melihat dan mendengar pesan itu layak atau tidak layak untuk kita terima dan pesan yang sudah kita susun itu akan kita artikan dan kita evaluasi lagi
kebenarannya apakah sesuai atau tidak bagi kita. Aaker 1982: 236 mengatakan proses persepsi mencakup dua tahap, perhatian dan pengertian. Keduanya
memainkan peranan dalam membantu penanggulangan individu dengan jalan yang tidak akan mungkin diproses.
Tahap pertama adalah filter perhatian. Individu, dengan terang-terangan atau tidak sengaja, menghindari keterbukaan pada stimuli. Seseorang membaca
hanya publikasi-publikasi yang pasti-pasti saja, melihat hanya program terpilih. Lagipula, hamper semua stimuli dimana seseorang diterima dihalang keluar
karena dia menganggap tidak menarik dan menyimpang. Jadi, hanya sebagian kecil dari program tersebut yang diterima individu melalui filter perhatian. Tahap
kedua adalah proses pengertian. Individu menyusun isi stimuli kepada bentuk kenyataan, bentuk yang mungkin sangat berbeda dari individu lain si pengirim.
Dengan demikian, seseorang sering menyederhanakan untuk merubah, mengatur dan bahkan “membuat” stimuli. Out put dari proses ini adalah kesadaran kognitif
dan pengartian stimulus kognisi.
2.2. Penyimpangan Sosial
Penyimpangan merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi. James vander
Zanden, 1979. Meskipun masyarakat telah berusaha agar setiap anggota berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat, namun tiap masyarakat kita selalu
menjumpai adanya anggota yang menyimpang dan menjumpai adanya penyimpangan atau nonkonformitas.
Universitas Sumatera Utara
Dalam ilmu sosiologi dikenal beberapa teori interaksi untuk menjelaskan penyimpangan, salah satunya adalah teori differential association yang diciptakan
oleh Edwin H. Sutherland. Menurut pandangan Sutherland, penyimpangan bersumber pada differential association pada pergaulan yang berbeda.
Penyimpangan dipelajari melalui proses alih budaya cultural transmission. Melalui proses belajar ini, seseorang mempelajari suatu deviant subculture suatu
subkebudayaan menyimpang. Contoh yang diajukan Sutherland adalah proses mengisap ganja, tetapi proses yang sama berlaku pula dalam mempelajari
beraneka jenis perilaku menyimpang lainnya. Teori interaksi yang lain untuk menjelaskan penyimpangan adalah teori
Labelling yang dipelopori Edwin M. Lemert. Menurut Lemert, seseorang menjadi penyimpang karena proses labeling, pemberian julukan, cap, etiket, merk yang
diberikan masyarakat kepadanya. Mula-mula seseorang melakukan suatu penyimpangan, yang dinamakan oleh Lemert sebagai penyimpangan priemer
primary deviation. Akibat dilakukannya penyimpangan tersebut, misalnya seperti pencurian, penipuan, pelanggaran susila, perilaku aneh maka si
penyimpang lalu diberi cap sebagai pencuri, penipu, pemerkosa, wanita nakal, orang gila dan sebagainya. Sebagai tanggapan terhadap pemberian cap oleh orang
lain maka si pelaku penyimpangan primer kemudian mendefenisikan dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi lagi perbuatan menyimpangnya yang disebut
sebagai penyimpangan sekunder secondary deviation, sehingga mulai menganut suatu gaya hidup menyimpang deviant life style yang menghasilkan suatu karir
menyimpang deviant career.
Universitas Sumatera Utara
Robert K. Merton 1965 : 131-194 mencoba menjelaskan penyimpangan sosial pada jenjang makro, yaitu pada jenjang struktural sosial. Menurut argument
Merton struktur sosial tidak hanya menghasilkan perilaku konfermis, tetapi menghasilkan pula perilaku menyimpang, struktur sosial menciptakan keadaan
yang menghasilkan pelanggaran terhadap aturan sosial, menekan orang-orang tertentu kea rah perilaku nonkonform.
Merton mengemukakan bahwa dalam struktur sosial dan budaya dijumpai tujuan, sasaran atau kepentingan yang didefenisikan oleh kebudayaan sebagai
tujuan yang sah bagi seluruh atau pun sebagian anggota masyarakat. Tujuan budaya tersebut merupakan hal-hal yang pantas di raih. Selain itu, melalui institusi
dan aturan struktur budaya mengatur dan juga cara yang harus ditempuh untuk meraih tujuan budaya tersebut. Aturan tersebut bersifat membatasi, cara-cara
tertentu seperti menipu, atau memaksa tidak dibenarkan. Hipotesa Merton adalah bahwa perilaku menyimpang merupakan pencerminan tidak adanya kaitan antara
aspirasi yang ditetapkan kebudayaan dan cara yang dibenarkan struktur sosial untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut merton struktur sosial menghasilkan
tekanan ke arah anomie dan perilaku menyimpang.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN