dalam seorang individu karena ia menjalankan beberapa peran yang menghendaki corak perilaku yang berbeda.
Prilaku menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan sosial. Dewasa ini tidak ada satu pun masyarakat
Universitas Sumatera Utara
yang dapat bertahan dalam kondisi statis untuk jangka waktu yang lama. Masyarakat yang paling terisolasi pun akan terkena perubahan sosial.
I.6. Defenisi Konsep
Untuk memperjelas maksud dan pengertian, serta menghindari timbulnya kesalahan penafsiran dalam penelitian maka perlu menguraikan batasan konsep yang
digunakan. Adapun batasan konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Persepsi Masyarakat
Persepsi masyarakat adalah pandangan sekelompok masyarakat terhadap objek atau lingkungan melalui panca inderanya berdasarkan pengalaman
dan pengetahuan yang dimilikinya. 2.
Kafe Remang-remang Adalah suatu tempat yang memiliki fasilitas tempat duduk, hiburan musik,
menyediakan makanan dan minuman, dengan menggunakan penerangan cahaya lampu yang remang.
3. Perilaku menyimpang
Adalah tindakan atau perbuatan yang melanggar aturan-aturan yang berada pada suatu kelompok masyarakat atau daerah.
4. Norma
adalah seperangkat aturan atau kumpulan aturan yang mengikat perilaku dan tindakan suatu kelompok masyarakat atau daerah tertentu.
5. Kenakalan Remaja
Adalah perbuatan atau tindakan yang tidak sesuai dengan norma ataupun aturan yang berlaku yang diakibatkan oleh suatu gejala tertentu.
Universitas Sumatera Utara
6. Pengaruh
Adalah suatu bentuk rangsangan atau stimulus yang menggerakkan nilai psikis suatu individu ataupun kelompok.
I.7. Defenisi Operasional